- Beranda
- Stories from the Heart
Accidentally In Love [True Story]
...
TS
robotpintar
Accidentally In Love [True Story]
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/02/14/6448808_20140214023854.png)
Spoiler for Cover:
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/02/14/6448808_20140214024411.png)
So she said what's the problem baby
What's the problem I don't know
Well maybe I'm in love (love)
Think about it every time
I think about it
Can't stop thinking 'bout it
How much longer will it take to cure this
Just to cure it cause I can't ignore it if it's love (love)
Makes me wanna turn around and face me but I don't know nothing 'bout love
Come on, come on
Turn a little faster
Come on, come on
The world will follow after
Come on, come on
Cause everybody's after love
So I said I'm a snowball running
Running down into the spring that's coming all this love
Melting under blue skies
Belting out sunlight
Shimmering love
Well baby I surrender
To the strawberry ice cream
Never ever end of all this love
Well I didn't mean to do it
But there's no escaping your love
These lines of lightning
Mean we're never alone,
Never alone, no, no
We're accidentally in love
Accidentally in love [x7]
Accidentally I'm In Love
Spoiler for Bagian 1:
#1
Quote:
“Gila lu Bon, roti segitu banyak sayang-sayang bakal empan ikan semua!”
“Emang ngapa? Ikan jaman sekarang mah ogah makan cacing, Meng”
Gua jawab aja sekena-nya, memang niatnya gua bawa roti dari rumah buat bekal pas mancing tapi, gara-gara umpan cacing gua dari tadi nggak disentuh ikan terpaksa gua ganti dengan roti. Siapa tau mujarab.
Nggak seberapa berselang, tali pancing gua bergetar, refleks gua tarik joran sekuatnya dan mendarat dengan mulus seekor ikan yang kurang lebih seukuran telapak tangan.
“Anjritt.. dari tadi dapet sapu-sapu mulu gua!”
Sambil melepas mata kail dari mulut ikan sapu-sapu yang barusan gua angkat dan langsung gua lempar lagi kedalam kali.
Tidak berapa lama, melantun lagu “Time Like This”-nya Foo Fighter dari ponsel gua. Tertera tulisan “Rumah” dilayarnya.
“Kenapa mak?”
Karena memang cuma nyokap gua aja yang selalu telpon melalui telepon rumah. Bokap dan adik gua selalu menggunakan ponsel-nya masing-masing jika ada keperluan.
“Assalamualaikum , Mancing kagak rapi-rapi luh, nih ada kiriman surat buat elu”
“Dari siapa?”
“Kagak tau, bahasanya emak nggak ngerti”
“Simpenin dulu, nih aye udah mau pulang”
“Yaudah buruan, jangan maghriban dijalan, pamali. Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Gua kantongin lagi ponsel k-ekantong celana pendek yang sekarang udah kotor campur lumpur, sambil berteriak ke temen gua; Komeng, yang lagi berkutat dengan tali pancingnya yang kusut.
“Meng, ayo balik.. udah sore”
“Belon juga dapet sekilo, udah mau balik aje”
“Yauda elu terusin dah, gua balik duluan”
Komeng menjawab dengan sedikit gumam di bibirnya terdengar seperti “Yaelah..” sambil berjalan gontai menyusul gua.
------
Itu kejadian beberapa tahun yang lalu, dimana gua dan Komeng masih biasa mencari cacing buat umpan ikan di kebun singkong belakang rumahnya Haji Salim dan kemudian pergi memancing disepanjang pinggiran sungai Pesanggrahan, Jakarta.
Sekarang, gua sedang duduk sambil bersandar di sebuah kursi lipat di pinggir danau di daerah Leeds, Inggris. Menghabiskan hari libur akhir musim gugur dengan memancing sambil bernostalgia, mencoba membangkitkan memori tentang memancing, tentang si Komeng, tentang Jakarta, tentang rumah.
Setelah berjam-jam memancing, menghabiskan berkaleng-kaleng ‘Diet Coke’ akhirnya gua memutuskan untuk menyudahi kegiatan sialan ini. Pulang dengan membawa 6 Ekor ikan Yelowtail (di Indonesia disebut ikan patin) dan sedikit kenangan tentang ‘rumah’, gua berjalan gontai menuju tempat dimana sepeda kesayangan gua diparkir, sempat kebingungan awalnya karena sekarang ada banyak sepeda yang diparkir, padahal tadi pagi baru sepeda gua aja yang nongkrong disini, setelah celingak-celinguk akhirnya ketemu juga dan gua mulai mengayuh.
Jarak dari tempat gua biasa mancing ke tempat dimana gua tinggal di Moorland Ave, Leeds kurang lebih 3,5 mil atau kalau dalam satuan Kilometer sekitar 5,5 Km. Jarak segitu kalo disini, di Inggris bisa dibilang ‘deket’, kalau naik sepeda bisa cuma 30 menit.
Oiya, nama gua Boni. Gua lahir dan dibesarkan di Jakarta. Saat ini gua kerja dan tinggal di Leeds, Inggris sekitar 2-3 jam dari London (dengan kereta). Gua kerja sebagai Sound Designer disalah satu Agensi perfilman dan periklanan di Leeds yang juga punya kantor di London. Sudah hampir 4 tahun gua kerja dan tinggal disini, ditempat dimana nggak ada sungai dengan air berwarna cokelat keruh yang banyak ikan sapu-sapunya dan nggak ada teman yang suka menggerutu “Yaelah”.
