- Beranda
- Stories from the Heart
Close X Cross
...
TS
Travestron
Close X Cross
Chapter 1
The Club
Le GanBaTei Cafe
Malam mulai menyelimuti Jakarta, beberapa tempat nongkrong dan hiburan malam mulai dipenuhi tamu tamu setia mereka, baik untuk sekedar istirahat, berkumpul, atau menikmati secangkir kopi pelepas lelah. begitupun di salah satu sudut kota ini, tempat Anna dan Maya sedang duduk di meja bartender menikmati minuman mereka hasil racikan Sera, bartender Le GanBaTei.
“Ser, lemon tea aku kok asem banget ya?” Keluh Maya pada Sera.
“Kalau keasaman liatin wajah aku aja myaw?” goda Sera sambil mengedipkan mata.
“Dasar kucing, kamu kira aku lesbi apa?” sambil tersenyum balas menggoda.
“Hei kalo mau godain pegawai kesayangan gue godain gue dulu atuh Neng” bisik Lily di samping telinga Maya dengan sedikit hembusan nafas yang membuat Maya geli menggidik.
“Ih kalian apa-apaan sih, perempuan jadi-jadian mau sok jantan, udah trima nasib aja.” celetuk Anna kepada junior-juniornya yang saling menggoda sambil browsing dengan Note Pad nya dan browsing beberapa berita yang menarik. Waria satu ini menunjukkan bahwa waria pun harus sangat berwawasan.
“Mami ih, Lily ni yang godain aku, sok laki kali dia belain Sera” Bantah Maya.
“Gue masih Laki ya, mau liat?” Sambil memegang zipper skinny jeans model cewek yang di pakainya.
“Heh, laki engga ada yang make jeans begituan”. Celetuk Maya. “lagian cuma pajangan aja bangga”
“Heh perempuan....”
“Hus, brisik deh ya anak-anak mami, baru sebulan ni kafe buka bisa bubar gara-gara kalian yang berisik” potong Anna sebelum Lily membalas ucapan Maya.
“Dia nih Mi duluan!” Protes Lily.
“Hmmm.... Ser, Mochiatto kamu pas deh sesuai selera mami, makasih ya Sayang” ucap Anna sambil menikmati secangkir Mochiatto-nya.
“Thanks my lovely mommy, myaw”
“Eh, BTW Dea mana Ly? Kok engga keliatan hari ini”
“Lagi keluar bentar Mom, ada side job lain katanya”
“Nyebong[1]?”
“Mami ih, kayak engga kenal dia aja! Dia kan lesbong[2] mam!” Potong Sera disertai tawa kecilnya Maya dan Lily.
“Ada job make up assistant di JFW[3], Jessy tadi call, butuh tenaga tambahan katanya” jelas Lily
“Bagus deh, karir anak-anak mami makin nanjak semua”
“Ia dong mi, masak mau di jalan terus, naik kelas dong” tambah Maya.
“May, tadi pagi gue liat ada lekong[4] di kamar lu?” tanya Sera. Sera merasa wajib bertanya pada teman-teman dekatnya terhadap siapa saja tamu yang terlihat di kamar kos-kosan miliknya. Walaupun di cafe dia bekerja di bawah Lily, tapi dia tetaplah pemilik kos tempat Lily dan teman-temannya tinggal.
“Ia , temen aku dari Medan dateng” jelas Maya.
“Temen apa temen?” introgasi Lily.
“Temen lho, nanti dia mau kemari, nih aku tunjukin fotonya.” Maya lalu membuka sebuah page facebook, akun dengan nama Nadilla Humaira. Koleksi foto yang terlihat hanya seorang perempuan dengan hijab casual, dan beberapa foto lain sang pemilik akun dengan pakaian modis dengan model yang unik. Lily dan Anna terlihat bingung dan engga yakin dengan apa yang di tunjukan, sedikit berbeda dengan pernyataan Sera.
“Ser, lu yakin tadi cowok?” tanya Anna meyakinkan.
Sera segera menyelesaikan orderan minuman yang dibuatnya dan kembali menuju Anna, Sera memperhatikan dengan serius.
“Eh, kok mirip ya? Tapi kok perempuan?” Sera memperhatikan lebih jelas dan membongkar beberapa foto yang Maya tunjukkan.
“Kenapa dengan fotonya? Jelek ya?” tanya seseorang yang tiba-tiba muncul di belakang Maya. Sera, Maya, Anna, Lily yang semula serius melihat foto semua menoleh ke suara tersebut.
“Hey... kenalin designer muda kita, Dilla”. Maya memperkenalkan Dilla pada Geng-nya. Semua memperhatikan Dilla. “Semua pakaian dan kreasi hijab yang kalian liat tadi adalah hasil karya tangannya".
“Jangan percaya Maya, aku cuma tukang jahit biasa kok.” Ungkap Dilla merendah.
Sera memperhatikan pakaian Dilla, kaos o neck lengan panjang, sweather tipis panjang sampai lutut tanpa lengan, mengingatkan Sera pada Philip, karakter di Kamen Rider Double yang sering ditonton Dea “Lu otaku[5]?”.
“Ia, fashion Jepang jadi inspirasi aku.”
“Hmmm.... satu lagi ya...” ucap Lily, di ikuti senyum penuh arti yang lainnya.
“Mungkin lu harus kenal Dea. Kalian mungkin cocok” tambah Sera, ada raut bingung di wajah Dilla. Tapi senyumnya menutupi raut tersebut.
“Oh ya, Dil kenalin. Temen-temen aku, mereka tinggal di kosan yang sama dengan kita, kalau ada apa-apa kamu bisa minta bantuan dengan mereka”
“Anna, Kamu bukan gay kan ya? Suka yang lebih mateng engga?” senyum genit mama Anna.
“Lily, Owner Caffe ini. kalo mau pesen bilang aja ke aku langsung. Aku kasih diskon kok,selama seminggu,hihi...” Lily tak mau kalah menggoda.
“Samantha, panggil aja Sera, kalau butuh apa-apa di kos, ketuk aja pintu ku. Buat kamu aku pasti ada”. Sera pun tak mau kalah.
