Kaskus

Story

donnjuannAvatar border
TS
donnjuann
"KELAS KAKAP ON FACEBOOK!" - The Untold Story.
INDEKS UPDATED



Personal Literature: The Not so Sweet Life from Don Juan

Bab 1 - The Intro


Bab 2 - Ujian Awal Kehidupan
Bab 3 - In Cewek Jegeg We Trust


Bab 4 - Kelas Kakap on Facebook


Bab 5 - Tipe-tipe cowok yang membuat hati cewek Bergejolak


Bab 6 - Kost Terkutuk


Bab 7 - Pasangan yang Romantis


Bab 8 - Hati yang atletis


Bab 9 - Beberapa PDKT yang Sebaiknya Jangan Dilanjutkan



Bab 10 - THE HANDSOMOLOGY


Bab 11 - Changing Room


Bab 12 - The Unfinished Bussines


Bab 13 - The last: A Message from God


Spoiler for HARAP DIBUKA:




Cerpen-cerpen Don Juan

Never Try You Will Never Know


True Gamer Never Cheating


Memusuhi kok ngajak-ngajak


Selingkuh Yang Tidak Biasa


How i met your Mother


When a Girl Takes The Bill


Yang Nyakitin Yang Dipertahanin


The Jomblonology


5 Kenyataan Pahit dalam Hidup


The Long Distance Religionship






Ini ada cerita tak seberapa dariku untukmu.




"KELAS KAKAP ON FACEBOOK!"


-Sebuah kisah memilukan Facebooker pencari jodoh-


Enjoy!



Spoiler for Tokoh dan Karakter:



Spoiler for How to enjoy this story:
emoticon-Blue Guy Cendol (L)
Diubah oleh donnjuann 20-09-2013 01:05
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
52.1K
355
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
donnjuannAvatar border
TS
donnjuann
#208
Kost Terkutuk - part 1
#6


Berpacaran sama halnya seperti menempati sebuah kamar kosan. Jika kamar kosan itu udah terasa sesak atau udah nggak nyaman lagi, pasti bakal terlintas di pikiran untuk pindah, atau menempati kosan yang baru. Itu juga terjadi pada suatu hubungan cinta. Jika hati yang kita tempati sudah tak lagi memberikan kenyamanan, pasti juga terlintas untuk berpindah ke lain hati.

Inilah yang terjadi sama gue. Nggak, nggak, gue nggak lagi mengkait-kaitkannya dengan hubungan cinta gue. Ini terjadi pada kos-kosan yang gue tempati di tahun-tahun pertama perkuliahan. Kosan gue itu udah nggak memberikan kenyamanan lagi sehingga gue nyaris tak punya alasan untuk tetap tinggal.

Alasannya banyak, salah satunya berawal dari peraturan jam malam kosan yang terlalu dini. Iya, gerbang kosan gue udah digembok pukul 22.00. Gue yang notabene adalah cowok tulen, terpaksa harus udah pulang ke kos jam segitu. Padahal jam segitu masih jam-jamnya banci cukuran bulu ketek sebelum perform di jalan. Gue juga sering tertangkap kamera lewat aksi heboh memanjat pagar kosan akibat baru pulang ngerjain tugas dini hari. Selain itu, di kosan gue sering terjadi pemadaman listrik bergilir. Anjrit, gue digilir!

Pernah di suatu pagi, dengan tergopoh-gopoh, gue bangun dari tempat tidur untuk mencapai kamar mandi. Dengan nyawa seadanya dan waktu yang mepet dengan jam kuliah pagi, gue berniat mandi capung. Mandi capung adalah tehnik mandi berkualitas yang khusus dimiliki seorang mahasiswa rantau ketika harus kuliah pukul 07.00, dengan baru bangun di pukul 06.53. Tanpa pikir panjang, gue ambil sekelumit shampoo dan gue keramasi rambut ini yang entah seminggu, entah dua minggu belum dijamah shampoo. Saking terburu-burunya, busa shampoo nyusruk ke mata gue. Alhasil, gue berteriak kepedihan seperti banci yang digaruk tramtib. Naasnya, begitu gue nyalain shower, nggak ada setetes air pun yang keluar. Di saat itu, kosan gue ternyata lagi kena pemadaman listrik bergilir.

Hati gue tercabik-cabik.

