Kaskus

Regional

TuaGilaAvatar border
TS
TuaGila
Mitos, Budaya, Legenda, Cerita Rakyat, dan Sejarah
Tabe... karena yang lama ketinggalan di arsip old Kaskus, kini saya buka kembali thread
Mitos, Budaya, Legenda, Cerita Rakyat, dan Sejarah
.. sebagai informasi bagi kita bersama

selamat menikmati emoticon-Smilie


Indeks:
Diubah oleh TuaGila 24-06-2020 18:29
lina.whAvatar border
nona212Avatar border
nona212 dan lina.wh memberi reputasi
2
131.2K
98
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Kalimantan Tengah
Kalimantan Tengah
KASKUS Official
664Thread268Anggota
Tampilkan semua post
Deka04Avatar border
Deka04
#14
Upacara Kematian Dayak Ngaju (Tiwah)
Ketua Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan Indonesia (MBAHKI) Periode Pertama, memberi penjelasan mengenai Tiwah sebagai berikut:

·”Tiwah adalah Upacara Terakhir dari rentetan upacarakematian bagi pemeluk agama Hindu Kaharingan” (Lewis 1995:1).

·”Upacara Tiwah digelar dan dilaksanakan oleh keluarga (Dayak) yang masih hidup (apakah dia pemeluk Agama Kaharingan, Kristen maupun Islam), untuk anggota keluarganya yang telah meninggal dunia yang merupakan tuntunan kewajiban suci, dan bagi pemeluk agama Kaharingan, di samping kewajiban suci, kegiatan tersebut merupakan pelaksanaan keimanan berdasarkan ajaran agama” (Lewis dan Simpei 1996: 1).

·”Tiwah adalah suatu upacara suci, kewajiban luhur dan mutlak dilaksanakan dan merupakan utang, yang terungkap akibat kematian keluarga. Mengapa demikian? Karena kematian keluarga menimbulkan “Pali” yang di dalam ajaran Agama Kaharingan, bahwa pali-pali akibat kematian anggota keluarga tersebut hanya dapat dihapus/dihilangkan dengan upacara “malapas pali” yang disebut Tiwah (Nantiwah Pali Belum). Mengapa Upacara Malapas Pali (Tiwah) tersebut dilakukan, karena pali dapat menimbulkan akibat buruk bagi kehidupan diri pribadi, keluarga, masyarakat bahkan lingkungan, juga bagi almargumah/almarhum. Dan bagi mereka yang telah meninggal dunia, untuk melapangkan jalan menuju “Lewu Tatau Je dia Rumpang Tulang, Rundung Raja Isen Kamalesu Uhate” (Tempat yang Maha Mulia yang disediakan Tuhan). Akibat buruk tersebut dapat dihindari hanya melalui atau dengan melaksanakan upacara Tiwah” (Lewis danSimpei 1996: 1).

Dalam pandangan para penganut agama Kaharingan jelas sekali bahwa Tiwah dilaksanakan dalam rangka kematian salah seorang anggota keluarga dan bukan dalam rangka “pembantaian orang Madura”seperti yang dituding oleh Buchari. Kemudian, Tiwah adalah kelanjutan dari dua acara keagamaan sebelumnya yaitu: Mangubur dan Manenga Lewu atau Balian Tantulak Matei.

Mengenai ritual kematian orang Dayak Ngaju, Anne Schiller, kini Profesor Anthropologi Budaya di North Carolina State University-USA dan telah melakukan penelitian serius terhadap perubahan yang dialami oleh Dayak Ngaju, walaupun bukan insider, memaparkan dengan baik proses ritual kematian Dayak Ngaju sbb.:

“Adherents of Hindu Kaharingan claim that the completion of three distinct ritual phases is necessary to process the dead and to ensure souls’ arrival in the Upperworld. The cycle commences withprimary treatment (mangubur), which includes the wake and primary disposal, usually by interment. The second phase, known as balian tantulak matei, mampisik liau, primarily consists of chants performed by ritual specialists to “separate” the souls of thedead-that is, to dispatch them to appropriate cosmological locations where they will await further processing-as well as to purge the deceased’shome of some of the pollution associated with death. It culminates with a riverine ablution of the bereaved kin who were present at the death, as well as those who were physically involved in primary treatment. The final phase, tiwah, completes the processing of the souls and the physical remains. It is followed by rituals to honor and benefit sponsors and their descendants (Schiller 1997: 35).

Acara Tiwah berkaitan erat dengan konsep roh atau jiwa yang dipercayai oleh orang Dayak Ngaju yaitu apabila mereka mati maka roh mereka akan terbagi tiga yaitu menjadi :

  • Salumpuk teras liau atau panyalumpuk liau, roh utama yang menghidupkan ini pada saat meninggal dunia langsung kembali ke Ranying Mahatala Langit Sang Pencipta.

  • Liau balawang panjang ganan bereng, roh dalam tubuh yang dalam upacara Balian Tantulak Ambun Rutas Matei di hantar ke tempat yang bernama Lewu Balo Indu Rangkang Penyang.

  • Liau karahang tulang, silu, tuntang balau. Ini adalah roh yang mendiami tulang, kuku dan rambut. Pada saat mati roh ini tinggal di dalam peti mati.


Pada seorang Dayak Ngaju mati, ritual pertama yang dilakukan adalah Mangubur, yaitu menghantar mayat ke tempat pekuburan yang dalam bahasa Dayak Ngaju dibahasakan sebagai Bukit Pasahan Raung (Bukit Tempat Meletakan Peti Mati). Kemudian Tantulak Ambun Rutas Matei yang bertujuan untuk menghantar Liau balawang panjang ganan bereng ke tempat yang bernama Lewu Balo Indu Rangkang Penyang. Ini adalah tempat penantian sementara yang konon terletak di pada tahapan ketiga dari Sorga. Upacara yang terakhir adalah Tiwah yaitu menyatukan kembali ketiga roh tadi dan menghantarkannya ke Sorga yang dikenal dengan Lewu Tatau.
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.