- Beranda
- Stories from the Heart
...
TS
jumpingworm





6th Story 



Spoiler for "The Menu":




5th Story : Wrap Your Heart




Spoiler for "The Menu":




4th Story : Irreplaceable 




Spoiler for The Menu:
Diubah oleh jumpingworm 16-07-2017 00:41
samsung66 dan anasabila memberi reputasi
2
102.6K
1.3K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
jumpingworm
#965
21. The Call
Milo berdiri dan menunggui meja pos 4 yang letaknya agak jauh dari tenda.
Sedari tadi, sudah banyak mahasiswa yang menjawab kuis tebak benda dengan benar.
Tidak sedikit juga yang salah menebak.
Tapi bukan itu yang Milo tunggu.
Antara gelisah campur grogi, Milo menantikan sosok Vega muncul.
Kebetulan setiap pasang yang mengikuti kuis tebak benda akan berdiri di tempat terpisah.
Milo 'kebetulan' menjaga tempat peserta cewek.
Beberapa saat kemudian, Milo tercengang.
Nafasnya tercekat melihat Vega dan pasangannya berdiri dari kejauhan.
Mereka mengenakan penutup mata,
Vega berjalan sepelan mungkin sempoyongan ke arahnya.
Cahaya bulan yang remang, menyinari pepohonan tersebut.
Selangkah...
Dua langkah...
Vega semakin mendekat ke arahnya.
Tanpa alasan yang jelas, Milo merapikan rambutnya.
Disusul dengan adegan menepok pipinya sendiri untuk menenangkan diri.
Berhati-hati tanpa mengeluarkan suara, Milo mengamati Vega.
Dia menjulurkan tangan dan menggapai-gapai udara untuk memegang benda di depannya.
Saat menemukan benda di dalam kotak itu, Vega mengangkatnya dengan dua tangan dan mengamatinya.
Alisnya sedikit berkerut saat mencermati objek yang ada di tangannya.
Sesekali digoncang-goncangkan dekat telinga untuk mendengarkan suaranya.
Vega meletakkan benda itu kembali ke dalam kotak
"Jam." Vega menjawab. "Jam weker."
Milo baru akan menjawab, ketika suaranya tertahan.
Bagaimana jika Vega hafal suaranya?
Berbagai pikiran bodoh melintasi benak Milo.
Jawaban Vega benar, tapi bagaimana cara memberitahu Vega tanpa berbicara?
Rasanya tidak mungkin.
"Kak...? Jawabannya... jam?" Vega mengulang jawabannya dengan nada ragu-ragu.
"...iya."
Dengan cepat, Vega mengangkat kepalanya.
Dibalik eye patch berwarna hitam itu, sepasang mata Vega sedang melihat lurus ke arahnya.
Gawat...gawat...gawat!
"Boleh...minta capnya?" mendadak Vega bertanya, memecah keheningan.
Milo meraih kartu yang disodorkan Vega dan mengecapnya.
Vega menunduk dan berterima kalih.
Vega membalik tubuhnya dan menghadap ke tenda pos.
DIa baru akan berjalan selangkah.
"...Vega?"
Milo tidak tahan untuk tidak memanggil Vega.
Dia merasa, jika tidak sekarang, tidak akan ada kesempatan lagi di lain hari.
Milo harus menyelesaikannya sekarang.
"...Vega kan?"
Vega menoleh perlahan ke asal suara di belakangnya.
Dengan hati-hati, dia membuka penutup mata itu.
Selama sepersekian detik, Milo menahan nafasnya.
Takut kalau-kalau jantungnya bisa meledak saking nervousnya.
"Milo?" Vega bertanya setengah tidak percaya.
Di bawah sinar bulan remang-remang pada malam itu, akhirnya setelah 3 tahun Milo bertatap muka lagi dengan Vega.
Dan kali ini, hanya ada mereka berdua.
Sedari tadi, sudah banyak mahasiswa yang menjawab kuis tebak benda dengan benar.
Tidak sedikit juga yang salah menebak.
Tapi bukan itu yang Milo tunggu.
Antara gelisah campur grogi, Milo menantikan sosok Vega muncul.
Kebetulan setiap pasang yang mengikuti kuis tebak benda akan berdiri di tempat terpisah.
Milo 'kebetulan' menjaga tempat peserta cewek.
Beberapa saat kemudian, Milo tercengang.
Nafasnya tercekat melihat Vega dan pasangannya berdiri dari kejauhan.
Mereka mengenakan penutup mata,
Vega berjalan sepelan mungkin sempoyongan ke arahnya.
Cahaya bulan yang remang, menyinari pepohonan tersebut.
Selangkah...
Dua langkah...
Vega semakin mendekat ke arahnya.
Tanpa alasan yang jelas, Milo merapikan rambutnya.
Disusul dengan adegan menepok pipinya sendiri untuk menenangkan diri.
Berhati-hati tanpa mengeluarkan suara, Milo mengamati Vega.
Dia menjulurkan tangan dan menggapai-gapai udara untuk memegang benda di depannya.
Saat menemukan benda di dalam kotak itu, Vega mengangkatnya dengan dua tangan dan mengamatinya.
Alisnya sedikit berkerut saat mencermati objek yang ada di tangannya.
Sesekali digoncang-goncangkan dekat telinga untuk mendengarkan suaranya.
Vega meletakkan benda itu kembali ke dalam kotak
"Jam." Vega menjawab. "Jam weker."
Milo baru akan menjawab, ketika suaranya tertahan.
Bagaimana jika Vega hafal suaranya?
Berbagai pikiran bodoh melintasi benak Milo.
Jawaban Vega benar, tapi bagaimana cara memberitahu Vega tanpa berbicara?
Rasanya tidak mungkin.
"Kak...? Jawabannya... jam?" Vega mengulang jawabannya dengan nada ragu-ragu.
"...iya."
Dengan cepat, Vega mengangkat kepalanya.
Dibalik eye patch berwarna hitam itu, sepasang mata Vega sedang melihat lurus ke arahnya.
Gawat...gawat...gawat!
"Boleh...minta capnya?" mendadak Vega bertanya, memecah keheningan.
Milo meraih kartu yang disodorkan Vega dan mengecapnya.
Vega menunduk dan berterima kalih.
Vega membalik tubuhnya dan menghadap ke tenda pos.
DIa baru akan berjalan selangkah.
"...Vega?"
Milo tidak tahan untuk tidak memanggil Vega.
Dia merasa, jika tidak sekarang, tidak akan ada kesempatan lagi di lain hari.
Milo harus menyelesaikannya sekarang.
"...Vega kan?"
Vega menoleh perlahan ke asal suara di belakangnya.
Dengan hati-hati, dia membuka penutup mata itu.
Selama sepersekian detik, Milo menahan nafasnya.
Takut kalau-kalau jantungnya bisa meledak saking nervousnya.
"Milo?" Vega bertanya setengah tidak percaya.
Di bawah sinar bulan remang-remang pada malam itu, akhirnya setelah 3 tahun Milo bertatap muka lagi dengan Vega.
Dan kali ini, hanya ada mereka berdua.
0