- Beranda
- Stories from the Heart
Accidentally In Love [True Story]
...
TS
robotpintar
Accidentally In Love [True Story]
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/02/14/6448808_20140214023854.png)
Spoiler for Cover:
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/02/14/6448808_20140214024411.png)
So she said what's the problem baby
What's the problem I don't know
Well maybe I'm in love (love)
Think about it every time
I think about it
Can't stop thinking 'bout it
How much longer will it take to cure this
Just to cure it cause I can't ignore it if it's love (love)
Makes me wanna turn around and face me but I don't know nothing 'bout love
Come on, come on
Turn a little faster
Come on, come on
The world will follow after
Come on, come on
Cause everybody's after love
So I said I'm a snowball running
Running down into the spring that's coming all this love
Melting under blue skies
Belting out sunlight
Shimmering love
Well baby I surrender
To the strawberry ice cream
Never ever end of all this love
Well I didn't mean to do it
But there's no escaping your love
These lines of lightning
Mean we're never alone,
Never alone, no, no
We're accidentally in love
Accidentally in love [x7]
Accidentally I'm In Love
Spoiler for Bagian 1:
#1
Quote:
“Gila lu Bon, roti segitu banyak sayang-sayang bakal empan ikan semua!”
“Emang ngapa? Ikan jaman sekarang mah ogah makan cacing, Meng”
Gua jawab aja sekena-nya, memang niatnya gua bawa roti dari rumah buat bekal pas mancing tapi, gara-gara umpan cacing gua dari tadi nggak disentuh ikan terpaksa gua ganti dengan roti. Siapa tau mujarab.
Nggak seberapa berselang, tali pancing gua bergetar, refleks gua tarik joran sekuatnya dan mendarat dengan mulus seekor ikan yang kurang lebih seukuran telapak tangan.
“Anjritt.. dari tadi dapet sapu-sapu mulu gua!”
Sambil melepas mata kail dari mulut ikan sapu-sapu yang barusan gua angkat dan langsung gua lempar lagi kedalam kali.
Tidak berapa lama, melantun lagu “Time Like This”-nya Foo Fighter dari ponsel gua. Tertera tulisan “Rumah” dilayarnya.
“Kenapa mak?”
Karena memang cuma nyokap gua aja yang selalu telpon melalui telepon rumah. Bokap dan adik gua selalu menggunakan ponsel-nya masing-masing jika ada keperluan.
“Assalamualaikum , Mancing kagak rapi-rapi luh, nih ada kiriman surat buat elu”
“Dari siapa?”
“Kagak tau, bahasanya emak nggak ngerti”
“Simpenin dulu, nih aye udah mau pulang”
“Yaudah buruan, jangan maghriban dijalan, pamali. Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Gua kantongin lagi ponsel k-ekantong celana pendek yang sekarang udah kotor campur lumpur, sambil berteriak ke temen gua; Komeng, yang lagi berkutat dengan tali pancingnya yang kusut.
“Meng, ayo balik.. udah sore”
“Belon juga dapet sekilo, udah mau balik aje”
“Yauda elu terusin dah, gua balik duluan”
Komeng menjawab dengan sedikit gumam di bibirnya terdengar seperti “Yaelah..” sambil berjalan gontai menyusul gua.
------
Itu kejadian beberapa tahun yang lalu, dimana gua dan Komeng masih biasa mencari cacing buat umpan ikan di kebun singkong belakang rumahnya Haji Salim dan kemudian pergi memancing disepanjang pinggiran sungai Pesanggrahan, Jakarta.
Sekarang, gua sedang duduk sambil bersandar di sebuah kursi lipat di pinggir danau di daerah Leeds, Inggris. Menghabiskan hari libur akhir musim gugur dengan memancing sambil bernostalgia, mencoba membangkitkan memori tentang memancing, tentang si Komeng, tentang Jakarta, tentang rumah.
Setelah berjam-jam memancing, menghabiskan berkaleng-kaleng ‘Diet Coke’ akhirnya gua memutuskan untuk menyudahi kegiatan sialan ini. Pulang dengan membawa 6 Ekor ikan Yelowtail (di Indonesia disebut ikan patin) dan sedikit kenangan tentang ‘rumah’, gua berjalan gontai menuju tempat dimana sepeda kesayangan gua diparkir, sempat kebingungan awalnya karena sekarang ada banyak sepeda yang diparkir, padahal tadi pagi baru sepeda gua aja yang nongkrong disini, setelah celingak-celinguk akhirnya ketemu juga dan gua mulai mengayuh.
Jarak dari tempat gua biasa mancing ke tempat dimana gua tinggal di Moorland Ave, Leeds kurang lebih 3,5 mil atau kalau dalam satuan Kilometer sekitar 5,5 Km. Jarak segitu kalo disini, di Inggris bisa dibilang ‘deket’, kalau naik sepeda bisa cuma 30 menit.