Ya tapi alasan utamannya sih tetep.. cinta.

Gue pernah ngedeketin anaknya bapak kosan. Anaknya cewek, rambutnya indah ketika digerai. Badannya sintal, padat, dan berisi. Wajahnya cantik, nggak seperti bapaknya. Nggak heran kalau temen-temen kosan gue pun sering berfantasi dengan air liur berceceran ketika dia berjalan melewati lorong di kamar-kamar kami. Gue beda kampus sama dia, namun karena jalan ke kampusnya searah dengan kampus gue, waktu ospek dia sering bareng sama gue.

Bermula dari sana, gue dengannya sering bertukar pikiran. Sampai-sampai hati pun juga tak luput kami tukar. Hebatnya, gue baru sadar tiga bulan setelahnya kalau dia adalah anak dari pemilik kos yang gue tempati. Niat kotor memacarinya pun kandas di pertigaan jalan. Semenjak perihal kedekatan gue dengan anak bapak kos itu, hubungan gue dengan bapak kos, retak. Sang Bapak roman-romannya nggak merestui hubungan kami.

Mungkin benar, restu adalah pihak yang berwajib di antara aku dengan dirinya.

Daripada bertahan dalam sebuah ketidaknyamanan, i’d prefer to leave. Malam harinya, atau mungkin sudah bisa disebut dini hari, sebelum kepindahan di pagi hari, aku mengendap-ngendap ke kamarnya yang memang terpisah dari tempat peristirahatan orang tuanya.

Dalam gelap ruangan, kuketuk nako jendelanya, seperti biasa dia dengan cepat membuka tirai jendelanya. Tapi hari ini menjadi tak seperti hari-hari biasanya, rambutnya yang biasa dia kuncir, sekarang dia gerai di depanku. Dengan pelan ia membuka pintu kamarnya untuk menyambutku, saat itu juga nyaliku ciut ketika harus mengucap sepatah-dua patah kata perpisahan untuknya.

Dia terlalu indah untuk bahkan menerima sebuah ucapan selamat tinggal. Dari caranya menyambutku, dia seperti sudah tahu apa gerangan yang telah terjadi padaku hari ini.

Ya, sebelum aku memutuskan untuk pergi dari kos itu, siangnya aku telah bertikai sengit dengan bapaknya, pemilik kosan. Jika di hari biasanya aku selalu mengalah dan tak mengucap sepatah kata pun saat diomeli perihal kedekatan dengan anaknya, hari ini tidak. Aku dengan lantang menimpali seluruh kalimatnya. Alhasil, sang pemilik kos pun berang dan tak ragu mempersilahkanku angkat kaki secara tidak hormat.

Selain rambutnya yang ia gerai, ia hanya mengenakan kaus hitam tipis dan celana pendek yang panas. Ah, sesekali aku berpikiran kotor tentang dirinya di dalam kegelapan. Sekali lagi, bagaimana cara merangkai kata pamit kepada makhluk seindah ini. Kurogoh saku celana jeans kiriku, ternyata tidak ada. Rupanya kertas yang telah aku siapkan sedari siang ada di saku kanan. Tanpa ragu aku pun memeluknya. Dia hanya diam dalam pelukan. Sembari mendiamkannya dalam pelukan, kugenggam tangan kirinya menggunakan tangan kananku. Di saat itu juga kertas yang telah aku siapkan, berpindah ke tangannya.

Pelan aku bisikkan sesuatu di telinganya,

“Terimakasih, aku sayang kamu.”

“Kenapa secepat ini, Don?”

Tanpa membalas ucapannya, aku pun langsung meninggalkannya di depan pintu kamarnya.

Sembari pergi meninggalkannya, aku sempatkan menengok ke belakang untuk melihat apakah dia membaca apa yang tertulis di kertas itu.

Dia hanya tertegun memandangku yang sudah berjalan membelakanginya. Sebelum melangkah jauh, sekali lagi kutengok ke belakang, dia berusaha berkomunikasi menggunakan bahasa tubuh. Jika diterjemahkan, katanya aku diminta menghubungi sesampainya di kosan yang baru. Aku hanya mengangguk.

