"Mungkin hatiku dulu sudah terbagi dalam banyak kotak-kotak, tapi kupersembahkan kotak terakhir untukmu, Riyani."
- Boy, 23 tahun, [Bukan]Penulis..
(dengerin lagunya dulu ya biar meleleh)
Prologue
Sebut saja namaku Boy, 23 tahun. Penulis? Jelas bukan. Aku hanyalah seorang anak laki-laki yang tumbuh tegak ke atas bersama waktu, soalnya kalau melebar kesamping berarti tidak sesuai kayak iklan Boneto. Dilecut dalam romantika kehidupan labil (bahkan sampai sekarang. -Editor).
Tulisan ini kupersembahkan untuk seorang gadis, sebut saja Bunga. Eh, jangan. Nama Bunga sudah terlalu mainstream dan negatif, Sebut saja Riyani, itu lebih indah dibaca dan tanpa konotasi negatif berita kriminal. (iya gimana sih.. - Editor)
Ya, Riyani itu kamu. Bukan Riyani yang lain. (Emang Riyani ada berapa gan? - Editor) Aku menulis ini karena aku tak punya harta materi (Hiks..kasihan - Editor). Karena aku tak punya apapun. Karena aku bahkan tak ingat apa yang jadi favoritmu. Aku hanya tahu kau suka membaca, maka aku hanya bisa mempersembahkan tulisan ini sebagai ungkapan terima kasihku untukmu Riyani, seseorang yang akan kunikahi nanti. (Ciyyeeee.. suit-suit dah mau kimpoi nih.. - Editor)
Dan kau Riyani, perhatikanlah bagaimana kuceritakan masa-masa dimana aku tumbuh dewasa hingga kutitipkan kepingan hati terakhirku padamu. Masa-masa dimana aku belajar, ditempa, jatuh remuk, dan kembali bangkit karenamu.. (Ceiileee romantisnyaaa... - Editor).
Interlude berisi macam-macam kenangan yang sebagian besar berasal dari catatan semasa kuliah yang ditulis di note fb gue. Masa-masa paling galau gue. Berisi cerita pendek, puisi, dongeng tak jelas, yang sebenarnya pun ada makna dibalik itu semua yang gue yakin cuma gue doang yang tahu (Over PD). Didominasi Hari-hari sebelum Riyani. Beberapa hal berisi spoiler, jadi yang gak pengen merasa diberi cheat mohon tidak usah dibaca. (Meski gue yakin elu pasti baca)
1. Tidak boleh meng-copy atau mencetak karya ini tanpa persetujuan dari TS. Berani copy paste ane sumpahin ente susah nelen 7 turunan.
2. Tolong jaga privasi TS untuk kenyamanan bersama.
Q & A
Quote:
1. Real stories?
Ya. Dengan beberapa perubahan, regulasi, modifikasi ringan, improvisasi, imunisasi, urbanisasi, dan sebagainya.
2. Boleh kenalan gak?
Bukan ajang cari jodoh dan TS bukan jomblo apalagi homo.
3. Kalau minta foto?
Jangan. Kami takut diguna-guna..
4. Ngawur. Eh, kok kayaknya kenal?
Please, demi menjaga privasi yang kenal diem aja. Ingat diam itu emas, makin diam makin kaya ente... - kaya monyet.
5. Kapan update?
Kalau lagi gak ngurus anak dan kerjaan. Sabar, pasti update dan gak akan mangkrak. Emangnya proyek.... uhuk..
6. Istrinya cantik gak?
Ya jelas.
7. Boleh dong dikenalin sama temennya istrinya?
Makiin ngawuuuuuuuur!!!
8. Last, kok ceritanya berubah-ubah? Bahasanya juga?
Kalau ceritanya bagus dan sangat menarik hati pasti saya ini jelmaannya Tere Liye atau Dewi Lestari. Maklum dong namanya juga amatir. Lah kamu mana tulisannya?
Jangan lupa komen, rates, dan subscribe.
Ijo-ijo belakangan mah gak masalah.
Diubah oleh azelfaith 04-07-2016 08:20
septyanto memberi reputasi
2
109.9K
Kutip
623
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Lelaki itu duduk di bibir pantai,memandang jauh ke laut lepas. Matahari sudah meninggi, memerah seperti darah,melelehkan pasir putih disekitarnya. Wajah lelaki itu layu meredup,pucat kepanasan. Dia duduk diatas kursi reyot yang agaknya buatan tangan sendiri. Burung camar bertebangan,mengingatkannya pada film mandarin lawas,tak jelas.
Matahari meninggi,hari makin memanas, tubuhnya seperti menguap. Lelaki itu masih duduk memegang kotak lusuh berkarat. Tngannya gemetar, sepertinya terlalu capai. Matahari memerah,hari semakin terpanggang.
