- Beranda
- Stories from the Heart
Accidentally In Love [True Story]
...
TS
robotpintar
Accidentally In Love [True Story]
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/02/14/6448808_20140214023854.png)
Spoiler for Cover:
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/02/14/6448808_20140214024411.png)
So she said what's the problem baby
What's the problem I don't know
Well maybe I'm in love (love)
Think about it every time
I think about it
Can't stop thinking 'bout it
How much longer will it take to cure this
Just to cure it cause I can't ignore it if it's love (love)
Makes me wanna turn around and face me but I don't know nothing 'bout love
Come on, come on
Turn a little faster
Come on, come on
The world will follow after
Come on, come on
Cause everybody's after love
So I said I'm a snowball running
Running down into the spring that's coming all this love
Melting under blue skies
Belting out sunlight
Shimmering love
Well baby I surrender
To the strawberry ice cream
Never ever end of all this love
Well I didn't mean to do it
But there's no escaping your love
These lines of lightning
Mean we're never alone,
Never alone, no, no
We're accidentally in love
Accidentally in love [x7]
Accidentally I'm In Love
Spoiler for Bagian 1:
#1
Quote:
“Gila lu Bon, roti segitu banyak sayang-sayang bakal empan ikan semua!”
“Emang ngapa? Ikan jaman sekarang mah ogah makan cacing, Meng”
Gua jawab aja sekena-nya, memang niatnya gua bawa roti dari rumah buat bekal pas mancing tapi, gara-gara umpan cacing gua dari tadi nggak disentuh ikan terpaksa gua ganti dengan roti. Siapa tau mujarab.
Nggak seberapa berselang, tali pancing gua bergetar, refleks gua tarik joran sekuatnya dan mendarat dengan mulus seekor ikan yang kurang lebih seukuran telapak tangan.
“Anjritt.. dari tadi dapet sapu-sapu mulu gua!”
Sambil melepas mata kail dari mulut ikan sapu-sapu yang barusan gua angkat dan langsung gua lempar lagi kedalam kali.
Tidak berapa lama, melantun lagu “Time Like This”-nya Foo Fighter dari ponsel gua. Tertera tulisan “Rumah” dilayarnya.
“Kenapa mak?”
Karena memang cuma nyokap gua aja yang selalu telpon melalui telepon rumah. Bokap dan adik gua selalu menggunakan ponsel-nya masing-masing jika ada keperluan.
“Assalamualaikum , Mancing kagak rapi-rapi luh, nih ada kiriman surat buat elu”
“Dari siapa?”
“Kagak tau, bahasanya emak nggak ngerti”
“Simpenin dulu, nih aye udah mau pulang”
“Yaudah buruan, jangan maghriban dijalan, pamali. Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Gua kantongin lagi ponsel k-ekantong celana pendek yang sekarang udah kotor campur lumpur, sambil berteriak ke temen gua; Komeng, yang lagi berkutat dengan tali pancingnya yang kusut.
“Meng, ayo balik.. udah sore”
“Belon juga dapet sekilo, udah mau balik aje”
“Yauda elu terusin dah, gua balik duluan”
Komeng menjawab dengan sedikit gumam di bibirnya terdengar seperti “Yaelah..” sambil berjalan gontai menyusul gua.
------
Itu kejadian beberapa tahun yang lalu, dimana gua dan Komeng masih biasa mencari cacing buat umpan ikan di kebun singkong belakang rumahnya Haji Salim dan kemudian pergi memancing disepanjang pinggiran sungai Pesanggrahan, Jakarta.
Sekarang, gua sedang duduk sambil bersandar di sebuah kursi lipat di pinggir danau di daerah Leeds, Inggris. Menghabiskan hari libur akhir musim gugur dengan memancing sambil bernostalgia, mencoba membangkitkan memori tentang memancing, tentang si Komeng, tentang Jakarta, tentang rumah.
Setelah berjam-jam memancing, menghabiskan berkaleng-kaleng ‘Diet Coke’ akhirnya gua memutuskan untuk menyudahi kegiatan sialan ini. Pulang dengan membawa 6 Ekor ikan Yelowtail (di Indonesia disebut ikan patin) dan sedikit kenangan tentang ‘rumah’, gua berjalan gontai menuju tempat dimana sepeda kesayangan gua diparkir, sempat kebingungan awalnya karena sekarang ada banyak sepeda yang diparkir, padahal tadi pagi baru sepeda gua aja yang nongkrong disini, setelah celingak-celinguk akhirnya ketemu juga dan gua mulai mengayuh.
Jarak dari tempat gua biasa mancing ke tempat dimana gua tinggal di Moorland Ave, Leeds kurang lebih 3,5 mil atau kalau dalam satuan Kilometer sekitar 5,5 Km. Jarak segitu kalo disini, di Inggris bisa dibilang ‘deket’, kalau naik sepeda bisa cuma 30 menit.
Oiya, nama gua Boni. Gua lahir dan dibesarkan di Jakarta. Saat ini gua kerja dan tinggal di Leeds, Inggris sekitar 2-3 jam dari London (dengan kereta). Gua kerja sebagai Sound Designer disalah satu Agensi perfilman dan periklanan di Leeds yang juga punya kantor di London. Sudah hampir 4 tahun gua kerja dan tinggal disini, ditempat dimana nggak ada sungai dengan air berwarna cokelat keruh yang banyak ikan sapu-sapunya dan nggak ada teman yang suka menggerutu “Yaelah”.
Sambil mendengarkan “Heaven” nya Lost Lonely Boys lewat headset, gua mengayuh sepeda menuju ke rumah, pulang. Melewati jalan berpasir yang dipenuhi pohon-pohon maple di kedua sisinya menuju jalan utama. Jalan yang sangat sepi dan hening, jam menunjukkan angka 4 sore, menandakan waktu shalat maghrib, di sabtu sore seperti sekarang ini memang didaerah sini sangat sepi, kebanyakan penduduk sekitar sedang ke stadion atau pub-pub untuk menyaksikan Leeds United bertanding. Ingin buru-buru sampai di rumah, karena perut udah mulai keroncongan, gua kayuh sepeda lebih cepat. Sampai kemudian terdengar sayup-sayup suara musik yang makin lama makin nyaring, suara musik RnB yang sepertinya diputar dari dalam mobil dengan volume maksimal. Suara tersebut datang dari arah belakang dan kemudian menyusul gua, sebuah BMW silver yang melaju cepat bahkan boleh dibilang sangat cepat, sambil meninggalkan debu persis seperti mobil yang sedang Rally Dakkar.