Sehari setelah kepindahanku ke kos yang baru, aku berusaha menghubunginya, namun sia-sia. Nomornya bukan yang dulu lagi. Kucoba singgahi gerbang kosnya, dan tak pernah kulihat batang hidungnya.
Pelukannya dan pandangannya di tengah kegelapan malam itu, sekaligus menjadi kali terakhir pertemuanku dengannya.


Itulah sedikit skandal yang nggak sengaja gue ceritakan.

Selain harus berpisah dengan dia, gue juga harus berpisah dengan Bolu. Seseorang yang telah banyak mengajarkan perih dan perihal cinta di ukuran 3x4 kamar kosan. Ketika gue mengemasi barang, dia tak ditemukan di kamarnya. Entahlah, dia pujangga semester akhir di kosan itu. Tentu banyak hal yang harus dia kerjakan. Saat itu nomor hapenya nggak aktif, gue bahkan belum sempat menceritakan sebab mengapa gue diusir dari kosan. Sebelum gue makin berat meninggalkan kamar, gue pamit ke seluruh teman-teman seperjuangan.

Gue pun mengangkut semua barang tersisa ke mobil pick up dan menuju ke kosan yang baru.

====


Di dalam mobil pick up, gue cuma nyengir-nyengir kuda. Apa jadinya kalau Gaby sampai tau gue sempat menjalin hubungan dengan anak pemilik kos-kosan itu. Iya, gue udah LDR-an sama Gaby ketika diusir seperti ini. Sebenernya gue nggak selingkuh, gue cuma ramah sama semua perempuan.

Dari sinilah duka-duka dalam hubungan jarak jauh bermula..

Akhirnya gue tiba di kosan yang baru. Dengan rekomendasi dari temen sekampus gue, akhirnya kos ini yang gue jatuhkan sebagai pilihan. Kosan ini terbilang cukup sepi. Karena masih ada banyak kamar yang kosong, gue ambil kamar yang di atas, bersebelahan tepat dengan kamar temen gue, Akbar. Selain itu, harga sewa kosan ini terbilang cukup murah. Hanya dua ratus ribu per bulan. Gue yang notabene bermental mahasiswa, tentu nggak menyia-nyiakan kesempatan emas ini.

Sebelum menyepakati kepindahan gue ke sini, gue udah telpon-telponan sama Akbar jauh-jauh hari.

“Bar, kosan lo masih ada kamar kosong, nggak?”

“Ada nih, lo mau pindah emangnya?”

“Iya nih, pokoknya gue mau pindah. Harga nggak jadi masalah, yang penting murah.”

“Oh.. di sini dua ratus ribu sebulan, tapi belum termasuk listrik.”

Njrit¸mahal banget, Bar. Ada yang lebih murah nggak?”

“Oh, ada kok, ada! Gue tau! Seratus ribu udah dapet tiga bulan nih. Kamar mandi dalem lagi!” Akbar ngejawab antusias banget.

Whuanjir, serius lo, Bar!?” Gue berbinar-binar penuh haru. Seakan-akan Akbar adalah tokoh paling berpengaruh buat kehidupan gue saat itu.

“Iya serius, kamar mandi di dalem. Tapi tidurnya di luar.”

Hening.

Jadi itulah alasan gue akhirnya pindah ke kos dia. Playboy dari kelurahan mana yang tidurnya berbagi tempat dengan jamban. Nggak lama kemudian, gue pun merapikan dan menata barang-barang pindahan. Akbar pun datang berkunjung ke kamar ngebantuin gue beres-beres. Dia ngebuka kardus yang paling besar. Dan di situ dia nemu sarung bantal yang ada foto gue dengan seseorang.

“Wah, tante lo cakep juga, Don.”

“Hah, tante gue? Mana?”

“Lah ini, lo akrab juga ya sama tante lo.”

Anying, itu cewek gue, Bar!”

“Hah, jadi lo macarin tante-tante sekarang?”

“Eh, tunggu. tunggu.. gue bisa jelasin.” Gue memotong.

“Ah, gue cukup tau Don. Ternyata lo demennya yang tante-tante gini.”

Belum sempat gue memberikan klarifikasi perihal cewek gue yang kayak tante-tante, Akbar udah terlanjur percaya dengan apa yang dia lihat. Hancur sudah reputasi ini.

Roman-romannya gue salah milih kos-kosan lagi.