Sambil mendengarkan “Heaven” nya Lost Lonely Boys lewat headset, gua mengayuh sepeda menuju ke rumah, pulang. Melewati jalan berpasir yang dipenuhi pohon-pohon maple di kedua sisinya menuju jalan utama. Jalan yang sangat sepi dan hening, jam menunjukkan angka 4 sore, menandakan waktu shalat maghrib, di sabtu sore seperti sekarang ini memang didaerah sini sangat sepi, kebanyakan penduduk sekitar sedang ke stadion atau pub-pub untuk menyaksikan Leeds United bertanding. Ingin buru-buru sampai di rumah, karena perut udah mulai keroncongan, gua kayuh sepeda lebih cepat. Sampai kemudian terdengar sayup-sayup suara musik yang makin lama makin nyaring, suara musik RnB yang sepertinya diputar dari dalam mobil dengan volume maksimal. Suara tersebut datang dari arah belakang dan kemudian menyusul gua, sebuah BMW silver yang melaju cepat bahkan boleh dibilang sangat cepat, sambil meninggalkan debu persis seperti mobil yang sedang Rally Dakkar.
“Orang Gila!!” gua mengumpat, masih sambil dengerin coda lagu “Heaven” nya Lost Lonely Boys. Sampai gua melihat beberapa detik kemudian lampu rem BMW tersebut menyala dan kemudian berhenti.
Deg!, “Wuanjrit, sakti juga tuh orang bisa denger suara gua” sambil berhenti dan melepas headset dari telinga. Yang ternyata setelah gua sadar, suara gua nggak sepelan pas pakai headset tadi. Gua nunggu sambil dag dig dug, kalau dia ngerti ucapan gua, dia pasti orang Indonesia dan kalo ternyata bukan gua bakal siap-siap kabur.
Pintu penumpang pun terbuka, terbuka secara paksa tepatnya, sedetik kemudian keluar seseorang dari kursi penumpang, terhuyung dan kemudian terjatuh, terdengar makian dari dalam BMW tersebut mungkin seperti “bitch” atau semacamnya dan sesaat kemudian BMW tersebut pergi, mengasapi orang yang tersungkur itu dengan debu jalanan.
Nggak mau terlalu ambil pusing, sambil bernafas lega dan bilang dalam hati; “untung bukan gua”, gua meneruskan mengayuh sepeda.
“Get up Bro, life is brutal”
gua berkata ke orang itu sambil melewatinya tetap melanjutkan mengayuh. Dan beberapa meter kemudian gua mendengar sebuah teriakan, teriakan yang (pada akhirnya) bakal merubah hidup gua.
“Woii.. Help me!, you’re Indonesian, right?”
“Tolongin gue dong…”
Gua berhenti mengayuh, turun dan bengong. Sudah hampir setahun gua nggak denger secara langsung orang bicara ke gua dengan bahasa Indonesia dan suara perempuan pula.. Lima, ah mungkin sepuluh detik kemudian baru gua memalingkan muka tapi masih tetap bengong.
“Woii..”
Akhirnya gua turun dari sepeda, kemudian menghampiri orang itu. Terduduk di depan gua sosok perempuan, hitam manis dengan kepala tertutup hood jaket hitam, celana jeans dan sepatu model boots sebetis berwarna cokelat.
“Elu nggak apa-apa?”
“Menurut Lo? Kalo gue gak apa-apa, ngapain gua teriak minta tolong elu!!”
Gua nggak menjawab, berusaha membantu dia berdiri sambil bertanya lagi bagaimana keadaannya. Sekali lagi dia mengumpat;
“Gila!, nggak punya hati banget sih lu!, ya jelas lah gue kenapa-kenapa.. nih liat!”
Sambil memperlihatkan telapak tangan dan siku-nya yang luka dan kemudian menyibak celana jeans-nya yang kotor terkena debu dan sobek di beberapa bagian akibat terlempar dari mobil tadi. Sesaat baru dia sadar kalau lutut kanannya juga luka sambil meringis kesakitan dia mencoba membersihkan luka tersebut dengan air liurnya. Sangat Indonesia sekali.
“Gua pikir tadi orang mabok yang lagi berantem, disini mah biasa begitu,mbak!”
Kemudia gua kasih satu-satunya ‘Diet Coke’ sisa memancing tadi, harusnya sih air putih tapi Cuma itu yang gua punya sekarang. Sambil menggerutu karena dikasih ‘Diet Coke’ daripada air putih, diminum juga tuh minuman soda. Kemudian gua menawarkan diri buat mengantar dia ke sebuah toko kecil di ujung jalan ini, untuk membeli plester untuk membalut luka-nya.
“Jauh nggak?”
Dia bertanya sambil menurunkan hood jaketnya dan menyibak rambutnya yang pendek seleher. Kemudian terlihat jelas sebuah luka lebam di sudut mata sebelah kiri-nya, tidak, bukan cuma satu, setidaknya ada 3 luka lebam, selain disudut matanya, satu lagi di dahi sebelah kiri dan satu lagi di sudut bibir sebelah kanan, yang terakhir tampak seperti luka yang baru karena masih meninggalkan sisa bekas darah yang membeku.
Gua nggak berani bertanya, gua hindari menatap kewajahnya sambil menjawab pertanyaa-nya bahwa tokonya nggak begitu jauh dari sini, sambil menunjuk ke arah jalan utama.
---
“Emang ngapa? Ikan jaman sekarang mah ogah makan cacing, Meng”
Gua jawab aja sekena-nya, memang niatnya gua bawa roti dari rumah buat bekal pas mancing tapi, gara-gara umpan cacing gua dari tadi nggak disentuh ikan terpaksa gua ganti dengan roti. Siapa tau mujarab.
Nggak seberapa berselang, tali pancing gua bergetar, refleks gua tarik joran sekuatnya dan mendarat dengan mulus seekor ikan yang kurang lebih seukuran telapak tangan.
“Anjritt.. dari tadi dapet sapu-sapu mulu gua!”
Sambil melepas mata kail dari mulut ikan sapu-sapu yang barusan gua angkat dan langsung gua lempar lagi kedalam kali.
