Hari Senin, tahun 2004. Hari pertama masuk sekolah adalah hari-hari yang penuh semangat dan menyenangkan. Akan lebih menyenangkan lagi andai saja MOS itu dihapus, tentu tiada lagi kata-kata “sejak dulu beginilah MOS, deritanya tiada akhir.” Namun, mungkin sampai 20 tahun mendatang MOS akan tetap ada. Sebagaimana aku sekarang yang menyadari, betapa kenangan tergambar dalam setiap adegan MOS yang fantastis, dinamis, bak selebritis yang tenarnya melebihi cerita Zaskia gotik.

Hari itu aku berlari-lari sambil mengelusi rambut gundulku. Kemarin Mami marah-marah karena rambutku masih gondrong dan dibawalah aku dengan paksa ke tukang cukur. Memangkas habis rambutku, memotong mahkotaku, dan membuatku persis seperti biksu shaolin kawannya Bo Bo Ho. Tapi jangan kau bayangkan itu botak licin, tak sudi lah yauw..

Kau tahu kenapa aku berlari-lari, Riyani? Ayolah, sekali-sekali kau jawab pertanyaanku ini. Aku terus berlari karena aku terlambat sekolah. Ya, hari pertama dan aku terlambat. Bisa kau bayangkan seperti apa tampang senior galak yang sedang menanti di depan gerbang sekolah.

Seperti yang sudah diramalkan, di gerbang sekolah senior cewek galak sedang menanti dengan muka ditekuk bagai lumpia.

“Kamu terlambat ya?” serunya.
“Whaat? You don’t say.” Batinku.
“Kenapa kau terlambat, ha?!” teriaknya lagi.
“Kesiangan.” Sahutku asal-asalan.
“Alasan saja, cepat push up 20 kali, kemudian bergabung dengan barisan mereka,” serunya sambil menunjuk kumpulan anak-anak yang terlambat, mereka berbaris, pasrah. Gila, baru juga lari-lari. Sudah disuruh push up. Aku mengeluh dalam hati. Aku pun mulai push up, sambil melirik ke kakak kelas yang menghukum. Cakep amat ternyata, muka-muka SNSD pun kalah kayaknya, tapi galaknya bikin eneg ini orang.

Selesai push up aku bergabung dengan barisan. Disana kami diberi arahan dan berbagai kata-kata membosankan, kemudian kami disuruh kembali ke kelas masing-masing.

Well, gue mulai bosen nih nulis hal-hal gak penting ini, jadi aku singkat saja ya hal-hal boring yang bahkan gue sendiri malas buat nulis apalagi kau yang membaca.

Singkat cerita ternyata pada pembagian kelas diputuskan bahwasanya aku sekelas lagi dengan Hanum. Ya, bayangkan kawan. Ada 9 buah kelas, apabila 1 kelas terdapat 40 anak maka jumlah keseluruhan ada 360 anak. Aku dan Hanum, 2 anak dibandingkan 358 yang diacak secara random, diayak-ayak, dipuntir-puntir, dibelai dan dielus-elus, dan taraaaaa… jadilah kami sekelas di kelas yang paling bontot. 10 – IX.

MOS berjalan gitu-gitu saja. Pemberian arahan, menunjukkan ruangan, dan segala macem hal-hal yang bikin kita bete. Seperti itu terus dari pagi sampai siang selama tiga hari terakhir. Tapi semua berubah ketika hari ketiga berakhir. Penderitaan sebenarnya pun dimulai. Penderitaan yang tak pernah kubayangkan sebelum. Ujian dan derita cinta yang paling tak tertahankan bahkan oleh Panglima Tian Feng sekalipun. Oh, sejak dulu beginilah cinta, deritanya tiada akhir.