“duduk Dil” Maya mempersilahkan Dila duduk di sebelahnya, Sera, Anna dan Lily memperhatikan cowok cantik yang ada di sebelah mereka, cara bicaranya tidak seperti waria. Lebih lelaki, tapi ada sesuatu yang salah dengan dia.
Dilla mengambil posisi duduk di sebelah Maya dan duduk dengan menyilangkan kaki. “Yah.....” keluh Sera, Lily dan Anna. Menggugaratkan wajah kecewa. “Setengah mateng juga rupanya”.
“Dilla ada urusan apa ke Jakarta?” tanya Anna.
“Mau kerja Mbak”
“Kok panggil Mbak sih, panggil Mami aja gimana? Mau kerja apa?”
“Ia, m... Mam.”
“aku mau belajar design Mbak... eh Mam, sekalian buka usaha kalau bisa disini”
“Ia Mom, kami mau pergi ke JFW bentar lagi, sekalian mau cari mesin jahit yang murah dan bagus. By The Way Dea disana kan Ly?” jelas Maya.
“Ia, teteh hubungin aja”
“grgrgrgrgrgrgt” getaran muncul di Handphone Lily. Sebuah pesan masuk dihapenya.
“Siapa say?” tanya Sera.
“Papi, dia pesan sesuatu kalo aku pergi ke Bandung”
“kamu besok jadi ke Bandung?”
“Iya sayang, sekalian mau ziarah. Jaga cafe baik-baik ya Ser selama aku pergi”
“Hendra? udah empat tahun ya?” tanya Anna.
“Iya mom” ada sedikit guratan kesedihan di wajah Lily.
“Kenapa lily” Dilla berbisik pada Maya.
“Besok tepat empat tahun pacar lily meninggal”.
Lily
Bandung, 2009
Mungkin aku engga akan pernah menemukan pria sebaik dia, yang menerima aku apa adanya, yang menerima aku seperti wanita seutuhnya. Karena itu aku menerimanya, dan menyayanginya apa adanya dia. Dia hendra, pria yang dua tahun ini sudah mengisi hidupku dan hari-hariku. Pria yang hampir sempurna dimataku kecuali satu hal.
“Udah makannya?” Tanyaku setelah Hendra mulai mual dengan hampir satu bungkus nasi padang yang aku suapi kepadanya
“Udah ah, aku, kenyang” aku tak tega melihat badannya yang semakin kurus.ironisnya Melihat itu aku juga semakin tidak nafsu makan. aku memberikan segelas air putih yang di ambilnya dari dispenser kamar kami.
Setelah aku meminumkan air yang di gelas kepadanya aku bertanya “Mau sampe kapan kamu begini?”
Hendra menjawab “Aku bisa nanya hal yang sama buat kamu”
“Aku bakal langsung berhenti jualan ini pas hutang ke rentenir brengsek itu lunas, yang gak bisa dilakuin sampe sekarang kalo kamu masih aja ngerusak tubuh kamu kayak gini”
“Ya... kamu tau kan kalo aku mau rehab nanti, aku gak bakal bohong ke kamu”
“Kapan? Udah berbulan-bulan kamu bilang itu tapi sampe sekarang...”
“Aku gak bakal bohong kalo aku lagi gak “nagih””
Nada suaraku semakin meninggi “Aku bosen tau gak nyeramahin kamu! kenapa sih kamu gak pernah dengerin omonganku!?”
Suara hendra agak lemas, tapi terdengar seperti agak marah juga “Ya udah... tampar lagi aja aku kayak waktu itu, ajarin kalo aku ini salah, kamu itu bener, kasih tau aku kalo jualan heroin itu jauh lebih baik daripada jadi pembeli, itu kan yang mau kamu bilang?”
Mendengar kata itu aku hanya terdiam tak bisa mengeluarkan sepatah kata, aku tau bahwa aku sudah menjadi pengedar jauh sebelum Hendra menjadi pecandu berat, kurasa ini karma atas pilihan hidup yang kujalani, aku hanya bisa mendesah putus asa dan duduk termenung di sampingnya.
“Aku sayang sama kamu, dan aku tau kalo aku bukan contoh yang baik buat kamu, tapi aku berusaha ngelakuin yang terbaik buat kamu, aku gak mungkin ninggalin kamu begitu aja, gak dalam keadaan kamu kayak gini... maaf kalo kamu merasa aku bikin kamu terjerumus begini” Aku mulai menitikan air mata.
Hendra kemudian merangkul tubuhku, lalu berkata “Aku gak pernah bilang begitu, aku tau kamu udah berusaha yang terbaik buat aku, dan aku hargai itu,tapi... ini sulit Ly, sangat-sangat sangat sulit, buat bisa lepas dari ini, benda ini bikin aku kehilangan semuanya, secara fisik ataupun mental,tapi aku bakal ngasih harapan ke kita berdua,bahwa suatu hari nanti,aku bisa berhenti, dan kita bisa lepas dari cengkraman tragedi ini, lalu kita mengendarai sepeda motor berdua menuju matahari yang terbenam, seperti dulu lagi,pastiin kamu gak kehilangan itu” lalu hendra memberikanku kecupan di pipi.
Aku menatap wajahnya dan tersenyum,membayangkan masa suka cita kami dulu, sebelum aku terjun ke dalam bisnis ini, masa di saat kami hanyalah sepasang sejoli bahagia,mengendarai sepeda motor besar, menjelajahi tempat dan jalan-jalan di kota Bandung bersama, Hendra mulai menyentuh wajahku dengan lembut, perlahan wajahnya mulai mendekati wajahku,aku hanya terpana dengan itu, aku mulai menyayukan mata, sampai dia mencium bibirku, aku memejamkan mata,kami bercumbu untuk beberapa saat, sampai handphoneku berdering.
BERSAMBUNG
Catatan kaki
[1] Istilah lain untuk jual diri.
[2] lesbian
[3] Jakarta Fashion Week
[4] Laki-laki
[5] (Jepang) sebutan untuk penggemar anime, manga, atau tokusatsu
INDEX
Deskripsi para Tokoh utama.
