TS
lacie.
[Orific] Four Seasons
well, gua gak bisa bilang banyak, yang pasti tulisan gua kali ini karena BGM - BGM game favorit gua, Rune Factory
Spoiler for Index:
Spoiler for ?:
oh ya, yang terakhir, mohon saran serta kritiknya
Diubah oleh lacie. 06-06-2013 22:27
1
1.2K
Kutip
6
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Fanstuff
1.9KThread•262Anggota
Tampilkan semua post
TS
lacie.
#4
Summer -Two Sides-
Spoiler for Summer -Two Sides-:
Summer.
Musim dimana sang mentari menunjukkan kekuatan sepenuhnya, membuat apapun yang tersentuh oleh sinarnya bagaikan kompor yang sedang menyala. Mengakibatkan tukang es limun, terutama di sekolah. Tersenyum penuh kemenangan, karena dagangannya yang bisa laku dalam sekejab.
Tak bisa dipungkiri memang, walaupun setiap sekolah memberlakukan liburan akhir Summer. Tetap saja tidak ada yang berbeda, malah, kesan musim ini semakin diperparah dengan tumpukan PR liburan itu sendiri.
Tapi... Disamping keburukan – keburukan yang telah kurasakan, kurasa Summermerupakan musim yang paling mempengaruhi kehidupanku... Semenjak dua tahun yang lalu, atau lebih tepatnya, ketika pertama kali kulihat dirinya.
Akupun menghela nafas cukup dalam, hingga suara hembusannya dengan jelas terdengar. Kembali mengingat masa lampau, melihat gambaran – gambaran yang kutahu telah terlewati. Meskipun bagiku... Terasa masih menyegarkan layaknya basuhan air wastafel yang menyentuh permukaan wajahku.
Bahkan, saat pertama kali aku bertemu dengannya, kesan yang kuperoleh akan dirinya adalah kesederhanaan. Tidak ada kurang maupun lebih.
Namun tanpa diduga, kesan yang kudapat ternyata adalah sesuatu yang keliru. Dan persis seperti sekarang, aku menyadari hal tersebut pada ketika Summer berlangsung.
Ya, melihat bagaimana dirinya tengah berlari di bawah menyengatnya terik matahari, sambil memegang sebuah tongkat tebal. Sebagai peserta lomba maraton sebelum liburan akhir.
Nampak kesan akan kesederhanaan telah menanggalkan dirinya. Tergantikan oleh semangat yang berkobar. Yang begitu jelas tercerminkan dalam tatapan matanya, antusias akan rasa kemenangan.
Terbilang lucu memang, namun bagaimana mataku terpaku pada dirinya waktu itu. Aku menyadari bahwa itu bukanlah halusinasi belaka, pertama kali melihat sisi lain dalam dirinya. Sukses membuat wajahku memerah bagaikan buah tomat yang matang.
Seketika sebuah tawa keluar dari mulut, mengingat bagaimana diriku terpana pada dirinya. Puas menertawai diri sendiri, perlahan aku menaikkan kelopak mata yang menyelimuti pupil. Dan langsung melihat pada sebuah pemandangan, begitu gelap sampai membuat diriku ragu apakah mata sudah terbuka.
“Hey.”
Diantara gemerisik rerumputan tinggi yang menyelimuti tempat ini. Tiba - tiba kudengar sebuah suara yang sangat kukenal.
“Ah?”
“Sedang apa kau disini?”
Meskipun penerangan disini mengandalkan hanya cahaya bulan, nampak dalam mataku sekarang bukanlah kegelapan langit. Melainkan seseorang yang telah mengubah cara pandangku, memakai kaos oblong serta celana selutut. Berdiri di sebelah diriku yang sedang terbaring pada permukaan rerumputan.
“Hanya menikmati malam.”
Raut wajahnya seketika berubah menjadi heran.
“Huh? Maksudmu?”
Sebuah angin tiba – tiba berhembus melewati kami berdua, segera setelah dia bertanya, dan menyebabkan gemerisik rerumputan terdengar lebih tinggi dari sebelumnya. Seperti deretan tuts piano yang ditekan bersamaan.
“Yah, seperti itulah.”
“...”
“Dasar aneh..." ucapnya sambil menggaruk - garuk kepala, "Haah... Masih untung kau kuberitahu kalau barbekyunya sudah matang.”
Akupun tertawa kembali, membuat dirinya semakin heran. Sebelum akhirnya membangunkan diri permukaan rumput, berterima kasih telah mengingatkan sesuatu yang kutunggu. Lalu berjalan bersama menuju tempat barbekyu perpisahan kelas diadakan.
Dan masih tetap berjalan mengikuti dirinya di depan, menyusuri semak – semak sebelum sampai pada tujuan. Aku memanggilnya lagi.
“Hey.”
Masih tetap meneruskan langkah, diapun menjawab.
“Ada apa?”
“...”
“Tidak... Tidak kenapa - napa kok.”
Langkahnya berhenti, sementara kepalanya diarahkan padaku, yang, menampakkan ekspresi tak percaya.
“Tidak ada jamur beracun kan di taman rumput tadi?”
“Huh?”
“Yah, kau yakin kan tidak keracunan atau semacamnya?”
“...”
Sambil mendorong dirinya yang berada pada hadapanku, akupun berbicara mencoba mengalihkan topik...
