- Beranda
- Sejarah & Xenology
Mengenang Masa Dwifungsi ABRI yang Salah Satunya Berujung Pada Konflik Para Jendral
...
TS
MrBurakkuSan
Mengenang Masa Dwifungsi ABRI yang Salah Satunya Berujung Pada Konflik Para Jendral
Nuwun Sewu gan, ane cuma mau bikin thread yang bisa menjadi semacam kliping yang merekam kembali denyut politik orde baru. Dalam hal ini ane tertarik dengan dinamika manuver politik para jenderal, imbas dari penerapan dwifungsi ABRI.
Ane bakal coba update thread dengan kliping-kliping sumber yang mennceritakan permasalahan ini gan...
INTERUPSI LEGENDARIS BRIGJEN TNI IBRAHIM SALEH
Mengenai siapa calon Presiden Republik 2009-2014,
ia memuji Prabowo Subiyanto yang diamati cukup membumi dan menyentuh hati rakyat dalam menyampaikan pesan-pesan yang menyentuh rakyat banyak lewat televisi. Menurutnya tingkah laku serta niat dan keinginan luhur Prabowo untuk banyak berdharma bhakti kepada rakyat Indonesia sebaiknya dikerjakan dan diamalkan dalam kehidupan nyata para pemimpin bangsa yang ada di tanah air.
ibrahim_salehSiapa tak kenal dengan Jenderal fenomenal Ibrahim Saleh? Ia pernah menggegerkan Sidang Umum MPR 1988 lalu. Saat itu, Kamis, 9 Maret 1988, rapat paripurna baru saja secara aklamasi mengangkat kembali Jenderal (Purn) Soeharto sebagai presiden RI untuk masa bakti kelima, 1988-1993.
Padahal pimpinan sidang Kharis Suhud berancang-ancang hendak menutup sidang pagi itu. Tapi sekonyong-konyong, Brigadir Jenderal Ibrahim Saleh, yang duduk di deretan kursi fraksi ABRI, berlari menuju podium sambil berteriak: “Pak Ketua….Interupsi.”
Tanpa menunggu jawaban dari pimpinan sidang, Ibrahim berdiri di atas mimbar. Ia lalu membacakan secarik kertas yang telah disiapkannya. “Assalamualaikum…Majelis telah sepakat dan secara aklamasi meminta Soeharto untuk memangku kembali jabatan presiden untuk masa jabatan 1983-1988…eh 1988-1992 eh……” ujarnya terengah-engah.
“Kami telah mendengar desas-desus yang mengatakan bahwa pencalonan wakil presiden tidak fair…” Kontan saja sebagian anggota majelis berteriak-teriak,”Turun…turuuunn..” Ibrahim memang mempertanyakan pencalonan Sudharmono sebagai wapres dengan dalih identitasnya meragukan.
Suasana pun geger.
Pangab Jenderal Try Sutrisno dan Pangkopkamtib Jenderal Benny Moerdani bergegas menuju meja pimpinan sidang. Mereka tampak berbicara dengan Kharis Suhud sambil menunjuk ke arah mimbar tempat Ibrahim melakukan interupsi. Belakangan, Ketua F-ABRI, Mayjen Harsudiyono Hartas, mengajaknya turun mimbar. Hartas kaget atas ulah Ibrahim, lalu meminta maaf pada pimpinan sidang.
Keruan saja berita media massa langsung membidik Ibrahim. Ia sampai dianggap tengah menderita stress berat, bahkan gila, karena ulahnya itu. Tuduhan itu sama sekali tidak benar. Keinginan untuk menginterupsi itu datang dari diri saya sendiri. Jenderal L.B Moerdani sama sekali tidak memberi perintah apa pun pada saya.
Bagaimana semua itu bisa terjadi?
Menurut Brigjen (Purn) Ibrahim Saleh yang tetap fit di usia hampir tujuh puluh tahun ini dalam pertemuan ketiga jalur keluarga besar Golkar tanggal 28 Februari 1988, untuk pertama kalinya nama Sudharmono disebut-sebut sebagai calon wakil presiden. Ketika itu ia bertanya pada Soegiarto, Kassospol ABRI saat itu. “Gie, kamu tahu siapa Sudharmono ini?”
