Kaskus

Story

donnjuannAvatar border
TS
donnjuann
"KELAS KAKAP ON FACEBOOK!" - The Untold Story.
INDEKS UPDATED



Personal Literature: The Not so Sweet Life from Don Juan

Bab 1 - The Intro


Bab 2 - Ujian Awal Kehidupan
Bab 3 - In Cewek Jegeg We Trust


Bab 4 - Kelas Kakap on Facebook


Bab 5 - Tipe-tipe cowok yang membuat hati cewek Bergejolak


Bab 6 - Kost Terkutuk


Bab 7 - Pasangan yang Romantis


Bab 8 - Hati yang atletis


Bab 9 - Beberapa PDKT yang Sebaiknya Jangan Dilanjutkan



Bab 10 - THE HANDSOMOLOGY


Bab 11 - Changing Room


Bab 12 - The Unfinished Bussines


Bab 13 - The last: A Message from God


Spoiler for HARAP DIBUKA:




Cerpen-cerpen Don Juan

Never Try You Will Never Know


True Gamer Never Cheating


Memusuhi kok ngajak-ngajak


Selingkuh Yang Tidak Biasa


How i met your Mother


When a Girl Takes The Bill


Yang Nyakitin Yang Dipertahanin


The Jomblonology


5 Kenyataan Pahit dalam Hidup


The Long Distance Religionship






Ini ada cerita tak seberapa dariku untukmu.




"KELAS KAKAP ON FACEBOOK!"


-Sebuah kisah memilukan Facebooker pencari jodoh-


Enjoy!



Spoiler for Tokoh dan Karakter:



Spoiler for How to enjoy this story:
emoticon-Blue Guy Cendol (L)
Diubah oleh donnjuann 20-09-2013 01:05
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
52.1K
355
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
donnjuannAvatar border
TS
donnjuann
#232
IN CEWEK JEGEG WE TRUST - Part 2
====


Esok paginya, gue baru bangun jam 06.45. Gue mimpi indah banget semalam. Alarm yang gue setting jam 05.00 dan udah gue letakin di samping telinga pun nggak gue denger. Gue mimpi Monika.

Akhirnya gue cuma cuci muka dan gosok gigi, nggak mandi. Gue ujian cuma bermodal tampang. Waktu ngerjain soal ujian, rumus-rumus trigonometri pun nggak lagi terlihat menyeramkan. Karena yang gue bayangin cuma senyumannya Monika. Sembilan puluh menit kemudian, gue keluar dari ruangan. Gue langsung ngecek hape, ada SMS masuk. Begitu gue buka, ini SMS dari Monika.

“Gimana ujiannya, Don?”

Gue langsung orgasme di tempat.

Gue juga bertanya bagaimana ujiannya. Katanya, ujiannya mulai jam 10.00, alhasil gue cuma bisa balas “Good luck eaaah kakakkk..” sama dia. Dia pun membalasnya “telimikici eaah..”

Bener-bener salah pergaulan.

====


Kira-kira menjelang sore pukul 17.00, gue diajak Sobirin, teman gue, untuk nyobain makan takoyaki di suatu warung di pinggir jalan. Takoyaki itu makanan jepang, ada isinya di dalem. Isinya ayam. Ah, bukan. Itu lemper.

Gue dibonceng sama Sobirin ke sana. Waktu Sobirin hendak memarkir motor di parkiran, gue nggak sengaja ngeliat Monika juga lagi turun dari motor. Dia dibonceng seorang cowok. Nampaknya mereka juga berniat makan takoyaki di warung itu. Yang jelas, cowok itu bukan gue.

“Sob, ntar dulu, jangan diparkir dulu!”

“Kenapa, Don?” Balas Sobirin sambil menengok ke belakang.

“Udah batal! Jangan makan takoyaki di sini! Pergi ke tempat lain aja!”

Sebelum pergi jauh dari parkiran warung itu, gue hapalin plat nomor motor cowok yang bawa si Monika. Di perjalanan, gue agak patah hati gimana gitu. Tapi gue nggak lekas patah arang. Gue percaya kalau Monika tercipta untuk melengkapi gue.

Gue percaya.

In cewek jegeg we trust.

====


Di awal-awal semester dua, Fakultasnya Monika ngadain Tehnik Cup. Sebuah kejuaraan yang berisi berbagai cabang olahraga yang mengikutsertakan semua Fakultas lainnya untuk turut berpartisipasi.

Fakultas gue turun di tiga cabang olahraga. Futsal, badminton, dan basket. Gue yang lolos seleksi di fakultas, berhasil masuk skuad basket untuk berlaga di kejuaraan tersebut dan mewakili kampus gue.

Gue yang cuma menghiasi bangku cadangan, bener-bener nggak main di laga pertama. Jelas, di laga pembuka, yang turun adalah senior-senior gue di kampus. Walaupun begitu, fakultas gue berhasil menang tipis dari fakultas MIPA dan berhasil melaju ke putaran berikutnya.