Oiya, nama gua Boni. Gua lahir dan dibesarkan di Jakarta. Saat ini gua kerja dan tinggal di Leeds, Inggris sekitar 2-3 jam dari London (dengan kereta). Gua kerja sebagai Sound Designer disalah satu Agensi perfilman dan periklanan di Leeds yang juga punya kantor di London. Sudah hampir 4 tahun gua kerja dan tinggal disini, ditempat dimana nggak ada sungai dengan air berwarna cokelat keruh yang banyak ikan sapu-sapunya dan nggak ada teman yang suka menggerutu “Yaelah”.
Sambil mendengarkan “Heaven” nya Lost Lonely Boys lewat headset, gua mengayuh sepeda menuju ke rumah, pulang. Melewati jalan berpasir yang dipenuhi pohon-pohon maple di kedua sisinya menuju jalan utama. Jalan yang sangat sepi dan hening, jam menunjukkan angka 4 sore, menandakan waktu shalat maghrib, di sabtu sore seperti sekarang ini memang didaerah sini sangat sepi, kebanyakan penduduk sekitar sedang ke stadion atau pub-pub untuk menyaksikan Leeds United bertanding. Ingin buru-buru sampai di rumah, karena perut udah mulai keroncongan, gua kayuh sepeda lebih cepat. Sampai kemudian terdengar sayup-sayup suara musik yang makin lama makin nyaring, suara musik RnB yang sepertinya diputar dari dalam mobil dengan volume maksimal. Suara tersebut datang dari arah belakang dan kemudian menyusul gua, sebuah BMW silver yang melaju cepat bahkan boleh dibilang sangat cepat, sambil meninggalkan debu persis seperti mobil yang sedang Rally Dakkar.
“Orang Gila!!” gua mengumpat, masih sambil dengerin coda lagu “Heaven” nya Lost Lonely Boys. Sampai gua melihat beberapa detik kemudian lampu rem BMW tersebut menyala dan kemudian berhenti.
Deg!, “Wuanjrit, sakti juga tuh orang bisa denger suara gua” sambil berhenti dan melepas headset dari telinga. Yang ternyata setelah gua sadar, suara gua nggak sepelan pas pakai headset tadi. Gua nunggu sambil dag dig dug, kalau dia ngerti ucapan gua, dia pasti orang Indonesia dan kalo ternyata bukan gua bakal siap-siap kabur.
Pintu penumpang pun terbuka, terbuka secara paksa tepatnya, sedetik kemudian keluar seseorang dari kursi penumpang, terhuyung dan kemudian terjatuh, terdengar makian dari dalam BMW tersebut mungkin seperti “bitch” atau semacamnya dan sesaat kemudian BMW tersebut pergi, mengasapi orang yang tersungkur itu dengan debu jalanan.
Nggak mau terlalu ambil pusing, sambil bernafas lega dan bilang dalam hati; “untung bukan gua”, gua meneruskan mengayuh sepeda.
“Get up Bro, life is brutal”
gua berkata ke orang itu sambil melewatinya tetap melanjutkan mengayuh. Dan beberapa meter kemudian gua mendengar sebuah teriakan, teriakan yang (pada akhirnya) bakal merubah hidup gua.
“Woii.. Help me!, you’re Indonesian, right?”
“Tolongin gue dong…”
Gua berhenti mengayuh, turun dan bengong. Sudah hampir setahun gua nggak denger secara langsung orang bicara ke gua dengan bahasa Indonesia dan suara perempuan pula.. Lima, ah mungkin sepuluh detik kemudian baru gua memalingkan muka tapi masih tetap bengong.
“Woii..”
Akhirnya gua turun dari sepeda, kemudian menghampiri orang itu. Terduduk di depan gua sosok perempuan, hitam manis dengan kepala tertutup hood jaket hitam, celana jeans dan sepatu model boots sebetis berwarna cokelat.
“Elu nggak apa-apa?”
“Menurut Lo? Kalo gue gak apa-apa, ngapain gua teriak minta tolong elu!!”
Gua nggak menjawab, berusaha membantu dia berdiri sambil bertanya lagi bagaimana keadaannya. Sekali lagi dia mengumpat;
“Gila!, nggak punya hati banget sih lu!, ya jelas lah gue kenapa-kenapa.. nih liat!”
Sambil memperlihatkan telapak tangan dan siku-nya yang luka dan kemudian menyibak celana jeans-nya yang kotor terkena debu dan sobek di beberapa bagian akibat terlempar dari mobil tadi. Sesaat baru dia sadar kalau lutut kanannya juga luka sambil meringis kesakitan dia mencoba membersihkan luka tersebut dengan air liurnya. Sangat Indonesia sekali.
