Challenger 2 tank pertama AD Inggris setelah Perang Dunia II yang didesain, dikembangkan dan diproduksi oleh kontraktor utama tunggal, Vickers Defence Systems, dengan sasaran reliabilitas tertuang dalam kontrak harga tetap. Challenger 2 didesain dan diproduksi pada kedua pabrik Vickers yaitu di Barnbow Leeds dan Scottswood Newcastle.
Bagian hull dan otomotif Challenger 2 berdasarkan pendahulunya Challenger 1, tetapi Challenger 2 memiliki lebih dari 150 peningkatan yang bertujuan untuk meningkatkan reliabilitas dan maintainabilitas. Turret milik Challenger 2 merupakan desain yang benar-benar baru. Lapis bajanya merupakan versi yang lebih baik dari lapis baja Chobham milik Challenger 1. Challenger 2 adalah tank dengan perlindungan terbaik milik negara-negara NATO karena memiliki plating lapis baja Chobham generasi kedua. Sistem NBC tank ini mampu menghadapi semua jenis ancaman yang sudah diketahui. Untuk pertama kalinya, dalam sejarah tank Inggris, kompartemen awaknya memiliki sistem pendingin dan penghangat ruangan.
Persenjataan utamanya terdiri dari meriam tank rifled 120mm Royal Ordnance yang bernama L30. Tank ini juga memiliki sistem chain gun 7.62mm dari McDonnell Douglas Helicopter Systems, yang sebelumnya juga sudah dipakai oleh AD Inggris pada mechanized combat vehicle GKN Defence Warrior, dan sebuah senapan mesin anti-pesawat 7.62 mm. Sistem kontrol penembakan milik Challenger 2 merupakan teknologi komputer digital generasi terbaru dari Computing Devices Company (CDC), Kanada dan sistem ini merupakan yang ditingkatkan dari yang digunakan oleh tank M1A1 Abrams milik AS. Tank ini juga memiliki “kemampuan berkembang” untuk perkembangan masa depan seperti Battlefield Information Control System dan bantuan navigasi. Challenger 2 membawa empat awak dan memiliki bobot tempur 62.5 ton. Tank ini memiliki kecepatan jalanan 56 km/jam dengan jarak lintas alam 250 km dan 450 km di jalan raya.
Seperti yang sudah ulas sebelumnya pada artikel [Challenger 1 Bag. 4], pengembangan Challenger 2 dilakukan dengan adanya program penggantian Chieftain. Dalam prosesnya VDS harus bersaing dengan tiga MBT asing, M1 Abrams, Leopard 2 dan Leclerc.
Purwarupa Challenger 2
Vickers Defence Systems mulai bekerja untuk pengembangan Challenger 2 pada November 1986 sebagai sebuah private venture dan tidak lama kemudian pada Maret 1987, mereka membuat presentasu pertamanya di dpan Menteri Pertahanan Inggris. Pada Februari 1988, Vickers mengirimkan proposal resmi berhubungan dengan tank baru kepada Kementrian Pertahanan setelah mengetahui kebutuhan staff AD. Pada Desember 1988 diumumkan bahwa Vickers Defence Systems mendapatkan kontrak senilai £90 juta untuk menjalani fase demonstrasi (yang juga dikenal dengan proof of principle phase) yang berakhir pada September 1990.