The Club
Le GanBaTei Cafe
Malam mulai menyelimuti Jakarta, beberapa tempat nongkrong dan hiburan malam mulai dipenuhi tamu tamu setia mereka, baik untuk sekedar istirahat, berkumpul, atau menikmati secangkir kopi pelepas lelah. begitupun di salah satu sudut kota ini, tempat Anna dan Maya sedang duduk di meja bartender menikmati minuman mereka hasil racikan Sera, bartender Le GanBaTei.
“Ser, lemon tea aku kok asem banget ya?” Keluh Maya pada Sera.
“Kalau keasaman liatin wajah aku aja myaw?” goda Sera sambil mengedipkan mata.
“Dasar kucing, kamu kira aku lesbi apa?” sambil tersenyum balas menggoda.
“Hei kalo mau godain pegawai kesayangan gue godain gue dulu atuh Neng” bisik Lily di samping telinga Maya dengan sedikit hembusan nafas yang membuat Maya geli menggidik.
“Ih kalian apa-apaan sih, perempuan jadi-jadian mau sok jantan, udah trima nasib aja.” celetuk Anna kepada junior-juniornya yang saling menggoda sambil browsing dengan Note Pad nya dan browsing beberapa berita yang menarik. Waria satu ini menunjukkan bahwa waria pun harus sangat berwawasan.
“Mami ih, Lily ni yang godain aku, sok laki kali dia belain Sera” Bantah Maya.
“Gue masih Laki ya, mau liat?” Sambil memegang zipper skinny jeans model cewek yang di pakainya.
“Heh, laki engga ada yang make jeans begituan”. Celetuk Maya. “lagian cuma pajangan aja bangga”
“Heh perempuan....”
“Hus, brisik deh ya anak-anak mami, baru sebulan ni kafe buka bisa bubar gara-gara kalian yang berisik” potong Anna sebelum Lily membalas ucapan Maya.
“Dia nih Mi duluan!” Protes Lily.
“Hmmm.... Ser, Mochiatto kamu pas deh sesuai selera mami, makasih ya Sayang” ucap Anna sambil menikmati secangkir Mochiatto-nya.
“Thanks my lovely mommy, myaw”
“Eh, BTW Dea mana Ly? Kok engga keliatan hari ini”
“Lagi keluar bentar Mom, ada side job lain katanya”
“Nyebong[1]?”
“Mami ih, kayak engga kenal dia aja! Dia kan lesbong[2] mam!” Potong Sera disertai tawa kecilnya Maya dan Lily.
“Ada job make up assistant di JFW[3], Jessy tadi call, butuh tenaga tambahan katanya” jelas Lily
“Bagus deh, karir anak-anak mami makin nanjak semua”
“Ia dong mi, masak mau di jalan terus, naik kelas dong” tambah Maya.
“May, tadi pagi gue liat ada lekong[4] di kamar lu?” tanya Sera. Sera merasa wajib bertanya pada teman-teman dekatnya terhadap siapa saja tamu yang terlihat di kamar kos-kosan miliknya. Walaupun di cafe dia bekerja di bawah Lily, tapi dia tetaplah pemilik kos tempat Lily dan teman-temannya tinggal.
“Ia , temen aku dari Medan dateng” jelas Maya.
“Temen apa temen?” introgasi Lily.
“Temen lho, nanti dia mau kemari, nih aku tunjukin fotonya.” Maya lalu membuka sebuah page facebook, akun dengan nama Nadilla Humaira. Koleksi foto yang terlihat hanya seorang perempuan dengan hijab casual, dan beberapa foto lain sang pemilik akun dengan pakaian modis dengan model yang unik. Lily dan Anna terlihat bingung dan engga yakin dengan apa yang di tunjukan, sedikit berbeda dengan pernyataan Sera.
“Ser, lu yakin tadi cowok?” tanya Anna meyakinkan.
Sera segera menyelesaikan orderan minuman yang dibuatnya dan kembali menuju Anna, Sera memperhatikan dengan serius.
“Eh, kok mirip ya? Tapi kok perempuan?” Sera memperhatikan lebih jelas dan membongkar beberapa foto yang Maya tunjukkan.
“Kenapa dengan fotonya? Jelek ya?” tanya seseorang yang tiba-tiba muncul di belakang Maya. Sera, Maya, Anna, Lily yang semula serius melihat foto semua menoleh ke suara tersebut.
“Hey... kenalin designer muda kita, Dilla”. Maya memperkenalkan Dilla pada Geng-nya. Semua memperhatikan Dilla. “Semua pakaian dan kreasi hijab yang kalian liat tadi adalah hasil karya tangannya".
“Jangan percaya Maya, aku cuma tukang jahit biasa kok.” Ungkap Dilla merendah.
Sera memperhatikan pakaian Dilla, kaos o neck lengan panjang, sweather tipis panjang sampai lutut tanpa lengan, mengingatkan Sera pada Philip, karakter di Kamen Rider Double yang sering ditonton Dea “Lu otaku[5]?”.
“Ia, fashion Jepang jadi inspirasi aku.”
“Hmmm.... satu lagi ya...” ucap Lily, di ikuti senyum penuh arti yang lainnya.
“Mungkin lu harus kenal Dea. Kalian mungkin cocok” tambah Sera, ada raut bingung di wajah Dilla. Tapi senyumnya menutupi raut tersebut.
“Oh ya, Dil kenalin. Temen-temen aku, mereka tinggal di kosan yang sama dengan kita, kalau ada apa-apa kamu bisa minta bantuan dengan mereka”
“Anna, Kamu bukan gay kan ya? Suka yang lebih mateng engga?” senyum genit mama Anna.
“Lily, Owner Caffe ini. kalo mau pesen bilang aja ke aku langsung. Aku kasih diskon kok,selama seminggu,hihi...” Lily tak mau kalah menggoda.
“Samantha, panggil aja Sera, kalau butuh apa-apa di kos, ketuk aja pintu ku. Buat kamu aku pasti ada”. Sera pun tak mau kalah.
“duduk Dil” Maya mempersilahkan Dila duduk di sebelahnya, Sera, Anna dan Lily memperhatikan cowok cantik yang ada di sebelah mereka, cara bicaranya tidak seperti waria. Lebih lelaki, tapi ada sesuatu yang salah dengan dia.
