- Beranda
- Stories from the Heart
Accidentally In Love [True Story]
...
TS
robotpintar
Accidentally In Love [True Story]
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/02/14/6448808_20140214023854.png)
Spoiler for Cover:
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/02/14/6448808_20140214024411.png)
So she said what's the problem baby
What's the problem I don't know
Well maybe I'm in love (love)
Think about it every time
I think about it
Can't stop thinking 'bout it
How much longer will it take to cure this
Just to cure it cause I can't ignore it if it's love (love)
Makes me wanna turn around and face me but I don't know nothing 'bout love
Come on, come on
Turn a little faster
Come on, come on
The world will follow after
Come on, come on
Cause everybody's after love
So I said I'm a snowball running
Running down into the spring that's coming all this love
Melting under blue skies
Belting out sunlight
Shimmering love
Well baby I surrender
To the strawberry ice cream
Never ever end of all this love
Well I didn't mean to do it
But there's no escaping your love
These lines of lightning
Mean we're never alone,
Never alone, no, no
We're accidentally in love
Accidentally in love [x7]
Accidentally I'm In Love
Spoiler for Bagian 1:
#1
Quote:
“Gila lu Bon, roti segitu banyak sayang-sayang bakal empan ikan semua!”
“Emang ngapa? Ikan jaman sekarang mah ogah makan cacing, Meng”
Gua jawab aja sekena-nya, memang niatnya gua bawa roti dari rumah buat bekal pas mancing tapi, gara-gara umpan cacing gua dari tadi nggak disentuh ikan terpaksa gua ganti dengan roti. Siapa tau mujarab.
Nggak seberapa berselang, tali pancing gua bergetar, refleks gua tarik joran sekuatnya dan mendarat dengan mulus seekor ikan yang kurang lebih seukuran telapak tangan.
“Anjritt.. dari tadi dapet sapu-sapu mulu gua!”
Sambil melepas mata kail dari mulut ikan sapu-sapu yang barusan gua angkat dan langsung gua lempar lagi kedalam kali.
Tidak berapa lama, melantun lagu “Time Like This”-nya Foo Fighter dari ponsel gua. Tertera tulisan “Rumah” dilayarnya.
“Kenapa mak?”
Karena memang cuma nyokap gua aja yang selalu telpon melalui telepon rumah. Bokap dan adik gua selalu menggunakan ponsel-nya masing-masing jika ada keperluan.
“Assalamualaikum , Mancing kagak rapi-rapi luh, nih ada kiriman surat buat elu”
“Dari siapa?”
“Kagak tau, bahasanya emak nggak ngerti”
“Simpenin dulu, nih aye udah mau pulang”
“Yaudah buruan, jangan maghriban dijalan, pamali. Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Gua kantongin lagi ponsel k-ekantong celana pendek yang sekarang udah kotor campur lumpur, sambil berteriak ke temen gua; Komeng, yang lagi berkutat dengan tali pancingnya yang kusut.
“Meng, ayo balik.. udah sore”
“Belon juga dapet sekilo, udah mau balik aje”
“Yauda elu terusin dah, gua balik duluan”
Komeng menjawab dengan sedikit gumam di bibirnya terdengar seperti “Yaelah..” sambil berjalan gontai menyusul gua.
------
Itu kejadian beberapa tahun yang lalu, dimana gua dan Komeng masih biasa mencari cacing buat umpan ikan di kebun singkong belakang rumahnya Haji Salim dan kemudian pergi memancing disepanjang pinggiran sungai Pesanggrahan, Jakarta.
Sekarang, gua sedang duduk sambil bersandar di sebuah kursi lipat di pinggir danau di daerah Leeds, Inggris. Menghabiskan hari libur akhir musim gugur dengan memancing sambil bernostalgia, mencoba membangkitkan memori tentang memancing, tentang si Komeng, tentang Jakarta, tentang rumah.
Setelah berjam-jam memancing, menghabiskan berkaleng-kaleng ‘Diet Coke’ akhirnya gua memutuskan untuk menyudahi kegiatan sialan ini. Pulang dengan membawa 6 Ekor ikan Yelowtail (di Indonesia disebut ikan patin) dan sedikit kenangan tentang ‘rumah’, gua berjalan gontai menuju tempat dimana sepeda kesayangan gua diparkir, sempat kebingungan awalnya karena sekarang ada banyak sepeda yang diparkir, padahal tadi pagi baru sepeda gua aja yang nongkrong disini, setelah celingak-celinguk akhirnya ketemu juga dan gua mulai mengayuh.
Jarak dari tempat gua biasa mancing ke tempat dimana gua tinggal di Moorland Ave, Leeds kurang lebih 3,5 mil atau kalau dalam satuan Kilometer sekitar 5,5 Km. Jarak segitu kalo disini, di Inggris bisa dibilang ‘deket’, kalau naik sepeda bisa cuma 30 menit.
Oiya, nama gua Boni. Gua lahir dan dibesarkan di Jakarta. Saat ini gua kerja dan tinggal di Leeds, Inggris sekitar 2-3 jam dari London (dengan kereta). Gua kerja sebagai Sound Designer disalah satu Agensi perfilman dan periklanan di Leeds yang juga punya kantor di London. Sudah hampir 4 tahun gua kerja dan tinggal disini, ditempat dimana nggak ada sungai dengan air berwarna cokelat keruh yang banyak ikan sapu-sapunya dan nggak ada teman yang suka menggerutu “Yaelah”.