“Orang Gila!!” gua mengumpat, masih sambil dengerin coda lagu “Heaven” nya Lost Lonely Boys. Sampai gua melihat beberapa detik kemudian lampu rem BMW tersebut menyala dan kemudian berhenti.
Deg!, “Wuanjrit, sakti juga tuh orang bisa denger suara gua” sambil berhenti dan melepas headset dari telinga. Yang ternyata setelah gua sadar, suara gua nggak sepelan pas pakai headset tadi. Gua nunggu sambil dag dig dug, kalau dia ngerti ucapan gua, dia pasti orang Indonesia dan kalo ternyata bukan gua bakal siap-siap kabur.
Pintu penumpang pun terbuka, terbuka secara paksa tepatnya, sedetik kemudian keluar seseorang dari kursi penumpang, terhuyung dan kemudian terjatuh, terdengar makian dari dalam BMW tersebut mungkin seperti “bitch” atau semacamnya dan sesaat kemudian BMW tersebut pergi, mengasapi orang yang tersungkur itu dengan debu jalanan.
Nggak mau terlalu ambil pusing, sambil bernafas lega dan bilang dalam hati; “untung bukan gua”, gua meneruskan mengayuh sepeda.
“Get up Bro, life is brutal”
gua berkata ke orang itu sambil melewatinya tetap melanjutkan mengayuh. Dan beberapa meter kemudian gua mendengar sebuah teriakan, teriakan yang (pada akhirnya) bakal merubah hidup gua.
“Woii.. Help me!, you’re Indonesian, right?”
“Tolongin gue dong…”
Gua berhenti mengayuh, turun dan bengong. Sudah hampir setahun gua nggak denger secara langsung orang bicara ke gua dengan bahasa Indonesia dan suara perempuan pula.. Lima, ah mungkin sepuluh detik kemudian baru gua memalingkan muka tapi masih tetap bengong.
“Woii..”
Akhirnya gua turun dari sepeda, kemudian menghampiri orang itu. Terduduk di depan gua sosok perempuan, hitam manis dengan kepala tertutup hood jaket hitam, celana jeans dan sepatu model boots sebetis berwarna cokelat.
“Elu nggak apa-apa?”
“Menurut Lo? Kalo gue gak apa-apa, ngapain gua teriak minta tolong elu!!”
Gua nggak menjawab, berusaha membantu dia berdiri sambil bertanya lagi bagaimana keadaannya. Sekali lagi dia mengumpat;
“Gila!, nggak punya hati banget sih lu!, ya jelas lah gue kenapa-kenapa.. nih liat!”
Sambil memperlihatkan telapak tangan dan siku-nya yang luka dan kemudian menyibak celana jeans-nya yang kotor terkena debu dan sobek di beberapa bagian akibat terlempar dari mobil tadi. Sesaat baru dia sadar kalau lutut kanannya juga luka sambil meringis kesakitan dia mencoba membersihkan luka tersebut dengan air liurnya. Sangat Indonesia sekali.
“Gua pikir tadi orang mabok yang lagi berantem, disini mah biasa begitu,mbak!”
Kemudia gua kasih satu-satunya ‘Diet Coke’ sisa memancing tadi, harusnya sih air putih tapi Cuma itu yang gua punya sekarang. Sambil menggerutu karena dikasih ‘Diet Coke’ daripada air putih, diminum juga tuh minuman soda. Kemudian gua menawarkan diri buat mengantar dia ke sebuah toko kecil di ujung jalan ini, untuk membeli plester untuk membalut luka-nya.
“Jauh nggak?”
Dia bertanya sambil menurunkan hood jaketnya dan menyibak rambutnya yang pendek seleher. Kemudian terlihat jelas sebuah luka lebam di sudut mata sebelah kiri-nya, tidak, bukan cuma satu, setidaknya ada 3 luka lebam, selain disudut matanya, satu lagi di dahi sebelah kiri dan satu lagi di sudut bibir sebelah kanan, yang terakhir tampak seperti luka yang baru karena masih meninggalkan sisa bekas darah yang membeku.
Gua nggak berani bertanya, gua hindari menatap kewajahnya sambil menjawab pertanyaa-nya bahwa tokonya nggak begitu jauh dari sini, sambil menunjuk ke arah jalan utama.
---
“Emang ngapa? Ikan jaman sekarang mah ogah makan cacing, Meng”
Gua jawab aja sekena-nya, memang niatnya gua bawa roti dari rumah buat bekal pas mancing tapi, gara-gara umpan cacing gua dari tadi nggak disentuh ikan terpaksa gua ganti dengan roti. Siapa tau mujarab.
Nggak seberapa berselang, tali pancing gua bergetar, refleks gua tarik joran sekuatnya dan mendarat dengan mulus seekor ikan yang kurang lebih seukuran telapak tangan.
“Anjritt.. dari tadi dapet sapu-sapu mulu gua!”
Sambil melepas mata kail dari mulut ikan sapu-sapu yang barusan gua angkat dan langsung gua lempar lagi kedalam kali.
Tidak berapa lama, melantun lagu “Time Like This”-nya Foo Fighter dari ponsel gua. Tertera tulisan “Rumah” dilayarnya.
“Kenapa mak?”
Karena memang cuma nyokap gua aja yang selalu telpon melalui telepon rumah. Bokap dan adik gua selalu menggunakan ponsel-nya masing-masing jika ada keperluan.
“Assalamualaikum , Mancing kagak rapi-rapi luh, nih ada kiriman surat buat elu”
“Dari siapa?”
“Kagak tau, bahasanya emak nggak ngerti”
“Simpenin dulu, nih aye udah mau pulang”
“Yaudah buruan, jangan maghriban dijalan, pamali. Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Gua kantongin lagi ponsel k-ekantong celana pendek yang sekarang udah kotor campur lumpur, sambil berteriak ke temen gua; Komeng, yang lagi berkutat dengan tali pancingnya yang kusut.