Tidak berapa lama, melantun lagu “Time Like This”-nya Foo Fighter dari ponsel gua. Tertera tulisan “Rumah” dilayarnya.
“Kenapa mak?”
Karena memang cuma nyokap gua aja yang selalu telpon melalui telepon rumah. Bokap dan adik gua selalu menggunakan ponsel-nya masing-masing jika ada keperluan.
“Assalamualaikum , Mancing kagak rapi-rapi luh, nih ada kiriman surat buat elu”
“Dari siapa?”
“Kagak tau, bahasanya emak nggak ngerti”
“Simpenin dulu, nih aye udah mau pulang”
“Yaudah buruan, jangan maghriban dijalan, pamali. Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Gua kantongin lagi ponsel k-ekantong celana pendek yang sekarang udah kotor campur lumpur, sambil berteriak ke temen gua; Komeng, yang lagi berkutat dengan tali pancingnya yang kusut.
“Meng, ayo balik.. udah sore”
“Belon juga dapet sekilo, udah mau balik aje”
“Yauda elu terusin dah, gua balik duluan”
Komeng menjawab dengan sedikit gumam di bibirnya terdengar seperti “Yaelah..” sambil berjalan gontai menyusul gua.
------
Itu kejadian beberapa tahun yang lalu, dimana gua dan Komeng masih biasa mencari cacing buat umpan ikan di kebun singkong belakang rumahnya Haji Salim dan kemudian pergi memancing disepanjang pinggiran sungai Pesanggrahan, Jakarta.
Sekarang, gua sedang duduk sambil bersandar di sebuah kursi lipat di pinggir danau di daerah Leeds, Inggris. Menghabiskan hari libur akhir musim gugur dengan memancing sambil bernostalgia, mencoba membangkitkan memori tentang memancing, tentang si Komeng, tentang Jakarta, tentang rumah.
Setelah berjam-jam memancing, menghabiskan berkaleng-kaleng ‘Diet Coke’ akhirnya gua memutuskan untuk menyudahi kegiatan sialan ini. Pulang dengan membawa 6 Ekor ikan Yelowtail (di Indonesia disebut ikan patin) dan sedikit kenangan tentang ‘rumah’, gua berjalan gontai menuju tempat dimana sepeda kesayangan gua diparkir, sempat kebingungan awalnya karena sekarang ada banyak sepeda yang diparkir, padahal tadi pagi baru sepeda gua aja yang nongkrong disini, setelah celingak-celinguk akhirnya ketemu juga dan gua mulai mengayuh.
Jarak dari tempat gua biasa mancing ke tempat dimana gua tinggal di Moorland Ave, Leeds kurang lebih 3,5 mil atau kalau dalam satuan Kilometer sekitar 5,5 Km. Jarak segitu kalo disini, di Inggris bisa dibilang ‘deket’, kalau naik sepeda bisa cuma 30 menit.
Oiya, nama gua Boni. Gua lahir dan dibesarkan di Jakarta. Saat ini gua kerja dan tinggal di Leeds, Inggris sekitar 2-3 jam dari London (dengan kereta). Gua kerja sebagai Sound Designer disalah satu Agensi perfilman dan periklanan di Leeds yang juga punya kantor di London. Sudah hampir 4 tahun gua kerja dan tinggal disini, ditempat dimana nggak ada sungai dengan air berwarna cokelat keruh yang banyak ikan sapu-sapunya dan nggak ada teman yang suka menggerutu “Yaelah”.
Sambil mendengarkan “Heaven” nya Lost Lonely Boys lewat headset, gua mengayuh sepeda menuju ke rumah, pulang. Melewati jalan berpasir yang dipenuhi pohon-pohon maple di kedua sisinya menuju jalan utama. Jalan yang sangat sepi dan hening, jam menunjukkan angka 4 sore, menandakan waktu shalat maghrib, di sabtu sore seperti sekarang ini memang didaerah sini sangat sepi, kebanyakan penduduk sekitar sedang ke stadion atau pub-pub untuk menyaksikan Leeds United bertanding. Ingin buru-buru sampai di rumah, karena perut udah mulai keroncongan, gua kayuh sepeda lebih cepat. Sampai kemudian terdengar sayup-sayup suara musik yang makin lama makin nyaring, suara musik RnB yang sepertinya diputar dari dalam mobil dengan volume maksimal. Suara tersebut datang dari arah belakang dan kemudian menyusul gua, sebuah BMW silver yang melaju cepat bahkan boleh dibilang sangat cepat, sambil meninggalkan debu persis seperti mobil yang sedang Rally Dakkar.
“Orang Gila!!” gua mengumpat, masih sambil dengerin coda lagu “Heaven” nya Lost Lonely Boys. Sampai gua melihat beberapa detik kemudian lampu rem BMW tersebut menyala dan kemudian berhenti.
Deg!, “Wuanjrit, sakti juga tuh orang bisa denger suara gua” sambil berhenti dan melepas headset dari telinga. Yang ternyata setelah gua sadar, suara gua nggak sepelan pas pakai headset tadi. Gua nunggu sambil dag dig dug, kalau dia ngerti ucapan gua, dia pasti orang Indonesia dan kalo ternyata bukan gua bakal siap-siap kabur.
Pintu penumpang pun terbuka, terbuka secara paksa tepatnya, sedetik kemudian keluar seseorang dari kursi penumpang, terhuyung dan kemudian terjatuh, terdengar makian dari dalam BMW tersebut mungkin seperti “bitch” atau semacamnya dan sesaat kemudian BMW tersebut pergi, mengasapi orang yang tersungkur itu dengan debu jalanan.
Nggak mau terlalu ambil pusing, sambil bernafas lega dan bilang dalam hati; “untung bukan gua”, gua meneruskan mengayuh sepeda.