Sambil mendengarkan “Heaven” nya Lost Lonely Boys lewat headset, gua mengayuh sepeda menuju ke rumah, pulang. Melewati jalan berpasir yang dipenuhi pohon-pohon maple di kedua sisinya menuju jalan utama. Jalan yang sangat sepi dan hening, jam menunjukkan angka 4 sore, menandakan waktu shalat maghrib, di sabtu sore seperti sekarang ini memang didaerah sini sangat sepi, kebanyakan penduduk sekitar sedang ke stadion atau pub-pub untuk menyaksikan Leeds United bertanding. Ingin buru-buru sampai di rumah, karena perut udah mulai keroncongan, gua kayuh sepeda lebih cepat. Sampai kemudian terdengar sayup-sayup suara musik yang makin lama makin nyaring, suara musik RnB yang sepertinya diputar dari dalam mobil dengan volume maksimal. Suara tersebut datang dari arah belakang dan kemudian menyusul gua, sebuah BMW silver yang melaju cepat bahkan boleh dibilang sangat cepat, sambil meninggalkan debu persis seperti mobil yang sedang Rally Dakkar.
“Orang Gila!!” gua mengumpat, masih sambil dengerin coda lagu “Heaven” nya Lost Lonely Boys. Sampai gua melihat beberapa detik kemudian lampu rem BMW tersebut menyala dan kemudian berhenti.
Deg!, “Wuanjrit, sakti juga tuh orang bisa denger suara gua” sambil berhenti dan melepas headset dari telinga. Yang ternyata setelah gua sadar, suara gua nggak sepelan pas pakai headset tadi. Gua nunggu sambil dag dig dug, kalau dia ngerti ucapan gua, dia pasti orang Indonesia dan kalo ternyata bukan gua bakal siap-siap kabur.
Pintu penumpang pun terbuka, terbuka secara paksa tepatnya, sedetik kemudian keluar seseorang dari kursi penumpang, terhuyung dan kemudian terjatuh, terdengar makian dari dalam BMW tersebut mungkin seperti “bitch” atau semacamnya dan sesaat kemudian BMW tersebut pergi, mengasapi orang yang tersungkur itu dengan debu jalanan.
Nggak mau terlalu ambil pusing, sambil bernafas lega dan bilang dalam hati; “untung bukan gua”, gua meneruskan mengayuh sepeda.
“Get up Bro, life is brutal”
gua berkata ke orang itu sambil melewatinya tetap melanjutkan mengayuh. Dan beberapa meter kemudian gua mendengar sebuah teriakan, teriakan yang (pada akhirnya) bakal merubah hidup gua.
“Woii.. Help me!, you’re Indonesian, right?”
“Tolongin gue dong…”
Gua berhenti mengayuh, turun dan bengong. Sudah hampir setahun gua nggak denger secara langsung orang bicara ke gua dengan bahasa Indonesia dan suara perempuan pula.. Lima, ah mungkin sepuluh detik kemudian baru gua memalingkan muka tapi masih tetap bengong.
“Woii..”
Akhirnya gua turun dari sepeda, kemudian menghampiri orang itu. Terduduk di depan gua sosok perempuan, hitam manis dengan kepala tertutup hood jaket hitam, celana jeans dan sepatu model boots sebetis berwarna cokelat.
“Elu nggak apa-apa?”
“Menurut Lo? Kalo gue gak apa-apa, ngapain gua teriak minta tolong elu!!”
Gua nggak menjawab, berusaha membantu dia berdiri sambil bertanya lagi bagaimana keadaannya. Sekali lagi dia mengumpat;
“Gila!, nggak punya hati banget sih lu!, ya jelas lah gue kenapa-kenapa.. nih liat!”
Sambil memperlihatkan telapak tangan dan siku-nya yang luka dan kemudian menyibak celana jeans-nya yang kotor terkena debu dan sobek di beberapa bagian akibat terlempar dari mobil tadi. Sesaat baru dia sadar kalau lutut kanannya juga luka sambil meringis kesakitan dia mencoba membersihkan luka tersebut dengan air liurnya. Sangat Indonesia sekali.
“Gua pikir tadi orang mabok yang lagi berantem, disini mah biasa begitu,mbak!”
Kemudia gua kasih satu-satunya ‘Diet Coke’ sisa memancing tadi, harusnya sih air putih tapi Cuma itu yang gua punya sekarang. Sambil menggerutu karena dikasih ‘Diet Coke’ daripada air putih, diminum juga tuh minuman soda. Kemudian gua menawarkan diri buat mengantar dia ke sebuah toko kecil di ujung jalan ini, untuk membeli plester untuk membalut luka-nya.
“Jauh nggak?”
Dia bertanya sambil menurunkan hood jaketnya dan menyibak rambutnya yang pendek seleher. Kemudian terlihat jelas sebuah luka lebam di sudut mata sebelah kiri-nya, tidak, bukan cuma satu, setidaknya ada 3 luka lebam, selain disudut matanya, satu lagi di dahi sebelah kiri dan satu lagi di sudut bibir sebelah kanan, yang terakhir tampak seperti luka yang baru karena masih meninggalkan sisa bekas darah yang membeku.
Gua nggak berani bertanya, gua hindari menatap kewajahnya sambil menjawab pertanyaa-nya bahwa tokonya nggak begitu jauh dari sini, sambil menunjuk ke arah jalan utama.