Dilla mengambil posisi duduk di sebelah Maya dan duduk dengan menyilangkan kaki. “Yah.....” keluh Sera, Lily dan Anna. Menggugaratkan wajah kecewa. “Setengah mateng juga rupanya”.
“Dilla ada urusan apa ke Jakarta?” tanya Anna.
“Mau kerja Mbak”
“Kok panggil Mbak sih, panggil Mami aja gimana? Mau kerja apa?”
“Ia, m... Mam.”
“aku mau belajar design Mbak... eh Mam, sekalian buka usaha kalau bisa disini”
“Ia Mom, kami mau pergi ke JFW bentar lagi, sekalian mau cari mesin jahit yang murah dan bagus. By The Way Dea disana kan Ly?” jelas Maya.
“Ia, teteh hubungin aja”
“grgrgrgrgrgrgt” getaran muncul di Handphone Lily. Sebuah pesan masuk dihapenya.
“Siapa say?” tanya Sera.
“Papi, dia pesan sesuatu kalo aku pergi ke Bandung”
“kamu besok jadi ke Bandung?”
“Iya sayang, sekalian mau ziarah. Jaga cafe baik-baik ya Ser selama aku pergi”
“Hendra? udah empat tahun ya?” tanya Anna.
“Iya mom” ada sedikit guratan kesedihan di wajah Lily.
“Kenapa lily” Dilla berbisik pada Maya.
“Besok tepat empat tahun pacar lily meninggal”.
Lily
Bandung, 2009
Mungkin aku engga akan pernah menemukan pria sebaik dia, yang menerima aku apa adanya, yang menerima aku seperti wanita seutuhnya. Karena itu aku menerimanya, dan menyayanginya apa adanya dia. Dia hendra, pria yang dua tahun ini sudah mengisi hidupku dan hari-hariku. Pria yang hampir sempurna dimataku kecuali satu hal.
“Udah makannya?” Tanyaku setelah Hendra mulai mual dengan hampir satu bungkus nasi padang yang aku suapi kepadanya
“Udah ah, aku, kenyang” aku tak tega melihat badannya yang semakin kurus.ironisnya Melihat itu aku juga semakin tidak nafsu makan. aku memberikan segelas air putih yang di ambilnya dari dispenser kamar kami.
Setelah aku meminumkan air yang di gelas kepadanya aku bertanya “Mau sampe kapan kamu begini?”
Hendra menjawab “Aku bisa nanya hal yang sama buat kamu”
“Aku bakal langsung berhenti jualan ini pas hutang ke rentenir brengsek itu lunas, yang gak bisa dilakuin sampe sekarang kalo kamu masih aja ngerusak tubuh kamu kayak gini”
“Ya... kamu tau kan kalo aku mau rehab nanti, aku gak bakal bohong ke kamu”
“Kapan? Udah berbulan-bulan kamu bilang itu tapi sampe sekarang...”
“Aku gak bakal bohong kalo aku lagi gak “nagih””
Nada suaraku semakin meninggi “Aku bosen tau gak nyeramahin kamu! kenapa sih kamu gak pernah dengerin omonganku!?”
Suara hendra agak lemas, tapi terdengar seperti agak marah juga “Ya udah... tampar lagi aja aku kayak waktu itu, ajarin kalo aku ini salah, kamu itu bener, kasih tau aku kalo jualan heroin itu jauh lebih baik daripada jadi pembeli, itu kan yang mau kamu bilang?”
Mendengar kata itu aku hanya terdiam tak bisa mengeluarkan sepatah kata, aku tau bahwa aku sudah menjadi pengedar jauh sebelum Hendra menjadi pecandu berat, kurasa ini karma atas pilihan hidup yang kujalani, aku hanya bisa mendesah putus asa dan duduk termenung di sampingnya.
“Aku sayang sama kamu, dan aku tau kalo aku bukan contoh yang baik buat kamu, tapi aku berusaha ngelakuin yang terbaik buat kamu, aku gak mungkin ninggalin kamu begitu aja, gak dalam keadaan kamu kayak gini... maaf kalo kamu merasa aku bikin kamu terjerumus begini” Aku mulai menitikan air mata.
Hendra kemudian merangkul tubuhku, lalu berkata “Aku gak pernah bilang begitu, aku tau kamu udah berusaha yang terbaik buat aku, dan aku hargai itu,tapi... ini sulit Ly, sangat-sangat sangat sulit, buat bisa lepas dari ini, benda ini bikin aku kehilangan semuanya, secara fisik ataupun mental,tapi aku bakal ngasih harapan ke kita berdua,bahwa suatu hari nanti,aku bisa berhenti, dan kita bisa lepas dari cengkraman tragedi ini, lalu kita mengendarai sepeda motor berdua menuju matahari yang terbenam, seperti dulu lagi,pastiin kamu gak kehilangan itu” lalu hendra memberikanku kecupan di pipi.
Aku menatap wajahnya dan tersenyum,membayangkan masa suka cita kami dulu, sebelum aku terjun ke dalam bisnis ini, masa di saat kami hanyalah sepasang sejoli bahagia,mengendarai sepeda motor besar, menjelajahi tempat dan jalan-jalan di kota Bandung bersama, Hendra mulai menyentuh wajahku dengan lembut, perlahan wajahnya mulai mendekati wajahku,aku hanya terpana dengan itu, aku mulai menyayukan mata, sampai dia mencium bibirku, aku memejamkan mata,kami bercumbu untuk beberapa saat, sampai handphoneku berdering.
BERSAMBUNG
Catatan kaki
[1] Istilah lain untuk jual diri.
[2] lesbian
[3] Jakarta Fashion Week
[4] Laki-laki
[5] (Jepang) sebutan untuk penggemar anime, manga, atau tokusatsu
INDEX
Spoiler for Index:
Deskripsi para Tokoh utama.
Spoiler for CHAR:
Diubah oleh Travestron 13-09-2014 13:56
anasabila memberi reputasi
1
19.8K
42
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
Travestron
#1
Chapter 2
“Ly, Besok antar barangmu ya, kami bayar cash, kita pesta besok”. Sebuah pesan singkat masuk ke handphone ku. Hendra dan aku membaca pesan tersebut. Orderan yang datang dari salah seorang anak pejabat kota Bandung. Hendra sedikit lama membaca pesan tersebut, seperti ada sesuatu yang di pikirkannya.