Purwarupa Challenger 2 (foto: wikipedia.org)
Sembilan purwarupa dibuat di Barnbow Works, Leeds. Kesemuanya diselesaikan pada 30 September 1990, sesuai jadwal dan anggaran untuk fase kompetitif dari program penggantian Chieftain. Fase ini berjalan dari Oktober hingga akhir tahun 1990, ketika pemenangnya akan diumumkan. Selama periode ini, VDS akan menerima sebuah 'bridging contract' dari Kementrian Pertahanan Inggris untuk pengembangan dan produksi penuh pada Januari 1991 jika Challenger 2 memenangkan kompetisi. Dalam kompetisi tersebut bukanlah perbandingan antara keempat tank untuk disebut sebagai yang “terbaik”, tetapi untuk mengidentifikasi manakah yang secara keseluruhan memenuhi kebutuhan dari AD Inggris –SR(L)4026. Setiap kandidat akan diujicoba oleh tim khusus yang terpisah dari personel AD Inggris bersama dengan awak berpengalaman dari setiap perusahaan kandidat. Tidak ada team yang memiliki perbedaan untuk menjamin keadilan dan keseksamaan. Fase komparatif ini akhirnya tidak dilaksanakan pada 1990 setelah terjadinya invasi Irak ke Kuwait pada 2 Agustus 1990. Seluruh sumberdaya VDS kemudian dicurahkan untuk mendukung armada Challenger dan 7th Armoured Brigade yang diterjunkan ke Arab Saudi sebagai bagian dari Operation Granby. Operasi ini memiliki dua resimen lapis baja yang dilengkapi dengan Challenger dan satu batalyon infantri lapis baja yang dilengkapi dengan IFV Warrior. Pada 22 November, 4th Armoured Brigade mulai diterjunkan ke Teluk yang membentuk 1st (UK) Armoured Division dengan total 221 Challenger. Berbagai modifikasi dirancang untuk tank demi meningkatkan reliabilitas dan survabilitas tank. Pada 1 Oktober 1990, 160 “Challenger improvement kits” yang dikembangkan oleh VDS dikirim ke pelabuhan Al Jubail di Saudi Arabia. Setelah Challenger sampai di lokasi, mereka dimodifikasi oleh teknisi REME dan tim support engineering dari VDS, “sukarelawan Vickers”, demikian juga tim dari Barr and Stroud, David Brown, Marconi, Perkins dll. Melalui usaha tanpa henti dan dedikasi dari awak tank, 174 dari 176 Challenger mulai bertempur –Operation Desert Sabre; dua tank lainnya bertabrakan dan merusakkan meriam mereka. Tank sisanya dipertahankan di War Maintenance Reserve. Sebagai tambahan, 12 Challenger Armoured Repair and Recovery Vehicles (CRARRV) diterjunkan ke Teluk, langsung dari Armstrong Works factory di Newcastle, tujuh bulan lebih awal dari rencana pengoperasian awal dengan AD Inggris. CRARRV terbukti sangat efektif dan mencapai 100 persen tingkat availabilitas selama land offensive. Lebih dari 300 AFV musuh dihancurkan oleh Challenger tetapi tidak ada satupun Challenger yang berhasil dihancurkan musuh selama Operation Desert Sabre.
Challenger selama Perang Teluk (foto: [url]www.deagel.com[/url])
Dalam laporan perang, House of Commons Defence Committee menyatakan: “The tank was the decisive battle winner of the land forces campaign and the British Challenger force in the 1st (UK) Armoured Division made an important contribution to this success.” Dalam rangka merespon sebuah pertanyaan, pada 19 Maret 1991 di House of Commons, Perdana Menteri JohnMajor menyatakan: “The Challenger tank performed absolutely magnificently in the Gulf- far above the expectations that anyone could have had of it.” Akan tetapi, kendati banyaknya pujian dan dukungan terhadap Challenger, keputusan pengganti Chieftain masih harus dibuat. Situasi diperparah dengan runtuhnya Tembok Berlin dan jatuhnya otoritas Uni Soviet di antara negara-negara Eropa Timur yang membentuk Pakta Warsawa. Pengganti Chieftain masih tetap menjadi tanda tanya walaupun sukses Challenger yang tak diragukan lagi selama Perang Teluk.
Walaupun penggantian Chieftain merupakan “proyek inti” dan Treasury memiliki otoritas untuk memberikan dana penuh, ternyata masih terjadi debat dalam hal jumlah yang dibutuhkan oleh AD Inggris menyusul Strategic Defence Review.
Evaluasi komparatif dari empat kandidat dilaksanakan sesuai jadwal pada musim semi 1991. Keempatnya memiliki keunggulan masing-masing pada satu aspek dibandingkan yang lainnya, tetapi Leclerc dieliminasi karena Royal Armoured Corp tidak terlalu percaya pada sistem pengisian amunisi otomatisnya, dan juga dengan jumlah awak yang hanya tiga. Tiga kandidat lainnya memenuhi kebutuhan dari SR(L)4026.