Saat itu samar-samar Ibrahim ingat sebuah peristiwa yang terjadi di tahun 1964, ketika masih berdinas di Kodam Diponegoro dan berpangkat letnan dua. Sewaktu ia pulang ke Semarang dari Solo, dan melewati Boyolali, otobus yang ditumpangi terjebak kemacetan. Rupanya penyebab kemacetan itu karena PKI sedang berpawai.
Sesampainya di Semarang, Ibrahim mendapat informasi dari Kolonel Soediro, Kasdam Diponegoro saat itu, bahwa yang mengadakan arak-arakan di Boyolali itu adalah Sudharmono. Jadi, ketika 28 Februari itu Sudharmono disebut sebagai calon wapres, Ibrahim belum yakin, dan masih bertanya-tanya, apakah Sudharmono ini orang yang sama dengan yang terlibat pawai tahun 1964?
Ketika ada pertemuan keluarga besar Golkar pada 29 Februari, Ibrahim mulai mendengar pencalonan Sudharmono sebagai wapres. Pada 1 Maret 1988, malam harinya, Ibrahim rasa-rasan dengan Soegiarto tentang siapa calon wapres dari ABRI? Masa mau mendukung orang yang riwayat hidupnya kita nggak tahu. Tadinya Ibrahim dkk. berniat mendukung Try, tetapi dia merasa sungkan.
Akhirnya, pada 2 Maret, saat berlangsung rapat fraksi ABRI, kembali ia bertanya kepada Pak Try sebagai pimpinan sidang tentang riwayat hidup Sudharmono ini. Tapi jawabannya mengambang. Dan akhirnya, ABRI memutuskan mendukung Soeharto sebagai presiden dan Sudharmono sebagai wakil presiden.
Maka, Ibrahim pun lalu memberanikan diri menginterupsi sidang umum yang saat itu dipimpin Kharis Suhud pada 9 Maret.
Dalam UUD 45, presiden dan wapres dipilih dengan suara terbanyak. Artinya, sah jika pemilihan itu dilakukan dengan voting. Tetapi mengapa pemilihan presiden selama Orde Baru dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat. Jadi jelas terjadi penyimpangan penafsiran. Setelah interupsi biasanya sidang diskors dulu.
Ketika jeda itu berlangsung lobi-lobi. Walaupun kecil, kemungkinan terjadinya perubahan hasil sidang ada. Saat itu, akibat interupsi yang Ibrahim lakukan, hampir terjadi voting. Tetapi anehnya setelah itu pencalonan Naro sebagai wapres, dicabut oleh PPP. Sehingga Sudharmono terpilih menjadi wapres sebagai calon tunggal.
Bagaimana sosok Ibrahim Saleh saat ini? Pria kelahiran 22 Rajab 1357 H (10/8/1939) di Dusun TanahAbang,Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Muara Enim, Prabumulih, Sumatera Selatan ini menikah dengan Rukiawati, gadis sekampungnya. Setelah peristiwa interupsi itu, Ibrahim pensiun dari sebagai anggota Legislatif F-TNI/Polri pada 1993.
Kini, ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan sosial, seperti pengurus koperasi khusus pedagang kaki lima, panti asuhan anak yatim piatu, maupun sesekali menjadi da’i yang berkhotbah di masjid. Alasannya, menjadi apa pun kita, tidaklah terlalu penting. “Yang lebih penting bagaimana kita bisa mengabdi pada Allah,” katanya di sela acara Ulang Tahun Yayasan Lumbung Rakyat yang ke-10 pada Sabtu (18/10/2008) sore di Posko TAP, Gg.Berdikari No.27, Jl.Lawang Gintung, Kel.Batutulis, Bogor.
Mengenai siapa calon Presiden Republik 2009-2014, ia memuji Prabowo Subiyanto yang diamati cukup membumi dan menyentuh hati rakyat dalam menyampaikan pesan-pesan yang menyentuh rakyat banyak lewat televisi. Menurutnya tingkah laku serta niat dan keinginan luhur Prabowo untuk banyak berdharma bhakti kepada rakyat Indonesia sebaiknya dikerjakan dan diamalkan dalam kehidupan nyata para pemimpin bangsa yang ada di tanah air.
Label: suaratokoh.com
sumber: http://*networkedblogs.com/f1k9R
Konsep Dwifungsi ABRI yang ditanamkan Jenderal AH Nasution, dan diamalkan oleh Soeharto (menurut interpretasinya sendiri) di era Orba, ternyata tak hanya menimbulkan kesan militeristik pada pemerintahan zaman itu.