“Ly, besok biar aku anterin kamu ya.” Hendra menawarkan untuk menjadi kurir kali ini, tidak seperti biasanya.
“Kenapa? Kok tumben kamu mau nganter?”
“Engga ada, prasaanku bilang kamu engga usah pergi besok” Hendra tersenyum kecil.
“Bilang aja kamu mau ikut pesta” Aku sedikit menampar pipinya, mencoba mencandainya agar senyumnya lebih lebar. “Ya udah besok kita anter bareng”. Aku mengecup pipi Hendra.
“Aku harap besok, kamu terakhir kali jadi bandar, dan aku akan berhenti saat itu juga.” Hendra menatapku dalam-dalam, ada harapan besar dimatanya untuk menuruti perkataannya kali ini.
“Engga usah berjanji kalau kamu enggak bisa, udah berulang kali kamu bilang mau berhenti”. Aku menatap matanya dalam-dalam juga “Terus, hutang kita sama rentenir itu gimana?” Tanyaku.
“Nanti kita pikirin lagi, kita cari cara yang lebih baik dari ini” kali ini Hendra membalas kecupku. Kecupan yang lebih mesra dari biasanya.
Jakarta, Senayan City, 2014
Dilla dan Maya meninggalkan yang lain dan menuju Senayan City melihat pameran di JFW sebelum malam semakin larut. Selama seminggu Senayan city akan diramaikan oleh designer-designer berbakat indonesia. Mungkin ini salah satu mimpi Dilla selama empat tahun terakhir. Melihat panggung catwalk, dan lebih dari itu melihat rancangannya ada di sana suatu hari nanti.
Dilla sedang sibuk melihat beberapa karya busana yang di pamerkan. Kebanyakan yang menarik baginya adalah model-model dengan busana tertutup dan berhijab. Beberapa diantaranya yang sempat di ambil gambarnya dengan ponsel Dilla adalah karya, Nur Zahra, dan Dian pelangi. Sedangkan maya sibuk Chat sambil memperhatikan beberapa pria yang menarik perhatiannya, atau tertarik padanya.
Seseorang menepuk pundak Dilla, dan Maya “Philips?”.
Maya dan dilla hampir serentak melihat kebelakang, seorang perempuan, lebih tepatnya seseorang yang berpenampilan seperti perempuan sedang melihat mereka berdua. Dia terlihat menarik, dengan wajah oriental, sweater musim panas, rok mini yang melapisi legging hitamnya dan juga kupluk, serta kupluk oranyenya. Tapi masih belum bisa menutupi bentuk wajah aslinya sebagai pria. Tapi model berpakainnya mengingatkan dilla pada seseorang.
“ya ampun dea. Bikin kaget aja, eh kenalin ini dilla temen sekamar aku. Dil kenalin ini...”
“Natsumi....? Hikari....?”
“Dea...” jelas maya. “Ini yang satu kost sama kita”
“Natsumi juga boleh kok” balas dea dengan senyum.
“hei, sadar dong, ini fashion festival, bukan festival cossplay” ucap Maya menyadarkan kedua temannya.
“Hehe, sori may, engga tiap hari aku ketemu cosplayer. Apalagi di Medan”
“Dan engga tiap hari juga ada cosplayer waria” ucap Maya sambil melirik ke Dea.
“Apaan sih, salah ya kalo cowok pengen jadi heroine[1]?”
Dea
Pontianak, 2011
Candy Crusher, sekali lagi band indie ini beraksi di panggung festival budaya Jepang, dan cosplay di Pontianak, dan disini lah aku berdiri, di panggung ini. band dengan aliran Visual key ini menyanyikan lagu dari Asian Kungfu Generation, dan juga Gack kali ini. Aku keyboardist dan juga backing vocal dari band ini. para penonton menyoraki kami, memanggil nama kami. “Yuki.... Yuki..... Yuki.....” mereka memanggil namaku, bukan nama sebenarnya, tapi nama panggungku. Satu-satunya “wanita” di band ini, lebih tepatnya berkostum wanita.
Mungkin akan mengingatkan kalian dengan Seremedy. Sebuah band Swedia yang sangat populer di Jepang. Ada alasan kenapa aku berkostum seperti ini, bukan hanya management sensasi. Tapi ini jati diriku.
Mungkin semua sudah dimulai sejak aku kecil, bahkan sejak aku lahir. Dilahirkan dari keluarga berdarah Melayu Cina dan di beri nama Yusuf Chandra. Kata orang Nama itu doa, mungkin nama Yusuf karena orang tua aku berharap aku jadi anak yang tampan, seperti ayah masa muda (kata ibu). Dan Chandra merupakan nama keluarga ayah yang berdarah tionghoa, dimana marga aslinya adalah Chen. Mungkin keluarga ayah adalah salah satu dari orang tionghoa Indonesia yang mencoba menasionalkan dirinya di masa orde baru, tapi tetap menjaga jati diri mereka.
Aku bersyukur lahir pada masa SailorMoon dan Wedding Peach ditayangkan. Dimana anime dengan siluet tubuh nyaris tanpa busana masih boleh ditayangkan, tidak dimasa anak –anak yang berteman dengan monyet serta ngobrol dengan boneka, atau juga binatang laut berbentuk kotak. Seperti anak laki-laki kebanyakan, juga memiliki idola super hero. Dan pilihanku jatuh cinta pada hero-hero Jepang, mulai dari super-sentai, ultraman, khususnya kamen rider.
Mungkin yang jadi masalah adalah keperibadianku. Sebagai anak satu-satunya di keluarga aku banyak dituntut untuk membanggakan mereka, khususnya ayahku. Ayah selalu membanggakan ku, dan mempersiapkan aku untuk meneruskan bisnis keluarga. Hal yang membuatku tertekan, bahkan depresif.