“Gua pikir tadi orang mabok yang lagi berantem, disini mah biasa begitu,mbak!”
Kemudia gua kasih satu-satunya ‘Diet Coke’ sisa memancing tadi, harusnya sih air putih tapi Cuma itu yang gua punya sekarang. Sambil menggerutu karena dikasih ‘Diet Coke’ daripada air putih, diminum juga tuh minuman soda. Kemudian gua menawarkan diri buat mengantar dia ke sebuah toko kecil di ujung jalan ini, untuk membeli plester untuk membalut luka-nya.
“Jauh nggak?”
Dia bertanya sambil menurunkan hood jaketnya dan menyibak rambutnya yang pendek seleher. Kemudian terlihat jelas sebuah luka lebam di sudut mata sebelah kiri-nya, tidak, bukan cuma satu, setidaknya ada 3 luka lebam, selain disudut matanya, satu lagi di dahi sebelah kiri dan satu lagi di sudut bibir sebelah kanan, yang terakhir tampak seperti luka yang baru karena masih meninggalkan sisa bekas darah yang membeku.
Gua nggak berani bertanya, gua hindari menatap kewajahnya sambil menjawab pertanyaa-nya bahwa tokonya nggak begitu jauh dari sini, sambil menunjuk ke arah jalan utama.
---
“Emang ngapa? Ikan jaman sekarang mah ogah makan cacing, Meng”
Gua jawab aja sekena-nya, memang niatnya gua bawa roti dari rumah buat bekal pas mancing tapi, gara-gara umpan cacing gua dari tadi nggak disentuh ikan terpaksa gua ganti dengan roti. Siapa tau mujarab.
Nggak seberapa berselang, tali pancing gua bergetar, refleks gua tarik joran sekuatnya dan mendarat dengan mulus seekor ikan yang kurang lebih seukuran telapak tangan.
“Anjritt.. dari tadi dapet sapu-sapu mulu gua!”
Sambil melepas mata kail dari mulut ikan sapu-sapu yang barusan gua angkat dan langsung gua lempar lagi kedalam kali.
Tidak berapa lama, melantun lagu “Time Like This”-nya Foo Fighter dari ponsel gua. Tertera tulisan “Rumah” dilayarnya.
“Kenapa mak?”
Karena memang cuma nyokap gua aja yang selalu telpon melalui telepon rumah. Bokap dan adik gua selalu menggunakan ponsel-nya masing-masing jika ada keperluan.
“Assalamualaikum , Mancing kagak rapi-rapi luh, nih ada kiriman surat buat elu”
“Dari siapa?”
“Kagak tau, bahasanya emak nggak ngerti”
“Simpenin dulu, nih aye udah mau pulang”
“Yaudah buruan, jangan maghriban dijalan, pamali. Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam”
Gua kantongin lagi ponsel k-ekantong celana pendek yang sekarang udah kotor campur lumpur, sambil berteriak ke temen gua; Komeng, yang lagi berkutat dengan tali pancingnya yang kusut.
“Meng, ayo balik.. udah sore”
“Belon juga dapet sekilo, udah mau balik aje”
“Yauda elu terusin dah, gua balik duluan”
Komeng menjawab dengan sedikit gumam di bibirnya terdengar seperti “Yaelah..” sambil berjalan gontai menyusul gua.
------
Itu kejadian beberapa tahun yang lalu, dimana gua dan Komeng masih biasa mencari cacing buat umpan ikan di kebun singkong belakang rumahnya Haji Salim dan kemudian pergi memancing disepanjang pinggiran sungai Pesanggrahan, Jakarta.
Sekarang, gua sedang duduk sambil bersandar di sebuah kursi lipat di pinggir danau di daerah Leeds, Inggris. Menghabiskan hari libur akhir musim gugur dengan memancing sambil bernostalgia, mencoba membangkitkan memori tentang memancing, tentang si Komeng, tentang Jakarta, tentang rumah.
Setelah berjam-jam memancing, menghabiskan berkaleng-kaleng ‘Diet Coke’ akhirnya gua memutuskan untuk menyudahi kegiatan sialan ini. Pulang dengan membawa 6 Ekor ikan Yelowtail (di Indonesia disebut ikan patin) dan sedikit kenangan tentang ‘rumah’, gua berjalan gontai menuju tempat dimana sepeda kesayangan gua diparkir, sempat kebingungan awalnya karena sekarang ada banyak sepeda yang diparkir, padahal tadi pagi baru sepeda gua aja yang nongkrong disini, setelah celingak-celinguk akhirnya ketemu juga dan gua mulai mengayuh.
Jarak dari tempat gua biasa mancing ke tempat dimana gua tinggal di Moorland Ave, Leeds kurang lebih 3,5 mil atau kalau dalam satuan Kilometer sekitar 5,5 Km. Jarak segitu kalo disini, di Inggris bisa dibilang ‘deket’, kalau naik sepeda bisa cuma 30 menit.
