- Beranda
- Kalimantan Tengah
Mitos, Budaya, Legenda, Cerita Rakyat, dan Sejarah
...
TS
TuaGila
Mitos, Budaya, Legenda, Cerita Rakyat, dan Sejarah
Tabe... karena yang lama ketinggalan di arsip old Kaskus, kini saya buka kembali thread
Mitos, Budaya, Legenda, Cerita Rakyat, dan Sejarah
.. sebagai informasi bagi kita bersama
Mitos, Budaya, Legenda, Cerita Rakyat, dan Sejarah
.. sebagai informasi bagi kita bersama
selamat menikmati 

Indeks:
- Mengenal Sosok “GEORGE OBOS” [Pahlawan/Sejarah]
- PULAU SELUNG/SELONG
- JIpen (Budak) dalam Budaya Dayak Ngaju
- TOTOK BAKAKAK /SANDI/KODE
- Makna Mimpi
- Kesaktian/Kepercayaan
- Asal Usul Manusia Dayak
- Pembagian Suku Dayak
- Bentuk Hukum Adat Suku Dayak & Asal Usul Nama Kalimantan
- Penyebaran Orang Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah
- Pandangan Orang Dayak Ngaju Terhadap Tamu Asing dan Pendatang Baru
- Pernikahan Menurut Adat Dayak Ngaju (1)
- Pernikahan Menurut Adat Dayak Ngaju (2)
- Upacara Kematian Dayak Ma'anyan
- Upacara kematian Dayak Ngaju
- Dinamika Kebudayaan Dalam Suku Dayak Ngaju
- Tandak Tutur Tawur Hasapa
Tandak Tutur Tawur Hasapa (2) - Kepercayaan Orang Dayak Tentang Kesaktian
- Ranying Hatalla dan Asal Mula Penciptaan Alam Semesta
- Sepenggal Catatan Sejarah Tumbang Anoi
- Sejarah Pulau Borneo (Kalimantan)
- Sejarah Kaharingan
- Profil Suku Dayak Ngaju
- Suku Dayak Bukit
- petatah petitih suku dayak ngaju
- Arti Perlambangan Pohon Batang Garing
- Tujuh Prinsip Panutan & Norma Dayak Kalteng
- Budaya Tradisional Kalimantan Tengah
- Beberapa Pantangan Dalam Suku Dayak Ngaju
- Pangkalima Burung
- Riwayat Rapat Damai Tumbang Anoi
Riwayat Rapat Damai Tumbang Anoi (2)
Riwayat Rapat Damai Tumbang Anoi (3) - Upacara Tantulak
- Mandau
- Cara Menaking Mandau
- Orang Dayak mengenal tiga relasi yang benar-benar harus dijaga
- Hasaki Hapalas
- Lilis Lamiang
- Sumpah Setia
- Konsep Kepemimpinan Suku Dayak Khususnya di Daerah Kalimantan Tengah
- Gelar Bangsawan Dayak
- Suling Balawung
- Tari-Tarian Wadian Dadas / Bawo / Bulat
- Tari Manasai
- 96 PASAL HUKUM ADAT TUMBANG ANOI
- Tari Mandau
- Laluhan
- Seni BUdaya
- Arti Hampatung/Patung Bagi Waga Suku dayak Kalimantan Tengah
- Pakalu
- Makna Warna Manik Batu Suku Dayak
- Koper Uei
- Almanak Dayak Ngaju & Istilah Hubungan Kekerabatan Dayak Bakumpai
- Habukung
- Seni Budaya Dayak
- Nan Sarunai Usak Jawa
Nan Sarunai Usak Jawa (2) - Jenis Tajau dan Belanga
- Dahiang Atau Petanda
- PULIH – ILMU RACUN DAYAK
- HANTU PUJUT – HANTU KAPPA DAYAK
- BARABUN – Tradisi mengusir hama / roh jahat
- Kangkamiak
- Rantai Babi Mustika Dayak
- Nyai Balau Kehilangan Anak (Cerita Rakyat)
- GREAT DAYAK STATE – NEGARA DAYAK BESAR (Sejarah)
- SUSUNAN MASYARAKAT DAYAK PADA JAMAN DAHULU
- JUKUNG RANGKANG – PERAHU TRADISIONAL DAYAK
- CARA MENGATASI KETULANGAN
- “MIMBIT AREP” – KEHAMILAN DALAM BUDAYA DAYAK NGAJU
- WATU BALAI – SITUS KERAMAT DAYAK MAANYAN
- LUWUK – SENJATA DAYAK MAANYAN
- RITUAL MEMBERKATI BENIH PADI SUKU DAYAK SEBELUM MENUGAL
- MANDAU DAS KAHAYAN
- PANGANTUHU – KERAMAT MANGKATIP KALIMANTAN TENGAH
- Tari Giring-Giring
- ANJING DALAM BUDAYA DAYAK
Diubah oleh TuaGila 24-06-2020 18:29
nona212 dan lina.wh memberi reputasi
2
131.2K
98
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Kalimantan Tengah
664Thread•268Anggota
Tampilkan semua post
Deka04
#58
Silsilah Raja-raja
Sejarah Kerajaan Nan Sarunai yang sangat panjang ternyata tidak diimbangi dengan referensi data yang valid, termasuk informasi mengenai silsilah raja-rajanya. Dari berbagai sumber yang ditemukan, hanya sekelumit saja yang menyinggung nama orang-orang yang diperkirakan pernah menjadi kepala pemerintahan Kerajaan Nan Sarunai. Noorselly Ngabut alias Babe Kuden hanya berhasil menemukan dua orang saja dari sekian banyak raja yang pernah memimpin Kerajaan Nan Sarunai.