---
“Emang ngapa? Ikan jaman sekarang mah ogah makan cacing, Meng”
Gua jawab aja sekena-nya, memang niatnya gua bawa roti dari rumah buat bekal pas mancing tapi, gara-gara umpan cacing gua dari tadi nggak disentuh ikan terpaksa gua ganti dengan roti. Siapa tau mujarab.
Nggak seberapa berselang, tali pancing gua bergetar, refleks gua tarik joran sekuatnya dan mendarat dengan mulus seekor ikan yang kurang lebih seukuran telapak tangan.
“Anjritt.. dari tadi dapet sapu-sapu mulu gua!”
Sambil melepas mata kail dari mulut ikan sapu-sapu yang barusan gua angkat dan langsung gua lempar lagi kedalam kali.
Tidak berapa lama, melantun lagu “Time Like This”-nya Foo Fighter dari ponsel gua. Tertera tulisan “Rumah” dilayarnya.
“Kenapa mak?”
Karena memang cuma nyokap gua aja yang selalu telpon melalui telepon rumah. Bokap dan adik gua selalu menggunakan ponsel-nya masing-masing jika ada keperluan.
“Assalamualaikum , Mancing kagak rapi-rapi luh, nih ada kiriman surat buat elu”
“Dari siapa?”
“Kagak tau, bahasanya emak nggak ngerti”
“Simpenin dulu, nih aye udah mau pulang”
“Yaudah buruan, jangan maghriban dijalan, pamali. Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Gua kantongin lagi ponsel k-ekantong celana pendek yang sekarang udah kotor campur lumpur, sambil berteriak ke temen gua; Komeng, yang lagi berkutat dengan tali pancingnya yang kusut.
“Meng, ayo balik.. udah sore”
“Belon juga dapet sekilo, udah mau balik aje”
“Yauda elu terusin dah, gua balik duluan”
Komeng menjawab dengan sedikit gumam di bibirnya terdengar seperti “Yaelah..” sambil berjalan gontai menyusul gua.
------
Itu kejadian beberapa tahun yang lalu, dimana gua dan Komeng masih biasa mencari cacing buat umpan ikan di kebun singkong belakang rumahnya Haji Salim dan kemudian pergi memancing disepanjang pinggiran sungai Pesanggrahan, Jakarta.
Sekarang, gua sedang duduk sambil bersandar di sebuah kursi lipat di pinggir danau di daerah Leeds, Inggris. Menghabiskan hari libur akhir musim gugur dengan memancing sambil bernostalgia, mencoba membangkitkan memori tentang memancing, tentang si Komeng, tentang Jakarta, tentang rumah.
Setelah berjam-jam memancing, menghabiskan berkaleng-kaleng ‘Diet Coke’ akhirnya gua memutuskan untuk menyudahi kegiatan sialan ini. Pulang dengan membawa 6 Ekor ikan Yelowtail (di Indonesia disebut ikan patin) dan sedikit kenangan tentang ‘rumah’, gua berjalan gontai menuju tempat dimana sepeda kesayangan gua diparkir, sempat kebingungan awalnya karena sekarang ada banyak sepeda yang diparkir, padahal tadi pagi baru sepeda gua aja yang nongkrong disini, setelah celingak-celinguk akhirnya ketemu juga dan gua mulai mengayuh.
Jarak dari tempat gua biasa mancing ke tempat dimana gua tinggal di Moorland Ave, Leeds kurang lebih 3,5 mil atau kalau dalam satuan Kilometer sekitar 5,5 Km. Jarak segitu kalo disini, di Inggris bisa dibilang ‘deket’, kalau naik sepeda bisa cuma 30 menit.
Oiya, nama gua Boni. Gua lahir dan dibesarkan di Jakarta. Saat ini gua kerja dan tinggal di Leeds, Inggris sekitar 2-3 jam dari London (dengan kereta). Gua kerja sebagai Sound Designer disalah satu Agensi perfilman dan periklanan di Leeds yang juga punya kantor di London. Sudah hampir 4 tahun gua kerja dan tinggal disini, ditempat dimana nggak ada sungai dengan air berwarna cokelat keruh yang banyak ikan sapu-sapunya dan nggak ada teman yang suka menggerutu “Yaelah”.
Sambil mendengarkan “Heaven” nya Lost Lonely Boys lewat headset, gua mengayuh sepeda menuju ke rumah, pulang. Melewati jalan berpasir yang dipenuhi pohon-pohon maple di kedua sisinya menuju jalan utama. Jalan yang sangat sepi dan hening, jam menunjukkan angka 4 sore, menandakan waktu shalat maghrib, di sabtu sore seperti sekarang ini memang didaerah sini sangat sepi, kebanyakan penduduk sekitar sedang ke stadion atau pub-pub untuk menyaksikan Leeds United bertanding. Ingin buru-buru sampai di rumah, karena perut udah mulai keroncongan, gua kayuh sepeda lebih cepat. Sampai kemudian terdengar sayup-sayup suara musik yang makin lama makin nyaring, suara musik RnB yang sepertinya diputar dari dalam mobil dengan volume maksimal. Suara tersebut datang dari arah belakang dan kemudian menyusul gua, sebuah BMW silver yang melaju cepat bahkan boleh dibilang sangat cepat, sambil meninggalkan debu persis seperti mobil yang sedang Rally Dakkar.
