- Beranda
- Stories from the Heart
Accidentally In Love [True Story]
...
TS
robotpintar
Accidentally In Love [True Story]
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/02/14/6448808_20140214023854.png)
Spoiler for Cover:
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/02/14/6448808_20140214024411.png)
So she said what's the problem baby
What's the problem I don't know
Well maybe I'm in love (love)
Think about it every time
I think about it
Can't stop thinking 'bout it
How much longer will it take to cure this
Just to cure it cause I can't ignore it if it's love (love)
Makes me wanna turn around and face me but I don't know nothing 'bout love
Come on, come on
Turn a little faster
Come on, come on
The world will follow after
Come on, come on
Cause everybody's after love
So I said I'm a snowball running
Running down into the spring that's coming all this love
Melting under blue skies
Belting out sunlight
Shimmering love
Well baby I surrender
To the strawberry ice cream
Never ever end of all this love
Well I didn't mean to do it
But there's no escaping your love
These lines of lightning
Mean we're never alone,
Never alone, no, no
We're accidentally in love
Accidentally in love [x7]
Accidentally I'm In Love
Spoiler for Bagian 1:
#1
Quote:
“Gila lu Bon, roti segitu banyak sayang-sayang bakal empan ikan semua!”
“Emang ngapa? Ikan jaman sekarang mah ogah makan cacing, Meng”
Gua jawab aja sekena-nya, memang niatnya gua bawa roti dari rumah buat bekal pas mancing tapi, gara-gara umpan cacing gua dari tadi nggak disentuh ikan terpaksa gua ganti dengan roti. Siapa tau mujarab.
Nggak seberapa berselang, tali pancing gua bergetar, refleks gua tarik joran sekuatnya dan mendarat dengan mulus seekor ikan yang kurang lebih seukuran telapak tangan.
“Anjritt.. dari tadi dapet sapu-sapu mulu gua!”
Sambil melepas mata kail dari mulut ikan sapu-sapu yang barusan gua angkat dan langsung gua lempar lagi kedalam kali.
Tidak berapa lama, melantun lagu “Time Like This”-nya Foo Fighter dari ponsel gua. Tertera tulisan “Rumah” dilayarnya.
“Kenapa mak?”
Karena memang cuma nyokap gua aja yang selalu telpon melalui telepon rumah. Bokap dan adik gua selalu menggunakan ponsel-nya masing-masing jika ada keperluan.
“Assalamualaikum , Mancing kagak rapi-rapi luh, nih ada kiriman surat buat elu”
“Dari siapa?”
“Kagak tau, bahasanya emak nggak ngerti”
“Simpenin dulu, nih aye udah mau pulang”
“Yaudah buruan, jangan maghriban dijalan, pamali. Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Gua kantongin lagi ponsel k-ekantong celana pendek yang sekarang udah kotor campur lumpur, sambil berteriak ke temen gua; Komeng, yang lagi berkutat dengan tali pancingnya yang kusut.
“Meng, ayo balik.. udah sore”
“Belon juga dapet sekilo, udah mau balik aje”
“Yauda elu terusin dah, gua balik duluan”
Komeng menjawab dengan sedikit gumam di bibirnya terdengar seperti “Yaelah..” sambil berjalan gontai menyusul gua.
------
Itu kejadian beberapa tahun yang lalu, dimana gua dan Komeng masih biasa mencari cacing buat umpan ikan di kebun singkong belakang rumahnya Haji Salim dan kemudian pergi memancing disepanjang pinggiran sungai Pesanggrahan, Jakarta.
Sekarang, gua sedang duduk sambil bersandar di sebuah kursi lipat di pinggir danau di daerah Leeds, Inggris. Menghabiskan hari libur akhir musim gugur dengan memancing sambil bernostalgia, mencoba membangkitkan memori tentang memancing, tentang si Komeng, tentang Jakarta, tentang rumah.
Setelah berjam-jam memancing, menghabiskan berkaleng-kaleng ‘Diet Coke’ akhirnya gua memutuskan untuk menyudahi kegiatan sialan ini. Pulang dengan membawa 6 Ekor ikan Yelowtail (di Indonesia disebut ikan patin) dan sedikit kenangan tentang ‘rumah’, gua berjalan gontai menuju tempat dimana sepeda kesayangan gua diparkir, sempat kebingungan awalnya karena sekarang ada banyak sepeda yang diparkir, padahal tadi pagi baru sepeda gua aja yang nongkrong disini, setelah celingak-celinguk akhirnya ketemu juga dan gua mulai mengayuh.
Jarak dari tempat gua biasa mancing ke tempat dimana gua tinggal di Moorland Ave, Leeds kurang lebih 3,5 mil atau kalau dalam satuan Kilometer sekitar 5,5 Km. Jarak segitu kalo disini, di Inggris bisa dibilang ‘deket’, kalau naik sepeda bisa cuma 30 menit.