“Meng, ayo balik.. udah sore”
“Belon juga dapet sekilo, udah mau balik aje”
“Yauda elu terusin dah, gua balik duluan”
Komeng menjawab dengan sedikit gumam di bibirnya terdengar seperti “Yaelah..” sambil berjalan gontai menyusul gua.
------
Itu kejadian beberapa tahun yang lalu, dimana gua dan Komeng masih biasa mencari cacing buat umpan ikan di kebun singkong belakang rumahnya Haji Salim dan kemudian pergi memancing disepanjang pinggiran sungai Pesanggrahan, Jakarta.
Sekarang, gua sedang duduk sambil bersandar di sebuah kursi lipat di pinggir danau di daerah Leeds, Inggris. Menghabiskan hari libur akhir musim gugur dengan memancing sambil bernostalgia, mencoba membangkitkan memori tentang memancing, tentang si Komeng, tentang Jakarta, tentang rumah.
Setelah berjam-jam memancing, menghabiskan berkaleng-kaleng ‘Diet Coke’ akhirnya gua memutuskan untuk menyudahi kegiatan sialan ini. Pulang dengan membawa 6 Ekor ikan Yelowtail (di Indonesia disebut ikan patin) dan sedikit kenangan tentang ‘rumah’, gua berjalan gontai menuju tempat dimana sepeda kesayangan gua diparkir, sempat kebingungan awalnya karena sekarang ada banyak sepeda yang diparkir, padahal tadi pagi baru sepeda gua aja yang nongkrong disini, setelah celingak-celinguk akhirnya ketemu juga dan gua mulai mengayuh.
Jarak dari tempat gua biasa mancing ke tempat dimana gua tinggal di Moorland Ave, Leeds kurang lebih 3,5 mil atau kalau dalam satuan Kilometer sekitar 5,5 Km. Jarak segitu kalo disini, di Inggris bisa dibilang ‘deket’, kalau naik sepeda bisa cuma 30 menit.
Oiya, nama gua Boni. Gua lahir dan dibesarkan di Jakarta. Saat ini gua kerja dan tinggal di Leeds, Inggris sekitar 2-3 jam dari London (dengan kereta). Gua kerja sebagai Sound Designer disalah satu Agensi perfilman dan periklanan di Leeds yang juga punya kantor di London. Sudah hampir 4 tahun gua kerja dan tinggal disini, ditempat dimana nggak ada sungai dengan air berwarna cokelat keruh yang banyak ikan sapu-sapunya dan nggak ada teman yang suka menggerutu “Yaelah”.
Sambil mendengarkan “Heaven” nya Lost Lonely Boys lewat headset, gua mengayuh sepeda menuju ke rumah, pulang. Melewati jalan berpasir yang dipenuhi pohon-pohon maple di kedua sisinya menuju jalan utama. Jalan yang sangat sepi dan hening, jam menunjukkan angka 4 sore, menandakan waktu shalat maghrib, di sabtu sore seperti sekarang ini memang didaerah sini sangat sepi, kebanyakan penduduk sekitar sedang ke stadion atau pub-pub untuk menyaksikan Leeds United bertanding. Ingin buru-buru sampai di rumah, karena perut udah mulai keroncongan, gua kayuh sepeda lebih cepat. Sampai kemudian terdengar sayup-sayup suara musik yang makin lama makin nyaring, suara musik RnB yang sepertinya diputar dari dalam mobil dengan volume maksimal. Suara tersebut datang dari arah belakang dan kemudian menyusul gua, sebuah BMW silver yang melaju cepat bahkan boleh dibilang sangat cepat, sambil meninggalkan debu persis seperti mobil yang sedang Rally Dakkar.
“Orang Gila!!” gua mengumpat, masih sambil dengerin coda lagu “Heaven” nya Lost Lonely Boys. Sampai gua melihat beberapa detik kemudian lampu rem BMW tersebut menyala dan kemudian berhenti.
Deg!, “Wuanjrit, sakti juga tuh orang bisa denger suara gua” sambil berhenti dan melepas headset dari telinga. Yang ternyata setelah gua sadar, suara gua nggak sepelan pas pakai headset tadi. Gua nunggu sambil dag dig dug, kalau dia ngerti ucapan gua, dia pasti orang Indonesia dan kalo ternyata bukan gua bakal siap-siap kabur.
Pintu penumpang pun terbuka, terbuka secara paksa tepatnya, sedetik kemudian keluar seseorang dari kursi penumpang, terhuyung dan kemudian terjatuh, terdengar makian dari dalam BMW tersebut mungkin seperti “bitch” atau semacamnya dan sesaat kemudian BMW tersebut pergi, mengasapi orang yang tersungkur itu dengan debu jalanan.
Nggak mau terlalu ambil pusing, sambil bernafas lega dan bilang dalam hati; “untung bukan gua”, gua meneruskan mengayuh sepeda.
“Get up Bro, life is brutal”
gua berkata ke orang itu sambil melewatinya tetap melanjutkan mengayuh. Dan beberapa meter kemudian gua mendengar sebuah teriakan, teriakan yang (pada akhirnya) bakal merubah hidup gua.
“Woii.. Help me!, you’re Indonesian, right?”
“Tolongin gue dong…”
Gua berhenti mengayuh, turun dan bengong. Sudah hampir setahun gua nggak denger secara langsung orang bicara ke gua dengan bahasa Indonesia dan suara perempuan pula.. Lima, ah mungkin sepuluh detik kemudian baru gua memalingkan muka tapi masih tetap bengong.
“Woii..”
Akhirnya gua turun dari sepeda, kemudian menghampiri orang itu. Terduduk di depan gua sosok perempuan, hitam manis dengan kepala tertutup hood jaket hitam, celana jeans dan sepatu model boots sebetis berwarna cokelat.
“Elu nggak apa-apa?”
“Menurut Lo? Kalo gue gak apa-apa, ngapain gua teriak minta tolong elu!!”
Gua nggak menjawab, berusaha membantu dia berdiri sambil bertanya lagi bagaimana keadaannya. Sekali lagi dia mengumpat;
“Gila!, nggak punya hati banget sih lu!, ya jelas lah gue kenapa-kenapa.. nih liat!”