“Orang Gila!!” gua mengumpat, masih sambil dengerin coda lagu “Heaven” nya Lost Lonely Boys. Sampai gua melihat beberapa detik kemudian lampu rem BMW tersebut menyala dan kemudian berhenti.
Deg!, “Wuanjrit, sakti juga tuh orang bisa denger suara gua” sambil berhenti dan melepas headset dari telinga. Yang ternyata setelah gua sadar, suara gua nggak sepelan pas pakai headset tadi. Gua nunggu sambil dag dig dug, kalau dia ngerti ucapan gua, dia pasti orang Indonesia dan kalo ternyata bukan gua bakal siap-siap kabur.
Pintu penumpang pun terbuka, terbuka secara paksa tepatnya, sedetik kemudian keluar seseorang dari kursi penumpang, terhuyung dan kemudian terjatuh, terdengar makian dari dalam BMW tersebut mungkin seperti “bitch” atau semacamnya dan sesaat kemudian BMW tersebut pergi, mengasapi orang yang tersungkur itu dengan debu jalanan.
Nggak mau terlalu ambil pusing, sambil bernafas lega dan bilang dalam hati; “untung bukan gua”, gua meneruskan mengayuh sepeda.
“Get up Bro, life is brutal”
gua berkata ke orang itu sambil melewatinya tetap melanjutkan mengayuh. Dan beberapa meter kemudian gua mendengar sebuah teriakan, teriakan yang (pada akhirnya) bakal merubah hidup gua.
“Woii.. Help me!, you’re Indonesian, right?”
“Tolongin gue dong…”
Gua berhenti mengayuh, turun dan bengong. Sudah hampir setahun gua nggak denger secara langsung orang bicara ke gua dengan bahasa Indonesia dan suara perempuan pula.. Lima, ah mungkin sepuluh detik kemudian baru gua memalingkan muka tapi masih tetap bengong.
“Woii..”
Akhirnya gua turun dari sepeda, kemudian menghampiri orang itu. Terduduk di depan gua sosok perempuan, hitam manis dengan kepala tertutup hood jaket hitam, celana jeans dan sepatu model boots sebetis berwarna cokelat.
“Elu nggak apa-apa?”
“Menurut Lo? Kalo gue gak apa-apa, ngapain gua teriak minta tolong elu!!”
Gua nggak menjawab, berusaha membantu dia berdiri sambil bertanya lagi bagaimana keadaannya. Sekali lagi dia mengumpat;
“Gila!, nggak punya hati banget sih lu!, ya jelas lah gue kenapa-kenapa.. nih liat!”
Sambil memperlihatkan telapak tangan dan siku-nya yang luka dan kemudian menyibak celana jeans-nya yang kotor terkena debu dan sobek di beberapa bagian akibat terlempar dari mobil tadi. Sesaat baru dia sadar kalau lutut kanannya juga luka sambil meringis kesakitan dia mencoba membersihkan luka tersebut dengan air liurnya. Sangat Indonesia sekali.
“Gua pikir tadi orang mabok yang lagi berantem, disini mah biasa begitu,mbak!”
Kemudia gua kasih satu-satunya ‘Diet Coke’ sisa memancing tadi, harusnya sih air putih tapi Cuma itu yang gua punya sekarang. Sambil menggerutu karena dikasih ‘Diet Coke’ daripada air putih, diminum juga tuh minuman soda. Kemudian gua menawarkan diri buat mengantar dia ke sebuah toko kecil di ujung jalan ini, untuk membeli plester untuk membalut luka-nya.
“Jauh nggak?”
Dia bertanya sambil menurunkan hood jaketnya dan menyibak rambutnya yang pendek seleher. Kemudian terlihat jelas sebuah luka lebam di sudut mata sebelah kiri-nya, tidak, bukan cuma satu, setidaknya ada 3 luka lebam, selain disudut matanya, satu lagi di dahi sebelah kiri dan satu lagi di sudut bibir sebelah kanan, yang terakhir tampak seperti luka yang baru karena masih meninggalkan sisa bekas darah yang membeku.
Gua nggak berani bertanya, gua hindari menatap kewajahnya sambil menjawab pertanyaa-nya bahwa tokonya nggak begitu jauh dari sini, sambil menunjuk ke arah jalan utama.