“Get up Bro, life is brutal”
gua berkata ke orang itu sambil melewatinya tetap melanjutkan mengayuh. Dan beberapa meter kemudian gua mendengar sebuah teriakan, teriakan yang (pada akhirnya) bakal merubah hidup gua.
“Woii.. Help me!, you’re Indonesian, right?”
“Tolongin gue dong…”
Gua berhenti mengayuh, turun dan bengong. Sudah hampir setahun gua nggak denger secara langsung orang bicara ke gua dengan bahasa Indonesia dan suara perempuan pula.. Lima, ah mungkin sepuluh detik kemudian baru gua memalingkan muka tapi masih tetap bengong.
“Woii..”
Akhirnya gua turun dari sepeda, kemudian menghampiri orang itu. Terduduk di depan gua sosok perempuan, hitam manis dengan kepala tertutup hood jaket hitam, celana jeans dan sepatu model boots sebetis berwarna cokelat.
“Elu nggak apa-apa?”
“Menurut Lo? Kalo gue gak apa-apa, ngapain gua teriak minta tolong elu!!”
Gua nggak menjawab, berusaha membantu dia berdiri sambil bertanya lagi bagaimana keadaannya. Sekali lagi dia mengumpat;
“Gila!, nggak punya hati banget sih lu!, ya jelas lah gue kenapa-kenapa.. nih liat!”
Sambil memperlihatkan telapak tangan dan siku-nya yang luka dan kemudian menyibak celana jeans-nya yang kotor terkena debu dan sobek di beberapa bagian akibat terlempar dari mobil tadi. Sesaat baru dia sadar kalau lutut kanannya juga luka sambil meringis kesakitan dia mencoba membersihkan luka tersebut dengan air liurnya. Sangat Indonesia sekali.
“Gua pikir tadi orang mabok yang lagi berantem, disini mah biasa begitu,mbak!”
Kemudia gua kasih satu-satunya ‘Diet Coke’ sisa memancing tadi, harusnya sih air putih tapi Cuma itu yang gua punya sekarang. Sambil menggerutu karena dikasih ‘Diet Coke’ daripada air putih, diminum juga tuh minuman soda. Kemudian gua menawarkan diri buat mengantar dia ke sebuah toko kecil di ujung jalan ini, untuk membeli plester untuk membalut luka-nya.
“Jauh nggak?”
Dia bertanya sambil menurunkan hood jaketnya dan menyibak rambutnya yang pendek seleher. Kemudian terlihat jelas sebuah luka lebam di sudut mata sebelah kiri-nya, tidak, bukan cuma satu, setidaknya ada 3 luka lebam, selain disudut matanya, satu lagi di dahi sebelah kiri dan satu lagi di sudut bibir sebelah kanan, yang terakhir tampak seperti luka yang baru karena masih meninggalkan sisa bekas darah yang membeku.
Gua nggak berani bertanya, gua hindari menatap kewajahnya sambil menjawab pertanyaa-nya bahwa tokonya nggak begitu jauh dari sini, sambil menunjuk ke arah jalan utama.
---
DAFTAR ISI
Quote:
CHAPTER 1
#1 The Beginning
#2 Truly Gentlemen
#3 Place Called Home
#4 The Morning Fever
#5 A Miserable Story
#6 Night Rain
#7 Inside My Head
#8 That Day
#9 Be Tough
#10 Mukena
#1 The Beginning
#2 Truly Gentlemen
#3 Place Called Home
#4 The Morning Fever
#5 A Miserable Story
#6 Night Rain
#7 Inside My Head
#8 That Day
#9 Be Tough
#10 Mukena
Quote:
CHAPTER 2
#11-A Trip To Manchester
#11-B The Swiss Army
#12 Here's and Back Again
#13 I Miss You So Bad
#14 Going Mad
#15 Promise
#16 You’ll Be The Only Light I See
#17 The Winter Tears
#18 She's Gone
#19 That Memories
#11-A Trip To Manchester
#11-B The Swiss Army
#12 Here's and Back Again
#13 I Miss You So Bad
#14 Going Mad
#15 Promise
#16 You’ll Be The Only Light I See
#17 The Winter Tears
#18 She's Gone
#19 That Memories
Quote:
CHAPTER 3
[URL="http://www.kaskus.co.id/show_post/530ff7e41acb17030d8b48f1/479/- "]#19-A The Hood[/URL]
#19-B Heres And Back Again II
#19-C Weak
#19-D Surrender
#19-E The Choice
#19-F Anything For You
#19-G Chelsea Number 8
#19-H Its not always about gold and glory
#19-I Aku
#19-J The Words
#19-K The Persian Cat
#19-L You Really The Only Light I See
#19-M So Be It
#19-N Less Than Perfect
#20 That Day II
[URL="http://www.kaskus.co.id/show_post/530ff7e41acb17030d8b48f1/479/- "]#19-A The Hood[/URL]
#19-B Heres And Back Again II
#19-C Weak
#19-D Surrender
#19-E The Choice
#19-F Anything For You
#19-G Chelsea Number 8
#19-H Its not always about gold and glory
#19-I Aku
#19-J The Words
#19-K The Persian Cat
#19-L You Really The Only Light I See
#19-M So Be It
#19-N Less Than Perfect
#20 That Day II
Quote:
CHAPTER 4 The Prekuel
#21 The Prologue
#22 My Precious
#23 Ticket to Ride
#24 Singapore
#25 Dreams
#26 The Awkward Moment
#27 Logic
#28 Driver In Life
#29 The Risk Taker
#30 Sorry
#31 Rise Again
#32 Goodbye
#21 The Prologue
#22 My Precious
#23 Ticket to Ride
#24 Singapore
#25 Dreams
#26 The Awkward Moment
#27 Logic
#28 Driver In Life
#29 The Risk Taker
#30 Sorry
#31 Rise Again
#32 Goodbye
Quote:
CHAPTER 5!!