Mungkin orang asing pada hari itu memandang Indonesia seperti halnya kita pada hari ini memandang Korea Utara atau Myanmar. Itu kira-kira karakter militer yang tercitrakan pada pemerintahan Orba.
Namun selain kesan karakter kuat pemerintahan junta militer yang tertanam pada Orde Baru, konsep Dwifungsi ABRI yang diamalkan oleh Soeharto ini juga menimbulkan rekaman sejarah tentang pergulatan politik praktis para petinggi militer.
Ingin naik pangkat, ambisi politik menjadi pejabat, hingga ujung-ujungnya adalah perselisihan para Jenderal. Munculnya Hanura dan Gerindra, serta perdebatan tak kunjung henti seputar rencana kudeta Prabowo pada hari ini adalah salah satu ekses yang masih terlihat dari penerapan Dwifungsi yang dipraktekkan oleh Pak Harto.
List update kliping:
Wawancara 1998 Seputar Interupsi Brigjen Ibrahim Saleh di SU MPR 1988
Artikel Manuver Politik ABRI di Pilwapres 1997/1998
Seputar Jenderal Menjabat Menhankan Sekaligus Pangab (Eep Saefulloh Fatah - 1999)
Bahasan Rivalitas Petinggi Militer Vs Politikus Golkar 1980-an
Persaingan Ali Moertopo dan Soemitro Saat Malari
Kisah Hampir Terulangnya Supersemar dan Kopkamtib di Kelahiran Reformasi 1998
Wawancara Dengan Jenderal Rudini Tentang Dwifungsi Abri
mohon bimbingannya
Ane bakal coba update thread dengan kliping-kliping sumber yang mennceritakan permasalahan ini gan...
Quote:
INTERUPSI LEGENDARIS BRIGJEN TNI IBRAHIM SALEH
Mengenai siapa calon Presiden Republik 2009-2014,
ia memuji Prabowo Subiyanto yang diamati cukup membumi dan menyentuh hati rakyat dalam menyampaikan pesan-pesan yang menyentuh rakyat banyak lewat televisi. Menurutnya tingkah laku serta niat dan keinginan luhur Prabowo untuk banyak berdharma bhakti kepada rakyat Indonesia sebaiknya dikerjakan dan diamalkan dalam kehidupan nyata para pemimpin bangsa yang ada di tanah air.
ibrahim_salehSiapa tak kenal dengan Jenderal fenomenal Ibrahim Saleh? Ia pernah menggegerkan Sidang Umum MPR 1988 lalu. Saat itu, Kamis, 9 Maret 1988, rapat paripurna baru saja secara aklamasi mengangkat kembali Jenderal (Purn) Soeharto sebagai presiden RI untuk masa bakti kelima, 1988-1993.
Padahal pimpinan sidang Kharis Suhud berancang-ancang hendak menutup sidang pagi itu. Tapi sekonyong-konyong, Brigadir Jenderal Ibrahim Saleh, yang duduk di deretan kursi fraksi ABRI, berlari menuju podium sambil berteriak: “Pak Ketua….Interupsi.”
Tanpa menunggu jawaban dari pimpinan sidang, Ibrahim berdiri di atas mimbar. Ia lalu membacakan secarik kertas yang telah disiapkannya. “Assalamualaikum…Majelis telah sepakat dan secara aklamasi meminta Soeharto untuk memangku kembali jabatan presiden untuk masa jabatan 1983-1988…eh 1988-1992 eh……” ujarnya terengah-engah.
“Kami telah mendengar desas-desus yang mengatakan bahwa pencalonan wakil presiden tidak fair…” Kontan saja sebagian anggota majelis berteriak-teriak,”Turun…turuuunn..” Ibrahim memang mempertanyakan pencalonan Sudharmono sebagai wapres dengan dalih identitasnya meragukan.
Suasana pun geger.
Pangab Jenderal Try Sutrisno dan Pangkopkamtib Jenderal Benny Moerdani bergegas menuju meja pimpinan sidang. Mereka tampak berbicara dengan Kharis Suhud sambil menunjuk ke arah mimbar tempat Ibrahim melakukan interupsi. Belakangan, Ketua F-ABRI, Mayjen Harsudiyono Hartas, mengajaknya turun mimbar. Hartas kaget atas ulah Ibrahim, lalu meminta maaf pada pimpinan sidang.