---
DAFTAR ISI
Quote:
CHAPTER 1
#1 The Beginning
#2 Truly Gentlemen
#3 Place Called Home
#4 The Morning Fever
#5 A Miserable Story
#6 Night Rain
#7 Inside My Head
#8 That Day
#9 Be Tough
#10 Mukena
#1 The Beginning
#2 Truly Gentlemen
#3 Place Called Home
#4 The Morning Fever
#5 A Miserable Story
#6 Night Rain
#7 Inside My Head
#8 That Day
#9 Be Tough
#10 Mukena
Quote:
CHAPTER 2
#11-A Trip To Manchester
#11-B The Swiss Army
#12 Here's and Back Again
#13 I Miss You So Bad
#14 Going Mad
#15 Promise
#16 You’ll Be The Only Light I See
#17 The Winter Tears
#18 She's Gone
#19 That Memories
#11-A Trip To Manchester
#11-B The Swiss Army
#12 Here's and Back Again
#13 I Miss You So Bad
#14 Going Mad
#15 Promise
#16 You’ll Be The Only Light I See
#17 The Winter Tears
#18 She's Gone
#19 That Memories
Quote:
CHAPTER 3
[URL="http://www.kaskus.co.id/show_post/530ff7e41acb17030d8b48f1/479/- "]#19-A The Hood[/URL]
#19-B Heres And Back Again II
#19-C Weak
#19-D Surrender
#19-E The Choice
#19-F Anything For You
#19-G Chelsea Number 8
#19-H Its not always about gold and glory
#19-I Aku
#19-J The Words
#19-K The Persian Cat
#19-L You Really The Only Light I See
#19-M So Be It
#19-N Less Than Perfect
#20 That Day II
[URL="http://www.kaskus.co.id/show_post/530ff7e41acb17030d8b48f1/479/- "]#19-A The Hood[/URL]
#19-B Heres And Back Again II
#19-C Weak
#19-D Surrender
#19-E The Choice
#19-F Anything For You
#19-G Chelsea Number 8
#19-H Its not always about gold and glory
#19-I Aku
#19-J The Words
#19-K The Persian Cat
#19-L You Really The Only Light I See
#19-M So Be It
#19-N Less Than Perfect
#20 That Day II
Quote:
CHAPTER 4 The Prekuel
#21 The Prologue
#22 My Precious
#23 Ticket to Ride
#24 Singapore
#25 Dreams
#26 The Awkward Moment
#27 Logic
#28 Driver In Life
#29 The Risk Taker
#30 Sorry
#31 Rise Again
#32 Goodbye
#21 The Prologue
#22 My Precious
#23 Ticket to Ride
#24 Singapore
#25 Dreams
#26 The Awkward Moment
#27 Logic
#28 Driver In Life
#29 The Risk Taker
#30 Sorry
#31 Rise Again
#32 Goodbye
Quote:
CHAPTER 5!!
#33 London
#34 Unwell
#35 I Was Here
#36 Leeds
#37 New Home, New Life
#38 Alone
#39 Intermezo
#40 Goin' Trough
#41 At Glance
#42 The Past of The Future
#33 London
#34 Unwell
#35 I Was Here
#36 Leeds
#37 New Home, New Life
#38 Alone
#39 Intermezo
#40 Goin' Trough
#41 At Glance
#42 The Past of The Future
Quote:
CHAPTER 6
#43 My First ...
#44 If Lovin' You ...
#45 Goin' Back
#46 Leeds II
#47 I Love You (Jealousy)
#48 After All
#49 Hell Yeah
#50 Conflict
#51 Liar-Liar
#52 Memories
#43 My First ...
#44 If Lovin' You ...
#45 Goin' Back
#46 Leeds II
#47 I Love You (Jealousy)
#48 After All
#49 Hell Yeah
#50 Conflict
#51 Liar-Liar
#52 Memories
Quote:
Quote:
Diubah oleh robotpintar 10-04-2014 08:46
namakuag dan 119 lainnya memberi reputasi
118
1.3M
Kutip
2.3K
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
robotpintar
#98
Spoiler for Bagian Sembilan:
#9 Be Tough
Quote:
Kamis malam, gua baru aja selesai baca surat yasin. Padahal udah hampir empat kali Jumat nggak pernah tersentuh, sejak nyokap menelfon tempo hari, gua jadi keinget lagi sama nih Al-Quran [Astagfurullah]. Malam itu hujan deras ditambah petir,kalau kata orang betawi mah ”Geledek” dan mungkin hujan paling deras yang pernah gua alami selama tinggal di sini. Gua masuk kekamar, meletakkan Al-Quran di dalam lemari, diatas tumpukan baju.
Sejak ngambek tadi sore Ines nggak sekalipun keluar dari kamar, sekarang dia tidur dengan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, gua mengecek pemanas dan menaikkan suhunya kemudian bergegas keluar.
KLETAARR!!
Suara geledek diluar, saking keras suaranya jendela kamar pun ikut bergetar. Gua mencoba menutup pintu tanpa suara takut membangunkan Ines tapi setelah gua pikir, apa pengaruhnya? geledek sekenceng itu aja dia kagak bangun. Sampai seketika gua mendengar suara isak tangis dari bawah selimut, gua masuk dan mendekatkan telinga, mencoba mendengarkan dengan seksama dan terdengar lagi suara isak tangis yang memang sedikit tersamar dengan suara hujan diluar. Gua menggoyang-goyangkan tubuh Ines.
”Nes.. Lu nangis? Kenapa?”
Ines menyibak selimut yang menutupi kepalanya, terlihat genangan air mata disudut-sudut matanya, wajahnya terlihat memelas. Ah siapapun pria yang melihat wanita dengan ekspresi seperti itu pasti bakal ingin memeluknya dan memberikan belaian perlindungan. Tapi, sayang. Gua masih terlalu kaku dan takut untuk melakukan hal itu, gua Cuma duduk disebelahnya sambil membenahi letak selimutnya.
”Kenapa?”
”...”
”Elo disini aja, gue takut...”
Ines menggenggam lengan gua, Deg! Darah gua serasa melambat, jantung gua seperti berhenti sebentar kemudian berdetak lagi, lebih cepat. Gua memejamkan mata sambil mendengus, mencoba menghadang pikiran terliar gua yang sudah memaksa untuk ikut berbaur dengan nafsu. Nes.. Nes.. seandainya elu tau kalau nggak semua cowok bisa tahan diperlakukan kayak begini, gua membatin.
”Ah.. gua diluar aja...”
”Gue takuuuttt...” genggaman Ines semakin kuat.