Oiya, nama gua Boni. Gua lahir dan dibesarkan di Jakarta. Saat ini gua kerja dan tinggal di Leeds, Inggris sekitar 2-3 jam dari London (dengan kereta). Gua kerja sebagai Sound Designer disalah satu Agensi perfilman dan periklanan di Leeds yang juga punya kantor di London. Sudah hampir 4 tahun gua kerja dan tinggal disini, ditempat dimana nggak ada sungai dengan air berwarna cokelat keruh yang banyak ikan sapu-sapunya dan nggak ada teman yang suka menggerutu “Yaelah”.
Sambil mendengarkan “Heaven” nya Lost Lonely Boys lewat headset, gua mengayuh sepeda menuju ke rumah, pulang. Melewati jalan berpasir yang dipenuhi pohon-pohon maple di kedua sisinya menuju jalan utama. Jalan yang sangat sepi dan hening, jam menunjukkan angka 4 sore, menandakan waktu shalat maghrib, di sabtu sore seperti sekarang ini memang didaerah sini sangat sepi, kebanyakan penduduk sekitar sedang ke stadion atau pub-pub untuk menyaksikan Leeds United bertanding. Ingin buru-buru sampai di rumah, karena perut udah mulai keroncongan, gua kayuh sepeda lebih cepat. Sampai kemudian terdengar sayup-sayup suara musik yang makin lama makin nyaring, suara musik RnB yang sepertinya diputar dari dalam mobil dengan volume maksimal. Suara tersebut datang dari arah belakang dan kemudian menyusul gua, sebuah BMW silver yang melaju cepat bahkan boleh dibilang sangat cepat, sambil meninggalkan debu persis seperti mobil yang sedang Rally Dakkar.
“Orang Gila!!” gua mengumpat, masih sambil dengerin coda lagu “Heaven” nya Lost Lonely Boys. Sampai gua melihat beberapa detik kemudian lampu rem BMW tersebut menyala dan kemudian berhenti.
Deg!, “Wuanjrit, sakti juga tuh orang bisa denger suara gua” sambil berhenti dan melepas headset dari telinga. Yang ternyata setelah gua sadar, suara gua nggak sepelan pas pakai headset tadi. Gua nunggu sambil dag dig dug, kalau dia ngerti ucapan gua, dia pasti orang Indonesia dan kalo ternyata bukan gua bakal siap-siap kabur.
Pintu penumpang pun terbuka, terbuka secara paksa tepatnya, sedetik kemudian keluar seseorang dari kursi penumpang, terhuyung dan kemudian terjatuh, terdengar makian dari dalam BMW tersebut mungkin seperti “bitch” atau semacamnya dan sesaat kemudian BMW tersebut pergi, mengasapi orang yang tersungkur itu dengan debu jalanan.
Nggak mau terlalu ambil pusing, sambil bernafas lega dan bilang dalam hati; “untung bukan gua”, gua meneruskan mengayuh sepeda.
“Get up Bro, life is brutal”
gua berkata ke orang itu sambil melewatinya tetap melanjutkan mengayuh. Dan beberapa meter kemudian gua mendengar sebuah teriakan, teriakan yang (pada akhirnya) bakal merubah hidup gua.
“Woii.. Help me!, you’re Indonesian, right?”
“Tolongin gue dong…”
Gua berhenti mengayuh, turun dan bengong. Sudah hampir setahun gua nggak denger secara langsung orang bicara ke gua dengan bahasa Indonesia dan suara perempuan pula.. Lima, ah mungkin sepuluh detik kemudian baru gua memalingkan muka tapi masih tetap bengong.
“Woii..”
Akhirnya gua turun dari sepeda, kemudian menghampiri orang itu. Terduduk di depan gua sosok perempuan, hitam manis dengan kepala tertutup hood jaket hitam, celana jeans dan sepatu model boots sebetis berwarna cokelat.
“Elu nggak apa-apa?”
“Menurut Lo? Kalo gue gak apa-apa, ngapain gua teriak minta tolong elu!!”
Gua nggak menjawab, berusaha membantu dia berdiri sambil bertanya lagi bagaimana keadaannya. Sekali lagi dia mengumpat;
“Gila!, nggak punya hati banget sih lu!, ya jelas lah gue kenapa-kenapa.. nih liat!”
Sambil memperlihatkan telapak tangan dan siku-nya yang luka dan kemudian menyibak celana jeans-nya yang kotor terkena debu dan sobek di beberapa bagian akibat terlempar dari mobil tadi. Sesaat baru dia sadar kalau lutut kanannya juga luka sambil meringis kesakitan dia mencoba membersihkan luka tersebut dengan air liurnya. Sangat Indonesia sekali.