Oiya, nama gua Boni. Gua lahir dan dibesarkan di Jakarta. Saat ini gua kerja dan tinggal di Leeds, Inggris sekitar 2-3 jam dari London (dengan kereta). Gua kerja sebagai Sound Designer disalah satu Agensi perfilman dan periklanan di Leeds yang juga punya kantor di London. Sudah hampir 4 tahun gua kerja dan tinggal disini, ditempat dimana nggak ada sungai dengan air berwarna cokelat keruh yang banyak ikan sapu-sapunya dan nggak ada teman yang suka menggerutu “Yaelah”.
Sambil mendengarkan “Heaven” nya Lost Lonely Boys lewat headset, gua mengayuh sepeda menuju ke rumah, pulang. Melewati jalan berpasir yang dipenuhi pohon-pohon maple di kedua sisinya menuju jalan utama. Jalan yang sangat sepi dan hening, jam menunjukkan angka 4 sore, menandakan waktu shalat maghrib, di sabtu sore seperti sekarang ini memang didaerah sini sangat sepi, kebanyakan penduduk sekitar sedang ke stadion atau pub-pub untuk menyaksikan Leeds United bertanding. Ingin buru-buru sampai di rumah, karena perut udah mulai keroncongan, gua kayuh sepeda lebih cepat. Sampai kemudian terdengar sayup-sayup suara musik yang makin lama makin nyaring, suara musik RnB yang sepertinya diputar dari dalam mobil dengan volume maksimal. Suara tersebut datang dari arah belakang dan kemudian menyusul gua, sebuah BMW silver yang melaju cepat bahkan boleh dibilang sangat cepat, sambil meninggalkan debu persis seperti mobil yang sedang Rally Dakkar.
“Orang Gila!!” gua mengumpat, masih sambil dengerin coda lagu “Heaven” nya Lost Lonely Boys. Sampai gua melihat beberapa detik kemudian lampu rem BMW tersebut menyala dan kemudian berhenti.
Deg!, “Wuanjrit, sakti juga tuh orang bisa denger suara gua” sambil berhenti dan melepas headset dari telinga. Yang ternyata setelah gua sadar, suara gua nggak sepelan pas pakai headset tadi. Gua nunggu sambil dag dig dug, kalau dia ngerti ucapan gua, dia pasti orang Indonesia dan kalo ternyata bukan gua bakal siap-siap kabur.
Pintu penumpang pun terbuka, terbuka secara paksa tepatnya, sedetik kemudian keluar seseorang dari kursi penumpang, terhuyung dan kemudian terjatuh, terdengar makian dari dalam BMW tersebut mungkin seperti “bitch” atau semacamnya dan sesaat kemudian BMW tersebut pergi, mengasapi orang yang tersungkur itu dengan debu jalanan.
Nggak mau terlalu ambil pusing, sambil bernafas lega dan bilang dalam hati; “untung bukan gua”, gua meneruskan mengayuh sepeda.
“Get up Bro, life is brutal”
gua berkata ke orang itu sambil melewatinya tetap melanjutkan mengayuh. Dan beberapa meter kemudian gua mendengar sebuah teriakan, teriakan yang (pada akhirnya) bakal merubah hidup gua.
“Woii.. Help me!, you’re Indonesian, right?”
“Tolongin gue dong…”
Gua berhenti mengayuh, turun dan bengong. Sudah hampir setahun gua nggak denger secara langsung orang bicara ke gua dengan bahasa Indonesia dan suara perempuan pula.. Lima, ah mungkin sepuluh detik kemudian baru gua memalingkan muka tapi masih tetap bengong.
“Woii..”
Akhirnya gua turun dari sepeda, kemudian menghampiri orang itu. Terduduk di depan gua sosok perempuan, hitam manis dengan kepala tertutup hood jaket hitam, celana jeans dan sepatu model boots sebetis berwarna cokelat.
“Elu nggak apa-apa?”
“Menurut Lo? Kalo gue gak apa-apa, ngapain gua teriak minta tolong elu!!”
Gua nggak menjawab, berusaha membantu dia berdiri sambil bertanya lagi bagaimana keadaannya. Sekali lagi dia mengumpat;
“Gila!, nggak punya hati banget sih lu!, ya jelas lah gue kenapa-kenapa.. nih liat!”
Sambil memperlihatkan telapak tangan dan siku-nya yang luka dan kemudian menyibak celana jeans-nya yang kotor terkena debu dan sobek di beberapa bagian akibat terlempar dari mobil tadi. Sesaat baru dia sadar kalau lutut kanannya juga luka sambil meringis kesakitan dia mencoba membersihkan luka tersebut dengan air liurnya. Sangat Indonesia sekali.
