Penolakan keberadaan tempat karaoke Inul Vizta di Warungjambu, Jalan Pajajaran, Bogor, masih terus bergulir. Bahkan, untuk membungkam penolakan warga dan para ulama, pengelola Inul Vizta rela menyogok Rp20 juta.

KELUARGA Muslim Bogor (KMB) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kota Bogor masih menolak operasional Tempat Hiburan Malam (THM) Inul Vizta karena dikhawatirkan akan menimbulkan tempat kemaksiatan baru.

Sekretaris KMB Rusli Saimun menjelaskan, jika diketahui beberapa warga telah melakukan penandatanganan untuk perizinan tetangga, bisa saja itu satu hal yang direkayasa ataupun menyogok beberapa warga sekitar.

“Kami dari KMB dan warga setempat sejak awal menolak keberadaan Inul Vizta yang berdekatan dengan lembaga Persis. Kami juga sudah melayangkan surat, namun mereka memaksa terus untuk meminta izin. Bahkan sampai menyogok warga untuk proses persetujuan. Tak sampai di situ, kami juga pernah ditawari uang sebanyak Rp20 juta oleh Inul Vizta tapi kami menolak,” jelasnya saat menggelar konferensi pers di Sekretariat KMB, kemarin.

Dia mengaku sampai sekarang KMB tetap menolak dan melihat dulu operasional Inul Vizta sudah ada izin atau belum. “Kalau tidak ada izin maka KMB mengultimatum Inul Vizta untuk segera menutup. Jangan sampai ada kegiatan tapi izin operasional belum ada,” katanya.

Rusli tetap menduga ada indikasi pemainan uang yang dilakukan pengelola Inul Vizta dengan Pemkot Bogor. “Kalau sudah ada izinnya berarti pemkot tidak mengindahkan permintaan warga. Kalau Inul Vizta menjanjikan ada karyawan di sana, persentasi karyawan itu berapa orang? Memang bisa menampung ratusan karyawan.

Yang jelas, sebelum mereka menyetujui warga sudah dikasih duit untuk tanda tangan serta diiming-imingi yang lainnya,” bebernya. Dia menambahkan, pihak Inul Vizta memaksakan diri karena izin belum ada dan sekarang tinggal tunggu akibatnya saja.

“Sebenarnya Inul itu hanya labelnya saja tapi di belakangnya orang Korea sebagai penyandang dana,” katanya

Sementara itu, Ketua HTI Kota Bogor Gus Uwik juga satu suara dengan KMB karena sebagai perwakilan umat muslim maka harus melindungi masyarakatnya dari biang kemaksiatan. “Yang pertama Walikota Bogor Diani Budiarto harus melindungi masyarakatnya dari seluruh tindak kemaksiatan. Kalau hukumnya wajib maka ketika ada hal-hal seperti tempat hiburan dan yang lain berkewajiban digagalkan meski ada banyak kompensasi,” terangnya.

Gus Uwik menegaskan, pemkot itu wajib menjaga hal kemaksiatan karena diketahui bahwa THM sangat identik dengan hal yang berbau kemaksiatan. “Kita bisa melihat dengan mata telanjang bahwa tempat seperti itu sangat identik dengan kemaksiatan. Faktanya, kalau ke Pajajaran banyak sekali tempat karaoke. Apalagi seperti namanya pemandu lagi atau tentang wanita panggilan sama saja memfasilitasi kemaksiatan dan ini tidak boleh terjadi,” jelasnya.

Dia menambahkan, saat ini HTI mengingatkan kepada masyarakat, terutama pemkot, untuk segera menutup tempat maksiat bukan hanya Inul Vizta tapi yang lainnya. Jangan sampai nantinya operasional Inul Vizta mendorong masyarakat untuk bergerak.

“Apalagi gerakan itu dikatakan anarkis padahal kami sudah menyampaikan kepada pihak berwenang. Di pemkot ini catatan berbau bisnis responsnya lambat sekali, apakah ada kongkalikong antara pemimpin dengan pengusaha? Kami menduga terjadi kongkalikong karena pemerintah logikanya sekarang kapitalis,” ujarnya.

Ketika Metropolitan meminta keterangan dengan mendatangi Inul Vizta, pengelola sedang tidak ada di lokasi. Saat dikonfirmasi melalui telepon pun, pengelola tidak menjawab. “Pak Agusnya sedang tidak di lokasi. Nanti saja datang lagi,” ucap pegawai Inul Vizta yang enggan namanya dikorankan. (fra/c/els/py)

sumber : Harian Metropolitan