“Gua pikir tadi orang mabok yang lagi berantem, disini mah biasa begitu,mbak!”
Kemudia gua kasih satu-satunya ‘Diet Coke’ sisa memancing tadi, harusnya sih air putih tapi Cuma itu yang gua punya sekarang. Sambil menggerutu karena dikasih ‘Diet Coke’ daripada air putih, diminum juga tuh minuman soda. Kemudian gua menawarkan diri buat mengantar dia ke sebuah toko kecil di ujung jalan ini, untuk membeli plester untuk membalut luka-nya.
“Jauh nggak?”
Dia bertanya sambil menurunkan hood jaketnya dan menyibak rambutnya yang pendek seleher. Kemudian terlihat jelas sebuah luka lebam di sudut mata sebelah kiri-nya, tidak, bukan cuma satu, setidaknya ada 3 luka lebam, selain disudut matanya, satu lagi di dahi sebelah kiri dan satu lagi di sudut bibir sebelah kanan, yang terakhir tampak seperti luka yang baru karena masih meninggalkan sisa bekas darah yang membeku.
Gua nggak berani bertanya, gua hindari menatap kewajahnya sambil menjawab pertanyaa-nya bahwa tokonya nggak begitu jauh dari sini, sambil menunjuk ke arah jalan utama.
---
DAFTAR ISI
Quote:
CHAPTER 1
#1 The Beginning
#2 Truly Gentlemen
#3 Place Called Home
#4 The Morning Fever
#5 A Miserable Story
#6 Night Rain
#7 Inside My Head
#8 That Day
#9 Be Tough
#10 Mukena
#1 The Beginning
#2 Truly Gentlemen
#3 Place Called Home
#4 The Morning Fever
#5 A Miserable Story
#6 Night Rain
#7 Inside My Head
#8 That Day
#9 Be Tough
#10 Mukena
Quote:
CHAPTER 2
#11-A Trip To Manchester
#11-B The Swiss Army
#12 Here's and Back Again
#13 I Miss You So Bad
#14 Going Mad
#15 Promise
#16 You’ll Be The Only Light I See
#17 The Winter Tears
#18 She's Gone
#19 That Memories
#11-A Trip To Manchester
#11-B The Swiss Army
#12 Here's and Back Again
#13 I Miss You So Bad
#14 Going Mad
#15 Promise
#16 You’ll Be The Only Light I See
#17 The Winter Tears
#18 She's Gone
#19 That Memories
Quote:
CHAPTER 3
[URL="http://www.kaskus.co.id/show_post/530ff7e41acb17030d8b48f1/479/- "]#19-A The Hood[/URL]
#19-B Heres And Back Again II
#19-C Weak
#19-D Surrender
#19-E The Choice
#19-F Anything For You
#19-G Chelsea Number 8
#19-H Its not always about gold and glory
#19-I Aku
#19-J The Words
#19-K The Persian Cat
#19-L You Really The Only Light I See
#19-M So Be It
#19-N Less Than Perfect
#20 That Day II
[URL="http://www.kaskus.co.id/show_post/530ff7e41acb17030d8b48f1/479/- "]#19-A The Hood[/URL]
#19-B Heres And Back Again II
#19-C Weak
#19-D Surrender
#19-E The Choice
#19-F Anything For You
#19-G Chelsea Number 8
#19-H Its not always about gold and glory
#19-I Aku
#19-J The Words
#19-K The Persian Cat
#19-L You Really The Only Light I See
#19-M So Be It
#19-N Less Than Perfect
#20 That Day II
Quote:
CHAPTER 4 The Prekuel
#21 The Prologue
#22 My Precious
#23 Ticket to Ride
#24 Singapore
#25 Dreams
#26 The Awkward Moment
#27 Logic
#28 Driver In Life
#29 The Risk Taker
#30 Sorry
#31 Rise Again
#32 Goodbye
#21 The Prologue
#22 My Precious
#23 Ticket to Ride
#24 Singapore
#25 Dreams
#26 The Awkward Moment
#27 Logic
#28 Driver In Life
#29 The Risk Taker
#30 Sorry
#31 Rise Again
#32 Goodbye
Quote:
CHAPTER 5!!
#33 London
#34 Unwell
#35 I Was Here
#36 Leeds
#37 New Home, New Life
#38 Alone
#39 Intermezo
#40 Goin' Trough
#41 At Glance
#42 The Past of The Future
#33 London
#34 Unwell
#35 I Was Here
#36 Leeds
#37 New Home, New Life
#38 Alone
#39 Intermezo
#40 Goin' Trough
#41 At Glance
#42 The Past of The Future
Quote:
CHAPTER 6
#43 My First ...
#44 If Lovin' You ...