Doa orangtuaku mungkin terkabul dengan memberi nama Yusuf, dengan wajah yang putih, cukup good looking untuk beberapa orang, walau dengan badan yang kecil, tapi kepribadian ku sendiri cukup bermasalah. Aku anak dengan tingkat ketidak percayaan diri yang sangat parah, cendrung pendiam, pemalu, dan tertutup. Karena kombinasi wajah dan sifatku yang seperti ini pernah aku disangka perempuan saat aku masih SD, apa mereka engga liat ya aku pakai celana , dan beberapa kali seorang siswa pria mencuri cium pipi ku. Hal-hal yang cukup membuat depresif jika aku ingat kembali. Yang paling parah, Yusuf itu anti selfie. Walau demikian secara akademik aku cukup membanggakan untuk ayah, karena hampir semua mata pelajaran sampai kuliah nilaiku cukup baik, kecuali saat presentasi, semua disampaikan dengan tergagap.
Semua hal itu bisa berubah saat aku memakai pakaian wanita dan make up. Percaya diriku bisa berubah 360 derajat. Seingatku hal ini pertama kali terjadi saat aku kelas Enam SD. Aku yang saat itu sedang bermain di kamar kakak tertuaku dan adikku yang saat itu kelas 1 SMA dan 4 SD. Aku melihat ada sesuatu yang seperti rambut panjang terletak di kasurnya, saat dia membereskan kamar (karena aku anak laki-laki ayah memberiku kamar sendiri).
“Kak, ini apa?” tanyaku penasaran.
“Itu Wig Suf, barang buat pentas drama kakak” Kata kakak. Kakak ku kebetulan mengikuti klab drama di sekolahnya. Minggu depan ada pementasan kakak. Karena rambut kakakku ini pendek maka dia diberi wig untuk perannya nanti.
“Pakainya gimana kak?” Entah kenapa aku penasaran dengan benda ini. mungkin aku biasa jika penasaran, tapi biasanya hal itu hanya aku pendam dan mencari tahu sendiri.
“Sini” kakakku mengambil wig tersebut dan memakaikanku wig-nya. Setelah selesai memakaikannya dan membetulkannya kakak ku memperhatikan wajahku dengan seksama, sambil tersenyum kecil. “kamu manis banget kalo jadi cewek”. Kakakku semakin tertarik, dia mulai mengambil peralatan make up nya. Dia membedaki ku dan kemudian mengoleskan sesusatu di pipi dan mataku. “Oke, selesai”. Coba kamu lihat di kaca.
Aku membalik badan, dan melihat cermin. Eh, itu aku, beneran? Ucapku dalam hati. Sebuah pemandangan yang aneh bagiku, ada bagian dari diriku yang seperti bebas. “Kak, pinjam baju kakak?” Ucapku dengan spontan.
“Hah? Serius? Oke ntar kakak cari” Kakak ku pun ikut tertarik dengan ideku. Dia mengambil baju lamanya yang mungkin sudah kekecilan dengannya, tapi cukup cocok dengan badanku. “Coba ini” Kakak ku memberiku sebuah baju terusan yang cukup pas di badanku. “Gimana dek?”
“Bagus kak” Aku menjadi sangat excited, beberapa kali berputar-putar di depan cermin, seperti anak perempuan yang di beri baju baru. Kakak ku dan adikku hanya tersenyum melihat tingkahku. “kak, pinjem HP kakak dong?”. Dan sang putra malu pun berubah jadi MaGiPo (Manusia Gila Poto).
Sejak saat itu aku sering melihat kakakku saat dia memakai make up, dan mencobanya dirumah saat kosong. Dan pada saat aku SMA aku mulai membeli wig dan baju sendiri. Dalam membeli aku punya kategori model yang menjadi incaranku. Biasanya model yang mirip dengan heroine dari serial tokusatsu Jepang. Pakaian tersebut tidak hanya kupakai saat dirumah. Tapi juga pada saat tertentu, seperti saat festival cosplay. Oh ya, FYI aku juga mulai mengikuti festival cosplay sejak SMA. Mungkin dengan cara ini aku bisa memakai kostum ku dengan bebas dan menjadi “Yuki” (diluar pengetahuan keluargaku). Sejak itu aku semakin percaya diri sebagai perempuan.
Diluar aktifitas sekolah, belajar, dan cossplay. Aku lebih menyukai dirumah sambil memainkan piano keyboard ku. Aku menyukai musik, hampir segala jenis musik, tapi khususnya musik Jepang. Dan semenjak menamatkan SMA aku bersama teman-teman yang sama-sama menyukai budaya Jepang dan cossplayer membuat sebuah band. Orang tua ku tidak tahu mengetahui kegiatanku kecuali adikku, karena ayahku tidak akan mengizinkan. Dia takut hal-hal diluar pelajaran akan mengganggu aktifitas kuliahku.
Sebuah ide muncul dalam benakku saat membentuk band ini, aku menyampaikan bahwa setiap festival yang kami ikuti kita akan berdandan seperti band-band Visual Kei. Tapi engga yang terlalu heboh, seperti An Cafe, dan aku yang akan berkostum wanita. Syukurnya Ide gila ini di setujui oleh teman-teman ku. Jika engga, aku engga akan mampu untuk tampil dengan penampilan “pria” ku. Bahkan tidak hanya di panggung aku berpenampilan seperti itu. Saat latihan di studio atau hang out bareng mereka pun aku berpenampilan seperti wanita. Karena aku merasa ini lah aku. Aku tidak hanya sebagai keyboardist mereka tetapi juga merangkap make up artist. Sambil menyalurkan bakat.
Kembali ke panggung ini, aku masih menikmati sorakan penonton, memanggil-manggil nama kami, bahkan sebuah pesta pun harus berakhir. Aku melihat seseorang di belakang barisan penonton. Orang yang sangat aku kenal. Kali ini wajahnya terlihat sangat emosi. Seperti akan melumat diriku kali ini. Habis aku kali ini, tak ada lagi wajah bangga itu, yang selalu memujiku. Wajah itu kini penuh kecewa. Itu wajah ayahku.