Sambil memperlihatkan telapak tangan dan siku-nya yang luka dan kemudian menyibak celana jeans-nya yang kotor terkena debu dan sobek di beberapa bagian akibat terlempar dari mobil tadi. Sesaat baru dia sadar kalau lutut kanannya juga luka sambil meringis kesakitan dia mencoba membersihkan luka tersebut dengan air liurnya. Sangat Indonesia sekali.
“Gua pikir tadi orang mabok yang lagi berantem, disini mah biasa begitu,mbak!”
Kemudia gua kasih satu-satunya ‘Diet Coke’ sisa memancing tadi, harusnya sih air putih tapi Cuma itu yang gua punya sekarang. Sambil menggerutu karena dikasih ‘Diet Coke’ daripada air putih, diminum juga tuh minuman soda. Kemudian gua menawarkan diri buat mengantar dia ke sebuah toko kecil di ujung jalan ini, untuk membeli plester untuk membalut luka-nya.
“Jauh nggak?”
Dia bertanya sambil menurunkan hood jaketnya dan menyibak rambutnya yang pendek seleher. Kemudian terlihat jelas sebuah luka lebam di sudut mata sebelah kiri-nya, tidak, bukan cuma satu, setidaknya ada 3 luka lebam, selain disudut matanya, satu lagi di dahi sebelah kiri dan satu lagi di sudut bibir sebelah kanan, yang terakhir tampak seperti luka yang baru karena masih meninggalkan sisa bekas darah yang membeku.
Gua nggak berani bertanya, gua hindari menatap kewajahnya sambil menjawab pertanyaa-nya bahwa tokonya nggak begitu jauh dari sini, sambil menunjuk ke arah jalan utama.
---
DAFTAR ISI
Quote:
CHAPTER 1
#1 The Beginning
#2 Truly Gentlemen
#3 Place Called Home
#4 The Morning Fever
#5 A Miserable Story
#6 Night Rain
#7 Inside My Head
#8 That Day
#9 Be Tough
#10 Mukena
#1 The Beginning
#2 Truly Gentlemen
#3 Place Called Home
#4 The Morning Fever
#5 A Miserable Story
#6 Night Rain
#7 Inside My Head
#8 That Day
#9 Be Tough
#10 Mukena
Quote:
CHAPTER 2
#11-A Trip To Manchester
#11-B The Swiss Army
#12 Here's and Back Again
#13 I Miss You So Bad
#14 Going Mad
#15 Promise
#16 You’ll Be The Only Light I See
#17 The Winter Tears
#18 She's Gone
#19 That Memories
#11-A Trip To Manchester
#11-B The Swiss Army
#12 Here's and Back Again
#13 I Miss You So Bad
#14 Going Mad
#15 Promise
#16 You’ll Be The Only Light I See
#17 The Winter Tears
#18 She's Gone
#19 That Memories
Quote:
CHAPTER 3
[URL="http://www.kaskus.co.id/show_post/530ff7e41acb17030d8b48f1/479/- "]#19-A The Hood[/URL]
#19-B Heres And Back Again II
#19-C Weak
#19-D Surrender
#19-E The Choice
#19-F Anything For You
#19-G Chelsea Number 8
#19-H Its not always about gold and glory
#19-I Aku
#19-J The Words
#19-K The Persian Cat
#19-L You Really The Only Light I See
#19-M So Be It
#19-N Less Than Perfect
#20 That Day II
[URL="http://www.kaskus.co.id/show_post/530ff7e41acb17030d8b48f1/479/- "]#19-A The Hood[/URL]
#19-B Heres And Back Again II
#19-C Weak
#19-D Surrender
#19-E The Choice
#19-F Anything For You
#19-G Chelsea Number 8
#19-H Its not always about gold and glory
#19-I Aku
#19-J The Words
#19-K The Persian Cat
#19-L You Really The Only Light I See
#19-M So Be It
#19-N Less Than Perfect
#20 That Day II
Quote:
CHAPTER 4 The Prekuel
#21 The Prologue
#22 My Precious
#23 Ticket to Ride
#24 Singapore
#25 Dreams
#26 The Awkward Moment
#27 Logic
#28 Driver In Life
#29 The Risk Taker
#30 Sorry
#31 Rise Again
#32 Goodbye
#21 The Prologue
#22 My Precious
#23 Ticket to Ride
#24 Singapore
#25 Dreams
#26 The Awkward Moment
#27 Logic
#28 Driver In Life
#29 The Risk Taker
#30 Sorry
#31 Rise Again
#32 Goodbye
Quote:
CHAPTER 5!!
#33 London
#34 Unwell
#35 I Was Here
#36 Leeds
#37 New Home, New Life
#38 Alone
#39 Intermezo
#40 Goin' Trough
#41 At Glance
#42 The Past of The Future
#33 London
#34 Unwell
#35 I Was Here
#36 Leeds
#37 New Home, New Life
#38 Alone
#39 Intermezo
#40 Goin' Trough
#41 At Glance
#42 The Past of The Future
Quote:
CHAPTER 6
#43 My First ...
#44 If Lovin' You ...
#45 Goin' Back
#46 Leeds II
#47 I Love You (Jealousy)
#48 After All
#49 Hell Yeah
#50 Conflict
#51 Liar-Liar
#52 Memories
#43 My First ...
#44 If Lovin' You ...
#45 Goin' Back
#46 Leeds II
#47 I Love You (Jealousy)
#48 After All
#49 Hell Yeah
#50 Conflict
#51 Liar-Liar
#52 Memories
Quote:
Quote:
Diubah oleh robotpintar 10-04-2014 08:46
namakuag dan 119 lainnya memberi reputasi
118
1.3M
Kutip
2.3K
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
robotpintar
#907
Spoiler for Bagian ke Dua puluh dua:
#22 My Precious
Quote:
Gua lahir dan dibesarkan oleh kedua orang tua yang ’betawi’, di lingkungan ’betawi’ dan dengan budaya ’betawi’ juga. Hal ini membentuk gua menjadi seorang pemuda dengan latar belakang ’betawi’ yang kental.