Di putaran kedua, fakultas gue kebagian ngelawan tim tuan rumah. Saat itu, centerdari fakultas gue nggak dateng di pertandingan. Karena itu, senior-senior lain nunjuk gue untuk ngegantiin posisi tersebut. Dan gue juga harus menghadapi temen gue sendiri, Yogi. Dia jurusan Tehnik Sipil.

Gue udah tau kalau tim gue bakal kena masalah karena kebagian ngelawan tim tuan rumah. Yogi adalah MVP basket dari sekolahnya dulu. Dia adalah forward yang sering dapet penghargaan di tiap kejuaraan.

Pertandingan yang berat sebelah pun terjadi. Yogi ngacak-ngacak ring. Setiap dia nge-drive masuk ke pertahanan, dan berhasil dituntaskan dengan jump shoot, tepuk tangan penonton pun membahana. Di sela-sela pertandingan, Yogi nyamperin gue.

“Don, lo kenapa? Nggak biasanya cara main lo kayak gini.” Yogi menepuk bahu gue.

“Iya, rada gugup dikit. Haha.”

“Di quarter ke dua, lo nggak bisa main kayak gini. Kalau temen gue masuk, Tehnik bakal menang. Seenggaknya lo harus hentiin dia.” Yogi menimpali lagi.

“Siapa?”

“Angga. Dia point guard. Lo liat deh di tribun atas, mereka semua pendukung Angga. Dia MVP.”

Gue kenal Yogi karena kosnya deket sama kos gue. Kosnya depan-depanan sama kos gue. Dan di deket kos kami, ada lapangan basket. Di sanalah gue kenal Yogi. Pertama kali ngeliat dia main basket, gue udah tau kalau dia pemain pro.

Angga, bernomor punggung 7, masuk ke lapangan. Penonton atas yang mayoritas cewek, pada histeris. Udah bukan barang baru kalau cewek seneng sama cowok yang jago basket. Ganteng lagi. Penonton tribun atas pecah.

Lebih meriah dari tepuk tangan buat Yogi. Ketika menghadang Yogi menerobos masuk, tiba-tiba gue ngeliat Monika dibangku penonton. Dia ada di baris paling depan sama temen-temennya. Dan baru gue sadari sekarang.

====


Angga dribblesangat rendah, bola basket memantul ke kanan dan ke kiri di sela-sela kakinya, dia mengacungkan satu jarinya ke atas, Yogi segera masuk ke box, dan gue hadang dengan penjagaan ketat. Bukannya mengoper Yogi, Angga malah nge-shoot. Dan berhasil three point mulus.

GOR pecah dengan teriakan histeris penonton. Gue nyesek. Bukan, bukan karena kemasukan three point, tapi karena Monika juga teriak dengan histeris buat Angga. Tatapannya ke Angga di lapangan udah bukan sekedar kekaguman penonton akan pemain, tatapannya menyiratkan kekaguman lebih dari itu.

Duet Yonggi-Angga berkali-kali ngacak-ngacak ring. Tapi teriakan histeris Monika saat Angga ngobrak-ngabrik dan menceploskan bola dengan mulusnya, lebih mencemaskan perasaan gue. Hati gue mendidih.

Di detik-detik menjelang quarter kedua berakhir, Yogi berhasil nge-rebound bola jump shoot Angga yang cuma menabrak pinggiran ring, Yogi mengoper ke temannya bernomer punggung 8, lalu pemain itu nge-fake di bawah ring dengan mengoper bola saat masih meloncat di udara, seketika bola itu jatuh di tangkapan Angga, dia pun naik untuk melakukan lay up, dan..

BRAKKK!!!

Lay up Angga berhasil gue block tanpa cela. Sontak teriakan penonton riuh membahana di GOR tersebut. Namun itu nggak berlaku buat Monika.

Angga terkapar di lantai.

Block keras gue ke Angga saat dia masih berada di udara, membuat Angga terpelanting. Monika terdiam di tengah suara riuh penonton. Pelipis Angga berdarah, entah kenapa. Begitu Angga dipinggirkan ke lapangan dan mendapat P3K dari bagian medis, Monika turun ke pinggir lapangan menemui Angga. Gue hanya bisa menerka-nerka pembicaraan mereka dari jauh.

Dengan satu tangan, gue berhasil membuat Angga dipinggirkan ke lapangan. Dan dengan sekali kesempatan itu juga, gue merasa dipinggirkan dari hati Monika. Ini bukan perhatian semata. Monika menyimpan rasa ke Angga.

“Kok lo ngeliat ke arah Monik terus, Don?” Bahu gue ditepuk Yogi.

“Ah, nggak kok Gi.”

“Jangan patah hati ya, Don. Mereka emang udah lama deket.”

“Ah, yang bener lo Gi?”

“Semua cowok di Jurusan Tehnik Industri seneng sama Monika. Cakep dia, bro.”

“Tapi mereka belom jadian. Gue saranin mending lo tembak duluan deh, Don.”

“Penginnya sih juga gitu, tapi..”

“Gue lebih suka ngeliat Monik sama lo ketimbang sama Angga.”

“Lah kenapa, Gi?”