Keruan saja berita media massa langsung membidik Ibrahim. Ia sampai dianggap tengah menderita stress berat, bahkan gila, karena ulahnya itu. Tuduhan itu sama sekali tidak benar. Keinginan untuk menginterupsi itu datang dari diri saya sendiri. Jenderal L.B Moerdani sama sekali tidak memberi perintah apa pun pada saya.
Bagaimana semua itu bisa terjadi?
Menurut Brigjen (Purn) Ibrahim Saleh yang tetap fit di usia hampir tujuh puluh tahun ini dalam pertemuan ketiga jalur keluarga besar Golkar tanggal 28 Februari 1988, untuk pertama kalinya nama Sudharmono disebut-sebut sebagai calon wakil presiden. Ketika itu ia bertanya pada Soegiarto, Kassospol ABRI saat itu. “Gie, kamu tahu siapa Sudharmono ini?”
Saat itu samar-samar Ibrahim ingat sebuah peristiwa yang terjadi di tahun 1964, ketika masih berdinas di Kodam Diponegoro dan berpangkat letnan dua. Sewaktu ia pulang ke Semarang dari Solo, dan melewati Boyolali, otobus yang ditumpangi terjebak kemacetan. Rupanya penyebab kemacetan itu karena PKI sedang berpawai.
Sesampainya di Semarang, Ibrahim mendapat informasi dari Kolonel Soediro, Kasdam Diponegoro saat itu, bahwa yang mengadakan arak-arakan di Boyolali itu adalah Sudharmono. Jadi, ketika 28 Februari itu Sudharmono disebut sebagai calon wapres, Ibrahim belum yakin, dan masih bertanya-tanya, apakah Sudharmono ini orang yang sama dengan yang terlibat pawai tahun 1964?
Ketika ada pertemuan keluarga besar Golkar pada 29 Februari, Ibrahim mulai mendengar pencalonan Sudharmono sebagai wapres. Pada 1 Maret 1988, malam harinya, Ibrahim rasa-rasan dengan Soegiarto tentang siapa calon wapres dari ABRI? Masa mau mendukung orang yang riwayat hidupnya kita nggak tahu. Tadinya Ibrahim dkk. berniat mendukung Try, tetapi dia merasa sungkan.
Akhirnya, pada 2 Maret, saat berlangsung rapat fraksi ABRI, kembali ia bertanya kepada Pak Try sebagai pimpinan sidang tentang riwayat hidup Sudharmono ini. Tapi jawabannya mengambang. Dan akhirnya, ABRI memutuskan mendukung Soeharto sebagai presiden dan Sudharmono sebagai wakil presiden.
Maka, Ibrahim pun lalu memberanikan diri menginterupsi sidang umum yang saat itu dipimpin Kharis Suhud pada 9 Maret.
Dalam UUD 45, presiden dan wapres dipilih dengan suara terbanyak. Artinya, sah jika pemilihan itu dilakukan dengan voting. Tetapi mengapa pemilihan presiden selama Orde Baru dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat. Jadi jelas terjadi penyimpangan penafsiran. Setelah interupsi biasanya sidang diskors dulu.
Ketika jeda itu berlangsung lobi-lobi. Walaupun kecil, kemungkinan terjadinya perubahan hasil sidang ada. Saat itu, akibat interupsi yang Ibrahim lakukan, hampir terjadi voting. Tetapi anehnya setelah itu pencalonan Naro sebagai wapres, dicabut oleh PPP. Sehingga Sudharmono terpilih menjadi wapres sebagai calon tunggal.
Bagaimana sosok Ibrahim Saleh saat ini? Pria kelahiran 22 Rajab 1357 H (10/8/1939) di Dusun TanahAbang,Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Muara Enim, Prabumulih, Sumatera Selatan ini menikah dengan Rukiawati, gadis sekampungnya. Setelah peristiwa interupsi itu, Ibrahim pensiun dari sebagai anggota Legislatif F-TNI/Polri pada 1993.
Kini, ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan sosial, seperti pengurus koperasi khusus pedagang kaki lima, panti asuhan anak yatim piatu, maupun sesekali menjadi da’i yang berkhotbah di masjid. Alasannya, menjadi apa pun kita, tidaklah terlalu penting. “Yang lebih penting bagaimana kita bisa mengabdi pada Allah,” katanya di sela acara Ulang Tahun Yayasan Lumbung Rakyat yang ke-10 pada Sabtu (18/10/2008) sore di Posko TAP, Gg.Berdikari No.27, Jl.Lawang Gintung, Kel.Batutulis, Bogor.