#33 London
#34 Unwell
#35 I Was Here
#36 Leeds
#37 New Home, New Life
#38 Alone
#39 Intermezo
#40 Goin' Trough
#41 At Glance
#42 The Past of The Future
#33 London
#34 Unwell
#35 I Was Here
#36 Leeds
#37 New Home, New Life
#38 Alone
#39 Intermezo
#40 Goin' Trough
#41 At Glance
#42 The Past of The Future
Quote:
CHAPTER 6
#43 My First ...
#44 If Lovin' You ...
#45 Goin' Back
#46 Leeds II
#47 I Love You (Jealousy)
#48 After All
#49 Hell Yeah
#50 Conflict
#51 Liar-Liar
#52 Memories
#43 My First ...
#44 If Lovin' You ...
#45 Goin' Back
#46 Leeds II
#47 I Love You (Jealousy)
#48 After All
#49 Hell Yeah
#50 Conflict
#51 Liar-Liar
#52 Memories
Quote:
Quote:
Diubah oleh robotpintar 10-04-2014 08:46
namakuag dan 119 lainnya memberi reputasi
118
1.3M
Kutip
2.3K
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
robotpintar
#1467
Spoiler for Bagian ke empat Puluh Satu:
#41 At Glance
Quote:
Gua masih berdiri, memaki diri sendiri, mencoba marah terhadap nalar dan logika yang memaksa untuk tetap diam, mencoba menyekat pita suara gua dan melarang untuk berteriak; “Restii…”
---
Gua duduk kembali, memandangi cangkir kopi yang hampir kosong sambil memilin-milin kertas struk pembelian donat barusan. Gua mengambil bungkusan Marlboro Light, mengambilnya sebatang, menyulutnya dan mulai menghisapnya dalam-dalam. Mungkin kalau bisa dianalogikan saat ini ‘perasaan’ dan ‘logika’ gua tengah bergumul hebat, memperdebatkan apa yang barusan (harusnya) terjadi.
Perasaan : Harusnya tadi lu sapa aja dia bon, sekedar berbasa-basi
Logika : Oh jelas jangan dong bon, bahaya itu
Perasaan : Lho, menyapa kan nggak ada salahnya, bukan berarti cinta
Logika : Tetep nggak bisa
Perasaan : Harusnya lu menyapa dia, anggap aja dia itu temen lu
Logika : Oh Jangan dong, justru berawal dari ‘temen’ itu ntar malah jadi demen
Perasaan : Ya kalo emang demen, nggak masalah kan
Logika : Jelas masalah lah, ke-demen-an itu malah bakan mendatangkan masalah, cinta itu harus penuh dengan perhitungan yang tepat
Perasaan : Ah cinta itu kan nggak melulu tentang hitung-hitungan
Gua membiarkan dua, apa ya sebutannya, ah mungkin tepat jika disebut entitas. Gua membiarkan dua entitas dalam diri gua itu berdebat, beradu argument dan bertempur saling menyalahkan, biarlah gua mendengar ‘perterngkaran’ itu sambil menikmati secangkir kopi, setengah lusin donat dan sebatang rokok sambil menunggu imsak di Soekarno Hatta.
Jam setengah lima, gua menengguk habis sisa air mineral yang baru saja gua beli sebelum meninggalkan gerai donat didalam terminal sambil berjalan menuju ke pelataran, dimana sudah banyak taksi yang berderet menunggu giliran untuk mengantar penumpang. Pagi ini mungkin lebih tepatnya dini hari, bandara Soerkarno Hatta terlihat ramai, gua melihat dari balik bangku penumpang melalui jendela taksi berwarna biru berlogo burung ke arah terminal keberangkatan lokal yang terlihat dibanjiri oleh calon-calon penumpang yang mungkin hendak mudik ke kampung halamannya, untuk berlebaran bersama keluarga. Ya, nasib perantau, sama seperti gua. Sesaat kemudian taksi yang gua tumpangi sudah melesat memasuki jalan tol bebas hambatan, sementara dari luar terdengar sangat samar suara azan subuh yang sahut menyahut, suara yang sudah kurang lebih tiga tahun terakhir ini sangat jarang gua dengar. Gua menyandarkan kepala di sudut antara kursi penumpang dengan jendela, mencoba memejamkan mata sebentar.
Jam enam kurang lima, gua sudah sampai didepan rumah. Gua membuka pintu pagar dan masuk kedalam, terdengar samar suara bokap sedang mengaji dari salah satu ruangan didalam rumah, satu kebiasaan bokap yang dulu pernah gua coba untuk lakukan tapi selalu gagal, bokap selalu mengaji setelah solat subuh selama bulan Ramadhan, 1 jus setiap hari sehingga pada hari terakhir puasa, khatam membaca Al-Quran 30 jus, sedangkan gua 30 hari paling Cuma 1 jus; Al-Baqarah, itupun kadang ter-interupsi dengan bermain petasan setelah solat subuh.
Gua hendak mengetuk pintu saat terdengar suara anak kunci diputar dari dalam, kemudian muncul sosok Ika;
“Lama banget lu bang, katanya kira-kira sebelum saur udah sampe..”
“Iya tadi gua saur dulu di airport”
“Mata gue ampe sepet banget nungguin lo..”
“Iya maap dah.. emak mana?”
“Tu ada lagi tiduran didepan tipi..”
Kemudian terdengan suara cempreng nyokap dari dalam;
“Ada siapa dek?”
“Ini mak, tamu..”
Gua masuk menghambur kedalam dan berdiri di depan nyokap yang masih mengucek-ngucek mata, nggak percaya akan apa yang dilihatnya.