“Gua pikir tadi orang mabok yang lagi berantem, disini mah biasa begitu,mbak!”
Kemudia gua kasih satu-satunya ‘Diet Coke’ sisa memancing tadi, harusnya sih air putih tapi Cuma itu yang gua punya sekarang. Sambil menggerutu karena dikasih ‘Diet Coke’ daripada air putih, diminum juga tuh minuman soda. Kemudian gua menawarkan diri buat mengantar dia ke sebuah toko kecil di ujung jalan ini, untuk membeli plester untuk membalut luka-nya.
“Jauh nggak?”
Dia bertanya sambil menurunkan hood jaketnya dan menyibak rambutnya yang pendek seleher. Kemudian terlihat jelas sebuah luka lebam di sudut mata sebelah kiri-nya, tidak, bukan cuma satu, setidaknya ada 3 luka lebam, selain disudut matanya, satu lagi di dahi sebelah kiri dan satu lagi di sudut bibir sebelah kanan, yang terakhir tampak seperti luka yang baru karena masih meninggalkan sisa bekas darah yang membeku.
Gua nggak berani bertanya, gua hindari menatap kewajahnya sambil menjawab pertanyaa-nya bahwa tokonya nggak begitu jauh dari sini, sambil menunjuk ke arah jalan utama.
---
“Emang ngapa? Ikan jaman sekarang mah ogah makan cacing, Meng”
Gua jawab aja sekena-nya, memang niatnya gua bawa roti dari rumah buat bekal pas mancing tapi, gara-gara umpan cacing gua dari tadi nggak disentuh ikan terpaksa gua ganti dengan roti. Siapa tau mujarab.
Nggak seberapa berselang, tali pancing gua bergetar, refleks gua tarik joran sekuatnya dan mendarat dengan mulus seekor ikan yang kurang lebih seukuran telapak tangan.
“Anjritt.. dari tadi dapet sapu-sapu mulu gua!”
Sambil melepas mata kail dari mulut ikan sapu-sapu yang barusan gua angkat dan langsung gua lempar lagi kedalam kali.
Tidak berapa lama, melantun lagu “Time Like This”-nya Foo Fighter dari ponsel gua. Tertera tulisan “Rumah” dilayarnya.
“Kenapa mak?”
Karena memang cuma nyokap gua aja yang selalu telpon melalui telepon rumah. Bokap dan adik gua selalu menggunakan ponsel-nya masing-masing jika ada keperluan.
“Assalamualaikum , Mancing kagak rapi-rapi luh, nih ada kiriman surat buat elu”
“Dari siapa?”
“Kagak tau, bahasanya emak nggak ngerti”
“Simpenin dulu, nih aye udah mau pulang”
“Yaudah buruan, jangan maghriban dijalan, pamali. Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Gua kantongin lagi ponsel k-ekantong celana pendek yang sekarang udah kotor campur lumpur, sambil berteriak ke temen gua; Komeng, yang lagi berkutat dengan tali pancingnya yang kusut.
“Meng, ayo balik.. udah sore”
“Belon juga dapet sekilo, udah mau balik aje”
“Yauda elu terusin dah, gua balik duluan”
Komeng menjawab dengan sedikit gumam di bibirnya terdengar seperti “Yaelah..” sambil berjalan gontai menyusul gua.
------
Itu kejadian beberapa tahun yang lalu, dimana gua dan Komeng masih biasa mencari cacing buat umpan ikan di kebun singkong belakang rumahnya Haji Salim dan kemudian pergi memancing disepanjang pinggiran sungai Pesanggrahan, Jakarta.
Sekarang, gua sedang duduk sambil bersandar di sebuah kursi lipat di pinggir danau di daerah Leeds, Inggris. Menghabiskan hari libur akhir musim gugur dengan memancing sambil bernostalgia, mencoba membangkitkan memori tentang memancing, tentang si Komeng, tentang Jakarta, tentang rumah.
Setelah berjam-jam memancing, menghabiskan berkaleng-kaleng ‘Diet Coke’ akhirnya gua memutuskan untuk menyudahi kegiatan sialan ini. Pulang dengan membawa 6 Ekor ikan Yelowtail (di Indonesia disebut ikan patin) dan sedikit kenangan tentang ‘rumah’, gua berjalan gontai menuju tempat dimana sepeda kesayangan gua diparkir, sempat kebingungan awalnya karena sekarang ada banyak sepeda yang diparkir, padahal tadi pagi baru sepeda gua aja yang nongkrong disini, setelah celingak-celinguk akhirnya ketemu juga dan gua mulai mengayuh.