BERSAMBUNG
[1] sebutan dalam bahasa inggris untuk pahlawan wanita, setara dengan "hero"
“Ly, Besok antar barangmu ya, kami bayar cash, kita pesta besok”. Sebuah pesan singkat masuk ke handphone ku. Hendra dan aku membaca pesan tersebut. Orderan yang datang dari salah seorang anak pejabat kota Bandung. Hendra sedikit lama membaca pesan tersebut, seperti ada sesuatu yang di pikirkannya.
“Ly, besok biar aku anterin kamu ya.” Hendra menawarkan untuk menjadi kurir kali ini, tidak seperti biasanya.
“Kenapa? Kok tumben kamu mau nganter?”
“Engga ada, prasaanku bilang kamu engga usah pergi besok” Hendra tersenyum kecil.
“Bilang aja kamu mau ikut pesta” Aku sedikit menampar pipinya, mencoba mencandainya agar senyumnya lebih lebar. “Ya udah besok kita anter bareng”. Aku mengecup pipi Hendra.
“Aku harap besok, kamu terakhir kali jadi bandar, dan aku akan berhenti saat itu juga.” Hendra menatapku dalam-dalam, ada harapan besar dimatanya untuk menuruti perkataannya kali ini.
“Engga usah berjanji kalau kamu enggak bisa, udah berulang kali kamu bilang mau berhenti”. Aku menatap matanya dalam-dalam juga “Terus, hutang kita sama rentenir itu gimana?” Tanyaku.
“Nanti kita pikirin lagi, kita cari cara yang lebih baik dari ini” kali ini Hendra membalas kecupku. Kecupan yang lebih mesra dari biasanya.
Jakarta, Senayan City, 2014
Dilla dan Maya meninggalkan yang lain dan menuju Senayan City melihat pameran di JFW sebelum malam semakin larut. Selama seminggu Senayan city akan diramaikan oleh designer-designer berbakat indonesia. Mungkin ini salah satu mimpi Dilla selama empat tahun terakhir. Melihat panggung catwalk, dan lebih dari itu melihat rancangannya ada di sana suatu hari nanti.
Dilla sedang sibuk melihat beberapa karya busana yang di pamerkan. Kebanyakan yang menarik baginya adalah model-model dengan busana tertutup dan berhijab. Beberapa diantaranya yang sempat di ambil gambarnya dengan ponsel Dilla adalah karya, Nur Zahra, dan Dian pelangi. Sedangkan maya sibuk Chat sambil memperhatikan beberapa pria yang menarik perhatiannya, atau tertarik padanya.
Seseorang menepuk pundak Dilla, dan Maya “Philips?”.
Maya dan dilla hampir serentak melihat kebelakang, seorang perempuan, lebih tepatnya seseorang yang berpenampilan seperti perempuan sedang melihat mereka berdua. Dia terlihat menarik, dengan wajah oriental, sweater musim panas, rok mini yang melapisi legging hitamnya dan juga kupluk, serta kupluk oranyenya. Tapi masih belum bisa menutupi bentuk wajah aslinya sebagai pria. Tapi model berpakainnya mengingatkan dilla pada seseorang.
“ya ampun dea. Bikin kaget aja, eh kenalin ini dilla temen sekamar aku. Dil kenalin ini...”
“Natsumi....? Hikari....?”
“Dea...” jelas maya. “Ini yang satu kost sama kita”
“Natsumi juga boleh kok” balas dea dengan senyum.
“hei, sadar dong, ini fashion festival, bukan festival cossplay” ucap Maya menyadarkan kedua temannya.
“Hehe, sori may, engga tiap hari aku ketemu cosplayer. Apalagi di Medan”
“Dan engga tiap hari juga ada cosplayer waria” ucap Maya sambil melirik ke Dea.
“Apaan sih, salah ya kalo cowok pengen jadi heroine[1]?”
Dea
Pontianak, 2011
Candy Crusher, sekali lagi band indie ini beraksi di panggung festival budaya Jepang, dan cosplay di Pontianak, dan disini lah aku berdiri, di panggung ini. band dengan aliran Visual key ini menyanyikan lagu dari Asian Kungfu Generation, dan juga Gack kali ini. Aku keyboardist dan juga backing vocal dari band ini. para penonton menyoraki kami, memanggil nama kami. “Yuki.... Yuki..... Yuki.....” mereka memanggil namaku, bukan nama sebenarnya, tapi nama panggungku. Satu-satunya “wanita” di band ini, lebih tepatnya berkostum wanita.
Mungkin akan mengingatkan kalian dengan Seremedy. Sebuah band Swedia yang sangat populer di Jepang. Ada alasan kenapa aku berkostum seperti ini, bukan hanya management sensasi. Tapi ini jati diriku.
Mungkin semua sudah dimulai sejak aku kecil, bahkan sejak aku lahir. Dilahirkan dari keluarga berdarah Melayu Cina dan di beri nama Yusuf Chandra. Kata orang Nama itu doa, mungkin nama Yusuf karena orang tua aku berharap aku jadi anak yang tampan, seperti ayah masa muda (kata ibu). Dan Chandra merupakan nama keluarga ayah yang berdarah tionghoa, dimana marga aslinya adalah Chen. Mungkin keluarga ayah adalah salah satu dari orang tionghoa Indonesia yang mencoba menasionalkan dirinya di masa orde baru, tapi tetap menjaga jati diri mereka.
Aku bersyukur lahir pada masa SailorMoon dan Wedding Peach ditayangkan. Dimana anime dengan siluet tubuh nyaris tanpa busana masih boleh ditayangkan, tidak dimasa anak –anak yang berteman dengan monyet serta ngobrol dengan boneka, atau juga binatang laut berbentuk kotak. Seperti anak laki-laki kebanyakan, juga memiliki idola super hero. Dan pilihanku jatuh cinta pada hero-hero Jepang, mulai dari super-sentai, ultraman, khususnya kamen rider.
Mungkin yang jadi masalah adalah keperibadianku. Sebagai anak satu-satunya di keluarga aku banyak dituntut untuk membanggakan mereka, khususnya ayahku. Ayah selalu membanggakan ku, dan mempersiapkan aku untuk meneruskan bisnis keluarga. Hal yang membuatku tertekan, bahkan depresif.