Dalam tulisannya, Babe Kuden menyebut nama Datu Sialing dan Datu Gamiluk Langit. Kedua orang ini diduga pernah berperan sebagai pemimpin Suku Dayak Manyaan sekaligus raja Kerajaan Nan Sarunai. Namun, belum diketahui apakah mereka berdua memerintah secara bersama-sama atau bergantian. Informasi yang paling jelas adalah bahwa Datu Sialing dan Datu Gamiluk Langit adalah dua orang yang memimpin sekelompok anggota masyarakat etnis Maanyan untuk mencari tempat pemukiman baru yang lebih menjanjikan sebagai tempat penghidupan (Babe Kuden, dalam Banjarmasin Post, 21 September 2005). Akhirnya, mereka mendirikan pusat pemerintahan Kerajaan Nan Sarunai di sebuah tempat yang bernama Lili Kumeah.
Sementara itu, Sutopo Ukip dalam artikelnya yang diberi judul “Balai Adat Jadi Lambang Persaudaraan Orang Maanyan, Banjar, dan Madagaskar”, dituliskan bahwa pada tahun 1309 M, terdapat seorang raja yang memimpin Kerajaan Nan Serunai, bernama Raden Japutra Layar yang memerintah pada kurun 1309-1329 M. Gelar raden yang disandang sang raja berasal dari Kerajaan Majapahit, karena Japutra Layar sebelum menjadi Raja Nan Sarunai adalah seorang pedagang yang sering bergaul dengan para bangsawan dari Majapahit (Sutopo Ukip, 2008).
Ukip meyakini bahwa Raden Japutra Layar adalah raja pertama Kerajaan Nan Sarunai. Keyakinan Ukip ini mungkin didasarkan pada pola, sistem, dan struktur pemerintahan Kerajaan Nan Sarunai yang sudah menjadi jauh lebih baik dibandingkan masa-masa sebelumnya. Seperti diketahui, Kerajaan Nan Sarunai adalah pemerintahan yang dikelola oleh orang-orang Suku Dayak Maanyan dan diduga sudah eksis pada kisaran waktu antara 242 hingga 226 Sebelum Masehi sehingga diperkirakan sistem pemerintahannya, termasuk dalam hal kepemimpinan, belum terorganisir dengan baik. Masih menurut Ukip, penerus Raden Japutra Layar sebagai pemimpin Kerajaan Nan Sarunai adalah Raden Neno (1329-1349) dan kemudian Raden Anyan (1349-1355). Raden Anyan, bergelar Datu Tatuyan Wulau Miharaja Papangkat Amas, adalah raja terakhir Kerajaan Nan Sarunai sebelum riwayat kerajaan ini tamat akibat serangan dari Kerajaan Majapahit.
Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan Kerajaan Nan Sarunai pada masa purba belum diketahui dengan pasti. Namun, sebelum kerajaan ini berdiri, terlebih dulu terdapat beberapa komunitas dari Suku Dayak Maanyan yang memilikim pusat kekuasaan masing-masing. Pada suatu ketika, pusat-pusat kekuasaan itu berhasil dipersatukan dalam suatu pusat kekuasaan yang lebih luas (Alfani Daud, 1997:2). Ketika penataan organisasi dalam gabungan komunitas Suku Dayak Maanyan tersebut berhasil dioperasionalkan, meski dengan bentuk yang masih sangat sederhana, maka kemudian terbentuklah sebuah negara suku yang dikenal dengan nama Kerajaan atau Negara Nan Sarunai (Ideham, eds., 2003). Selain itu, pemerintahan Kerajaan Nan Sarunai dikategorikan sebagai peradaban yang masih “primitif” (Ideham, eds., 2007:17). Negara atau kerajaan “primitif” tidak bersifat tirani bagi yang diperintahnya (Georges Balandier, 1986:192). Oleh karena itu, sebagai negara “primitif”, maka staf administrasi tidak ditemukan dalam struktur pemerintahan Kerajaan Nan Sarunai (Ideham, eds., 2007:16).