Mengenai siapa calon Presiden Republik 2009-2014, ia memuji Prabowo Subiyanto yang diamati cukup membumi dan menyentuh hati rakyat dalam menyampaikan pesan-pesan yang menyentuh rakyat banyak lewat televisi. Menurutnya tingkah laku serta niat dan keinginan luhur Prabowo untuk banyak berdharma bhakti kepada rakyat Indonesia sebaiknya dikerjakan dan diamalkan dalam kehidupan nyata para pemimpin bangsa yang ada di tanah air.
Label: suaratokoh.com
sumber: http://*networkedblogs.com/f1k9R
Konsep Dwifungsi ABRI yang ditanamkan Jenderal AH Nasution, dan diamalkan oleh Soeharto (menurut interpretasinya sendiri) di era Orba, ternyata tak hanya menimbulkan kesan militeristik pada pemerintahan zaman itu.
Mungkin orang asing pada hari itu memandang Indonesia seperti halnya kita pada hari ini memandang Korea Utara atau Myanmar. Itu kira-kira karakter militer yang tercitrakan pada pemerintahan Orba.
Namun selain kesan karakter kuat pemerintahan junta militer yang tertanam pada Orde Baru, konsep Dwifungsi ABRI yang diamalkan oleh Soeharto ini juga menimbulkan rekaman sejarah tentang pergulatan politik praktis para petinggi militer.
Ingin naik pangkat, ambisi politik menjadi pejabat, hingga ujung-ujungnya adalah perselisihan para Jenderal. Munculnya Hanura dan Gerindra, serta perdebatan tak kunjung henti seputar rencana kudeta Prabowo pada hari ini adalah salah satu ekses yang masih terlihat dari penerapan Dwifungsi yang dipraktekkan oleh Pak Harto.
List update kliping:
Quote:
Wawancara 1998 Seputar Interupsi Brigjen Ibrahim Saleh di SU MPR 1988
Artikel Manuver Politik ABRI di Pilwapres 1997/1998
Seputar Jenderal Menjabat Menhankan Sekaligus Pangab (Eep Saefulloh Fatah - 1999)
Bahasan Rivalitas Petinggi Militer Vs Politikus Golkar 1980-an
Persaingan Ali Moertopo dan Soemitro Saat Malari
Kisah Hampir Terulangnya Supersemar dan Kopkamtib di Kelahiran Reformasi 1998
Wawancara Dengan Jenderal Rudini Tentang Dwifungsi Abri
mohon bimbingannya

Diubah oleh MrBurakkuSan 05-04-2014 01:36
0
10.5K
Kutip
21
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
6.5KThread•11.5KAnggota
Tampilkan semua post
TS
MrBurakkuSan
#2
Quote:
Original Posted By pemberontakan98►kalo isi artikel okelah membahas konflik internal ABRI tentang dwifungsi
tapi kok paragraf pertama & terakhir malah berbau2 KampaNyet
tapi kok paragraf pertama & terakhir malah berbau2 KampaNyet

Quote:
Ane kopi mentahan dari sumber yang ane baca, nyang prabowo2an gak usah dihiraukan...
INTERUPSI LEGENDARIS BRIGJEN TNI IBRAHIM SALEH
Quote:

Wawancara Ibrahim Saleh, Tempo 1998
"Interupsi Itu Diizinkan dan Dijamin Tatib MPR-RI"
Ibrahim Saleh Belum lagi perhelatan akbar Sidang Umum MPR 1998 digelar, Harmoko Ketua Umum MPR/DPR menjamin: tak bakal ada anggota dewan yang nyelonong menginterupsi. Apalagi dari Fraksi Karya Pembangunan.
Padahal, menurut "bintang interupsi" yang menghebohkan SU MPR 1988, Brigjen Purn. Ibrahim Saleh, Harmoko seharusnya berterima kasih kalau ada anggota dewan yang berani interupsi. Sebab mungkin ada banyak persoalan yang tidak tersentuh dalam rapat-rapat ditingkat komisi.
