Kaskus

Story

jumpingwormAvatar border
TS
jumpingworm
• •• •• •
emoticon-Hot Newsemoticon-rainbowemoticon-rainbowemoticon-rainbowemoticon-rainbowemoticon-rainbow 6th Story emoticon-rainbowemoticon-rainbowemoticon-rainbowemoticon-rainbowemoticon-rainbow
Spoiler for "The Menu":


emoticon-Matahariemoticon-Matahariemoticon-Matahariemoticon-Matahariemoticon-Matahari5th Story : Wrap Your Heartemoticon-Matahariemoticon-Matahariemoticon-Matahariemoticon-Matahariemoticon-Matahari
Spoiler for "The Menu":


emoticon-kucingemoticon-kucingemoticon-kucingemoticon-kucingemoticon-kucing4th Story : Irreplaceable emoticon-kucingemoticon-kucingemoticon-kucingemoticon-kucingemoticon-kucing
Spoiler for The Menu:
Diubah oleh jumpingworm 16-07-2017 00:41
anasabilaAvatar border
samsung66Avatar border
samsung66 dan anasabila memberi reputasi
2
102.6K
1.3K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
jumpingwormAvatar border
TS
jumpingworm
#1006
31. My Hero
"Kamu punya temen kampus namanya Reira?" Marco, ayahnya Vega bertanya sambil menyetir mobil.

Vega agak terkejut mendengar pertanyaan papanya.

"Ehmmm...senior Vega. Kenapa pa?"

"Holiday Inn di Bali, salah satu tempat restoran papa adalah milik ayahnya." ayahnya menjelaskan. "Mereka ngundang kita dinner di Imperial Duck nanti malam. Dan kebetulan, Reira meminta kamu untuk datang."

Vega mengerjapkan mata mendengar pernyataan ayahnya.
Ayahnya Reira...apa?! Pemilik Holiday Inn Bali?
Duh, kenapa dunia begini sempit ya??
Tapi, jika menolak ajakan ayahnya karena alasan subjektif begini, rasanya kok seperti anak kecil saja...

"Pa, memangnya harus ikut acara ini ya??" Vega tertunduk lemas.

Marco memperhatikan gerak gerik Vega yang aneh.

"Kenapa? Kamu masih nggak enak badan?" Marco bertanya cemas.

"Enggak..." Vega menggeleng. "...aku nggak suka chinese food."

Vega terpaksa berbohong menutupi ketidakinginannya untuk ikut.
Marco tersenyum penuh arti kepada anaknya.

"Kamu boleh cerita apa aja kok. Papa pasti dengerin..."

Vega menimbang-nimbang kalimat ayahnya.
Haruskah dia ceritakan semuanya, dengan resiko menanggung malu dan dianggap kekanakan oleh ayahnya?
Atau diam saja dan berusaha bersikap biasa?

"Enggak pa...Vega cuma nggak suka makanannya. Beneran kok."

Akhirnya Vega memutuskan pilihan kedua.
Daripada membesar-besarkan masalah pribadinya, dan akhirnya mempengaruhi pandangan dan kinerja ayahnya dengan partner bisnisnya, Vega memilih diam.

"Tapi...bisa diusahakan deh..."

Marco masih merasa bahwa Vega sedang merisaukan sesuatu, tapi akhirnya memutuskan untuk mengangguk saja.
Akhirnya, pada malam itu Vega bersama ayahnya datang ke Imperial Duck Restaurant.
Terlihat berbaris-baris bebek panggang di etalase kaca berwarna kecoklatan.
Wangi khas saus manis memenuhi ruangan ketika memasuki restoran itu.
Warna coklat elegan mendominasi dekorasi ruangan luas yang diisi penuh oleh meja-meja dan tamu.

"Permisi, Mas. Sudah reservasi atas nama Marco." ayahnya berkata kepada pelayan di bagian check-out.

"Silakan, Pak. Sudah ada yang menunggu." pelayan itu mengajak Vega dan Marco, ayahnya untuk berjalan menyusuri ruangan.

Di bagian belakang, terdapat belokan menuju ruang VIP.
Marco dan Vega masuk ke ruangan dan mendapati Reira sudah duduk di sana bersama ayahnya.

"Pak David, selamat malam." Marco langsung maju dan menyalami Pak David, ayah Reira.

"Malam juga... kenalkan, putri saya Reira."

Reira hari ini tidak kurang menakjubkan dari hari biasanya.
Sackdress satin berwarna hijau tua membalut tubuhnya.
Potongan tubuhnya yang tinggi langsing tampak semampai dibubuhi aksesoris seuntai kalung perak yang menggantung di lehernya.
Rambutnya digulung ke atas dan dibiarkan sedikit terjuntai dekat telinga, menambah kesan manis.
Makeup tipis yang dipulaskan, dirangkum menjadi satu keanggunan oleh pulasan lipstik berwarna Carribean Red yang kontras dengan wajahnya yang seputih porselen.