Orang-orang Maanyan di Kerajaan Nan Sarunai adalah masyarakat yang homogen (Ideham, eds., 2003). Mereka menata kehidupan komunitasnya dengan sangat harmonis sesuai dengan aturan adat yang berisi hukum tradisional, termasuk larangan-larangan dalam hukum adat. Hubungan fundamental di dalam lingkungan Kerajaan Nan Sarunai tercipta berdasarkan genealogis yang disebut ipulaksanai yang berarti “bersambung usus”. Dalam konteks sistem kekerabatan di lingkungan Kerajaan Nan Sarunai, ipulaksanai dapat dimaknai sebagai saudara atau kerabat. Dengan demikian, Kerajaan Nan Sarunai lebih cenderung berperan sebagai media untuk kepentingan rakyatnya. Hubungan antar personal di dalam lingkungan Kerajaan Nan Sarunai diikat oleh jalinan kekeluargaan berdasarkan satu keturunan (Ideham, eds., 2007:16).
Raja tetap memiliki kekuasaan tertinggi sebagai kepala suku maupun kepala pemerintahan. Otoritas tradisional yang berlaku di lingkungan Kerajaan Nan Sarunai adalah patrikalisme yang pengawasannya berada di tangan seorang individu tertentu yang memiliki kewenangan warisan (Ideham, eds., 2007:16). Pemimpin Kerajaan Nan Sarunai mengendalikan pemerintahan dari sebuah rumah panjang bertipe rumah panggung yang dikenal sebagai Rumah Betang atau Rumah Lamin. Rumah Betang ini tidak lain merupakan istana bagi Raja Nan Sarunai. Rumah Betang mempunyai ciri khusus untuk membedakannya dari rumah-rumah biasa, yakni Rumah Betang tersebut berbentuk tanda plus (Ideham, eds., 2007:16).
Kehidupan orang-orang Suku Dayak Manyaan di Kerajaan Nan Serunai berlangsung hingga berabad-abad lamanya. Selama kurun waktu ribuan tahun itu, sistem pemerintahan yang berlaku di Kerajaan Nan Sarunai masih dijalankan secara sederhana. Baru pada tahun pada tahun 1309 M, Kerajaan Nan Sarunai dianggap sudah memiliki sistem pemerintahan yang lebih baik ketika dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Japutra Layar (Sutopo Ukip, 2008). Pada masa ini, sistem pemerintahan, termasuk dalam hal pemberian gelar kehormatan, di dalam Kerajaan Nan Sarunai sudah terpengaruh tradisi dari Kerajaan Majapahit. Gelar raden diberikan secara khusus hanya untuk seorang raja, sedangkan para bangsawan lainnya memakai gelar patih, uria, damong, pating’i, datu, dan sebagainya (Ideham, eds., 2007:16).
Wilayah Kekuasaan
Daerah-daerah yang menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Nan Sarunai adalah meliputi sebagian besar tempat yang sekarang termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Hulu Utara dan Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan. Diperkirakan, wilayah kekuasaan Kerajaan Nan Sarunai terbentang luas dari Tabalong hingga ke daerah Pasir (Licco Indrawan dalam http://indonesia-life.info). Orang-orang Suku Dayak Maanyan, juga ketika sudah mendirikan Kerajaan Nan Sarunai, sering berpindah-pindah tempat bermukim, namun masih berlokasi di sekitar Sungai Tabalong dan dekat dengan Pegunungan Meratus.
Beberapa tempat yang pernah menjadi wilayah permukiman orang-orang Suku Dayak Maanyan sekaligus sebagai wilayah kekuasaan Kerajaan Nan Sarunai antara lain: Pulau Hujung Tanah, Kuripan, Lili Kumeah, Margoni, Sinobala, Lalung Kawung, Lalung Nyawung, Sidamatung, Etuh Bariungan, dan Pupur Purumatung (Ganie, 2009). Selain itu, masih ada sejumlah tempat lain yang secara kronologis pernah digunakan sebagai tempat bermukim oleh orang-orang Suku Dayak Maanyan, antara lain Gunung Rumung, Katuping Balah, Wamman Sabuku, Patukangan, Labuhan Amas, Bakumpai Lawas, Abun Alas, Muara Binsu, Danau Salak Dangka Nangki, Kupang Sunung, Danaukien, Tuntang Alu, dan Baras Ruku (Ideham, eds., 2007:16).