“Lah.. elu ni.. MasyaAllah… lu ngapa balik kagak bilang-bilang?”
“Hehehe.. kejutan..”
Nyokap berdiri dan memeluk gua, air matanya merembes, mengalir membasahi jaket yang belum gua tanggalkan. Kemudian bokap keluar dari kamar dan gentian memeluk gua, seperti biasa dia Cuma bertanya; “Sehat ni?” dan gua jawab dengan anggukan kepala.
Pagi itu, gua habiskan dengan bercengkrama dengan Bokap, Nyokap dan Ika. Saling berbagi cerita, gua berbagi pengalaman-pengalaman gua selama disana yang tentu saja tanpa bagian sakitnya gua dan terkatung-katung nya gua selama di London.
Beberapa hari puasa tersisa gua habiskan dengan bernostalgia bersama komeng dengan memancing dan bermain karambol. Kadang kami ‘ngabuburit’ bersama teman-teman yang lain dengan bersepeda motor ke daerah komplek perumahan yang namanya Puri Beta, didaerah itu biasanya sore menjelang berbuka puasa selalu ramai dengan pedagang-pedagang yang menjual beraneka ragam kue dan jajanan pasar.
---
Jam menunjukkan pukul tiga sore saat gua tengah duduk diruang tamu menikmati ‘tape uli’ buatan nyokap saat komeng datang, langsung duduk disebelah gua dan ikutan nimbrung menikmati ‘tape uli’. Lebaran baru saja lewat satu hari, dan gua masih tenggelam dalam suasana Jakarta yang ‘ngangenin’, ingin sepertinya gua berlama-lama dalam suasana seperti ini, matahari yang hangat, kicauan perkutut bokap yang digantung didalam sangkar di teras depan rumah, panggilan cempreng nyokap yang mengingatkan untuk mematikan kompor, bahkan celotehan ika yang merengek minta dibetulkan pintu lemari bajunya yang sering terbuka sendiri. Komeng menyenggol bahu gua, menyadarkan akan lamunan yang tengah berkelebat dalam pikiran;
“Woi.. bon..Gimana? Cewe lu?”
“Hahaha.. boro-boro sempet mikirin cewe meng..”
“Lah, trus yang waktu itu sama elu, siapa dah namanya? Resti..? apa kabar tuh doi?”
“Resti siapa?”
“Yaah belaga bego dah..”
“Bukan siapa-siapa dia meng..”
“Alah.. santen..”
“Sungguh dah, dia mah Cuma temen meng..”
“Haha kagak caya (percaya) gua..”
“Laah.. yaudah..kalo ngga caya mah.. nah elu gimane?”
“Gua mah ya gini-gini aja..”
“Maksudnya?.. masih gonta-ganti cewek?”
“Ya maklum, belon ada yang sreg di hati..”
“Cuih.. dosa lu, ngibulin anak orang mulu..”
“Lah daripada menyesal dikemudian hari, mendingan kayak gue.. nyari-nyari dulu yang cocok, kalo udah sreg, baru ka-win”
“Meng, emang pacaran gimana si rasanya..?”
“Yah cupu banget dah lu bon.. makanya sekali-sekali pacaran..”
“Enak nggak? Bukannya malah bikin stress mulu ya?”
“Beuuhh.. elu kalo udah ngerasain enaknya, bakalan nyesel dah nggak pacaran dari dulu-dulu..”
“Masa? Emangnya lu kalo pacaran ngapain aja..”
Kemudian obrolan antara gua dan komeng ini terus berlanjut, kopi dan rokok tersaji, hingga matahari terbenam berganti dengan bulan dan cangkir kopi yang silih berganti dan rokok yang terus menerus terbakar habis kemudian menjadi abu. Tadinya gua berniat memasukkan isi dari sisa obrolan tersebut kedalam cerita ini, tapi takut substansi-nya nanti malah membuat tulisan ini jadi seperti novel erotis. #eh.
Jam menunjukkan pukul sepuluh malam saat Komeng pamit untuk pulang, nggak terasa sisa obrolan tadi sore yang dilangsungkan sambil berbisik dan berubah jadi obrolan otomotif saat bokap, nyokap atau Ika melewati ruang tamu tempat gua dan komeng ngobrol. Sebelum pulang komeng sempat berkata;
“Cinta itu bon…”
“…”
“… perasaan yang datangnya kita nggak tau dan rasanya nggak pernah berakhir..”
“Ah tau apa lu meng tentang cinta? Lu aja playboy..”
“Lah, justru itu.. pengalaman gua jadi banyak..”
“Hmmm…”
Gua manggut-manggut. Nggak lama komeng pamit pulang. Gua duduk diteras rumah sambil menghabiskan rokok yang baru saja gua sulut, gua menggumam;
Cinta itu adalah rasa dimana kita nggak bisa pindah kelain hati pada seseorang, kalau masih bisa berpaling pada orang lain padahal kita sudah mengaku mencintainya, maka tinggalkan lah dia dan berpalinglah pada wanita kedua. Karena sesungguhnya ‘cinta’ itu adalah menutup mata, hati, pikiran dan logika agar tidak berpaling ke lain hati. Ah entitas mana yang berkata? ‘perasaaan’ atau ‘logika’ atau keduanya? Ah tau apa gua tentang cinta.
Gua membuang puntung rokok dengan sebuah jentikan kemudian masuk kedalam, menutup dan mengunci pintu. Meninggalkan semua perihal-perihal cinta dan remeh temeh lainnya agar tetap diluar, tetap pada koridornya, tetap pada pendirian teguh yang tumbuh subur didalam diri, cinta belum punya tempat di hati gua.
Kemudian sesosok entitas dalam diri gua bertanya;
‘Bagaimana dengan Resti?”