Secara konstitusional, Ibrahim mengingatkan bahwa tindakan interupsi itu justru bisa dibenarkan. "Karena diatur dan diakui dalam Tatib MPR," katanya. Mengapa Ibrahim nekad menginterupsi pencalonan Sudharmono pada Sidang Umum MPR 1988 lalu? Benarkah saat itu di sedang stress berat? Adakah peranan Jenderal Purn. L.B. Moerdani di balik interupsinya itu?
Ikuti wawancara Iwan Setiawan dan Purwani Diyah Prabandari di rumah Ibrahim Saleh (lihat: Profil Ibrahim), di kawasan Lawang Gintung, Bogor, Jawa Barat, Selasa, 24 Februari 1988. Berikut petikannya.
Mengapa Anda melakukan interupsi dalam SU MPR 1988 dulu?
Banyak orang yang menganggap tindakan saya saat itu nggak sopan, bahkan ada yang bilang saya gila. Tetapi yang membuat saya nekad untuk menginterupsi adalah, saya merasa bahwa apa yang akan saya sampaikan itu adalah sesuatu yang penting dan menyangkut masa depan bangsa. Saya cuma berharap agar sidang mau mendengar dan mempertimbangkan pendapat saya sebelum memutuskan masalah penting tersebut.
Apa sih "sesuatu" yang Anda anggap penting itu?
Persoalan yang saya interupsi ketika itu adalah bersih tidaknya riwayat hidup Sudharmono sebagai calon wakil presiden. Dan persoalan itu saya anggap sangat penting. Yang saya khawatirkan adalah bagaimana nasib Indonesia di masa depan, jika negara ini dipimpin oleh orang yang nggak bersih.
Benarkah tuduhan bahwa interupsi yang Anda lakukan itu atas perintah L.B Moerdani?
Tuduhan itu sama sekali tidak benar. Keinginan untuk menginterupsi itu datang dari diri saya sendiri. Jenderal L.B Moerdani sama sekali tidak memberi perintah apa pun pada saya.
Ada juga yang mengatakan bahwa Anda gila atau stress berat?
Ha...ha...ha... nggak, saya nggak gila. Saya ingat betul. Sebelum selesai saya menginterupsi, saya keburu diminta turun. Lantas saya diperiksa oleh dokter Budi, hasilnya tekanan darah saya normal, dengan tekanan 120/80.
Bagaimana cara efektif mengurangi kemungkinan interupsi dalam sidang umum?
Sebetulnya yang terbaik adalah membuka semua permasalahan yang ada ketika rapat fraksi berlangsung. Jika demikian, akan mengurangi kemungkinan munculnya interupsi di saat sidang umum. Yang terjadi selama ini, sidang fraksi tak pernah secara terbuka membahas masalah - masalah yang penting, pimpinan cenderung membahasnya secara sepintas saja. Akibatnya, muncul ketidakpuasan anggota fraksi, sehingga seringkali memunculkan keinginan menginterupsi saat sidang umum.
Apakah interupsi Anda atas pencalonan Sudharmono karena terbentur rapat fraksi yang tak membahas tuntas permasalahan Anda?
Dalam pertemuan ketiga jalur keluarga besar Golkar tanggal 28 Februari 1988, untuk pertama kalinya nama Sudharmono disebut -sebut sebagai calon wakil presiden. Ketika itu saya bertanya pada Soegiarto, Kassospol ABRI saat itu. Gie, kamu tahu siapa Sudharmono ini? Saat itu samar-samar saya ingat sebuah peristiwa yang terjadi di tahun 1964, ketika masih berdinas di Kodam Diponegoro dan berpangkat letnan dua.
Sewaktu saya pulang ke Semarang dari Solo, dan melewati Boyolali, bis yang saya naiki terjebak kemacetan. Rupanya penyebab kemacetan itu karena PKI sedang berpawai. Sesampainya di Semarang, saya mendapat informasi dari Kolonel Soediro, Kasdam Diponegoro saat itu, bahwa yang mengadakan arak-arakan di Boyolali itu adalah Sudharmono. Jadi, ketika 28 Februari itu Sudharmono disebut sebagai calon wapres, saya belum yakin, dan masih bertanya-tanya, apakah Sudharmono ini orang yang sama dengan yang terlibat pawai tahun 1964?
Ketika ada pertemuan keluarga besar Golkar pada 29 Februari, saya mulai mendengar pencalonan Sudharmono sebagai wapres. Pada 1 Maret 1988, malam harinya, saya rasa-rasan dengan Soegiarto tentang siapa calon wapres dari ABRI? Masa mau mendukung orang yang riwayat hidupnya kita nggak tahu. Tadinya kami berniat mendukung Try, tetapi dia merasa sungkan.