Ini bukan kali pertama si Gaby dikira tante-tante. Waktu mampir ke rumahnya dulu, gue ngeliat ada cewek lagi duduk-duduk cantik sambil baca buku di teras. Dengan sopan, gue pun bertanya padanya.

“Eumm, permisi Tante... Gaby-nya ada?”

Ternyata, tante-tante itu berwajah seperti Gaby. Akhirnya sandal bakiaknya, yang kalau dipakai buat tawuran bisa melukai banyak orang, mendarat indah di kepala gue.

Koma tiga bulan.

Gue paham benar apa yang Akbar rasakan ketika melihat foto itu. Karena gue juga pernah merasakannya.

====


Seperti biasa, ketika baru pindah ke kost yang baru, gue akan selalu sulit tidur. Entahlah, hati gue seperti jet lagketika harus menempati ruangan yang baru. Suasana di sini sepi banget. Akbar lagi nggak ada di kamarnya. Lantai atas memang hanya di tempati kami berdua, dan ketika Akbar nggak ada, otomatis gue sendirian di sini.

Ah, pikir gue, ini saat yang tepat buat silaturahim sama anak-anak kosan lain di lantai bawah. Tapi kenyataanya di luar ekspektasi, di lantai bawah juga nggak kalah sepi dari hati jomblo di malem minggu. Seperti ada yang janggal di sini. Gelap dan sepi. Lantas gue nyalain aja lampu teras di bawah. Baru kali ini gue nemuin kos-kosan yang sepi banget kayak kuburan.

Sambil duduk-duduk seksi di bangku teras, gue ngeliat ke segala arah setiap bangunan-bangunan kos tua ini. Beberapa detik kemudian, gue memalingkan pandangan ke arah tempat parkir. Sambil mengucek-ngucek mata, gue seperti ngeliat Akbar.

“Woy, Bar! Lah, katanya lo pergi ke tempat temen lo? Ngapain lo di situ gelap-gelapan?"

Akbar cuma diam.

“Bar, kenalin gue sama temen-temen di sini dong. Gue kan anak baru di sini.”

Akbar cuma diam.

“Woy, Bar! Lah, lo ngapain di situ, sih?”

Karena kesal ngeliat Akbar cuma diam sewaktu gue ajak ngobrol, gue deketin aja.

“Yaelah, lo ngapain murung gitu di atas motor? Lagi ada masalah, lo?”

Akbar cuma menggeleng-geleng.

“Bar, lo kenapa sih? Lagi berantem sama cewek lo, ya?”

Akbar cuma menggeleng-geleng.

“Ah, terserah lo deh. Eh Bar, kenalin gue sama anak-anak sini dong. Silaturahmi gitu.”

Akbar menunjuk lorong menuju kamar bawah. Lalu ia menunjuk kamarnya dan kamar gue yang di lantai atas.

“Kamu harus kenalan sama temanku yang itu.” Dia menunjuk lorong menuju kamar-kamar di lantai bawah.

“Siapa, Bar? Mana?”

“Kamu harus kenalan sama temanku yang itu.” Dia menunjuk dua kamar di ruang depan.

“Hah, siapa Bar? Iya, namanya siapa?”

“Kamu harus kenalan sama temanku yang itu.” Dia menunjuk kamarnya sendiri.
“Iya siapa, Bar? Lah, itu kan kamar lo. Maksudnya gimana sih?

Gue bener-bener heran sama omongannya Akbar.

“Kamu harus kenalan sama temanku yang itu.” Kali ini dia menunjuk ke arah kamar gue.

“Woy, Bar, maksud lo dari tadi apaan, sih? Lah, itu kan kamar gue, Bar. Jadi gue harus kenalan sama siapa aja ini?” Gue udah nggak ngerti lagi apa yang diomongin Akbar dari tadi.

Akbar cuma diam.

“Bar, lo lagi PMS, ya? Ngaku lo, ngaku!”

Akbar cuma diam.

*DRRRTTTTTT DRTTTTTT*

Tiba-tiba terdengar suara hape gue geter. Gue rogoh saku celana, dan nggak ada. Ternyata hape gue ketinggalan di meja sebelah kursi teras. Gue pun bergegas menuju meja teras. Kalau SMS Gaby nggak cepet gue bales, dia bisa ngambek sembilan bulan.

