hadifatayaAvatar border
TS
hadifataya
Terjadi Defensive Medicine: Negeri Macam Apakah Ini?
Menurut Agan2, NEGERI MACAM APAKAH INI?

Begitulah pertanyaan yang sering muncul dalam benak saya. Terlalu banyak ketimpangan di negeri ini, dan terlalu banyak langkah-langkah kebijakan yang dilematis, serba salah untuk diambil.

Seperti kasus upah buruh yang kemarin-kemarin cukup melelahkan negeri ini. Di satu sisi buruh menginginkan kenaikan upah yang tinggi dengan alasan meningkatkan kesejahteraan dan keadilan. Di lain sisi, kenaikan buruh dirasakan sangat berat bagi sebagian kalangan pengusaha tertentu. Jika mereka tidak mampu memenuhi kenaikan upah, maka tidak ada pilihan lain kecuali gulung tikar.



PHK tidak bisa dihindari, kemiskinan bertambah, dan secara otomatis kemampuan domestik untuk memproduksi barang sendiri pun berkurang. Selain itu, kenaikan upah biasanya akan diikuti dengan inflasi. Jadi untuk apakah sebetulnya kenaikan upah buruh itu? Serba salah.

Kasus lain yang saat ini ramai adalah dr. Ayu dari Manado. Dia divonis 10 bulan oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar karena melakukan tindakan ‘yang katanya’ malpraktik itu. Mungkin sikap tegas sang Hakim Agung tulus untuk memberikan perlindungan bagi pasien; toh kenyataanya kita ‘sering’ bertemu dengan fenomena ‘mafia kedokteran’.



Namun demikian, vonis dr. Ayu justru membawa trauma bagi kalangan dokter-dokter lainnya. Hari Rabu, 27 November 2013 yang lalu para dokter mogok praktek sehari sebagai bentuk protes. Dampak yang lebih berat terjadi adalah tindakan “Defensive Medicine” para dokter untuk melindungi diri, karena merasa trauma, takut jika mengalami hal yang sama seperti koleganya.

Pengertian Defensive Medicine (pengobatan defensif) dalam arti positif, adalah tindakan dokter untuk melakukan ekstra pemeriksaan/prosedur yang diduga tanpa indikasi yang jelas. Sedangkan pengertian lainnya adalah negative defensive medicine yang artinya menolak untuk memberikan pelayanan kepada pasien berisiko tinggi atau menolak melakukan prosedur dengan risiko tinggi.

Tujuan defensive medicine bukan untuk menolak konfirmasi diagnosa tetapi untuk melindungi diri dari kemungkinan tuntutan malpraktik atau jerat hukum (Dr dr Agus Purwadianto SpF).

Serba Salah. Di satu sisi, pasien membutuhkan penanganan yang cepat, apalagi untuk pasien yang sedang kritis. Di lain sisi, dokter membutuhkan kelengkapan prosedur untuk melindungi diri dari kemungkinan tuntutan malpraktik atau jerat hukum.

Saya memiliki teman seorang dokter umum. Bisa dikatakan dokter baru, karena baru 1 atau dua tahun menyandang gelar itu. Dia bercerita telah menghabiskan banyak uang untuk sekolah di kedokteran. Namun penghasilan yang dia terima tidak sebanding dengan biaya yang telah dikeluarkan. Bekerja di klinik mendapat upah kurang dari 2 juta sebulan. Jika bekerja di rumah sakit atau IGD, mendapat sekitar 3 juta per bulan. Dengan gaji segitu, tidak sebanding dengan tingkat stress dan resiko yang dihadapi: berurusan dengan nyawa orang dan kadang tertular penyakit pasien bahkan meninggal.
Dia pernah bekerja di unit gawat darurat sebuah rumah sakit. Namun dia tidak sanggup dengan tekanan yang ada. Satu bulan bekerja, akhirnya dia memutuskan berhenti dan memilih bekerja di klinik dengan gaji kurang dari 2 juta.

Lain Cerita, berikut ini adalah curhatan seorang dokter kandungan, dr. Kartika Hapsari, SpOG ketika harus mengambil langkah Defensive Medicine.

Jadi menurut Agan2, NEGERI MACAM APAKAH INI?
Diubah oleh hadifataya 01-12-2013 05:54
0
1.7K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.8KThread82.3KAnggota
Tampilkan semua post
senth3nkAvatar border
senth3nk
#3
Defensive medicine. Ane gatau gan, yang ane pengen cuma kesejahteraan aja buat rakyat kecil seperti ane. Biar Indonesia tetep makmur, ayem dan tentremm. emoticon-Cool
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.