Jarak dari tempat gua biasa mancing ke tempat dimana gua tinggal di Moorland Ave, Leeds kurang lebih 3,5 mil atau kalau dalam satuan Kilometer sekitar 5,5 Km. Jarak segitu kalo disini, di Inggris bisa dibilang ‘deket’, kalau naik sepeda bisa cuma 30 menit.
Oiya, nama gua Boni. Gua lahir dan dibesarkan di Jakarta. Saat ini gua kerja dan tinggal di Leeds, Inggris sekitar 2-3 jam dari London (dengan kereta). Gua kerja sebagai Sound Designer disalah satu Agensi perfilman dan periklanan di Leeds yang juga punya kantor di London. Sudah hampir 4 tahun gua kerja dan tinggal disini, ditempat dimana nggak ada sungai dengan air berwarna cokelat keruh yang banyak ikan sapu-sapunya dan nggak ada teman yang suka menggerutu “Yaelah”.
Sambil mendengarkan “Heaven” nya Lost Lonely Boys lewat headset, gua mengayuh sepeda menuju ke rumah, pulang. Melewati jalan berpasir yang dipenuhi pohon-pohon maple di kedua sisinya menuju jalan utama. Jalan yang sangat sepi dan hening, jam menunjukkan angka 4 sore, menandakan waktu shalat maghrib, di sabtu sore seperti sekarang ini memang didaerah sini sangat sepi, kebanyakan penduduk sekitar sedang ke stadion atau pub-pub untuk menyaksikan Leeds United bertanding. Ingin buru-buru sampai di rumah, karena perut udah mulai keroncongan, gua kayuh sepeda lebih cepat. Sampai kemudian terdengar sayup-sayup suara musik yang makin lama makin nyaring, suara musik RnB yang sepertinya diputar dari dalam mobil dengan volume maksimal. Suara tersebut datang dari arah belakang dan kemudian menyusul gua, sebuah BMW silver yang melaju cepat bahkan boleh dibilang sangat cepat, sambil meninggalkan debu persis seperti mobil yang sedang Rally Dakkar.
“Orang Gila!!” gua mengumpat, masih sambil dengerin coda lagu “Heaven” nya Lost Lonely Boys. Sampai gua melihat beberapa detik kemudian lampu rem BMW tersebut menyala dan kemudian berhenti.
Deg!, “Wuanjrit, sakti juga tuh orang bisa denger suara gua” sambil berhenti dan melepas headset dari telinga. Yang ternyata setelah gua sadar, suara gua nggak sepelan pas pakai headset tadi. Gua nunggu sambil dag dig dug, kalau dia ngerti ucapan gua, dia pasti orang Indonesia dan kalo ternyata bukan gua bakal siap-siap kabur.
Pintu penumpang pun terbuka, terbuka secara paksa tepatnya, sedetik kemudian keluar seseorang dari kursi penumpang, terhuyung dan kemudian terjatuh, terdengar makian dari dalam BMW tersebut mungkin seperti “bitch” atau semacamnya dan sesaat kemudian BMW tersebut pergi, mengasapi orang yang tersungkur itu dengan debu jalanan.
Nggak mau terlalu ambil pusing, sambil bernafas lega dan bilang dalam hati; “untung bukan gua”, gua meneruskan mengayuh sepeda.
“Get up Bro, life is brutal”
gua berkata ke orang itu sambil melewatinya tetap melanjutkan mengayuh. Dan beberapa meter kemudian gua mendengar sebuah teriakan, teriakan yang (pada akhirnya) bakal merubah hidup gua.
“Woii.. Help me!, you’re Indonesian, right?”
“Tolongin gue dong…”
Gua berhenti mengayuh, turun dan bengong. Sudah hampir setahun gua nggak denger secara langsung orang bicara ke gua dengan bahasa Indonesia dan suara perempuan pula.. Lima, ah mungkin sepuluh detik kemudian baru gua memalingkan muka tapi masih tetap bengong.
“Woii..”
Akhirnya gua turun dari sepeda, kemudian menghampiri orang itu. Terduduk di depan gua sosok perempuan, hitam manis dengan kepala tertutup hood jaket hitam, celana jeans dan sepatu model boots sebetis berwarna cokelat.
“Elu nggak apa-apa?”
“Menurut Lo? Kalo gue gak apa-apa, ngapain gua teriak minta tolong elu!!”
Gua nggak menjawab, berusaha membantu dia berdiri sambil bertanya lagi bagaimana keadaannya. Sekali lagi dia mengumpat;
“Gila!, nggak punya hati banget sih lu!, ya jelas lah gue kenapa-kenapa.. nih liat!”