Di dalam AD Inggris, terutama Royal Armoured Corps, terdapat faksi penting yang mendukung bahwa engineering Jerman lebih unggul dibandingkan dengan yang lain. Hal ini dianggap sebagai “Sindrom BMW” yang dapat membentuk opini untuk memfavoritkan Leopard 2 (improved). Walaupun Challenger 2 dianggap memiliki tingkat survivabilitas dan banyak atribut lain yang lebih baik, Leopard 2 (Improved) dianggap lebih hemat karena membutuhkan “whole lie costs” keseluruhan yang lebih rendah, suatu hal yang menjadi perhatian utama Treasury. Faksi lainnya, mendukung M1A2 Abrams. Oleh karena itu, Defence Procurement Agency menyerahkan hal ini kepada Pemerintah.
Pemilihan Challenger 2
Keputusan final sebagai pengganti Chieftain kemudian berada di Kabinet. Terdapat sejumlah aspek yang harus dipertimbangkan. Yang pertama dan utama adalah jumlah tank yang akan diakuisisi setelah adanya Strategic Defence Review. Hal ini diperburuk dengan adanya kekurangan finansial pada 1991 Long Term Costings milik Kementrian Pertahanan untuk pengadaan peralatan, dan hal ini menyebabkan pertimbangan untuk pengurangan jumlah tank baru yang terjangkau dalam waktu relatif singkat. Hal tersebut menghalangi penggantian armada Chieftain dan Challenger. AS dan Jerman kecewa dengan perubahan kondisi ini, walaupun kebutuhan awalnya memang untuk penggantian armada Chieftain untuk beroperasi bersama Challenger dan situasi geopolitik strategis baru setelah runtuhnya Tirai Besi adalah keadaaan yang tak terduga. Oleh karena itu, argumen untuk interoperabilitas dari persenjataan utama smoothbore dengan partner NATO milik Inggris menjadi tidak valid lagi tanpa adanya penggantian armada secara keseluruhan. Menteri Pertahanan menyimpulkan bahwa konstribusi operasional Inggris terhadap ARRC (NATO Allied Rapid Reaction Corps) akan menjadi lebih kuat dengan mempertahankan interoperabilitas antara Challenger dengan tank baru, karena tujuan awalnya memang untuk mengganti persenjataan Challenger dengan meriam tekanan-tinggi 120mm L30. Inilah yang menjadi faktor kunci keputusan akhir pemilihan tank.
Terdapat juga maksud finansial dalam pengadaan tank yang lebih sedikit, terutama jika tank asing. Dengan jumlah di bawah 500 tank, produksi bersama menjadi lebih sukar dilaksanakan. Untuk Leopard 2, Krauss-Maffei diperkirakan akan memproduksi lebih dari 60 persen tank secara lokal sebelum unit cost meningkat secara signifikan. Tetapi AD Swiss menyarankan sebaliknya. Dengan total pengadaan sebanyak 380 Leopard 2A4, 345 dibuat di bawah lisensi di Swiss, tetapi dibutuhkan waktu dua tahun untuk negoisasi kontrak terpisah dengan setiap subkontraktor sebelum produksi dimulai, yang pada akhirnya meningkatkan unit cost setidaknya 25 persen di atas harga asli, sehingga menunda waktu awal pengoperasian dengan AD Swiss. Tak pelak, hal ini akan memicu berkurangnya lapangan kerja pada industri manufacturing tank Inggris dengan banyak subkonstruktor tersebar di seluruh negeri. Pemerintahan yang Konservatif sangat khawatir dengan hilangnya puluhan ribu pekerjaan pada bidang industri manufacturing di bagian Utara terutama di Tyneside. Akhirnya, kesempatan untuk menjual tank Inggris ke pasar internasional akan hilang selamanya, walaupun faktanya tidak ada negara lain yang membeli Challenger.
Politik Pengadaan Pertahanan
Semua program pengadaan persenjataan utama memiliki dimensi politik yang signifikan; dengan anggaran lebih dari £2 miliar, tak terkecuali program penggantian Chieftain. Setelah kegagalan program pesawat Nimrod Airborne Early Warning (AEW) yang membuang miliaran pound, pemerintah Inggris berupaya untuk menghindari terulangnya kegagalan dengan cara kompetisi terbuka. Tanggung jawab utama pemerintah adalah untuk melaksanakan pengadaan peralatan militer dengan dana minimum bagi pembayar pajak. Meskipun demikian performa luar biasa Challenger selama operasi pembebasan Kuwait tidak dapat diabaikan. Apalagi, Perang Teluk dianggap sebagai pembuktian filosofi desain tank Inggris yang mana mengutamakan proteksi lapis baja berat bagi awak dan daya tembak yang sangat besar untuk manyerang dan menghancurkan AFV musuh pada jarak jauh. Meskipun demikian, pada kandidat juga menunjukkan karakteristik serupa.