Dan kali ini gua dengan tegas menjawab; ‘Hah? Resti? Siapa?’
---
Gua duduk kembali, memandangi cangkir kopi yang hampir kosong sambil memilin-milin kertas struk pembelian donat barusan. Gua mengambil bungkusan Marlboro Light, mengambilnya sebatang, menyulutnya dan mulai menghisapnya dalam-dalam. Mungkin kalau bisa dianalogikan saat ini ‘perasaan’ dan ‘logika’ gua tengah bergumul hebat, memperdebatkan apa yang barusan (harusnya) terjadi.
Perasaan : Harusnya tadi lu sapa aja dia bon, sekedar berbasa-basi
Logika : Oh jelas jangan dong bon, bahaya itu
Perasaan : Lho, menyapa kan nggak ada salahnya, bukan berarti cinta
Logika : Tetep nggak bisa
Perasaan : Harusnya lu menyapa dia, anggap aja dia itu temen lu
Logika : Oh Jangan dong, justru berawal dari ‘temen’ itu ntar malah jadi demen
Perasaan : Ya kalo emang demen, nggak masalah kan
Logika : Jelas masalah lah, ke-demen-an itu malah bakan mendatangkan masalah, cinta itu harus penuh dengan perhitungan yang tepat
Perasaan : Ah cinta itu kan nggak melulu tentang hitung-hitungan
Gua membiarkan dua, apa ya sebutannya, ah mungkin tepat jika disebut entitas. Gua membiarkan dua entitas dalam diri gua itu berdebat, beradu argument dan bertempur saling menyalahkan, biarlah gua mendengar ‘perterngkaran’ itu sambil menikmati secangkir kopi, setengah lusin donat dan sebatang rokok sambil menunggu imsak di Soekarno Hatta.
Jam setengah lima, gua menengguk habis sisa air mineral yang baru saja gua beli sebelum meninggalkan gerai donat didalam terminal sambil berjalan menuju ke pelataran, dimana sudah banyak taksi yang berderet menunggu giliran untuk mengantar penumpang. Pagi ini mungkin lebih tepatnya dini hari, bandara Soerkarno Hatta terlihat ramai, gua melihat dari balik bangku penumpang melalui jendela taksi berwarna biru berlogo burung ke arah terminal keberangkatan lokal yang terlihat dibanjiri oleh calon-calon penumpang yang mungkin hendak mudik ke kampung halamannya, untuk berlebaran bersama keluarga. Ya, nasib perantau, sama seperti gua. Sesaat kemudian taksi yang gua tumpangi sudah melesat memasuki jalan tol bebas hambatan, sementara dari luar terdengar sangat samar suara azan subuh yang sahut menyahut, suara yang sudah kurang lebih tiga tahun terakhir ini sangat jarang gua dengar. Gua menyandarkan kepala di sudut antara kursi penumpang dengan jendela, mencoba memejamkan mata sebentar.
Jam enam kurang lima, gua sudah sampai didepan rumah. Gua membuka pintu pagar dan masuk kedalam, terdengar samar suara bokap sedang mengaji dari salah satu ruangan didalam rumah, satu kebiasaan bokap yang dulu pernah gua coba untuk lakukan tapi selalu gagal, bokap selalu mengaji setelah solat subuh selama bulan Ramadhan, 1 jus setiap hari sehingga pada hari terakhir puasa, khatam membaca Al-Quran 30 jus, sedangkan gua 30 hari paling Cuma 1 jus; Al-Baqarah, itupun kadang ter-interupsi dengan bermain petasan setelah solat subuh.
Gua hendak mengetuk pintu saat terdengar suara anak kunci diputar dari dalam, kemudian muncul sosok Ika;
“Lama banget lu bang, katanya kira-kira sebelum saur udah sampe..”
“Iya tadi gua saur dulu di airport”
“Mata gue ampe sepet banget nungguin lo..”
“Iya maap dah.. emak mana?”
“Tu ada lagi tiduran didepan tipi..”
Kemudian terdengan suara cempreng nyokap dari dalam;
“Ada siapa dek?”
“Ini mak, tamu..”
Gua masuk menghambur kedalam dan berdiri di depan nyokap yang masih mengucek-ngucek mata, nggak percaya akan apa yang dilihatnya.
“Lah.. elu ni.. MasyaAllah… lu ngapa balik kagak bilang-bilang?”
“Hehehe.. kejutan..”
Nyokap berdiri dan memeluk gua, air matanya merembes, mengalir membasahi jaket yang belum gua tanggalkan. Kemudian bokap keluar dari kamar dan gentian memeluk gua, seperti biasa dia Cuma bertanya; “Sehat ni?” dan gua jawab dengan anggukan kepala.
Pagi itu, gua habiskan dengan bercengkrama dengan Bokap, Nyokap dan Ika. Saling berbagi cerita, gua berbagi pengalaman-pengalaman gua selama disana yang tentu saja tanpa bagian sakitnya gua dan terkatung-katung nya gua selama di London.
Beberapa hari puasa tersisa gua habiskan dengan bernostalgia bersama komeng dengan memancing dan bermain karambol. Kadang kami ‘ngabuburit’ bersama teman-teman yang lain dengan bersepeda motor ke daerah komplek perumahan yang namanya Puri Beta, didaerah itu biasanya sore menjelang berbuka puasa selalu ramai dengan pedagang-pedagang yang menjual beraneka ragam kue dan jajanan pasar.