Sambil memperlihatkan telapak tangan dan siku-nya yang luka dan kemudian menyibak celana jeans-nya yang kotor terkena debu dan sobek di beberapa bagian akibat terlempar dari mobil tadi. Sesaat baru dia sadar kalau lutut kanannya juga luka sambil meringis kesakitan dia mencoba membersihkan luka tersebut dengan air liurnya. Sangat Indonesia sekali.
“Gua pikir tadi orang mabok yang lagi berantem, disini mah biasa begitu,mbak!”
Kemudia gua kasih satu-satunya ‘Diet Coke’ sisa memancing tadi, harusnya sih air putih tapi Cuma itu yang gua punya sekarang. Sambil menggerutu karena dikasih ‘Diet Coke’ daripada air putih, diminum juga tuh minuman soda. Kemudian gua menawarkan diri buat mengantar dia ke sebuah toko kecil di ujung jalan ini, untuk membeli plester untuk membalut luka-nya.
“Jauh nggak?”
Dia bertanya sambil menurunkan hood jaketnya dan menyibak rambutnya yang pendek seleher. Kemudian terlihat jelas sebuah luka lebam di sudut mata sebelah kiri-nya, tidak, bukan cuma satu, setidaknya ada 3 luka lebam, selain disudut matanya, satu lagi di dahi sebelah kiri dan satu lagi di sudut bibir sebelah kanan, yang terakhir tampak seperti luka yang baru karena masih meninggalkan sisa bekas darah yang membeku.
Gua nggak berani bertanya, gua hindari menatap kewajahnya sambil menjawab pertanyaa-nya bahwa tokonya nggak begitu jauh dari sini, sambil menunjuk ke arah jalan utama.
---
DAFTAR ISI
Quote:
CHAPTER 1
#1 The Beginning
#2 Truly Gentlemen
#3 Place Called Home
#4 The Morning Fever
#5 A Miserable Story
#6 Night Rain
#7 Inside My Head
#8 That Day
#9 Be Tough
#10 Mukena
#1 The Beginning
#2 Truly Gentlemen
#3 Place Called Home
#4 The Morning Fever
#5 A Miserable Story
#6 Night Rain
#7 Inside My Head
#8 That Day
#9 Be Tough
#10 Mukena
Quote:
CHAPTER 2
#11-A Trip To Manchester
#11-B The Swiss Army
#12 Here's and Back Again
#13 I Miss You So Bad
#14 Going Mad
#15 Promise
#16 You’ll Be The Only Light I See
#17 The Winter Tears
#18 She's Gone
#19 That Memories
#11-A Trip To Manchester
#11-B The Swiss Army
#12 Here's and Back Again
#13 I Miss You So Bad
#14 Going Mad
#15 Promise
#16 You’ll Be The Only Light I See
#17 The Winter Tears
#18 She's Gone
#19 That Memories
Quote:
CHAPTER 3
[URL="http://www.kaskus.co.id/show_post/530ff7e41acb17030d8b48f1/479/- "]#19-A The Hood[/URL]
#19-B Heres And Back Again II
#19-C Weak
#19-D Surrender
#19-E The Choice
#19-F Anything For You
#19-G Chelsea Number 8
#19-H Its not always about gold and glory
#19-I Aku
#19-J The Words
#19-K The Persian Cat
#19-L You Really The Only Light I See
#19-M So Be It
#19-N Less Than Perfect
#20 That Day II
[URL="http://www.kaskus.co.id/show_post/530ff7e41acb17030d8b48f1/479/- "]#19-A The Hood[/URL]
#19-B Heres And Back Again II
#19-C Weak
#19-D Surrender
#19-E The Choice
#19-F Anything For You
#19-G Chelsea Number 8
#19-H Its not always about gold and glory
#19-I Aku
#19-J The Words
#19-K The Persian Cat
#19-L You Really The Only Light I See
#19-M So Be It
#19-N Less Than Perfect
#20 That Day II
Quote:
CHAPTER 4 The Prekuel
#21 The Prologue
#22 My Precious
#23 Ticket to Ride
#24 Singapore
#25 Dreams
#26 The Awkward Moment
#27 Logic
#28 Driver In Life
#29 The Risk Taker
#30 Sorry
#31 Rise Again
#32 Goodbye
#21 The Prologue
#22 My Precious
#23 Ticket to Ride
#24 Singapore
#25 Dreams
#26 The Awkward Moment
#27 Logic
#28 Driver In Life
#29 The Risk Taker
#30 Sorry
#31 Rise Again
#32 Goodbye
Quote:
CHAPTER 5!!
#33 London
#34 Unwell
#35 I Was Here
#36 Leeds
#37 New Home, New Life
#38 Alone
#39 Intermezo
#40 Goin' Trough
#41 At Glance
#42 The Past of The Future
#33 London
#34 Unwell
#35 I Was Here
#36 Leeds
#37 New Home, New Life
#38 Alone
#39 Intermezo
#40 Goin' Trough
#41 At Glance
#42 The Past of The Future
Quote:
CHAPTER 6
#43 My First ...