Cabinet subcommittee yang bertugas untuk membuat keputusan final dibentuk. Subkomite ini beranggotakan Perdana Menteri, John Major; Defence Secretary,Tom King; Foreign Secretary, Douglas Hurd dan Trade and Industry Secretary, Michael Heseltine. Awalnya, Perdana Menteri mempertanyakan kebutuhan MBT baru dengan pertimbangan adanya perubahan geopolitik di Eropa Timur dan tekanan masyarakat atas pengeluaran negera dengan adanya kegagalan memalukan pada pengadaan pertahanan sebelumnya yang disoroti oleh National Audit Office. Defence Secretary menganggap bahwa tidak ada alasan pertahanan signifikan untuk memberikan rekomendasi. Foreign Secretary memilih netral tetapi menyatakan bahwa jika ekspor Challenger 2 dilaksanakan ke negara Timur Tengah, maka akan memberikan keuntungan kebijakan politik luar negeri. Hanya Michael Heseltine, Trade and Industry Secretary memberikan pandangan kuat bahwa tank dalam negeri memperkuat politik dalam negeri seperti halnya pengembangan senjata nuklir. Lebih lanjut, pembelian tank asing mengindikasikan kurangnya kepercayaan Pemerintah pada kemampuan engineering nasional yang akan mengirimkan sinyal negatif kepada mitra perdagangan asing yang akan ikut meragukan kualitas engineering pertahanan maupun engineering nasional pada umumnya. Dia juga menekankan akibat jika Challenger 2 ditolak, yaitu meningkatnya jumlah pengangguran di Inggris bagian utara.
Challenger 2 (foto: uwnetwork.wordpress.com)
Setelah pertimbangan itu, Perdana Menteri memilih Challenger 2 dan didukung oleh semua anggota committee lainnya, dengan ketentuan VDS akan mendapatkan kontrak yang ketat syarat dan ketentuannya. Pada 21 Juni 1991, Defence Procurement Minister, Alan Clark, mengumumkan keputusan pemerintah untuk memilih Challenger 2 sebagai pengganti Chieftain di House of Commons. Hanya tujuh hari berselang, Jumat 28 Juni 1991, sebuah kontrak ditandatangani antara Kementrian Pertahanan dengan VDS untuk pengembangan Challenger 2 berikut produksi 127 tank untuk memenuhi kebutuhan SR(L)4026. Batch pertama dari 127 adalah untuk memperlengkapi resimen lapis baja 4th dan 7th Armoured Brigades, dengan sisa tank akan digunakan untuk pelatihan. In-Service Date (ISD) direncanakan pada akhir 1993. Sebagai tambahan, 13 Driver Training Tank dipesan dengan pengiriman pertama dijadwalkan pada 1993.
Kontrak harga tetap senilai £5,520 miliar bertujuan untuk program pengembangan. Kontrak ini menempatkan tanggung jawab kepada VDS sebagai kontraktor utama untuk semua aspek program Challenger 2 ini, termasuk peralatan pelatihan, first-line spares, dan paket pendukung logistik komprehensif termasuk fielding AD Inggris. Sebagai tambahan, dalam kontrak tersebut terdapat ketentuan-ketentuan yang sangat ketat berhubungan dengan pencapaian pada level tertentu dalam hal reliabilitas, yang untuk ini 37 persen pembayaran terikat.
127 Challenger 2 yang pertama dilengkapi dengan amunisi CHARM 1, sementara untuk tank selanjutnya dilengkapi dengan amunisi CHARM 3 yang direncanakan pada 1996 setelah ujicoba. Pemesanan selanjutnya diperkirakan berjumlah 200 Challenger 2.
Dunstan, Simon. 2006.
. Osprey Publishing