Kaskus

Regional

TuaGilaAvatar border
TS
TuaGila
Mitos, Budaya, Legenda, Cerita Rakyat, dan Sejarah
Tabe... karena yang lama ketinggalan di arsip old Kaskus, kini saya buka kembali thread
Mitos, Budaya, Legenda, Cerita Rakyat, dan Sejarah
.. sebagai informasi bagi kita bersama

selamat menikmati emoticon-Smilie


Indeks:
Diubah oleh TuaGila 24-06-2020 18:29
lina.whAvatar border
nona212Avatar border
nona212 dan lina.wh memberi reputasi
2
131.2K
98
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Kalimantan Tengah
Kalimantan Tengah
KASKUS Official
664Thread268Anggota
Tampilkan semua post
Deka04Avatar border
Deka04
#15
Dinamika Kebudayaan Dalam Suku Dayak Ngaju
Suku Dayak Ngaju merupakan salah satu anak suku terbesar yang mendiami pulau Kalimantan. Suku Dayak Ngaju memiliki 4 suku sedatuk dan 90 suku sefamili. Suku-suku tersebut baik suku sedatuk maupun suku sefamili, masing-masing memiliki bahasa derahnya masing-masing.

Ngaju berarti udik. Hal ini mungkin karena suku Dayak Ngaju menempati daerah sungai yang berada di udik dibandingkan suku-suku Dayak lainnya. Suku Dayak Ngaju mendiami sepanjangan daerah aliran sungai Kapuas, sungai Kahayan, bahkan sekarang banyak yang mendiami kota Palangkaraya dan kota Banjarmasin.

Suku Dayak Ngaju adalah suku termaju yang menyebar di daerah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Pada umumnya masyarakat suku Dayak Ngaju memeluk agama Kristen Protestan yang dibawa masuk oleh misionaris Zending Barmen dan Basel . Namun ada juga yang masih memegang keyakinan asli suku dayak yaitu Kaharingan (Hindu Kaharingan) dan ada juga yang memeluk agama Kristen Katolik dan Islam.

Pusat kemajuan atau peradapan suku Dayak Ngaju terdapat di kota-kota :

  • Banjarmasin (ibukota provinsi Kalimantan Selatan)
  • Kuala Kapuas (ibukota kabupaten Kapuas, di aliaran sungai Kapuas)
  • Mandomai (ibukota kecamatan Kapuas Barat kabupaten Kapuas, di aliran sungai Kapuas)
  • Kuala Kurun (ibukota kabupaten Gunung Mas, di aliran sungai Kahayan)
  • Tewah (ibukota kecamatan Tewah, kabupaten Gunung Mas, di aliran sungai kahayan)
  • Pangkoh


Mayarakat suku Dayak Ngaju di daerah ini banyak generasi mudanya yang melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, dari jenjang SMA, SGA, bahkan ada pula ke perguruan tinggi di seluruh Indonesia sampai ke luar negeri sekalipun.


Sistem Religi / Kepercayaan

Sistem religi masyarakat Suku Dayak pada umumnya dan suku Dayak Ngaju pada khususnya merupakan kepercayaan yang percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan, menguasai dan memelihara alam semesta berserta isinya

Pada zaman dulu, masyarakat suku Dayak memeluk agama Helu atau Kaharingan. Agama Kaharingan merupakan salah satu agama etnis di nusantara, yang saat ini telah mendapat pengakuan dari Pemerinta Indonesia sebagai suatu agama, agama Hindu Kaharingan. Namun hal ini belum banyak diketahui dan dikenal oleh banyak masyarakat lainnya di Indonesia, bahkan banyak yang salah duga dengan mengira agama Kaharingan sebagai agama kafir dan penyembah berhala. Dalam perkembangannya, Kaharingan juga bersentuhan dengan agama besar lainnya di Indonesia namun tradisi asli Dayak masih sangat kental dalam pelaksanaan ritual keagamaannya.

Agama Kaharingan atau Helu merupakan kepercayaan asli suku Dayak yang berasal dari kata haring artinya hidup. Menurut kepercayaan pemeluk agama Kaharingan, Kaharingan tidak dimulai sejak zaman tertentu namun sejak awal penciptaan, sejak Tuhan yang disebut Ranying Hatalla menciptakan manusia. Ranying berarti Maha Tunggal, Maha Agung, Maha Mulia, Maha Jujur, Maha Lurus, Maha Kuasa, Maha Tahu, Maha Suci, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Adil, Maha Kekal dan Maha Pendengar. Hatalla berarti Maha Pencipta.

Di zaman penjajahan, baik masa penjajahan Belanda mapun Jepang, perkembangan keyakinan Kaharingan banyak mengalami tekanan dan hambaran. Kehadiran penjajah mengalami kontradiksi serta sakit hati yang dalam hingga masih berdampak sampai saat ini dan masih terasa juga dialami oleh orang Dayak.

Para penjajah pada masa ini tidak mau memahami keyakinan yang dipeluk oleh orang Dayak. Dengan gamblang para penjajah menyatakan agama Helu atau Kaharingan yang menyembah Ranying Hattala dengan murni, polos, alami dan apa adanya sesuai dengan situasi alam, pemahaman dan cara berpikir suku Dayak, sebagai agama kafir, agama heiden, penyembah berhala, dan berbagai tuduhan lainnya. namun walaupun dengan tuduhan dan cemoohan dari para penjajah, mereka tetap mengizinkan orang Dayak utnuk melaksanakan upacara adat yang wajib mereka laksanakan.