#44 If Lovin' You ...
#45 Goin' Back
#46 Leeds II
#47 I Love You (Jealousy)
#48 After All
#49 Hell Yeah
#50 Conflict
#51 Liar-Liar
#52 Memories
#43 My First ...
#44 If Lovin' You ...
#45 Goin' Back
#46 Leeds II
#47 I Love You (Jealousy)
#48 After All
#49 Hell Yeah
#50 Conflict
#51 Liar-Liar
#52 Memories
Quote:
Quote:
Diubah oleh robotpintar 10-04-2014 08:46
namakuag dan 119 lainnya memberi reputasi
118
1.3M
Kutip
2.3K
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
robotpintar
#581
Spoiler for Bagiab ke Sembilan belas E:
#19-E The Choice
Quote:
Gua berjalan melintasi jalan di depan Leeds University, pagi ini gua lebih memilih jalan kaki daripada naik sepeda, alasannya klasik; sekalian olahraga. Padahal bersepeda dan berjalan kaki menurut kebanyakan orang adalah sama-sama olahraga. Buat gua, kerja di Leeds sebagai karyawan kelas ’sudra’ alat transportasi paling ekonomis adalah sepeda dan berjalan kaki. Sungguh suatu pengalaman yang mungkin nggak bakal gua dapet di Indonesia.
Gua berjalan menyusuri trotoar, pagi ini suasana di sekitar kampus terlihat sepi mungkin karena sekarang udah masuk ke pertengahan Desember, jadi udah banyak yang ngambil libur untuk natalan. Trotoar di sepanjang jalan yang gua lalui masih menyisakan butiran-butiran putih salju yang tersisa bekas hujan semalam. Gua memasukan kedua tangan kedalam saku jaket, menghindari udara dingin menyisir tangan telanjang gua, ya gua emang kurang nyaman menggunakan sarung tangan dengan alasan yang klise; susah ngupil.
Ponsel gua berdering, sebuah notifikasi untuk pesan baru. Dari Ines, gua tau dari bunyi nada dering-nya, tadi malam gua menyetel ringtone khusus untuk panggilan dan pesan masuk dari Ines. Gua mengeluarkan ponsel dan membaca pesannya.
”Jgn lpa mkn siang..”
Sebuah pesan yang sangat singkat tapi berhasil membuat gua tersenyum-senyum sendiri dan merasa kegirangan. Buru-buru gua membalasnya;
”FYI disini masih jam 7.. lu udah makan?”
Nggak berapa lama, datang sms balasan dari Ines;
”Udaah doong, pke telor..
Bon...
Kangeeeeennn”
Gua tersenyum lagi membaca sms balasan dari Ines, kemudian menekan tombol telepon berwarna hijau, melakukan panggilan ke Ines.
Nada sambungnya berbunyi nggak sampai dua kali sampai terdengar suara manja-nya dari ujung telepon.
”Halooooo...ines speaking”
”Norak..”
”Biarin..ehKok telepon?”
”Katanya kangen...”
”Yee iya gue kangen tapi bukan sama suara elo..”
”Lah terus sama siapa?”
”Sama orang-nya bukan sama suaranya doang..”
”Dasar.. eh elu ngapain balik? Kan gua udah bilang nginep aja dulu, ntar kalo johan balik lagi gimana? Susah banget dibilangin..”
”Ya abisnya gue kan nggak enak bon sama nyokap bokap lo..gimana gitu..”
”Terus lu nggak mikirin keselamatan lu sendiri?”
Gua sedikit menegaskan suara sambil menghardik Ines.
”Kalo terjadi apa-apa sama lu gimana?
Kalo Johannya nekat gimana?”
”Jangan galak-galak kenapa si bon?”
”Ya elu-nya dibilangin batu banget...”
”...”
”Haloo,.. haloo, nes..”
Kemudian terdengar suara terisak, suara yang familiar banget buat gua.
”Nes..”
”...”
”Halo nes..”
”Gue kan nggak enak bon, ngerti kek..”
”Ya sekarang lu milih ’nggak enak’ apa disatronin johan lagi”
”Ya gue juga bingung bon, tambah lo-nya pake marah-marah lagi..”
”Yaudah maaf, maaf.. gua nya kebawa emosi..”
”...”
”Yaudah kalo lu mau dirumah aja nggak apa-apa, dikunci aja pintunya, jangan kemana-mana dulu...”
”Sampe kapan? Sampe lo balik? Lo-nya aja nggak jelas baliknya kapan..trus gua harus nunggu sampe kapan bon?”