#45 Goin' Back
#46 Leeds II
#47 I Love You (Jealousy)
#48 After All
#49 Hell Yeah
#50 Conflict
#51 Liar-Liar
#52 Memories
#43 My First ...
#44 If Lovin' You ...
#45 Goin' Back
#46 Leeds II
#47 I Love You (Jealousy)
#48 After All
#49 Hell Yeah
#50 Conflict
#51 Liar-Liar
#52 Memories
Quote:
Quote:
Diubah oleh robotpintar 10-04-2014 08:46
namakuag dan 119 lainnya memberi reputasi
118
1.3M
Kutip
2.3K
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
robotpintar
#4
Spoiler for Bagian 2:
#2 - Trully Gentlemen
Di suatu sore musim gugur, di pinggiran kota Leeds. Gua berjalan memapah seorang gadis Indonesia yang kira-kira berumur 23-27an tahun, berkulit hitam manis, dengan rambut pendek, yang sepengetahuan gua baru saja menerima abuse dari seorang pria ber mobil BMW yang mungkin pacarnya, kakaknya, adiknya, ayahnya, omnya atau entahlah siapanya.
Sepanjang perjalanan dari tempat si gadis di lempar keluar dari mobil tadi, dia nggak berbicara sepatah katapun, dia hanya merintih menahan perih luka yang dideritanya. Walaupun seperti ada rintihan kepedihan yang sangat didalam rintihannya yang ringan. Kemudian kami pun sampai di sebuah toko kelontong yang kalo di Indonesia mirip seperti indoma*t atau Alfama*t, bedanya kalau disini toko seperti ini nggak di franchise kan, melainkan milik perorangan/pribadi. Toko kelontong/grocery yang gua datangi ini milik seorang imigran asal belanda yang udah hampir 20 tahun tinggal di Inggris. Nama tokonya LeGrocery, sebuah toko/ grocery kecil dengan bentuk seperti rumah panggung, terletak di persimpangan jalan Burley Rd dan memilik beranda di depannya dan halaman yang luas, bahkan cukup luas untu parkir dua truk kontainer sekaligus.
Gua kemudian menyenderkan sepeda di reiling pembatas antara beranda dengan halaman dan membantu perempuan ini duduk di tangga beranda dekat pintu masuk toko LeGrocery dan kemudian masuk ke dalam untuk membeli air mineral, plester atau obat untuk luka si cewek itu.
”Ting-ting”, suara bunyi bel yang dipasang di atas pintu toko. Kemudian berdiri seorang tua yang hanya menggunakan kaos dalam yang sepertinya sedang menata susunan rokok dari belakang meja kasir.
“Oh, hi there.. Kamu lagi, bagaimana hari ini?”
Si penjaga toko menyapa gua dengan aksen belanda –inggrisnya dan bertanya hasil memancing hari ini, gua baru tadi siang membeli beberapa kaleng ‘Diet Coke’ dan umpan ikan untuk memancing disini.
“Oh hi, hanya beberapa ekor, lumayan”
Gua menjawab sambil tetap jelalatan mencari plester atau semacamnya dan akhirnya bertanya;
“Apakah kau punya plester atau semacam…”
Sambil meragakan gerakan orang menutup luka di tangan.
“owh,, tepat di rak belakangmu”
Gua bergegas mengambil beberapa plester, beberapa perban dan kemudian mengambil 3 botol air mineral dan langsung membawanya ke meja kasir. Si pak tua kemudian menghitungnya sambil melongok ke luar.
“Hari yang berat, huh?”
Gua Cuma nyengir kuda aja, mungkin pertanyaannya merujuk ke perempuan yang sedang duduk diluar, dengan pakaian berantakan dan awut-awutan. Orang orang pasti berfikir seperti pak tua pemilik toko, Cowok dan pacarnya habis bertengkar gara-gara si cowok keasikan mancing seharian dan Cuma dapet 6 ekor ikan.
“Ada lagi?”
“Yeah, mungkin Marlboro light di hari yang berat ini”
Kali ini gua yang senyum sambil mengeluarkan pounds lecek dari dalam kantong jaket dan kemudian bergegas keluar, takut-takut perempuan itu keburu pingsan.
Gua duduk disebelahnya sambil membuka satu botol air mineral untuk membasuh luka di telapak tangan dan siku-nya dan mempersiapkan beberapa plester dan perban.
“Mana sini tangan lu..”
Dia nggak menjawab, hanya diam, duduk, menunduk dan memeluk lututya, menyembunyikan wajahnya kedalam sela-sela kakinya. Kemudian gua goyangkan pundaknya, terdengar suara isak tangis yang semakin lama malah semakin menjadi. Gua malah jadi panik takut orang-orang beneran mengira gua habis bertengkar gara-gara keasikan mancing seharian dan Cuma dapet 6 ekor ikan.