”Cemen lu, sama gluduk aja takut..”
KLETAAAARRRR....
Gua terperanjat, kaget. Nggak terasa gua membalas genggaman Ines.
”Elo juga takut kan...?”
Gua melepaskan genggaman tangan Ines dan berdiri, bergegas keluar dari kamar.
”Nggak, Cuma kaget doang..”
”Ish.. disini aja kek...”
Gua menutup pintu kamar, merebahkan diri lagi di sofa sambil menutup wajah dengan tangan dan gua beristigfar. ”Astagfirullah...”
Nggak berapa lama, Ines keluar dari kamar, masih berselimut dan membawa bantal kemudian menjatuhkan diri di sofa, menindih kaki gua.
”Geser...geser..”
Gua kemudian turun dan duduk dilantai sambil memijit-mijit kaki gua yang tertimpa tubuh Ines.
”Ngapain malah keluar?”
”Ya elo suru didalem aja nggak mau..”
”Kalo lu tidur disini ntar gua dimana? Gua ke kamar ya..?”
”Ish.. jangan!!” Ines melotot.
”Pokoknya elo disini aja sampe gua tidur, ntar kalo gua udah tidur baru elo boleh tidur juga kekamar”
”.....”
Lima belas menit berlalu, gua Cuma bengong membelakangi Ines menghadap tivi yang nggak nyala. Gua mengambil rokok dan menyalakannya. Belum sempat disulut tiba-tiba sebuah tangan mengambil rokok tersebut.
”Jangan ngerokok dulu Bon...”
”Buset.. belon tidur juga lu dari tadi?”
”Bon...”
”Apa?”
”Gua cerita ya? Elo mau dengerin nggak?..”
Gua mengangguk pelan.
”Gua bikin kopi dulu boleh?”
”Ish.. gausa.. duduk disini aja..”
Gua masih duduk di lantai bersandar ke sofa dimana Ines berbaring sambil bercerita, saat dia bicara nafasnya menghembus tengkuk dan rambut belakang gua. Mungkin kalau gua berbalik posisi kita bakal berhadapan nggak sampe lima centimeter.
”Mantan tunangan gue namanya, Johan..”
”Gue udah pacaran sama dia uda 5 tahun, kenalnya waktu gua magang dikantor tempat dia kerja”
”Tadinya nyokap gua nggak setuju kalo gue pacaran sama dia, karena Almarhum bokap pernah pesen; ’kalo nyari jodoh yang seiman’. Sedangkan gue muslim dan dia nasrani. Tapi, gua nggak menggubris larangan nyokap..”
”Oh elu muslim.. kok nggak solat?” gua memotong.
”Tadi gue bilang apa? Gue mao cerita kan.. jadi, gue cerita dan elo dengerin.. nanti kalo gue udah selesai cerita, bakal ada sesi tanya-jawabnya..”
Ines ngomong sambil melotot, gua Cuma meng-oh-kan saja dan kembali memasang gestur mendengarkan.
”... dan bukan Cuma nyokap gue aja yang menentang hubungan gue sama Johan. Sahabat-sahabat gue dan kakak gue juga...”
”... saat itu gue nggak peduli kata mereka, gue tetep dengan pendirian gue; kalo cinta itu gue yang jalanin, bukan mereka, dan ini hidup gue, mereka nggak berhak ngatur-ngatur hidup gue...”
”... sampe akhirnya nyokap sakit gara-gara kepikiran hubungan gue dan akhirnya dia meninggal. Kakak gue begitu shock dan menuding kalo gue yang bikin nyokap meninggal...”
”... semua ninggalin gue, nyokap, kakak gue dan sahabat-sahabat gue, beruntung waktu itu masih ada Johan yang selalu support gue, sampe akhirnya dia dipindahin kerja ke London..”
”.. bulan-bulan pertama sejak kepindahan Johan, dia masih sering telefon dan sms, paling nggak selalu ngasih kabar, tapi nggak berapa lama intensitasnya semakin berkurang dan makin jarang...”
”... saat itu gue udah nggak punya siapa-siapa lagi buat sharing, sahabat-sahabat gue yang selama ini deket sama gua, menjauh. Mereka kayaknya ogah bergaul sama anak durhaka seperti gue...”
”... sampe akhirnya beberapa bulan yang lalu, Johan menelpon dan memberi kabar kalo dia ngajak gue ke London untuk menikah dan tinggal disini, gue seneng banget, gue kasih kabar ke kakak dan sahabat gue, walaupun jawaban mereka rata-rata sama; ’elo nyari penyakit sendiri kalo ada apa-apa lo tanggung sendiri’, gue menyepelekan omongan-omongan itu, gue pikir gue bakal hidup Happily ever after...
”... dan... elo dah tau lanjutannya..”
”... dan sekarang gua terbaring disofa hangat sama cowok yang udah nolong gue...”
Gua terdiam, terhenyak dan larut dalam cerita si Ines. Disatu sisi gua mengutuki kebodohan si Ines yang seperti menyia-nyiakan keluarga dan sahabatnya demi seorang cowok yang akhirnya malah ’membuang’nya ke jalanan. Disisi lain, gua akhirnya sadar, betapa berat dan sulitnya Ines untuk minta bantuan ke sahabat atau kakaknya, apalagi kalau mereka tau apa yang sudah Johan perbuat terhadap Ines.
”Dan sekarang cowok itu mau bikin kopi dulu ya ...”