Gue buka SMS yang masuk. Ternyata bukan SMS dari Gaby. Ini dari Akbar.

Don, gue lagi di Circle-K nih. Lo mau nitip sesuatu nggak?

Oh, blh, Bar. Gw nitip Chimory rs anggur EahH. Dengan cepat, SMS dia gue balas.

...Oh wait.

ANJRITTTTT.

Gue langsung nengok ke belakang, ke arah parkiran. Akbar yang gue ajak ngobrol di parkiran motor udah nggak ada. Dengkul gue langsung lemes kayak garpu popmie. Sambil merapal doa, gue langsung nelfon Akbar.

“Oit, napa Don? Iya-iya chimory lo udah gue beli. Yang rasa anggur, kan?” Jawab Akbar..

“UDAH KAGAK USAH LAMA-LAMA LO DI SANA. CEPET LO BALIK KE KOSAN SEKARANG!!!”

“Lah, lo kenapa? Iya-iya sabar, gue nganter cewek gue ke kosannya dulu.”

“KAGAK USAH! BAWA CEWEK LO SEKALIAN KE SINI. CEPET!”

“Lah, lo lagi PMS? Lo ngapain sih nelpon gue pake huruf kapital semua? Matiin kek capslock-nya.”

“BANGKEK, BECANDAAN LO KLASIK, NJIR. CEPET KE SINI!!” Jawab gue kesel.

“IYEE-IYEE, GUE KE SANA. GUE MINUM JUGA NIH CHIMORY LO. HIH.” Akbar juga ikut-ikutan teriak-teriak pake capslock.

Selang lima menit kemudian, Akbar datang. Gue ceritain semua apa yang udah terjadi barusan. Akbar tercengang. Akbar diam. Akbar minum Chimory gue.

Gue ngeliat apa yang seharusnya bukanlah Akbar. Saat itu Akbar cuma bisa nggak percaya dengan apa yang barusan terjadi ke gue. Jujur, gue ketakutan. Karena masih dalam kondisi takut, malam ini gue putuskan untuk tidur di kamar Akbar. Semoga gue nggak diapa-apain sama Akbar.

Sambil menatap langit-langit, gue bertanya-tanya dalam hati. Apa maksud dari kalimat hantu Akbar, “Kamu harus kenalan sama temanku yang itu”? Gue harus kenalan sama teman-temannya yang mana?

Akbar yang gue ajak ngobrok di parkiran tadi bener-bener lagi PMS.

Pria Muka Setan.

====


Seperti pasangan LDR kebanyakan, gue sengaja tidur lebih larut cuma untuk mengucapkan selamat tidur buat Gaby. Ya, walau hanya dengan pesan singkat. Pagi-paginya, sekitar pukul 04.19, gue bangun untuk pindah ke kamar sendiri. Ngeliat Akbar yang tidur seperti bayi koala memeluk guling, gue nggak tega buat ngebangunin.

Biarlah gempa bumi yang kelak membangunkannya.

Ketika membuka pintu kamar sendiri, gue tersentak kaget. Ada banyak rambut rontok bertebaran di lantai. Otomatis gue langsung megang kepala sendiri. Rambut gue jelas nggak sepanjang ini. Gue ambil rambut-rambut itu, rambutnya bercabang. Patah-patah. Harusnya orang ini keramas pake shampoo yang anti hair-fall atau treatment for damaged hair. Hipotesis awal gue, rambut ini dimiliki oleh anak yang gondrong, nggak pernah keramas. Mau nggak mau gue menyapu lantai akibat tebaran rambut-rambut yang jatuh entah dari mana.

Jika di pagi hari mahasiswa biasa cuma merasakan mules, gue agak sedikit berbeda. Gue merasakan mules dan kangen. Jadi, gue buang air besar sambil menahan kangen. Dan itu bener-bener nggak keren. Buang air besar membutuhkan energi lebih untuk memaksa keluar sesuatu yang memang harus dikeluarkan. Tapi jika dibarengi dengan menahan kangen, buang air besar tak akan pernah sesulit ini.

Setelah berhasil mengejar setoran, gue mencoba shower kos-kosan baru ini. Showernya nyala. Di bawah kucuran butir-butir air hangat, terpantul siluet senyuman Gaby. Gue membayangkan sedang apa dia di sana. Sedang pakai baju apa. Pakai celana gemes apa nggak.

