Hmmm kemungkinan selalu ada, tapi sejauh ini belum pernah terjadi temen cowo yang bener-bener berada di friendzone (bagi saya) akhirnya berhasil keluar dari friendzone kategori. Ada beberapa yang mencoba, tapi biasanya respon mereka jadi aneh dan ga alami lagi, bahkan sebagai temen pun mereka jadi tidak menyenangkan/supportive lagi. Akhirnya memang membuat persahabatan jadi rusak.

Kalau saya ga memasukkan cowo yang menurut saya bisa jadi pasangan saya dalam kategori friendzone. Mungkin saya "berteman" dengan cowo dalam kategori tersebut, tapi karena saya pengen mengenal dia lebih jauh bukan ingin jadi temannya. Tapi kalau dia memang menganggap saya temannya, ya walaupun dia cerita dia lagi deketin cewe lain, saya akan dukung dia dan ga bakal mengarahkan dia buat ga deketin cewe itu. Soalnya kalau begitu berarti saya memanipulasi kepercayaan yang dia berikan.

Untuk pertanyaan berikutnya, kalau si cowo menunjukkan ketertarikan dan mendekati walaupun saya ga suka dan nolak pas dia nembak, menurut saya sih dia ga mask friendzone. Karena memang ga semua orang dari awal udah bisa melihat potensi seseorang itu cocok jadi pasangannya atau engga, Banyak juga yang mulai dari pertemanan/perkenalan dulu. Kalau saya, ga tau gimana, dari awal perkenalan biasanya secara sadar atau ga sadar akan otomatis melakukan kategorisasi itu dan biasanya memang ga berubah.

Menurut saya mask friendzone itu contohnya gini: seorang cowo itu kenalan sama saya, bilang dia deketin saya dengan niat menjadi temen aja, ga pernah ada niat yang lain. Tapi buntut-buntutnya dia malah menunjukkan tanda-tanda yang lain (ngedeketin sebagai lawan jenis), itu menurut saya baru mask friendzone.

Mask itu menurut saya lebih ke masalah ketidakjujuran dan kepura-puraan (fake, munafik). Kalau emang niatnya deketin, ga usah mask friendzone. Malah saya lebih respek sama yang kenalan, terus deketin, terus bilang memang tertarik, terlepas saya bakal terima atau tolak. Kesannya lebih gagah dan jantan, karena ga pura-pura. Toh segala sesuatu memang ada resikonya.