---
Jam menunjukkan pukul tiga sore saat gua tengah duduk diruang tamu menikmati ‘tape uli’ buatan nyokap saat komeng datang, langsung duduk disebelah gua dan ikutan nimbrung menikmati ‘tape uli’. Lebaran baru saja lewat satu hari, dan gua masih tenggelam dalam suasana Jakarta yang ‘ngangenin’, ingin sepertinya gua berlama-lama dalam suasana seperti ini, matahari yang hangat, kicauan perkutut bokap yang digantung didalam sangkar di teras depan rumah, panggilan cempreng nyokap yang mengingatkan untuk mematikan kompor, bahkan celotehan ika yang merengek minta dibetulkan pintu lemari bajunya yang sering terbuka sendiri. Komeng menyenggol bahu gua, menyadarkan akan lamunan yang tengah berkelebat dalam pikiran;
“Woi.. bon..Gimana? Cewe lu?”
“Hahaha.. boro-boro sempet mikirin cewe meng..”
“Lah, trus yang waktu itu sama elu, siapa dah namanya? Resti..? apa kabar tuh doi?”
“Resti siapa?”
“Yaah belaga bego dah..”
“Bukan siapa-siapa dia meng..”
“Alah.. santen..”
“Sungguh dah, dia mah Cuma temen meng..”
“Haha kagak caya (percaya) gua..”
“Laah.. yaudah..kalo ngga caya mah.. nah elu gimane?”
“Gua mah ya gini-gini aja..”
“Maksudnya?.. masih gonta-ganti cewek?”
“Ya maklum, belon ada yang sreg di hati..”
“Cuih.. dosa lu, ngibulin anak orang mulu..”
“Lah daripada menyesal dikemudian hari, mendingan kayak gue.. nyari-nyari dulu yang cocok, kalo udah sreg, baru ka-win”
“Meng, emang pacaran gimana si rasanya..?”
“Yah cupu banget dah lu bon.. makanya sekali-sekali pacaran..”
“Enak nggak? Bukannya malah bikin stress mulu ya?”
“Beuuhh.. elu kalo udah ngerasain enaknya, bakalan nyesel dah nggak pacaran dari dulu-dulu..”
“Masa? Emangnya lu kalo pacaran ngapain aja..”
Kemudian obrolan antara gua dan komeng ini terus berlanjut, kopi dan rokok tersaji, hingga matahari terbenam berganti dengan bulan dan cangkir kopi yang silih berganti dan rokok yang terus menerus terbakar habis kemudian menjadi abu. Tadinya gua berniat memasukkan isi dari sisa obrolan tersebut kedalam cerita ini, tapi takut substansi-nya nanti malah membuat tulisan ini jadi seperti novel erotis. #eh.
Jam menunjukkan pukul sepuluh malam saat Komeng pamit untuk pulang, nggak terasa sisa obrolan tadi sore yang dilangsungkan sambil berbisik dan berubah jadi obrolan otomotif saat bokap, nyokap atau Ika melewati ruang tamu tempat gua dan komeng ngobrol. Sebelum pulang komeng sempat berkata;
“Cinta itu bon…”
“…”
“… perasaan yang datangnya kita nggak tau dan rasanya nggak pernah berakhir..”
“Ah tau apa lu meng tentang cinta? Lu aja playboy..”
“Lah, justru itu.. pengalaman gua jadi banyak..”
“Hmmm…”
Gua manggut-manggut. Nggak lama komeng pamit pulang. Gua duduk diteras rumah sambil menghabiskan rokok yang baru saja gua sulut, gua menggumam;
Cinta itu adalah rasa dimana kita nggak bisa pindah kelain hati pada seseorang, kalau masih bisa berpaling pada orang lain padahal kita sudah mengaku mencintainya, maka tinggalkan lah dia dan berpalinglah pada wanita kedua. Karena sesungguhnya ‘cinta’ itu adalah menutup mata, hati, pikiran dan logika agar tidak berpaling ke lain hati. Ah entitas mana yang berkata? ‘perasaaan’ atau ‘logika’ atau keduanya? Ah tau apa gua tentang cinta.
Gua membuang puntung rokok dengan sebuah jentikan kemudian masuk kedalam, menutup dan mengunci pintu. Meninggalkan semua perihal-perihal cinta dan remeh temeh lainnya agar tetap diluar, tetap pada koridornya, tetap pada pendirian teguh yang tumbuh subur didalam diri, cinta belum punya tempat di hati gua.
Kemudian sesosok entitas dalam diri gua bertanya;
‘Bagaimana dengan Resti?”
Dan kali ini gua dengan tegas menjawab; ‘Hah? Resti? Siapa?’
Backsound


Rasa yang pernah ada antara kita
Dua hati kini menyatu kini berlalu
Akankah semua ini datang kembali
Walaupun kini kau bukan milikku, 'ku bukan milikmu, oh...
Kita pernah mencoba satu rasa
Nikmati cinta ini
Luangkanlah sejenak untuk kita
Bersama satukan rasa
Masa akhiri waktu untuk kita
Yang tak kita dapatkan
Untuk selamanya
Walau kini kau bukan milikku, 'ku bukan milikmu, oh...
Lepaskanlah khayalmu agar aku
'Tuk kembali satukan cinta


Rasa yang pernah ada antara kita
Dua hati kini menyatu kini berlalu
Akankah semua ini datang kembali
Walaupun kini kau bukan milikku, 'ku bukan milikmu, oh...
Kita pernah mencoba satu rasa
Nikmati cinta ini
Luangkanlah sejenak untuk kita
Bersama satukan rasa
Masa akhiri waktu untuk kita
Yang tak kita dapatkan
Untuk selamanya
Walau kini kau bukan milikku, 'ku bukan milikmu, oh...
Lepaskanlah khayalmu agar aku
'Tuk kembali satukan cinta
Spoiler for Klipnya:
Diubah oleh robotpintar 26-03-2014 09:36
aripinastiko612 dan 12 lainnya memberi reputasi
13
Kutip
Balas
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/04/07/6448808_20140407033338.jpg)