Doa orangtuaku mungkin terkabul dengan memberi nama Yusuf, dengan wajah yang putih, cukup good looking untuk beberapa orang, walau dengan badan yang kecil, tapi kepribadian ku sendiri cukup bermasalah. Aku anak dengan tingkat ketidak percayaan diri yang sangat parah, cendrung pendiam, pemalu, dan tertutup. Karena kombinasi wajah dan sifatku yang seperti ini pernah aku disangka perempuan saat aku masih SD, apa mereka engga liat ya aku pakai celana , dan beberapa kali seorang siswa pria mencuri cium pipi ku. Hal-hal yang cukup membuat depresif jika aku ingat kembali. Yang paling parah, Yusuf itu anti selfie. Walau demikian secara akademik aku cukup membanggakan untuk ayah, karena hampir semua mata pelajaran sampai kuliah nilaiku cukup baik, kecuali saat presentasi, semua disampaikan dengan tergagap.
Semua hal itu bisa berubah saat aku memakai pakaian wanita dan make up. Percaya diriku bisa berubah 360 derajat. Seingatku hal ini pertama kali terjadi saat aku kelas Enam SD. Aku yang saat itu sedang bermain di kamar kakak tertuaku dan adikku yang saat itu kelas 1 SMA dan 4 SD. Aku melihat ada sesuatu yang seperti rambut panjang terletak di kasurnya, saat dia membereskan kamar (karena aku anak laki-laki ayah memberiku kamar sendiri).
“Kak, ini apa?” tanyaku penasaran.
“Itu Wig Suf, barang buat pentas drama kakak” Kata kakak. Kakak ku kebetulan mengikuti klab drama di sekolahnya. Minggu depan ada pementasan kakak. Karena rambut kakakku ini pendek maka dia diberi wig untuk perannya nanti.
“Pakainya gimana kak?” Entah kenapa aku penasaran dengan benda ini. mungkin aku biasa jika penasaran, tapi biasanya hal itu hanya aku pendam dan mencari tahu sendiri.
“Sini” kakakku mengambil wig tersebut dan memakaikanku wig-nya. Setelah selesai memakaikannya dan membetulkannya kakak ku memperhatikan wajahku dengan seksama, sambil tersenyum kecil. “kamu manis banget kalo jadi cewek”. Kakakku semakin tertarik, dia mulai mengambil peralatan make up nya. Dia membedaki ku dan kemudian mengoleskan sesusatu di pipi dan mataku. “Oke, selesai”. Coba kamu lihat di kaca.
Aku membalik badan, dan melihat cermin. Eh, itu aku, beneran? Ucapku dalam hati. Sebuah pemandangan yang aneh bagiku, ada bagian dari diriku yang seperti bebas. “Kak, pinjam baju kakak?” Ucapku dengan spontan.
“Hah? Serius? Oke ntar kakak cari” Kakak ku pun ikut tertarik dengan ideku. Dia mengambil baju lamanya yang mungkin sudah kekecilan dengannya, tapi cukup cocok dengan badanku. “Coba ini” Kakak ku memberiku sebuah baju terusan yang cukup pas di badanku. “Gimana dek?”
“Bagus kak” Aku menjadi sangat excited, beberapa kali berputar-putar di depan cermin, seperti anak perempuan yang di beri baju baru. Kakak ku dan adikku hanya tersenyum melihat tingkahku. “kak, pinjem HP kakak dong?”. Dan sang putra malu pun berubah jadi MaGiPo (Manusia Gila Poto).
Sejak saat itu aku sering melihat kakakku saat dia memakai make up, dan mencobanya dirumah saat kosong. Dan pada saat aku SMA aku mulai membeli wig dan baju sendiri. Dalam membeli aku punya kategori model yang menjadi incaranku. Biasanya model yang mirip dengan heroine dari serial tokusatsu Jepang. Pakaian tersebut tidak hanya kupakai saat dirumah. Tapi juga pada saat tertentu, seperti saat festival cosplay. Oh ya, FYI aku juga mulai mengikuti festival cosplay sejak SMA. Mungkin dengan cara ini aku bisa memakai kostum ku dengan bebas dan menjadi “Yuki” (diluar pengetahuan keluargaku). Sejak itu aku semakin percaya diri sebagai perempuan.
Diluar aktifitas sekolah, belajar, dan cossplay. Aku lebih menyukai dirumah sambil memainkan piano keyboard ku. Aku menyukai musik, hampir segala jenis musik, tapi khususnya musik Jepang. Dan semenjak menamatkan SMA aku bersama teman-teman yang sama-sama menyukai budaya Jepang dan cossplayer membuat sebuah band. Orang tua ku tidak tahu mengetahui kegiatanku kecuali adikku, karena ayahku tidak akan mengizinkan. Dia takut hal-hal diluar pelajaran akan mengganggu aktifitas kuliahku.
Sebuah ide muncul dalam benakku saat membentuk band ini, aku menyampaikan bahwa setiap festival yang kami ikuti kita akan berdandan seperti band-band Visual Kei. Tapi engga yang terlalu heboh, seperti An Cafe, dan aku yang akan berkostum wanita. Syukurnya Ide gila ini di setujui oleh teman-teman ku. Jika engga, aku engga akan mampu untuk tampil dengan penampilan “pria” ku. Bahkan tidak hanya di panggung aku berpenampilan seperti itu. Saat latihan di studio atau hang out bareng mereka pun aku berpenampilan seperti wanita. Karena aku merasa ini lah aku. Aku tidak hanya sebagai keyboardist mereka tetapi juga merangkap make up artist. Sambil menyalurkan bakat.
Kembali ke panggung ini, aku masih menikmati sorakan penonton, memanggil-manggil nama kami, bahkan sebuah pesta pun harus berakhir. Aku melihat seseorang di belakang barisan penonton. Orang yang sangat aku kenal. Kali ini wajahnya terlihat sangat emosi. Seperti akan melumat diriku kali ini. Habis aku kali ini, tak ada lagi wajah bangga itu, yang selalu memujiku. Wajah itu kini penuh kecewa. Itu wajah ayahku.
BERSAMBUNG
[1] sebutan dalam bahasa inggris untuk pahlawan wanita, setara dengan "hero"
Diubah oleh Travestron 28-03-2014 08:41
0