Gua dibesarkan dengan ’dipaksa’ mendengar ceramah Zainuddin MZ setiap pagi, lagu-lagu Benyamin sueb dan gambang kromong. Pada akhirnya ’paksaan’ tersebutlah yang membuat gua menggemari musik, walaupun dikemudian hari lagu-lagu Bang Ben tergeser oleh lantunan musik Nirvana, The Cure dan Guns n Roses. Kegemaran gua terhadap musik itulah yang pada akhirnya membawa gua ke negeri orang, negara antah berantah buat gua, negeri tempat lahirnya John Lennon, Paul Scholes, Arthur Conan Doyle dan my favourite; Guy Fawkes.
---
Bokap gua adalah anak ’betawi’ keturunan seorang alim ulama yang (katanya) kesohor di seantero kampung. Bokap adalah satu-satunya orang betawi di lingkungan sini yang terkenal ’low profile’, dia juga salah satu dari sedikiiit sekali anak betawi yang memilih bekerja daripada ’uncang-uncang’ kaki di rumah, ngerokok, makan singkong goreng sambil menunggu setoran uang kontrakan warisan orang tua-nya. Beliau bekerja sebagai supir pribadi seorang pengacara yang tinggal di daerah Blok-M, sebelum menekuni profesi yang sekarang, konon katanya bokap dulu pernah ikut berdagang bersama ayah-nya; engkong gua yang sekarang sudah almarhum.
Bokap adalah salah satu pahlawan hidup gua. Beliau sudah berangkat bekerja saat gua belum bangun dan pulang saat gua sudah tertidur. Hidup-nya sangat sederhana, bekerja di siang hari dan mengaji di malam hari. Kalau libur biasanya di mengajak gua memancing, kepasar untuk membeli beras atau sekedar bermain ke rumah kerabatnya. Moto hidupnya adalah 3S; Solat, Sholawat, Silat.
”Ni, jadi laki-laki itu kudu, pertama; Solat kerjain, solat itu tiang agama, mencegah perbuatan munkar.. yang kedua;Sholawat, nderes tuh quran, zikir insyaallah jalan lu gampang.. yang ketiga; Silat, elu laki kudu bisa neglindungin diri sendiri apa lagi ntar kalo udah keluarga, kudu bisa ngelindungin anak-bini..”
Gua Cuma manggut-manggut aja saat beliau bilang begitu.
Lain Bokap, lain pula nyokap.
Nyokap juga orang betawi, beliau ini orang yang penuh kasih sayang ya walaupun mungkin kalo bertama kali bertemu mungkin orang bakal menebak; ”Set dah ni ibu-ibu cerewet banget, pasti galak nih”. Tapi, ah ibu mana yang nggak cerewet, ibu mana yang nggak galak ke anaknya kalau si anak bandel.
Nyokap nggak pernah makan bangku sekolahan, katanya saat orang-orang seusia-nya (yang berduit) berangkat sekolah, beliau sibuk menggoreng pisang;
”Lha boro-boro emak mah sekolah, la bakal makan aja engka..”
Pernah suatu waktu, gua minta buatin surat ijin sakit untuk ke sekolah. Nyokap bilang kalau dia nggak bisa nulis, gua yang waktu itu masih SD nggak percaya, masak sih ada orang nggak bisa nulis, gua aja yang baru kelas 3 udah bisa nulis. Akhirnya dengan terpaksa, nyokap menulis surat dan dimasukkan kedalam amplop. Besoknya disekolah gua menyerhakan surat tersebut ke wali kelas, dia membuka amplopnya dan mulai membaca, seketika wali kelas gua mengernyitkan dahi dan menyerahkan surat tersebut ke gua dan berkata;
”Ni, surat-nya bapak kembalikan, kamu ndak perlu maksa ibu kamu nulis kalau dia ndak bisa..”
”Iya pak guru..”
Gua menerima surat tersebut dan kembali ke-kelas, penasaran gua membuka amplop dan mulai membacanya suratnya. Gua menatapnya, perlahan mata gua mulai berlinang, gua berusaha sekuat tenaga mengusap agar air mata ini nggak menetes, takut ketahuan teman-teman yang lain, takut dikatain ’cengeng’. Kemudian gua masuk ke dalam kelas sambil menenteng secarik kertas yang berisi sebuah surat ijin sakit berbahasa arab gundul yang ditulis menggunakan pensil dengan jarak spasi yang begitu jauh. My Mom do it everything for me...
Nyokap juga salah satu pahlawan gua, pahlawan doa lebih tepatnya. Buat elu-elu yang punya mimpi, punya impian, punya cita-cita, pengen sukses dan mau mewujudkan itu semua walaupun kata orang otak lu jenius, duit-lu nggak ada seri-nya, koneksi-tak terbatas, muka-lu ganteng, penampilan perlente, tapi kalau nggak ada Do’a dari emak; Bullshit elu bisa sukses.
Dalam segi finansial dan ekonomi, bisa dibilang keluarga gua masuk ke dalam golongan yang ’sangat cukup’ dan silahkan definisikan sendiri arti kata ’cukup’ tersebut. Bokap yang profesinya sebagai seorang supir, mampu membiayai sekolah gua dari SD, SMP, SMA bahkan sampai kuliah. Gua nggak pernah kekurangan mainan, uang saku ataupun sampai merengek-rengek minta sesuatu begitu pun dengan Ika, adik gua yang usianya nggal terpaut jauh, sekitar 4 tahun.
Sampai suatu waktu, bokap di diagnosa mengalami ’kencing batu’, mungkin sebagai supir bokap terlalu banyak duduk tapi sedikit minum air putih. Sehingga harus dirawat sampai beberapa minggu. Dan akhirnya bokap memutuskan pensiun sebagai supir dan fokus untuk proses penyembuhannya. Jelas saja hal ini dampaknya sangat besar buat keluarga gua yang tumpuan hidupnya ’hanya’ dari punggung bokap. Nyokap mulai menerima pesanan membuat kue-kue basah untuk acara pengajian atau arisan-arisan, bokap setelah sembuh juga bukannya tanpa usaha, dia menjual jasanya untuk membantu para tetangga, teman atau kerabat yang ingin memperpanjang STNK, SIM, Paspor, membuat KTP, mengurus akta tanah dan ah pokoknya urusan-urusan semacam itulah. Tapi ya tetap saja pendapatan mereka masih kurang untuk biaya kuliah gua dan Ika, akhirnya sambil ’membleh’ bokap menjual sebidang tanah di samping rumah untuk merampungkan biaya kuliah gua. Sebidang tanah yang sudah lama diproyeksian bokap untuk suatu saat nanti menunaikan Haji.