Gua terdiam, sejenak perasaan gua serasa diaduk-aduk. Ulu hati gua terasa sesak.
”Sabar ya nes..”
”Sabarnya sampe kapan? Sampe tua..”
Tut tut tut tut
Sambungan telepon terputus, gua memandang layar ponsel, kemudian berniat mengirim sms ke Ines buat minta maaf, tapi gua urungkan. Gua mempercepat langkah menuju ke kantor, gerimis mulai turun. Gua menundukkan wajah sambil menerjang hujan.
Dikantor, setelah membuat secangkir kopi, gua duduk didepan meja kerja dan mulai mengecek email. Ada beberapa email masuk tapi yang paling menarik atensi gua adalah sebuah email dengan nama pengirim; SoemarniJF. Gua meng-klik nya, email tersebut terbuka dan gua mulai membacanya, perlahan, dengan seksama. Mata gua terhenti pada tulisan di paragraf kedua yang isinya kira-kira begini;
”Selamat bergabung diperusahaan kami pak Boni”,
Gua menyelesaikan membaca sisa email tersebut, diakhir tulisan tercantum nama dan nomor telepon si pengirim. Nggak membuang waktu, gua menghubungi nomor tersebut.
Satu jam berikutnya gua sudah berada di salah satu ruangan di lantai empat, ruang atasan gua. Atasan gua sedikit terkejut dengan keputusan pengunduran diri gua, beliau berulang kali menanyakan alasan pengunduran diri gua dan berulang kali gua mengatakan alasan yang sama; Ines.
Beliau sempat diam sejenak, kemudian mangatakan kemungkinan adanya kenaikan gaji dibulan selanjutnya, gua Cuma menggeleng, tetap pada pendirian gua. Akhirnya dia mengangguk kemudian berdiri dan menepuk pundak gua.
”Well done, son.. well done.. i know this is hard for you and also very difficult for this company, you’ve show your attitude, your hard work and your loyalty towards this company.. ”
”Thank you, sir.. ”
Gua kemudian menawarkan diri untuk ’extend’ selama satu atau dua minggu, tapi atasan gua mengatakan; ”It would be unnecessary,son... go and catch your dream”.
Gua tersenyum dan menjabat tangannya kemudian mengatakan kalau gua masih punya tanggung jawab dalam project iklan AIDS yang masih belum selesai, beliau mengangguk dan ikut tersenyum.
Ada sedikit dilema sebelum gua benar-benar mengambil keputusan ini, disatu sisi bekerja di Inggris adalah sebuah pencapaian yang luar biasa buat gua, apalagi saat atasan gua menawarkan peningkatan gaji untuk menahan gua, sebuah kehormatan tersendiri, ya memang disini yang namanya pekerja dari asia lebih menguntungkan buat perusahaan dari segi ekomoni, karena rata-rata orang asia etos kerjanya tinggi dengan salary yang bisa dibilang lebih ’murah’ daripada pekerja lokal dengan kemampuan yang sama.
Sedangkan disisi lain gua menyadari betapa gua mebutuhkan Ines.
---
Dua hari berikutnya gua berada dikantor, berusaha menyelesaikan project terakhir ini secepatnya. Sambil menyeruput kopi yang masih panas gua mengambil ponsel, mencari nama Ines dan mengetik sebuah pesan untuknya.
”Lg apa?”
Dia membalas;
”Lgi di Kampus, ngambil Ijazah. Ud makan?”
Gua tersenyum membaca balasan pesan dari Ines, dari kemarin dia Cuma membalas pesan gua seperlunya aja, Cuma; Iya, ok, blm atau uda. Sepertinya hari ini dia sudah mulai melunak, nggak lagi marah. Kemudian gua mengetik; ”Udah, ati ati ya” kemudian mengirimnya.
Tadinya gua berniat menceritakan pengunduran diri gua ke Ines, tapi gua mengurungkan niat tersebut, biarlah ini menjadi hadiah buat dia.
Dua jam berikutnya project ini akhirnya selesai dan Glenn yang kebagian jatah buat persentasi, gua menatap layar monitor laptop kemudian melakukan pencarian jadwal penerbangan untuk pulang ke Indonesia. Setengah jam lebih gua berkutat diantara situs-situs maskapai penerbangan, gua mengusap-usap wajah, menyadari kalau sekarang bulan Desember dan sudah dekat dengan Natal, semua penerbangan ke Indonesia habis kalaupun ada harganya sangat nggak masuk akal. Gua mencoba mengkalkulasi-nya dan kemudian menggeleng-geleng kan kepala, kayaknya harus pulang setelah Tahun baru.