Vega, sebagai sesama cewek saja menganga ketika melihat Reira yang tampil menawan malam ini.
Sekilas, dilihat dirinya sendiri yang mengenakan celana jeans dan loose shirt berbalut sweater warna biru denim.
Rambutnya pun digerai seperti biasa, hanya kali ini Vega sempat mengeringkan rambutnya dan berharap rambut itu tidak bermekaran kesana kemari saat nanti dia makan.
Sneakers berwarna putih membalut sepasang kaki Vega tepat pada perbatasan celananya.

"Ini sih' kayak langit sama bumi..." Vega bergumam di dalam hati.

"Yuk, Vega...kenalan sama oom David." Marco menyentuh punggung Vega agar maju mendekat.

Seketika, ketakutan Vega lenyap berkat menyadari kehadiran ayahnya di sana yang juga berbusana kasual.
Harus diakui, walau sudah memasuki umur 40an tapi ayahnya terlihat segar dengan potongan rambut pendek dan diberi sedikit gel.
Kemeja berbahan katun warna biru denim senada dengannya, digulung lengannya sampai ke siku.

Kadang Vega bertanya dalam hati, berapa ratus wanita yang ditolak ayah semasa muda?
Mungkinkah sejak dulu hingga sekarang ayahnya tidak pernah berpikir untuk mencari pengganti mamanya?
Tentunya itu bukan hal yang sulit bagi ayahnya yang telihat keren dan berwibawa ini.

"Hai Vega..." Reira ikut menyalami setelah Oom David.

"Kalian satu kampus kan?" oom David menyeletuk setelah Vega melepas jabat tangannya.

"Iya, Dad..." Reira menjawab. "Dan, tau nggak... Vega ini temen sekelas Milo waktu sekolah...."

Deg! Jantung Vega langsung tersentak mendengar nama Milo.
Vega hampir lupa bahwa Reira yang di hadapannya ini, sudah putus dari Milo.
Tapi, mengapa dia mendadak mengungkit nama itu?

"Ooh...pantas kamu minta Daddy ajak anaknya Oom Marco ikut business dinner..." Oom David mengangguk-angguk paham. "Reira ini nanti warisin bisnis perhotelan saya. Maka itu saya ajak ikut dinner, biar bisa belajar banyak dari sesama orang sukses dan putri penerus kesuksesannya."

Marco menyadari senyuman hilang dari wajah Vega, digantikan oleh air muka kalut.
Ya...sama seperti air muka yang ditunjukkan kepadanya tadi sore di mobil.
Sepertinya nama Milo memiliki titik tabu bagi Vega, entah apa yang terjadi sebenarnya.
Ditambah, Vega mendadak diletakkan menjadi pusat perhatian mereka.

"Hahaha....Pak David terlalu menyanjung..." Marco berbasa-basi. "Tapi, Vega sama sekali belum pernah saya kenalkan dengan dunia bisnis ini. Masih jauh dari kata 'meneruskan'."

Vega mengerutkan dahi mendengar pernyataan ayahnya.
Entah mengapa rasanya sebal mendengarnya.
Meskipun sepenuhnya yang dikatakan oleh ayahnya benar.
Selama ini Vega tidak pernah terlintas pikiran ataupun minat untuk menjajaki dunia bisnis kuliner ayahnya.
Maka itu, dia lebih memilih kuliah seni dan meneruskan hobinya.

"Jadi, Pak David... maksud saya adalah ada baiknya kita sekarang makan berempat di meja, dan diskusi bisnisnya dilanjutkan besok sambil main golf bagaimana?"

"Oh, boleh...boleh... Semula saya pikir mau membiarkan Reira dan Vega mengobrol di meja terpisah biar lebih akrab saja... Tapi untung Pak Marco menjelaskan, jadi saya nggak bikin Vega salah tingkah ya... Hahaha!" Pak David tertawa membahana.

Antara takjub dan terpesona, Vega menatap ayahnya dari samping tanpa berkedip.
Sepertinya dia telah salah menduga.
Ayahnya jelas menegaskan bahwa Vega sama sekali tidak berminat hal semacam ini, agar Reira tidak memiliki kesempatan untuk duduk di meja terpisah dan bicara 4 mata dengannya.
Secara tidak langsung, Vega terselamatkan dari situasi tidak enak akibat insiden Milo menjemputnya beberapa waktu lalu.

Vega melihat air muka Reira berubah dingin.
Agak terkejut melihat perubahannya, namun Vega berusaha tetap terlihat cool dan tidak memedulikan.
Untuk kali ini, dan untuk pertama kalinya, Vega bersyukur dan mengucap terima kasih kepada ayahnya di dalam hati.
Entah telepati apa yang digunakan ayahnya, tapi Marco berhasil menyelamatkan Vega.
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.