Pada akhirnya gua harus melalui masa-masa akhir kuliah gua dengan tekanan akan biaya yang sudah dikeluarkan bokap. Membuat gua selalu fokus kuliah, berharap setelah lulus nanti bisa langsung bekerja dan meringankan beban orang tua gua.
---
Gua memicingkan kan mata saat memandang ke arah kampus dari seberang jalan. Siang ini matahari sepertinya sedang semangat-semangatnya atau mungkin awan-awan yang biasa menghalangi sinarnya sedang enggan menyelimuti daerah Meruya dan sekitarnya. Gua menyebrangi jalan kemudian masuk kedalam area kampus, sambil menenteng sebuah mock-up paper bag untuk di acc dosen pembimbing. Iya gua sedang dalam proses skripsi di fakultas Desain Komunikasi Visual di universitas yang banyak orang sebut sebagai kampus api biru, gua sendiri menamainya sebagai ’kampus membleh’, kenapa gua namai begitu? Karena gara-gara kampus ini lah bokap nyokap gua harus rela ’membleh’ mengeluarkan biaya yang nggak sedikit buat biaya kuliah gua.
Mata gua tertuju ke sebuah papan pengumuman besar yang terletak nggak begitu jauh dari ruang administrasi, dekat dengan tangga untuk naik ke lantai atas. Ada beberapa mahasiswa yang sedang berkerumun disana, penasaran gua menghampirinya. Ternyata sebuah pengumuman tentang ’gahtering’ anak-anak mapala yang menarik perhatian banyak mahasiswa didepan papan pengumuman yang dilapis kaca tersebut. Gua Cuma menggumam ’yaelah’ kemudian mencoba menyeruak kerumunan tersebut, mencoba sesegera mungkin keluar dari kerumunan mahasiswa yang sekarang mulai tambah banyak dan semakin beraroma ’prengus’ khas bau matahari. Sampai gua melihat sebuah brosur yang ditempel disudut paling bawah papan itu, dengan tone warna biru muda berjudul ” Join us and Get your Overseas Scholarship” dengan sebuah tagline dibawahnya; ”Get Yout Remarkable Career”. Gua kembali kedalam kerumunan, mengeluarkan sebuah notes kecil dari dalam tas ’slempangan’ gua dan mulai mencatat.
---
Dirumah gua duduk menghadap layar monitor putih besar dengan CPU paling canggih pada jamannya; Intel Pentium 4.
Gua memandang tentara-tentara Bizantium yang tengah berbaris rapi bergerak menyisir sungai menuju ke kerajaan musuh dan bersiap melakukan serangan. Gua tengah memainkan sebuah game strategi yang bener-bener bikin gua melupakan semua tugas-tugas kuliah demi mendapatkan skor yang besoknya bisa dipamerin ke teman-teman yang lain.
Gua membuka tas, mengeluarkan catatan yang tadi gua tulis di depan papan pengumuman kampus, membacanya sekilas dan mulai menyusun rencana. Disitu gua mencatat sebuah judul; Aplikasi Beasiswa Learning Course singkat di Singapore dengan isian bahwa applicants, haruslah berusia 17 tahun keatas, memiliki minat dalam bidang komunikasi dan broadcasting, punya paspor, wajib melampirkan kartu mahasiswa dan .. melampirkan sebuah essay mengenai bidang yang diminati, diketik dalam dua bahasa, dengan jumlah halaman tidak ditentukan.
Gua mengarahkan kursor komputer ke sudut kanan atas monitor, mengklik sebuah ikon dan kemudian muncul sebuah jendela dengan tulisan : ”Are you sure want to quit this game?”, gua meng-klik sebuah opsi dengan tulisan ”yes” dan meng-klik dua kali pada ikon MsWord di desktop gua. Goodbye Age of Empire... Kemudian gua mulai larut dalam sebuah essay tentang sebuah band legenda dari negrinya pangeran Charles; The Beatles.
Seminggu kemudian, disetiap harinya gua selalu berhenti didepan papan pengumuman dan memandang ke brosur biru muda tersebut. Memperhatikan tanggal batas pengirimannya, mencocokkan kembali syarat-syaratnya dengan catatan gua baru kemudian melangkah pulang.
Gua membaca lagi untuk yang ke 100 mungkin yang ke 105 kali-nya essay yang sudah selesai gua buat sebelum memasukkannya ke amplop cokelat besar. Besok paginya, gua sudah berada di kantor pos untuk mengirimkan Amplop cokelat berisi aplikasi dan essay ke alamat yang tercatat di notes kecil gua.
Gua mengucap ”Bismillah” seraya menyerahkan amplop tersebut ke petugas Pos.
---
Gua dibesarkan dengan ’dipaksa’ mendengar ceramah Zainuddin MZ setiap pagi, lagu-lagu Benyamin sueb dan gambang kromong. Pada akhirnya ’paksaan’ tersebutlah yang membuat gua menggemari musik, walaupun dikemudian hari lagu-lagu Bang Ben tergeser oleh lantunan musik Nirvana, The Cure dan Guns n Roses. Kegemaran gua terhadap musik itulah yang pada akhirnya membawa gua ke negeri orang, negara antah berantah buat gua, negeri tempat lahirnya John Lennon, Paul Scholes, Arthur Conan Doyle dan my favourite; Guy Fawkes.
---
Bokap gua adalah anak ’betawi’ keturunan seorang alim ulama yang (katanya) kesohor di seantero kampung. Bokap adalah satu-satunya orang betawi di lingkungan sini yang terkenal ’low profile’, dia juga salah satu dari sedikiiit sekali anak betawi yang memilih bekerja daripada ’uncang-uncang’ kaki di rumah, ngerokok, makan singkong goreng sambil menunggu setoran uang kontrakan warisan orang tua-nya. Beliau bekerja sebagai supir pribadi seorang pengacara yang tinggal di daerah Blok-M, sebelum menekuni profesi yang sekarang, konon katanya bokap dulu pernah ikut berdagang bersama ayah-nya; engkong gua yang sekarang sudah almarhum.