Gua beranjak untuk bikin kopi, saat gua kembali si Ines sudah tertidur lelap, kayaknya lebih lelap dari sebelumnya. Mungkin lega setelah menceritakan semua masalahnya. Sekarang gantian gua yang jadi nggak bisa tidur, gua duduk di meja makan, menggenggam cangkir kopi menatap ke luar lewat jendela dapur yang basah dan dialiri air hujan.
Tik tok tik tok
Jam menunjukkan pukul dua dini hari, sudah satu jam lebih gua terbengong-bengong memandang jendela.
Gua memindahkan dengan menggendong Ines ke kamar dan membenahi selimutnya, gua menatap wajahnya, ingin sekali mengecup keningnya tapi lagi-lagi gua ragu, hah pengecut! Gua berkata dalam hati, gua Cuma membelai rambutnya dan membisikan; ”Be Tough....”
Sejak ngambek tadi sore Ines nggak sekalipun keluar dari kamar, sekarang dia tidur dengan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, gua mengecek pemanas dan menaikkan suhunya kemudian bergegas keluar.
KLETAARR!!
Suara geledek diluar, saking keras suaranya jendela kamar pun ikut bergetar. Gua mencoba menutup pintu tanpa suara takut membangunkan Ines tapi setelah gua pikir, apa pengaruhnya? geledek sekenceng itu aja dia kagak bangun. Sampai seketika gua mendengar suara isak tangis dari bawah selimut, gua masuk dan mendekatkan telinga, mencoba mendengarkan dengan seksama dan terdengar lagi suara isak tangis yang memang sedikit tersamar dengan suara hujan diluar. Gua menggoyang-goyangkan tubuh Ines.
”Nes.. Lu nangis? Kenapa?”
Ines menyibak selimut yang menutupi kepalanya, terlihat genangan air mata disudut-sudut matanya, wajahnya terlihat memelas. Ah siapapun pria yang melihat wanita dengan ekspresi seperti itu pasti bakal ingin memeluknya dan memberikan belaian perlindungan. Tapi, sayang. Gua masih terlalu kaku dan takut untuk melakukan hal itu, gua Cuma duduk disebelahnya sambil membenahi letak selimutnya.
”Kenapa?”
”...”
”Elo disini aja, gue takut...”
Ines menggenggam lengan gua, Deg! Darah gua serasa melambat, jantung gua seperti berhenti sebentar kemudian berdetak lagi, lebih cepat. Gua memejamkan mata sambil mendengus, mencoba menghadang pikiran terliar gua yang sudah memaksa untuk ikut berbaur dengan nafsu. Nes.. Nes.. seandainya elu tau kalau nggak semua cowok bisa tahan diperlakukan kayak begini, gua membatin.
”Ah.. gua diluar aja...”
”Gue takuuuttt...” genggaman Ines semakin kuat.
”Cemen lu, sama gluduk aja takut..”
KLETAAAARRRR....
Gua terperanjat, kaget. Nggak terasa gua membalas genggaman Ines.
”Elo juga takut kan...?”
Gua melepaskan genggaman tangan Ines dan berdiri, bergegas keluar dari kamar.
”Nggak, Cuma kaget doang..”
”Ish.. disini aja kek...”
Gua menutup pintu kamar, merebahkan diri lagi di sofa sambil menutup wajah dengan tangan dan gua beristigfar. ”Astagfirullah...”
Nggak berapa lama, Ines keluar dari kamar, masih berselimut dan membawa bantal kemudian menjatuhkan diri di sofa, menindih kaki gua.
”Geser...geser..”
Gua kemudian turun dan duduk dilantai sambil memijit-mijit kaki gua yang tertimpa tubuh Ines.
”Ngapain malah keluar?”
”Ya elo suru didalem aja nggak mau..”
”Kalo lu tidur disini ntar gua dimana? Gua ke kamar ya..?”
”Ish.. jangan!!” Ines melotot.
”Pokoknya elo disini aja sampe gua tidur, ntar kalo gua udah tidur baru elo boleh tidur juga kekamar”
”.....”
Lima belas menit berlalu, gua Cuma bengong membelakangi Ines menghadap tivi yang nggak nyala. Gua mengambil rokok dan menyalakannya. Belum sempat disulut tiba-tiba sebuah tangan mengambil rokok tersebut.
”Jangan ngerokok dulu Bon...”
”Buset.. belon tidur juga lu dari tadi?”
”Bon...”
”Apa?”
”Gua cerita ya? Elo mau dengerin nggak?..”
Gua mengangguk pelan.
”Gua bikin kopi dulu boleh?”
”Ish.. gausa.. duduk disini aja..”
Gua masih duduk di lantai bersandar ke sofa dimana Ines berbaring sambil bercerita, saat dia bicara nafasnya menghembus tengkuk dan rambut belakang gua. Mungkin kalau gua berbalik posisi kita bakal berhadapan nggak sampe lima centimeter.
”Mantan tunangan gue namanya, Johan..”
”Gue udah pacaran sama dia uda 5 tahun, kenalnya waktu gua magang dikantor tempat dia kerja”
”Tadinya nyokap gua nggak setuju kalo gue pacaran sama dia, karena Almarhum bokap pernah pesen; ’kalo nyari jodoh yang seiman’. Sedangkan gue muslim dan dia nasrani. Tapi, gua nggak menggubris larangan nyokap..”
”Oh elu muslim.. kok nggak solat?” gua memotong.