“Udah jangan nangis, luka gitu doang aja nangis”
Padahal gua yakin, dia nangis bukan karena luka-luka nya.
------
“Eh udah dong jangan nangis.. malu tau diliatin orang”
Padahal gua yakin orang orang disini nggak se-kepo orang Indonesia, mereka nggak bakal peduli dengan urusan orang lain yang nggak ada sangkut pautnya dengan urusan pribadi mereka.
“Udah dong jangan nangis.. ntar gua jajanin kit-kat”
Abis denger omongan gua , dia langsung menoleh, mencak-mencak dan bilang kalo dia bukan anak kecil yang bisa dirayu dengan jajanan.
Buset, galak juga nih perempuan
“Yaudah makannya sini tangan lu, mau diobatin nggak?”
Gua nyolot sambil narik telapak tangannya dan langsung meyiramnya dengan air mineral. Dia meringis, kemudian gua bersihkan lukanya dengan menggunakan perban dan membalutnya dengan plester.
“Sakit nggak?”
“Menurut loo..”
Lima belas menit kemudian hampir semua luka lecet-nya selesai gua kasih plester, kecuali luka lebam di wajahnya, gua nggak tau harus diapakan. Saking penasarannya gua beranikan untuk nanya juga sambil memilih kira-kira pertanyaan apa yang tepat biar nggak terdengar kepo dan pengen tau banget.
“Emang tadi pas jatoh, elu kejedot batu? Kok ampe biru-biru gitu muka lu?”
“Bukan urusan lu”
“Oke Lah kalau begitu”
Kemudian gua berdiri, mengusap celana gua yang sedikit kotor dan bergegas buat ngambil sepeda. Gua pengen pulang.
“Eh woi, mau kemana lu?”
“Mau pulang!!, ngapain juga disini, kan bukan urusan gua”
Gua naik ke sepeda kemudian mulai mengayuh, dalam hati gua pikir bodo amat lah, udah dibantuin kok malah ngomongnya nggak enak. Sambil tetap mengayuh, hati kecil gua bilang kalo kasihan juga tuh perempuan kalau gua tinggalin gitu aja, ntar kalau dia diculik sama alien gimana.
Mungkin jika di ilustrasikan ada dua sosok malaikat yang sedang adu argumentasi di atas kepala gua, sosok mungil berwarna putih yang sedari tadi bilang kalau gua harus kembali dan nolong perempuan itu, sedangkan sosok satunya lagi, sosok berwarna merah dengan tanduk dan membawa tombak bermata tiga, kekeuh bertahan agar gua cepet-cepet pulang dan meninggalkan perempuan itu.
“God Damn it ..”
Gua memutar sepeda dan kembali ke LeGrocery, si sosok putih yang menang.
Saat gua balik lagi ke LeGrocery, perempuan itu udah nggak ada disitu. Gua mencoba mencari sebentar disekitar toko, kemudian masuk kedalam dan bertanya ke Pak tua pemilik toko. Dia Cuma menggeleng dan mengangkat bahu. Akhirnya gua memutuskan untuk kembali kerumah, berarti keputusan si sosok putih dikepala gua, salah.
Sepuluh meter dari LeGrecory, diatas trotoar, di pinggir jalan Burley Rd yang mengarah Kirkstall Hill, gua melihat perempuan itu sedang bersandar di kotak pos dengan posisi yang nyaris sama saat duduk di beranda di depan toko. Gua menghampirnya, turun dari sepeda dan berjongkok di sampingnya. Dia menoleh.
“Ngapain lu balik lagi”
“Elu ngapain disini”
“Bukan urusan lu”
Lagi lagi jawaban “bukan urusan lu”, pengen gua tempeleng aja rasanya nih perempuan.
Waktu di jam tangan gua udah menunjukan pukul 6 sore, langit udah gelap sejak jam 5 tadi, cuaca juga sepertinya udah mulai nggak bersahabat, perut gua tambah keroncongan. Akhirnya gua tarik tangan perempuan tersebut untuk berdiri dan mulai memapahnya lagi, dia marah dan bilang kalo dia bisa jalan sendiri.
Entah apa yang ada dibenak gua saat itu, gua berniat untuk mengajak perempuan ini pulang, biar dia bisa beristirahat sejenak, kemudian besok pagi pagi sekali gua antar ke Stasiun. Feeling gua sih kayaknya perempuan ini sedang liburan disini mengunjungi pacarnya atau temannya atao kakaknya atau omnya atau ayahnya atau entahlah, dan kemudian berujung pada tragedi mobil BMW tadi.