Bokap adalah salah satu pahlawan hidup gua. Beliau sudah berangkat bekerja saat gua belum bangun dan pulang saat gua sudah tertidur. Hidup-nya sangat sederhana, bekerja di siang hari dan mengaji di malam hari. Kalau libur biasanya di mengajak gua memancing, kepasar untuk membeli beras atau sekedar bermain ke rumah kerabatnya. Moto hidupnya adalah 3S; Solat, Sholawat, Silat.
”Ni, jadi laki-laki itu kudu, pertama; Solat kerjain, solat itu tiang agama, mencegah perbuatan munkar.. yang kedua;Sholawat, nderes tuh quran, zikir insyaallah jalan lu gampang.. yang ketiga; Silat, elu laki kudu bisa neglindungin diri sendiri apa lagi ntar kalo udah keluarga, kudu bisa ngelindungin anak-bini..”
Gua Cuma manggut-manggut aja saat beliau bilang begitu.
Lain Bokap, lain pula nyokap.
Nyokap juga orang betawi, beliau ini orang yang penuh kasih sayang ya walaupun mungkin kalo bertama kali bertemu mungkin orang bakal menebak; ”Set dah ni ibu-ibu cerewet banget, pasti galak nih”. Tapi, ah ibu mana yang nggak cerewet, ibu mana yang nggak galak ke anaknya kalau si anak bandel.
Nyokap nggak pernah makan bangku sekolahan, katanya saat orang-orang seusia-nya (yang berduit) berangkat sekolah, beliau sibuk menggoreng pisang;
”Lha boro-boro emak mah sekolah, la bakal makan aja engka..”
Pernah suatu waktu, gua minta buatin surat ijin sakit untuk ke sekolah. Nyokap bilang kalau dia nggak bisa nulis, gua yang waktu itu masih SD nggak percaya, masak sih ada orang nggak bisa nulis, gua aja yang baru kelas 3 udah bisa nulis. Akhirnya dengan terpaksa, nyokap menulis surat dan dimasukkan kedalam amplop. Besoknya disekolah gua menyerhakan surat tersebut ke wali kelas, dia membuka amplopnya dan mulai membaca, seketika wali kelas gua mengernyitkan dahi dan menyerahkan surat tersebut ke gua dan berkata;
”Ni, surat-nya bapak kembalikan, kamu ndak perlu maksa ibu kamu nulis kalau dia ndak bisa..”
”Iya pak guru..”
Gua menerima surat tersebut dan kembali ke-kelas, penasaran gua membuka amplop dan mulai membacanya suratnya. Gua menatapnya, perlahan mata gua mulai berlinang, gua berusaha sekuat tenaga mengusap agar air mata ini nggak menetes, takut ketahuan teman-teman yang lain, takut dikatain ’cengeng’. Kemudian gua masuk ke dalam kelas sambil menenteng secarik kertas yang berisi sebuah surat ijin sakit berbahasa arab gundul yang ditulis menggunakan pensil dengan jarak spasi yang begitu jauh. My Mom do it everything for me...
Nyokap juga salah satu pahlawan gua, pahlawan doa lebih tepatnya. Buat elu-elu yang punya mimpi, punya impian, punya cita-cita, pengen sukses dan mau mewujudkan itu semua walaupun kata orang otak lu jenius, duit-lu nggak ada seri-nya, koneksi-tak terbatas, muka-lu ganteng, penampilan perlente, tapi kalau nggak ada Do’a dari emak; Bullshit elu bisa sukses.
Dalam segi finansial dan ekonomi, bisa dibilang keluarga gua masuk ke dalam golongan yang ’sangat cukup’ dan silahkan definisikan sendiri arti kata ’cukup’ tersebut. Bokap yang profesinya sebagai seorang supir, mampu membiayai sekolah gua dari SD, SMP, SMA bahkan sampai kuliah. Gua nggak pernah kekurangan mainan, uang saku ataupun sampai merengek-rengek minta sesuatu begitu pun dengan Ika, adik gua yang usianya nggal terpaut jauh, sekitar 4 tahun.
Sampai suatu waktu, bokap di diagnosa mengalami ’kencing batu’, mungkin sebagai supir bokap terlalu banyak duduk tapi sedikit minum air putih. Sehingga harus dirawat sampai beberapa minggu. Dan akhirnya bokap memutuskan pensiun sebagai supir dan fokus untuk proses penyembuhannya. Jelas saja hal ini dampaknya sangat besar buat keluarga gua yang tumpuan hidupnya ’hanya’ dari punggung bokap. Nyokap mulai menerima pesanan membuat kue-kue basah untuk acara pengajian atau arisan-arisan, bokap setelah sembuh juga bukannya tanpa usaha, dia menjual jasanya untuk membantu para tetangga, teman atau kerabat yang ingin memperpanjang STNK, SIM, Paspor, membuat KTP, mengurus akta tanah dan ah pokoknya urusan-urusan semacam itulah. Tapi ya tetap saja pendapatan mereka masih kurang untuk biaya kuliah gua dan Ika, akhirnya sambil ’membleh’ bokap menjual sebidang tanah di samping rumah untuk merampungkan biaya kuliah gua. Sebidang tanah yang sudah lama diproyeksian bokap untuk suatu saat nanti menunaikan Haji.
Pada akhirnya gua harus melalui masa-masa akhir kuliah gua dengan tekanan akan biaya yang sudah dikeluarkan bokap. Membuat gua selalu fokus kuliah, berharap setelah lulus nanti bisa langsung bekerja dan meringankan beban orang tua gua.