”Tadi gue bilang apa? Gue mao cerita kan.. jadi, gue cerita dan elo dengerin.. nanti kalo gue udah selesai cerita, bakal ada sesi tanya-jawabnya..”
Ines ngomong sambil melotot, gua Cuma meng-oh-kan saja dan kembali memasang gestur mendengarkan.
”... dan bukan Cuma nyokap gue aja yang menentang hubungan gue sama Johan. Sahabat-sahabat gue dan kakak gue juga...”
”... saat itu gue nggak peduli kata mereka, gue tetep dengan pendirian gue; kalo cinta itu gue yang jalanin, bukan mereka, dan ini hidup gue, mereka nggak berhak ngatur-ngatur hidup gue...”
”... sampe akhirnya nyokap sakit gara-gara kepikiran hubungan gue dan akhirnya dia meninggal. Kakak gue begitu shock dan menuding kalo gue yang bikin nyokap meninggal...”
”... semua ninggalin gue, nyokap, kakak gue dan sahabat-sahabat gue, beruntung waktu itu masih ada Johan yang selalu support gue, sampe akhirnya dia dipindahin kerja ke London..”
”.. bulan-bulan pertama sejak kepindahan Johan, dia masih sering telefon dan sms, paling nggak selalu ngasih kabar, tapi nggak berapa lama intensitasnya semakin berkurang dan makin jarang...”
”... saat itu gue udah nggak punya siapa-siapa lagi buat sharing, sahabat-sahabat gue yang selama ini deket sama gua, menjauh. Mereka kayaknya ogah bergaul sama anak durhaka seperti gue...”
”... sampe akhirnya beberapa bulan yang lalu, Johan menelpon dan memberi kabar kalo dia ngajak gue ke London untuk menikah dan tinggal disini, gue seneng banget, gue kasih kabar ke kakak dan sahabat gue, walaupun jawaban mereka rata-rata sama; ’elo nyari penyakit sendiri kalo ada apa-apa lo tanggung sendiri’, gue menyepelekan omongan-omongan itu, gue pikir gue bakal hidup Happily ever after...
”... dan... elo dah tau lanjutannya..”
”... dan sekarang gua terbaring disofa hangat sama cowok yang udah nolong gue...”
Gua terdiam, terhenyak dan larut dalam cerita si Ines. Disatu sisi gua mengutuki kebodohan si Ines yang seperti menyia-nyiakan keluarga dan sahabatnya demi seorang cowok yang akhirnya malah ’membuang’nya ke jalanan. Disisi lain, gua akhirnya sadar, betapa berat dan sulitnya Ines untuk minta bantuan ke sahabat atau kakaknya, apalagi kalau mereka tau apa yang sudah Johan perbuat terhadap Ines.
”Dan sekarang cowok itu mau bikin kopi dulu ya ...”
Gua beranjak untuk bikin kopi, saat gua kembali si Ines sudah tertidur lelap, kayaknya lebih lelap dari sebelumnya. Mungkin lega setelah menceritakan semua masalahnya. Sekarang gantian gua yang jadi nggak bisa tidur, gua duduk di meja makan, menggenggam cangkir kopi menatap ke luar lewat jendela dapur yang basah dan dialiri air hujan.
Tik tok tik tok
Jam menunjukkan pukul dua dini hari, sudah satu jam lebih gua terbengong-bengong memandang jendela.
Gua memindahkan dengan menggendong Ines ke kamar dan membenahi selimutnya, gua menatap wajahnya, ingin sekali mengecup keningnya tapi lagi-lagi gua ragu, hah pengecut! Gua berkata dalam hati, gua Cuma membelai rambutnya dan membisikan; ”Be Tough....”
Backsound Untuk #9

WILD WORLD - Mr.Big
La...la...la...la...la
Now that I've lost everything to you
You say you want to start something new
And it's breaking my heart you're leaving
Baby I'm grieving
And if you wanna leave take good care
Hope you have a lot of nice things to wear
A lot of nice things turn bad out there
Oh baby, baby, it's a wild world
It's hard to get by just upon a smile
(yeah...) oh baby, it's a wild world
I'll always remember you like a child girl
You know I've seen a lot of
What the world can do
And it's breaking my heart in two
Coz I never want to see you sad girl
Don't be a bad girl
But if you wanna leave take good care
Hope you make a lot of nice freinds out there
Just remember there's
A lot of bad and beware
La...la...la...la...la...baby I love you.

WILD WORLD - Mr.Big
La...la...la...la...la
Now that I've lost everything to you
You say you want to start something new
And it's breaking my heart you're leaving
Baby I'm grieving
And if you wanna leave take good care
Hope you have a lot of nice things to wear
A lot of nice things turn bad out there
Oh baby, baby, it's a wild world
It's hard to get by just upon a smile
(yeah...) oh baby, it's a wild world
I'll always remember you like a child girl
You know I've seen a lot of
What the world can do
And it's breaking my heart in two
Coz I never want to see you sad girl
Don't be a bad girl
But if you wanna leave take good care
Hope you make a lot of nice freinds out there
Just remember there's
A lot of bad and beware
La...la...la...la...la...baby I love you.
Spoiler for Klipnya:
Diubah oleh robotpintar 27-02-2014 15:59
aripinastiko612 dan 15 lainnya memberi reputasi
16
Kutip
Balas
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/04/07/6448808_20140407033338.jpg)