Ada istilah penyesalan selalu datang terlambat. Ya, dan kasus gue penyesalan datang 8 tahun kemudian. Rasanya gue pengen tutup mata sambil nyanyiin lagunya Creed yang one last breath.

Kala itu aku memilih pergi ke kamar mandi, ngapain? tanpa pikir panjang gue memilih membersihkan tanganku yang dicoret-coret nomor hapenya mbak Yoona. OH GOD WHY!
Kala aku mengingat saat-saat itu terbayang betapa polos dan lugunya diriku. Terbayang pula betapa kecewanya mbak Yoona yang tiap detik mungkin menunggu sms dariku yang mengajak berkenalan atau apapun. Mungkin dia patah hati dan merana, menyayat tangannya dengan silet. Untung kala itu belum booming facebook jadi gue kagak ditag foto tangannya yang penuh darah. Dan aku pun menyesali hal tersebut pula meskipun sesal itu datang 8 tahun kemudian. Well, lagi pula waktu itu aku pun belum punya handphone. So, mungkin itu jalan terbaik yang telah dipilihkan Tuhan.

Selesai membersihkan tanganku sampai kinclong aku pun kembali ke kelas, bel berbunyi nyaring.



Entah ini perasanku saja atau memang akhir-akhir ini Nisa jadi ramah sekali padaku. Dan waktu pun berlalu..

=======================================================
Dari hari ke hari Nisa semakin ramah saja. Dan gue merasa bodoh sekarang, karena kala itu aku menafsirkan keramahannya dengan makna yang berbeda. Kau tahu Riyani, lelaki adalah makhluk yang sebenarnya mudah untuk diperdaya. Sedikit saja kau memberi celah kelembutan, maka dia akan menafsirkannya bagai sebuah jurang besar yang berisi taman kebahagiaan, naif. Ada kalanya aku menyesali apa yang telah kulakukan kala itu. Namun, mungkin jika hal tersebut tak terjadi maka aku sekarang bukanlah Boy yang kau kenal.

Keramahan Nisa telah membutakan hatiku. Membuatku lupa bahwa ada Hanum disana yang menempatinya. Perlahan tapi pasti, tempatnya disana terkikis sedikit demi sedikit. Ditambah dengan sifat kami yang masih labil, semua berubah menjadi semakin runyam. Aku memilih sebuah keputusan gila yang terlalu nekat. Entah karena terperdaya oleh mimpi sesaat atau memang aku melakukannya secara sadar, aku pun menyatakan perasaan suka kepada Nisa. Suatu keputusan bodoh.

Keputusan bodoh itu disambut dengan sebelah tangan, kontras dengan harapanku, memupus mimpi palsuku. Dan kejahatanku pun semakin lengkap karena setelah itu Hanum pun mengetahui hal tersebut. Sebagaimana pepatah sedalam-dalamnya kau simpan bangkai, baunya pasti tercium juga.

Aku terjatuh dari satu masalah ke masalah yang lebih baru lagi. Pada akhirnya, aku dan Hanum memutuskan untuk bicara empat mata. Sebagaimana yang telah kuceritakan, aku terlalu pengecut untuk mengakuinya waktu itu. Dan aku menambah dosa yang tak kuakui padanya. Dan perlahan aku menyadari, aku telah berubah menjadi seseorang yang berbeda.