“Angga sok orangnya. Sok kecakepan banget. Kalo bukan karena satu tim, gue males main sama dia.”

“Ahaha, parah lo Gi!”

====


Quarter kedua berakhir. Dan di detik-detik menuju dimulainya quarter ketiga, Angga nggak ngelanjutin pertandingan. Dia keluar dari GOR. Gue juga ditarik keluar. Baru main dua quarter gue udah bikin empat foul, sekali lagi melakukan foul gue bisa foul-out. Monika juga keluar dari GOR. Gue ijin ke toilet sama senior-senior lain.

Di depan pintu masuk GOR, gue ngeliat Monika lagi beli minum.

“Monika!” Teriak gue sambil melambaikan tangan ke arahnya.

“Eh, kamu Don.”

“So-sori ya kejadian yang tadi.”

“Kejadian apa?”

“Aku udah bikin Angga cedera.”

“Oh, gapapa.”

“Angga sekarang di mana?”

“Oh, dia tadi kayaknya dibawa ke ruang medis.”

“Ngg, Kamu suka sama dia ya, Mon?”

“Ah nggak kok.” Monika salting.

“Yaudah. Kalo gitu aku yang suka sama kamu.”

Monika keselek minuman.

“What?!”Jawab Monika dengan tatapan jadi-elu-suka-sama-gue-nyet? gitu.

“Moci, aku nggak pernah lupa saat-saat aku ketemu kamu di lapangan ospek itu.”

Monika diem.

“Aku suka kamu, Monika.” Jawab gue lagi.

“Kenapa secepat ini?” Monika memalingkan matanya ke arah gue.

“Aku nggak tau, tapi aku ngerasa kalau aku nggak punya banyak waktu untuk ngungkapin ini.”

“Kenapa emangnya?”

“Ya, nggak tau kenapa, kayak jauh aja sama kamu. Jadi, aku ungkapin aja sekarang.”

“Terus?”

“Terus? Terus jadi pacar aku.”

“Hehe, kamu itu baik, kamu itu lucu.”

“Oke terus?” Tanya gue lagi.

“Tapi nggak sekarang, ya Don.”

“Ta-tapi Mon..”

“Lho, kamu nggak main? Kok masih di sini? Yaudah, balik ke lapangan dulu sana.”

“Tapi Mon..”

“Aku mau balik ke dalem. Ngeliat timku main.”

“Monika! Tu-tunggu dulu. Jawabannya gimana?”

Sekali lagi, Monika hilang di tengah kerumunan.

====


Tim gue kalah lumayan telak, 84-51. Artinya tim basket fakultas gue harus tersingkir di putaran kedua. Setelah dari pertandingan itu, hubungan gue sama dia belum ada kepastian. Masih terkatung-katung. Ketika di telfon, dia selalu mengalihkan topik pembicaraan ketika gue tanya kepastian hubungan.

Yang bikin nggak ngerti, kalau pun dia nggak suka sama gue, dia harusnya nggak usah angkat telfon gue, nggak perlu bales SMS gue, dan nggak usah tanggepin gue. Just ignore. Tapi ini nggak, dia tetep keliatan seperti Monika biasanya. Saat itu belum ada istilah PHP, jadi apa yang gue rasakan saat itu cuma.. Eumm cuma.. ah sudahlah.

Sebulan kemudian, gue ketemu sama Yogi di warung makan. Gue nanyain dia banyak hal tentang Monika. Dia cuma bilang kalau macarin cewek beda kampus itu agak susah ketika saingan gue ternyata satu jurusan sama Monika.

“Mereka ketemu tiap hari, Don. Gue juga sering ngeliat mereka di kantin kampus, mereka sering kemana-mana berdua.” Tukas Yogi.

“Oh.” Jawab gue ketus.

“Sori Don, gue cuma nggak pengin ngeliat lo patah hati lebih dari ini.”

“Ah, gapapa Gi.”

“Saran gue sih, lo menjauh dulu. Chancelo kecil ketika mereka udah deket kayak gini.”

“Hmm.”

“Nah begitu udah ketauan, lo bisa deketin Monik lagi.”

“Ketauan apaan, Gi?”

“Angga tu banyak fans-nya, semua cewek di kampus tu dideketin sama Angga. You know, Angga itu semacam bajingan gitu.”

“Lah, bukannya Monika juga gitu? Dia kan primadona kampus.” Tanya gue lagi.

“Nah! Itu dia! Cowoknya bintang di kampus, ceweknya primadona kampus. Cewek cakep ketemu cowok yang juga cakep itu nggak akan awet, bro.”

“Berarti gue jelek dan Monika cakep bisa awet gitu, bro?”

“Nah, pinter lu, Don!”

“Kampret!!”

====


Alhasil gue sedikit merelakan Monika jalan sama yang lain. Iya, sedikit. Mungkin ini yang disebut pergi untuk kembali. Sejenak melupakan untuk kembali lagi mengingat di lain kesempatan.

Sepertinya, gue harus menemukan cara lain untuk punya pacar, sembari nunggu Monika..

Ah, sudahlah..

0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.