Di tengah puncak-puncaknya pikiran kotor, tiba-tiba gue tersentak kaget.

“Lah, ini rambut apa lagi!!?”

Gue memungut rambut-rambut panjang itu yang mulai hanyut terbawa air shower menuju lubang pembuangan. Gue langsung mengusap-usap kepala, kalau rambut gue bisa rontok seperti ini, begitu keluar dari kamar mandi, udah pasti gue ditemukan dalam kondisi botak. Ini rambutnya banyak, lebih banyak dari yang gue sapu di kamar.

Weird.

======


Setelah pulang kuliah, siangnya gue langsung pulang ke kosan. Capek tingkat duda anak tiga. Cuma satu hal yang gue pengin ajak ketemu. Iya, kasur. Sambil rebahan dan ngantuk-ngantuk ganteng, gue ngecek FB. Biasalah, posting status.

“Boci dluuw eaHh,,”

Tapi nggak ke-posting. Ternyata sinyal hape cuma segaris. Lama-lama jadi SOS. Lah, gimana ini. Mau tidur siang tapi nggak nge-post status itu seperti pacaran tapi nggak bisa nyium. Hambar. Akhirnya gue tidur siang dengan kondisi cemas.

Sorenya, mau nyerempet-nyerempet maghrib, sinyal hape gue masih SOS. Ya gini nih suka-duka pakai hape yang cepet panes dan dikit-dikit mesti cabut batre. Begitu udah restart, akhirnya mulai dapet sinyal lagi. Nah, ini saat yang tepat buat nelfon pujaan hati. Gue tunggu sedetik.. dua detik.. sampai lima belas detik.. nggak ada suara apa-apa di hape. Begitu gue liat layar hape.. sinyalnya SOS lagi. Dafuq!

Gue cuma bisa merenung di sudut kamar.

Setengah jam kemudian, motor Akbar yang bunyinya “trangtangtangtangtang” itu terdengar sudah sampai di parkiran. Begitu dia naik menuju kamarnya, gue cegat di tangga.

“Bar, lo ada pulsa nggak?”

“Duhh, ada banyak nih. Gimana dong..”

“GUE PINJEM BENTAR DEH KALAU GITU.” Jawab gue nggak santai.

“Mau nelfon tante lo itu, ya? Yaudin, jangan bentar-bentar ya.”

“CEPAT BERIKAN HAPE LO SEKARANG.” Gue emosi.

Gue pun langsung nelfon Gaby. Biasalah.. cewek kan seneng dikasi kabar.

“Halo Gaby, ini pacarm..”

‘KAMU KEMANA AJA SEHARIAN?! AKU SMS FAIL TERUS, AKU TELPON NGGAK AKTIF. NGGAK USAH PAKAI ACARA MATIIN HAPE GITU DEH!”

“Gi-gini, jadi dari tadi tu hapeku nggak dapet siny..”

“Lho, ini buktinya bisa nelfon. Ini nomer kamu yang baru?! Oh, jadi sekarang kamu punya nomer hape lebih dari satu?! Yang satu buat hubungin aku, yang satu lagi buat macarin cewek lain di sana? Iya?! Bener gitu?!”

“Duh nggak gitu Gab.. aku tadi cuma..”

“KAMU JAHAT BANGET TAU NGGAK! KAMU JAHAT!!”

SELAMATKAN AKU DARI PEREMPUAN INI YA, TUHAN.

“Jadi gini, di kosan yang baru ini hapeku susah dapet sinyal, sayang..”

Tut.. tut.. tut.

Telfonnya dimatiin sama Gaby. Gue pun langsung nelfon lagi. Sampai lima kali, panggilan gue nggak diangkat. Gue panik. Pulsanya Akbar udah kepakai sepuluh ribu, gue makin panik. Karena telfonnya nggak diangkat-angkat, gue langsung ngecek FB pakai hape Akbar. Begitu gue search Gaby di akun FB-nya Akbar, gue kaget. Gaby posting status.

“Aq tu syang sm Kmu tp kmuh ngga pernh ngertiin aq, capek tau ngga diginiin sm Kmuh trus emoticon-Frown,,,,”

Gue pingsan.

====




bersambung sob..



Diubah oleh donnjuann 06-08-2013 20:18
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.