Akhirnya, pada 2 Maret, saat berlangsung rapat fraksi ABRI, saya kembali bertanya kepada Pak Try sebagai pimpinan sidang tentang riwayat hidup Sudharmono ini. Tapi jawabannya mengambang. Dan akhirnya, ABRI memutuskan mendukung Soeharto sebagai presiden dan Sudharmono sebagai wakil presiden. Maka, saya pun lalu memberanikan diri menginterupsi sidang umum yang saat itu dipimpin Kharis Suhud pada 9 Maret.
Apakah interupsi oleh satu orang semacam itu bisa mengubah hasil sidang?
Setelah interupsi biasanya sidang diskors dulu. Ketika jeda itu berlangsung lobi-lobi. Walaupun kecil, kemungkinan terjadinya perubahan hasil sidang ada. Saat itu, akibat interupsi yang saya lakukan, hampir terjadi voting. Tetapi anehnya setelah itu pencalonan Naro sebagai wapres, dicabut oleh PPP. Sehingga Sudharmono terpilih menjadi wapres sebagai calon tunggal.
Menurut Anda mengapa pemerintah selalu berusaha menghindari voting?
Ini juga aneh. Dalam UUD 45, presiden dan wapres dipilih dengan suara terbanyak. Artinya, sah jika pemilihan itu dilakukan dengan voting. Tetapi pemilihan presiden selama Orde Baru dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat. Jadi jelas terjadi penyimpangan penafsiran.
Harmoko menjamin tak ada anggota Golkar yang akan melakukan interupsi dalam SU MPR nanti. Bagaimana ini?
Menurut saya, pernyataan Harmoko itu justru aneh. Bagaimana jika dalam rapat komisi maupun sidang umum, ada permasalahan penting yang tidak tersentuh, apakah anggota dewan tidak boleh melakukan interupsi?
Seharusnya Harmoko justru berterima kasih atas interupsi itu. Bagaimana jika kasus seperti kebakaran hutan, kerusuhan Ujungpandang atau di Banjarmasin tidak dibahas. Menurut saya, hal-hal semacam ini patut diinterupsi.
Apakah pencegahan interupsi itu sebagai upaya untuk mengindari voting?
Ya. Aneh jika sistem negara yang kita anut adalah negara demokratis, tetapi seorang wakil rakyat, yang tugasnya memang menyalurkan aspirasi rakyat, dicegah untuk bicara.
Benarkah pencegahan interupsi ini bertujuan "melancarkan" jalan Habibie untuk meraih kursi wapres?
Seharusnya setiap anggota dewan diberi kebebasan untuk bicara. Jika benar ini semua adalah upaya untuk menggolkan Habibie, seharusnya inilah saatnya Habibie membuktikan bahwa ia memang punya kualitas untuk jadi presiden, biarkan lawan politiknya mengkritik, jangan justru menutup kritik itu.
Mungkin pemerintah khawatir Habibie akan kalah bersaing dengan Emil Salim sebagai wapres, jika interupsi diizinkan?
Saya pikir sudah seharusnya persaingan seperti itu dilakukan secara terbuka. Saya akui dua orang itu memang hebat. Tetapi saya juga yakin bahwa Habibie bakal menang. Karena waktu yang tersisa bagi Emil Salim tinggal sedikit. Selain itu Habibie juga lebih dekat dengan Pak Harto.
Sebenarnya adakah aturan yang melarang anggota dewan melakukan interupsi?
Justru sebaliknya. Ada aturan yang mengatur bagaimana seorang anggota dewan menyampaikan interupsi dalam sidang. Jadi interupsi itu diizinkan dan dijamin dengan Tata Tertib MPR RI pasal 69.
Anda setuju dengan pendapat bahwa melakukan interupsi dalam sidang, sebenarnya justru mematikan demokrasi, karena dianggap memaksakan kehendak?
Pendapat itu jelas nggak benar. Bahkan jika ada seorang anggota dewan yang berani menyuarakan kebenaran lewat interupsi dan kemudian di-recall, seharusnya anggota dewan lainnya membela, jangan seolah-olah nggak mau tahu.
IS/PDP
Diubah oleh MrBurakkuSan 26-03-2014 23:13
0
Kutip
Balas