Setelah menyebrangi Burley park , kami berbelok ke kanan menuju Royal Pak rd, kami gua berjalan pelan sambil menuntun sepeda, mengikuti langkah perempuan itu yang sepertinya menahan sakit di lututnya sambil beberapa kali meringis. Lima belas menit kemudian kami pun sudah berbelok ke Moorland Road dan masuk ke Moorland Ave. Gua mampir sebentar ke tetangga yang juga sebagai pemilik tempat yang gua sewa, kalo disini biasanya disebut Landlord.
“Tunggu disini”
Gua memerintahkan perempuan itu untuk menunggu di halaman depan sambil memegang sepeda. Kemudian gua berjalan melintasi salah satu halaman rumah yang berjajar sepanjang jalan Moorland Ave. Sebuah rumah mungil, dua lantai dengan tembok dari bata merah dan pintu tua berwarna biru.
Gua mulai mulai mengetuk. Sesaat kemudian pintu terbuka, sesosok perempuan berusia lebih dari setengah baya muncul dari balik pintu, masih menggunakan celemek dan rambut yang di roll, sedang menyiapkan makan malam sepertinya. Namanya Darcy, seorang janda veteran perang yang bertampang menyeramkan namun sesungguhnya baik hatinya. Dan dialah Landlord gua.
“Pemanasnya rusak lagi?”
Gua menggeleng sambil mengangkat ikan hasil tangkapan memancing tadi dan memberikannya ke Darcy. Gua emang nggak pernah makan ikan tangkapan gua sendiri begitu pun saat masih di Jakarta, saat masih sering memancing bareng si komeng di sungai Pesanggrahan. Gua selalu memberikan ikan hasil tangakapan gua ke tetangga atau saudara dekat rumah.
“Owh.. my lovely.. masuklah, mau minum teh?”
“Hmm.. sebenarnya saya ada sedikit masalah”
Kemudian dia melongok keluar dan melihat sosok perempuan sedang terisak didepan halaman rumahnya dan mulai menggeleng sambil berkacak pinggang.
“Apakah orang tua mu sudah tau?”
“tau apa?”
“Sudah berapa bulan?”
“What?”
“Aku bertanya kepadamu, dia sudah hamil berapa bulan?”
Darcy mengernyitkan alisnya sambil melotot kearah gua. Dia berfikir gua telah menghamili perempuan itu yang sekarang malah tambah terisak di depan halaman rumahnya.
Gua menggelengkan kepala, kemudian mencoba menjelaskan duduk perkaranya. Belum sempat keluar sepatah kata dari bibir gua, Darcy menutup pintu dengan keras. Sesaat kemudian pintu terbuka lagi, masih melotot dia mengambil ikan yang tadi tertinggal di depan pintu, dan kali ini pintu ditutup lebih keras, terdengar teriakan dari dalam “Be a gentleman”
Kemudian gua beranjak, melompati pagar tembok setinggi pinggang dan memanggil perempuan itu untuk masuk.
Backsound untuk #2


Save me from this prison
Lord help me get away
Cause only you can save me now
From this misery
Cause I've been lost in my own place
And I'm getting' weary
How far is heaven
And I know I need to change
My ways of livin'
How far is heaven, Lord can you tell me
Cause I've been locked up way too long
In this crazy world, how far is heaven
I just keep on prayin' Lord
Just keep on livin', how far is heaven
Lord can you tell me, how far is heaven
I just got to know how far, how far is heaven
Lord can you tell me
Tu que estas en alto cielo,
Echame tu bendiciòn
Cause I know there's a better place
Than this place I'm livin', how far is heaven
So I just got to show some faith
And just keep on giving, how far is heaven
Lord can you tell me, how far is heaven
I just wanna know how far, how far is heaven,
Lord can you tell me, how far is heaven,
'cause I just gotta know how far,
I just wanna know far
Lord help me get away
Cause only you can save me now
From this misery
Cause I've been lost in my own place
And I'm getting' weary
How far is heaven
And I know I need to change
My ways of livin'
How far is heaven, Lord can you tell me
Cause I've been locked up way too long
In this crazy world, how far is heaven
I just keep on prayin' Lord
Just keep on livin', how far is heaven
Lord can you tell me, how far is heaven
I just got to know how far, how far is heaven
Lord can you tell me
Tu que estas en alto cielo,
Echame tu bendiciòn
Cause I know there's a better place
Than this place I'm livin', how far is heaven
So I just got to show some faith
And just keep on giving, how far is heaven
Lord can you tell me, how far is heaven
I just wanna know how far, how far is heaven,
Lord can you tell me, how far is heaven,
'cause I just gotta know how far,
I just wanna know far
Spoiler for Klipnya:
Diubah oleh robotpintar 27-02-2014 15:46
itkgid dan 18 lainnya memberi reputasi
17
Kutip
Balas
![Accidentally In Love [True Story]](https://s.kaskus.id/images/2014/04/07/6448808_20140407033338.jpg)