Sebuah bayangan teduh mendekat. Oh apakah itu? Batin lelaki tersebut. Seperti sebuah awan,tetapi bentuknya bulat. Awan tidak ada yang berbentuk bulat. Ternyata sebuah bayangan payung yang lebar, terlalu lebar untuk penggunanya. Seorang gadis kecil mendekat.
"Kau terlalu tua untuk berpanas-panasan ria."
"Dan kau terlalu muda untuk berada di sini."
"Apa yang kamu lakukan disini kakak besar?"
"Kau tak perlu tahu adik kecil."
"Aku ingin tahu."
"Tak perlu."
"Perlu dan ingin beda maknanya."
Gadis itu berdiri memandang jauh ke laut lepas. Angin meniupnya dan ombak bergulung-gulung di depannya. Burung-burung camar terbang mencari ikan.
"Apa yang kau pegang lelaki yang kepanasan?"
Lelaki itu tak menjawab, matanya memandang ombak yang bergulung-gulung mendekatinya. Gadis itu kemudian duduk disebelahnya,menyorongkan payung besarnya agar si lelaki tidak kepanasan. Bayangan bulat besar seketika mengurung tubuhnya.
"Aku tak perlu," kata lelaki itu, pelan.
"Kau kepanasan," sahut si gadis, wajahnya memerah diterpa panas matahari.
"Seperti kau tidak saja," sindir lelaki itu. Gadis kecil menunduk malu. Perlahan bayangan bundar itu berpindah setengah. "Buat berdua saja, setengah kepanasan,setengah teduh," kata lelaki itu menambah.
"Kau bertanya tentang kotak ini, maka akan kuceritakan jika kau mau. Tapi ini cerita yang membosankan."
"Aku tahu,"jawab si gadis sembari mengeluarkan sebungkus kacang dari kantongnya dan mulai memakannya. "Kacang yang akan membuatmu bahagia.." guraunya.
Lelaki itu memandang jauh, di pantai tampak seorang bapak dan anak lelaki bermain air, disamping lain si ibu dan anak perempuannya tertawa-tawa sambil memintal benang. Angin bertiup agak kencang, si bapak berceburan dan bergulat ringan dengan air laut. Sementara anak lelakinya menendang-nendang ombak kecil yang menerpanya.
"Kotak ini dulu adalah kotak yang indah. Ukirannya bersepuh emas, barang paling berharga untukku. Di dalam kotak ini terdapat barang yang juga paling berharga sehingga harus kukunci rapat-rapt. Isi dari kotak ini hanya untuk seseorang, seseorang yang mulia."
Bapak dan anak itu masih bermain air di pantai, sedangkan ibu dan anak perempuannya kini bermain dengan bola-bola dari benang. Awan putih berarak-arak, tak satupun menghalangi matahari memancarkan sinar ultra panasnya.
"Seorang perempuan datang," lanjutnya. "Dan aku yakin dia adalah orang yang tepat, orang yang akan menghargai isi kotak itu dengan harga yang teramat tinggi. Kunci itu pun kupinjamkan."
"Suatu hari aku tertidur, dan ketika bangun isi kotak itu tinggal setengah. Kotak itu tak lagi indah, sedang aku tak tahu apa yang kualami itu mimpi atau nyata, perempuan itu tak lagi ada. Aku berlari dan berlari,membawa kotak ini. Mataku sembab dan merah semerah matahari saat ini. Aku marah pada diriku sendiri. Ketika aku tiba di pantai ini, kubuang kunciku jauh-jauh ke laut lepas dan aku bersumpah akan menunggu seseorang membawakannya untukku. Menunggu orang yang mau membukanya walau isinya hanya separuh."
Sepi,hanya ada ombak berdesir dan angin berbisik lirih. Keluarga yang bermain di pantai itu sudah bersiap-siap pulang. Tampak si bapak menggendong anak lelakinya di punggung, sedang si ibu menggandeng anak perempuannya.
"Tidak membosankan kok," bisik si gadis kecil. "Kau mau kacang?" Dan diambillah kacang itu oleh si lelaki, dikunyahnya pelan.
"Aku juga menunggu. Kunciku juga sudah kubuang."
"Hmm.. kau boleh menunggu disini. Menunggu bersama teman tentu lebih menyenangkan," Jawab si lelaki.
"Boleh?" Matanya berbinar-binar.
"Iya."
Matahari mulai turun ke peraduan, langit meredup gelap. Ombak bergulung-gulung membelai pasir pantai. Keluarga itu mendekati mereka.
"Bersabarlah kalian," kata si bapak yang menggendong anak lelaki, tersenyum. Si ibu pun tersenyum kepada mereka sembari menggandeng anak perempuan yang lucu.