---
Gua memicingkan kan mata saat memandang ke arah kampus dari seberang jalan. Siang ini matahari sepertinya sedang semangat-semangatnya atau mungkin awan-awan yang biasa menghalangi sinarnya sedang enggan menyelimuti daerah Meruya dan sekitarnya. Gua menyebrangi jalan kemudian masuk kedalam area kampus, sambil menenteng sebuah mock-up paper bag untuk di acc dosen pembimbing. Iya gua sedang dalam proses skripsi di fakultas Desain Komunikasi Visual di universitas yang banyak orang sebut sebagai kampus api biru, gua sendiri menamainya sebagai ’kampus membleh’, kenapa gua namai begitu? Karena gara-gara kampus ini lah bokap nyokap gua harus rela ’membleh’ mengeluarkan biaya yang nggak sedikit buat biaya kuliah gua.
Mata gua tertuju ke sebuah papan pengumuman besar yang terletak nggak begitu jauh dari ruang administrasi, dekat dengan tangga untuk naik ke lantai atas. Ada beberapa mahasiswa yang sedang berkerumun disana, penasaran gua menghampirinya. Ternyata sebuah pengumuman tentang ’gahtering’ anak-anak mapala yang menarik perhatian banyak mahasiswa didepan papan pengumuman yang dilapis kaca tersebut. Gua Cuma menggumam ’yaelah’ kemudian mencoba menyeruak kerumunan tersebut, mencoba sesegera mungkin keluar dari kerumunan mahasiswa yang sekarang mulai tambah banyak dan semakin beraroma ’prengus’ khas bau matahari. Sampai gua melihat sebuah brosur yang ditempel disudut paling bawah papan itu, dengan tone warna biru muda berjudul ” Join us and Get your Overseas Scholarship” dengan sebuah tagline dibawahnya; ”Get Yout Remarkable Career”. Gua kembali kedalam kerumunan, mengeluarkan sebuah notes kecil dari dalam tas ’slempangan’ gua dan mulai mencatat.
---
Dirumah gua duduk menghadap layar monitor putih besar dengan CPU paling canggih pada jamannya; Intel Pentium 4.
Gua memandang tentara-tentara Bizantium yang tengah berbaris rapi bergerak menyisir sungai menuju ke kerajaan musuh dan bersiap melakukan serangan. Gua tengah memainkan sebuah game strategi yang bener-bener bikin gua melupakan semua tugas-tugas kuliah demi mendapatkan skor yang besoknya bisa dipamerin ke teman-teman yang lain.
Gua membuka tas, mengeluarkan catatan yang tadi gua tulis di depan papan pengumuman kampus, membacanya sekilas dan mulai menyusun rencana. Disitu gua mencatat sebuah judul; Aplikasi Beasiswa Learning Course singkat di Singapore dengan isian bahwa applicants, haruslah berusia 17 tahun keatas, memiliki minat dalam bidang komunikasi dan broadcasting, punya paspor, wajib melampirkan kartu mahasiswa dan .. melampirkan sebuah essay mengenai bidang yang diminati, diketik dalam dua bahasa, dengan jumlah halaman tidak ditentukan.
Gua mengarahkan kursor komputer ke sudut kanan atas monitor, mengklik sebuah ikon dan kemudian muncul sebuah jendela dengan tulisan : ”Are you sure want to quit this game?”, gua meng-klik sebuah opsi dengan tulisan ”yes” dan meng-klik dua kali pada ikon MsWord di desktop gua. Goodbye Age of Empire... Kemudian gua mulai larut dalam sebuah essay tentang sebuah band legenda dari negrinya pangeran Charles; The Beatles.
Seminggu kemudian, disetiap harinya gua selalu berhenti didepan papan pengumuman dan memandang ke brosur biru muda tersebut. Memperhatikan tanggal batas pengirimannya, mencocokkan kembali syarat-syaratnya dengan catatan gua baru kemudian melangkah pulang.
Gua membaca lagi untuk yang ke 100 mungkin yang ke 105 kali-nya essay yang sudah selesai gua buat sebelum memasukkannya ke amplop cokelat besar. Besok paginya, gua sudah berada di kantor pos untuk mengirimkan Amplop cokelat berisi aplikasi dan essay ke alamat yang tercatat di notes kecil gua.
Gua mengucap ”Bismillah” seraya menyerahkan amplop tersebut ke petugas Pos.
---
Backsound untuk #22


Understand the things I say, don't turn away from me,
'Cause I've spent half my life out there, you wouldn't disagree.
Do you see me? Do you see? Do you like me?
Do you like me standing there? Do you notice?
Do you know? Do you see me? Do you see me?
Does anyone care?
Unhappiness where's when I was young,
And we didn't give a damn,
'Cause we were raised,
To see life as fun and take it if we can.
My mother, my mother,
She hold me, she hold me, when I was out there.
My father, my father,
He liked me, oh, he liked me. Does anyone care?
Understand what I've become, it wasn't my design.
And people ev'rywhere think, something better than I am.
But I miss you, I miss, 'cause I liked it,
'Cause I liked it, when I was out there. Do you know this?
Do you know you did not find me. You did not find.
Does anyone care?
Unhappiness where's when I was young,
And we didn't give a damn,
'Cause we were raised,
To see life as fun and take it if we can.
My mother, my mother,
She hold me, she hold me, when I was out there.
My father, my father,
He liked me, oh, he liked me.
Does anyone care?


Understand the things I say, don't turn away from me,
'Cause I've spent half my life out there, you wouldn't disagree.
Do you see me? Do you see? Do you like me?
Do you like me standing there? Do you notice?
Do you know? Do you see me? Do you see me?
Does anyone care?
Unhappiness where's when I was young,
And we didn't give a damn,
'Cause we were raised,
To see life as fun and take it if we can.
My mother, my mother,
She hold me, she hold me, when I was out there.
My father, my father,
He liked me, oh, he liked me. Does anyone care?
Understand what I've become, it wasn't my design.
And people ev'rywhere think, something better than I am.
But I miss you, I miss, 'cause I liked it,
'Cause I liked it, when I was out there. Do you know this?
Do you know you did not find me. You did not find.
Does anyone care?
Unhappiness where's when I was young,
And we didn't give a damn,
'Cause we were raised,
To see life as fun and take it if we can.
My mother, my mother,
She hold me, she hold me, when I was out there.
My father, my father,
He liked me, oh, he liked me.
Does anyone care?
Spoiler for klipnya:
regmekujo dan 13 lainnya memberi reputasi
14
Kutip
Balas
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/04/07/6448808_20140407033338.jpg)