“U-uh, lebih baik... Kita percepat langkah sekarang. Sebelum barbekyunya habis!”
Meski bagian keracunan yang dikatakan olehnya ada sedikit benarnya juga.
Musim dimana sang mentari menunjukkan kekuatan sepenuhnya, membuat apapun yang tersentuh oleh sinarnya bagaikan kompor yang sedang menyala. Mengakibatkan tukang es limun, terutama di sekolah. Tersenyum penuh kemenangan, karena dagangannya yang bisa laku dalam sekejab.
Tak bisa dipungkiri memang, walaupun setiap sekolah memberlakukan liburan akhir Summer. Tetap saja tidak ada yang berbeda, malah, kesan musim ini semakin diperparah dengan tumpukan PR liburan itu sendiri.
Tapi... Disamping keburukan – keburukan yang telah kurasakan, kurasa Summermerupakan musim yang paling mempengaruhi kehidupanku... Semenjak dua tahun yang lalu, atau lebih tepatnya, ketika pertama kali kulihat dirinya.
Akupun menghela nafas cukup dalam, hingga suara hembusannya dengan jelas terdengar. Kembali mengingat masa lampau, melihat gambaran – gambaran yang kutahu telah terlewati. Meskipun bagiku... Terasa masih menyegarkan layaknya basuhan air wastafel yang menyentuh permukaan wajahku.
Bahkan, saat pertama kali aku bertemu dengannya, kesan yang kuperoleh akan dirinya adalah kesederhanaan. Tidak ada kurang maupun lebih.
Namun tanpa diduga, kesan yang kudapat ternyata adalah sesuatu yang keliru. Dan persis seperti sekarang, aku menyadari hal tersebut pada ketika Summer berlangsung.
Ya, melihat bagaimana dirinya tengah berlari di bawah menyengatnya terik matahari, sambil memegang sebuah tongkat tebal. Sebagai peserta lomba maraton sebelum liburan akhir.
Nampak kesan akan kesederhanaan telah menanggalkan dirinya. Tergantikan oleh semangat yang berkobar. Yang begitu jelas tercerminkan dalam tatapan matanya, antusias akan rasa kemenangan.
Terbilang lucu memang, namun bagaimana mataku terpaku pada dirinya waktu itu. Aku menyadari bahwa itu bukanlah halusinasi belaka, pertama kali melihat sisi lain dalam dirinya. Sukses membuat wajahku memerah bagaikan buah tomat yang matang.
Seketika sebuah tawa keluar dari mulut, mengingat bagaimana diriku terpana pada dirinya. Puas menertawai diri sendiri, perlahan aku menaikkan kelopak mata yang menyelimuti pupil. Dan langsung melihat pada sebuah pemandangan, begitu gelap sampai membuat diriku ragu apakah mata sudah terbuka.
“Hey.”
Diantara gemerisik rerumputan tinggi yang menyelimuti tempat ini. Tiba - tiba kudengar sebuah suara yang sangat kukenal.
“Ah?”
“Sedang apa kau disini?”
Meskipun penerangan disini mengandalkan hanya cahaya bulan, nampak dalam mataku sekarang bukanlah kegelapan langit. Melainkan seseorang yang telah mengubah cara pandangku, memakai kaos oblong serta celana selutut. Berdiri di sebelah diriku yang sedang terbaring pada permukaan rerumputan.
“Hanya menikmati malam.”
Raut wajahnya seketika berubah menjadi heran.
“Huh? Maksudmu?”
Sebuah angin tiba – tiba berhembus melewati kami berdua, segera setelah dia bertanya, dan menyebabkan gemerisik rerumputan terdengar lebih tinggi dari sebelumnya. Seperti deretan tuts piano yang ditekan bersamaan.
“Yah, seperti itulah.”
“...”
“Dasar aneh..." ucapnya sambil menggaruk - garuk kepala, "Haah... Masih untung kau kuberitahu kalau barbekyunya sudah matang.”
Akupun tertawa kembali, membuat dirinya semakin heran. Sebelum akhirnya membangunkan diri permukaan rumput, berterima kasih telah mengingatkan sesuatu yang kutunggu. Lalu berjalan bersama menuju tempat barbekyu perpisahan kelas diadakan.
Dan masih tetap berjalan mengikuti dirinya di depan, menyusuri semak – semak sebelum sampai pada tujuan. Aku memanggilnya lagi.
“Hey.”
Masih tetap meneruskan langkah, diapun menjawab.
“Ada apa?”
“...”
“Tidak... Tidak kenapa - napa kok.”
Langkahnya berhenti, sementara kepalanya diarahkan padaku, yang, menampakkan ekspresi tak percaya.
“Tidak ada jamur beracun kan di taman rumput tadi?”
“Huh?”
“Yah, kau yakin kan tidak keracunan atau semacamnya?”
“...”
Sambil mendorong dirinya yang berada pada hadapanku, akupun berbicara mencoba mengalihkan topik...
“U-uh, lebih baik... Kita percepat langkah sekarang. Sebelum barbekyunya habis!”
Meski bagian keracunan yang dikatakan olehnya ada sedikit benarnya juga.
Fin
Diubah oleh lacie. 05-06-2013 10:47
0
Kutip
Balas