---
Seahri sebelum natal. Gua duduk, berselimut di sofa menikmati secangkir kopi panas sambil menonton acara tivi dimana hampir semua stasiun menyiarkan acara yang berisi konten natal. Gua menciumi aroma selimut yang dulu sempat dipakai Ines, mencoba mengingat-ingat kenangan waktu Ines masih disini, gua melihat ke arah jam yang menunjukkan pukul tiga sore kemudian gua mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Ines.
”Halo..”
”Halooooo .. ”
”Lagi apa?”
”Lagi nonton home alone, lo?”
”Lagi mikirin elu..”
”Asiiikk ada yang mikirin..”
”Sendirian?”
”Iya..”
”Pintunya dikunci..”
”udah kok.. eh udah makan?”
”Udah.. lo?”
”Gue udah, tadi beli nasi goreng di depan, pasti makan mie instan?”
”Hehe iya..”
”Nggak lagi ngerokok kan?”
”Saat ini nggak..”
”Goodboy.. eh bon, gue belom sempet bilang elo, gue tadi abis interview”
”Interview kerja?”
”Iya..”
”Hah dimana?”
”Di ****** (menyebut salah satu nama tempat kursus bahasa inggris terkenal di Jakarta)
”Waah, jadi apa?”
”Ngajar bahasa inggris..”
”Hebat.. mudah-mudahan keterima deh, jauh nggak?”
”Deket.. di depok juga kok”
”Manteb...”
”Eh bon, gua kangen nih..”
”Sama gua?”
”Iya, emang sama siapa lagi..”
”Sama dong..”
”Trus harus gimana?”
”Ya nggak gimana-gimana..”
”Ah nggak asik..”
”Udah ah, males ngomongin ’kangen’ ntar lu ngambek lagi..”
”Yee elo nya aja..”
”Udah ya nes, tagihan nih ntar bengkak..”
”Yah, masih kangen..”
”Besok terusin lagi..”
”Ya besok juga sama aja, tagihannya.. hehehe yaudah deh, tidurnya jangan malem-malem”
”Ya disini masih jam tiga nes..”
”Oiya.. yaudah deh.. jaga diri ya..”
”Elu yang jaga diri..”
”Ya deh.. dada..”
”Bye..”
Gua meletakkan ponsel diatas meja, menuju ke kamar mandi dan memandang ke cermin, kemudian terkekeh sendirian. Apakah gua seganteng itu sampai ada cewek yang mau kangen sama gua.
Setelah sejenak mengaggumi ketampanan gua di cermin kamar mandi, gua membuka laptop dan mencoba (lagi) mencari tiket pesawat untuk keberangkatan tanggal 26 Desember. Gua tetap berkutat di situs-situs maskapai penerbangan dan akhirnya memutuskan untuk memesan satu tiket tanggal 26, walaupun mahal, biarlah tak mengapa asal kangen ini terobati.
Gua melakukan proses-proses pemesanan tiket online sampai dimana gua tertegun sebentar setelah melihat iklan di tivi yang menayangkan jadwal pertandingan liga Inggris pada ’Boxing day’ sehari setelah natal, tanggal 26. Gua kemudian secara spontan meng-klik tombol cancel.
---
Backsound Untuk #19-E


Desert loving in your eyes all the way
If I listened to your lies would you say
I'm a man
without conviction
I'm a man
who doesn't know
How to sell a contradiction
You come and go
You come and go
Karma Karma Karma Karma Karma Chameleon
You come and go
You come and go
Loving would be easy if your colors were like my dream
Red gold and green
Red gold and green
Didn't hear your wicked words every day
And you used to be so sweet I heard you say
That my love
was an addiction
When we cling
our love is strong
When you go
you're gone forever
You string along
You string along
Every day is like a survival
You're my lover not my rival
Every day is like a survival
You're my lover not my rival
I'm a man without conviction
I'm a man who doesn't know
How to sell a contradiction
You come and go
You come and go


Desert loving in your eyes all the way
If I listened to your lies would you say
I'm a man
without conviction
I'm a man
who doesn't know
How to sell a contradiction
You come and go
You come and go
Karma Karma Karma Karma Karma Chameleon
You come and go
You come and go
Loving would be easy if your colors were like my dream
Red gold and green
Red gold and green
Didn't hear your wicked words every day
And you used to be so sweet I heard you say
That my love
was an addiction
When we cling
our love is strong
When you go
you're gone forever
You string along
You string along
Every day is like a survival
You're my lover not my rival
Every day is like a survival
You're my lover not my rival
I'm a man without conviction
I'm a man who doesn't know
How to sell a contradiction
You come and go
You come and go
Spoiler for klipnya:
Diubah oleh robotpintar 03-03-2014 09:30
regmekujo dan 17 lainnya memberi reputasi
18
Kutip
Balas
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/04/07/6448808_20140407033338.jpg)