Sejarah Kerajaan Nan Sarunai yang sangat panjang ternyata tidak diimbangi dengan referensi data yang valid, termasuk informasi mengenai silsilah raja-rajanya. Dari berbagai sumber yang ditemukan, hanya sekelumit saja yang menyinggung nama orang-orang yang diperkirakan pernah menjadi kepala pemerintahan Kerajaan Nan Sarunai. Noorselly Ngabut alias Babe Kuden hanya berhasil menemukan dua orang saja dari sekian banyak raja yang pernah memimpin Kerajaan Nan Sarunai.
Dalam tulisannya, Babe Kuden menyebut nama Datu Sialing dan Datu Gamiluk Langit. Kedua orang ini diduga pernah berperan sebagai pemimpin Suku Dayak Manyaan sekaligus raja Kerajaan Nan Sarunai. Namun, belum diketahui apakah mereka berdua memerintah secara bersama-sama atau bergantian. Informasi yang paling jelas adalah bahwa Datu Sialing dan Datu Gamiluk Langit adalah dua orang yang memimpin sekelompok anggota masyarakat etnis Maanyan untuk mencari tempat pemukiman baru yang lebih menjanjikan sebagai tempat penghidupan (Babe Kuden, dalam Banjarmasin Post, 21 September 2005). Akhirnya, mereka mendirikan pusat pemerintahan Kerajaan Nan Sarunai di sebuah tempat yang bernama Lili Kumeah.
Sementara itu, Sutopo Ukip dalam artikelnya yang diberi judul “Balai Adat Jadi Lambang Persaudaraan Orang Maanyan, Banjar, dan Madagaskar”, dituliskan bahwa pada tahun 1309 M, terdapat seorang raja yang memimpin Kerajaan Nan Serunai, bernama Raden Japutra Layar yang memerintah pada kurun 1309-1329 M. Gelar raden yang disandang sang raja berasal dari Kerajaan Majapahit, karena Japutra Layar sebelum menjadi Raja Nan Sarunai adalah seorang pedagang yang sering bergaul dengan para bangsawan dari Majapahit (Sutopo Ukip, 2008).
Ukip meyakini bahwa Raden Japutra Layar adalah raja pertama Kerajaan Nan Sarunai. Keyakinan Ukip ini mungkin didasarkan pada pola, sistem, dan struktur pemerintahan Kerajaan Nan Sarunai yang sudah menjadi jauh lebih baik dibandingkan masa-masa sebelumnya. Seperti diketahui, Kerajaan Nan Sarunai adalah pemerintahan yang dikelola oleh orang-orang Suku Dayak Maanyan dan diduga sudah eksis pada kisaran waktu antara 242 hingga 226 Sebelum Masehi sehingga diperkirakan sistem pemerintahannya, termasuk dalam hal kepemimpinan, belum terorganisir dengan baik. Masih menurut Ukip, penerus Raden Japutra Layar sebagai pemimpin Kerajaan Nan Sarunai adalah Raden Neno (1329-1349) dan kemudian Raden Anyan (1349-1355). Raden Anyan, bergelar Datu Tatuyan Wulau Miharaja Papangkat Amas, adalah raja terakhir Kerajaan Nan Sarunai sebelum riwayat kerajaan ini tamat akibat serangan dari Kerajaan Majapahit.
Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan Kerajaan Nan Sarunai pada masa purba belum diketahui dengan pasti. Namun, sebelum kerajaan ini berdiri, terlebih dulu terdapat beberapa komunitas dari Suku Dayak Maanyan yang memilikim pusat kekuasaan masing-masing. Pada suatu ketika, pusat-pusat kekuasaan itu berhasil dipersatukan dalam suatu pusat kekuasaan yang lebih luas (Alfani Daud, 1997:2). Ketika penataan organisasi dalam gabungan komunitas Suku Dayak Maanyan tersebut berhasil dioperasionalkan, meski dengan bentuk yang masih sangat sederhana, maka kemudian terbentuklah sebuah negara suku yang dikenal dengan nama Kerajaan atau Negara Nan Sarunai (Ideham, eds., 2003). Selain itu, pemerintahan Kerajaan Nan Sarunai dikategorikan sebagai peradaban yang masih “primitif” (Ideham, eds., 2007:17). Negara atau kerajaan “primitif” tidak bersifat tirani bagi yang diperintahnya (Georges Balandier, 1986:192). Oleh karena itu, sebagai negara “primitif”, maka staf administrasi tidak ditemukan dalam struktur pemerintahan Kerajaan Nan Sarunai (Ideham, eds., 2007:16).