Kemudian agama Kristen mulai masuk dibawa oleh lembaga-lembaga Zending yang merupakan missionaris di seluruh pulau Kalimantan. Dengan usaha pendekatan yang cukup lama dan perlahan tapi pasti, orang Dayak mulai membuka hati dan tertarik dengan keyakinan yang diperkenalkan oleh Zending. Kemudian, dari rasa ingin tahu yang besar tersebut kemudian banyak orang Dayak yang belajar tentang ajaran Kristen dan akhirnya memeluk agama Kristen.
Orang Dayak yang memeluk agama Kristen diwajibkan untuk membuang jauh-jauh kehidupan lamanya dulu serta memutuskan hubungan dengan adat istiadat dan tradisi suku, apapun yang berhubunfan dengan kebudayaan asli milik mereka yang sudah turun temurun, baik yang positif maupun negatif harus ditinggal jauh-jauh. Hal ini yang menyebabkan orang Dayak yang menjadi Kristen dari generasi berikutnya tidak lagi mengenal budaya dan asal usulnya secara kental. Namun, perkembangan saat ini dari generasi muda yang melanjutkan pendidikan dan hidup di perantaua mulai mencari asal dari rasa kehilangan atas budaya leluhurnya.

Kemudian, saat agama Islam berkembang di bagian Indonesia lainnya, maka agama Islam pun masuk ke pulau Kalimantan. Orang Dayak yang kemudian memeluk agama Islam dengan resmi menyatakan dirinya sebagai orang Melayu, sejak masa penjajahan. Segala sesuatu yang berkaitan dengan asal usul sukunya tidak terdengar lagi, walaupun secara tidak langsung/secara batin mereka masih merasa sebagai suku Dayak. Secara umum suku Dayak dan suku Melayu terpisah kerana disebabkan sistem kepercayaan dan pergaulan sosial.

Sekitar tahu 1967-an, di Kalimantan Tengah, orang Dayak yang menganut agama Kaharingan hanya sejumlah 30% dan sisanya menganut agama Kristen Protestan, Katolik dan Islam.


Beberapa Senjata Utama Suku Dayak

  • Sipet / Sumpitan
    Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 - 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ - ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.

  • Lonjo / Tombak
    Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.

  • Telawang / Perisai
    Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.

  • Mandau
    Merupakan senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat. Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”, merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh pemiliknya.

    Batu-batuan yang sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat. Mandau adalah senjata tajam sejenis parang berasal dari kebudayaan Dayak di Kalimantan. Mandau termasuk salah satu senjata tradisional Indonesia.

    Berbeda dengan parang, mandau memiliki ukiran - ukiran di bagian bilahnya yang tidak tajam. Sering juga dijumpai tambahan lubang-lubang di bilahnya yang ditutup dengan kuningan atau tembaga dengan maksud memperindah bilah mandau.

  • Kumpang
    Kumpang adalah sarung bilah mandau. Kumpang terbuat dari kayu dan lazimnya dihias dengan ukiran. Pada kumpang terikat pula semacam kantong yang terbuat dari kulit kayu berisi pisau penyerut dan kayu gading yang diyakini dapat menolak binatang buas. Mandau yang tersarungkan dalam kumpang biasanya diikatkan di pinggang dengan jalinan rotan.

    Menurut literatur di Museum Balanga, Palangkaraya, bahan baku mandau adalah besi (sanaman) mantikei yang terdapat di hulu Sungai Matikei, Desa Tumbang Atei, Kecamatan Sanaman Matikei, Katingan. Besi ini bersifat lentur sehingga mudah dibengkokan.

    Mandau asli harganya dimulai dari Rp. 1 juta rupiah. Mandau asli yang berusia tua dan memiliki besi yang kuat bisa mencapai harga Rp. 20 juta rupiah per bilah. Bahan baku pembuatan mandau biasa dapat juga menggunakan besi per mobil, bilah gergaji mesin, cakram kendaraan dan besi batang lain. Piranti kerja yang digunakan terutama adalah palu, betel, dan sebasang besi runcing guna melubangi mandau untuk hiasan. Juga digunakan penghembus udara bertenaga listrik untuk membarakan nyala limbah kayu ulin yang dipakainya untuk memanasi besi. Kayu ulin dipilih karena mampu menghasilkan panas lebih tinggi dibandingkan kayu lainnya.

    Mandau untuk cideramata biasanya bergagang kayu, harganya berkisar Rp. 50.000 hingga Rp. 300.000 tergantung dari besi yang digunakan. Mandau asli mempunnyai penyang, penyang adalah kumpulan-kumpulan ilmu suku dayak yang didapat dari hasil bertapa atau petunjuk lelulur yang digunakan untuk berperang. Penyang akan membuat orang yang memegang mandau sakti, kuat dan kebal dalam menghadapi musuh. mandau dan penyang adalah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan turun temurun dari leluhur.

  • Dohong
    Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang, Basir.
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.