Orang-orang Maanyan di Kerajaan Nan Sarunai adalah masyarakat yang homogen (Ideham, eds., 2003). Mereka menata kehidupan komunitasnya dengan sangat harmonis sesuai dengan aturan adat yang berisi hukum tradisional, termasuk larangan-larangan dalam hukum adat. Hubungan fundamental di dalam lingkungan Kerajaan Nan Sarunai tercipta berdasarkan genealogis yang disebut ipulaksanai yang berarti “bersambung usus”. Dalam konteks sistem kekerabatan di lingkungan Kerajaan Nan Sarunai, ipulaksanai dapat dimaknai sebagai saudara atau kerabat. Dengan demikian, Kerajaan Nan Sarunai lebih cenderung berperan sebagai media untuk kepentingan rakyatnya. Hubungan antar personal di dalam lingkungan Kerajaan Nan Sarunai diikat oleh jalinan kekeluargaan berdasarkan satu keturunan (Ideham, eds., 2007:16).
Raja tetap memiliki kekuasaan tertinggi sebagai kepala suku maupun kepala pemerintahan. Otoritas tradisional yang berlaku di lingkungan Kerajaan Nan Sarunai adalah patrikalisme yang pengawasannya berada di tangan seorang individu tertentu yang memiliki kewenangan warisan (Ideham, eds., 2007:16). Pemimpin Kerajaan Nan Sarunai mengendalikan pemerintahan dari sebuah rumah panjang bertipe rumah panggung yang dikenal sebagai Rumah Betang atau Rumah Lamin. Rumah Betang ini tidak lain merupakan istana bagi Raja Nan Sarunai. Rumah Betang mempunyai ciri khusus untuk membedakannya dari rumah-rumah biasa, yakni Rumah Betang tersebut berbentuk tanda plus (Ideham, eds., 2007:16).
Kehidupan orang-orang Suku Dayak Manyaan di Kerajaan Nan Serunai berlangsung hingga berabad-abad lamanya. Selama kurun waktu ribuan tahun itu, sistem pemerintahan yang berlaku di Kerajaan Nan Sarunai masih dijalankan secara sederhana. Baru pada tahun pada tahun 1309 M, Kerajaan Nan Sarunai dianggap sudah memiliki sistem pemerintahan yang lebih baik ketika dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Japutra Layar (Sutopo Ukip, 2008). Pada masa ini, sistem pemerintahan, termasuk dalam hal pemberian gelar kehormatan, di dalam Kerajaan Nan Sarunai sudah terpengaruh tradisi dari Kerajaan Majapahit. Gelar raden diberikan secara khusus hanya untuk seorang raja, sedangkan para bangsawan lainnya memakai gelar patih, uria, damong, pating’i, datu, dan sebagainya (Ideham, eds., 2007:16).
Wilayah Kekuasaan
Daerah-daerah yang menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Nan Sarunai adalah meliputi sebagian besar tempat yang sekarang termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Hulu Utara dan Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan. Diperkirakan, wilayah kekuasaan Kerajaan Nan Sarunai terbentang luas dari Tabalong hingga ke daerah Pasir (Licco Indrawan dalam http://indonesia-life.info). Orang-orang Suku Dayak Maanyan, juga ketika sudah mendirikan Kerajaan Nan Sarunai, sering berpindah-pindah tempat bermukim, namun masih berlokasi di sekitar Sungai Tabalong dan dekat dengan Pegunungan Meratus.
Beberapa tempat yang pernah menjadi wilayah permukiman orang-orang Suku Dayak Maanyan sekaligus sebagai wilayah kekuasaan Kerajaan Nan Sarunai antara lain: Pulau Hujung Tanah, Kuripan, Lili Kumeah, Margoni, Sinobala, Lalung Kawung, Lalung Nyawung, Sidamatung, Etuh Bariungan, dan Pupur Purumatung (Ganie, 2009). Selain itu, masih ada sejumlah tempat lain yang secara kronologis pernah digunakan sebagai tempat bermukim oleh orang-orang Suku Dayak Maanyan, antara lain Gunung Rumung, Katuping Balah, Wamman Sabuku, Patukangan, Labuhan Amas, Bakumpai Lawas, Abun Alas, Muara Binsu, Danau Salak Dangka Nangki, Kupang Sunung, Danaukien, Tuntang Alu, dan Baras Ruku (Ideham, eds., 2007:16).
0