Challenger 1 Improvement Programme (CHIP)mencakup dua area kunci, yaitu enhancement sistem otomotif dan persenjataan.
Beberapa di antaranya sudah digunakan dalam MBT Challenger 1, tetapi dengan diperkenalkannya Challenger 2, tidak ada enhancement lanjutan untuk Challenger 1 yang dilaksanakan, karena tank akan dipensiunkan di masa yang akan datang
Challenger 1 di Timur Tengah
Challenger 1 diterjunkan ke Saudi Arabia pada akhir 1990 dan kemudian ikut serta dalam Operation Desert Storm. 7th Armoured Brigade meluncurkan dua resimen Challenger 1 dengan masing-masing 57 MBT (empat skuadron) sementara brigade keempat menerjunkan satu resimen Challenger 1 dengan 43 MBT (tiga skuadron). Challenger Armoured Repair dan Recovery Vehicles juga diterjunkan, demikian juga Challenger 1 tambahan sebagai tank pengganti.
Challenger 1 selama Perang Teluk (foto: wikipedia)
Pada awal 1991, tank-tank ini ditingkatkan pada sejumlah area kunci termasuk pemasangan Royal Ordnance Explosive Reactive Armour (ERA) pada hidung dan plat glasis, dan lapis baja pasif Vickers Defence Systems di sepanjang sisi-sisi hull.
Royal Ordnance juga meningkatkan daya tembak meriam rifled L11 120mm milik Challenger 1 dengan sistem proyektil dan charges baru. Proyektil APFSDS baru memberikan akurasi dan penetrasi yang lebih besar, dan menggunakan fitur dari sistem baru yang dikembangkan untuk meriam rifled L30A1 milik Challenger 2. Charge-nya diberi nama L14A1 dan proyektil depleted uranium (DU) diberinama XL26E1.
Selama Operation Desert Storm tidak ada satupun Challenger 1 yang dihancurkan oleh pasukan Irak, sebaliknya Challenger1 berhasil menghancurkan 300 MBT milik Irak.
Challenger 2 MBT
Challenger Training Tanks
Pada February 1988, AD Inggris membuat pesanan pada Vickers Defence Systems di Leeds untuk mensuplai 17 Challenger Training Tanks dengan nilai £18 juta. Challenger Training Tank (CTT) pertama selesai dibuat pada Agustus 1989 dengan produksi utama berjalan antara Mei hingga September 1990. Tank latih ini digunakan untuk memberikan pelatihan pengemudi dan perawatan realistik di Royal Armoured Corps dan Royal Electrical and Mechanical Engineer Establishments.
CTT adalah tank pertama dengan tipe ini yang digunakan oleh AD Inggris dan menggantikan Challenger 1 Gun Tank yang telah digunakan untuk peran ini.
Karena berat CTT sama dengan Challenger 1, performa otomotif kedua tank tersebut identik. Selain sebagai tank latih pengemudi, tank ini juga dapat digunakan untuk pelatihan perawatan, MBT recovery atau tank dozer.
CTT pada dasarnya adalah Challenger 1 dengan turret digantikan dengan turret non-rotating yang mengakomodasi seorang instruktur dan hingga empat anak didik. Turret baru ini memberikan proteksi roll-over dan instruktur memiliki duplikat instrumentasi dan kontrol yang memungkinkannya untuk mengontrol peralatan turret, mengawasi performa pengemudi dan memasukkan automotive faults ke dalam panel instrument pengemudi. Dalam keadaan darurat, instruktor dapat juga menghentikan tank.
Combat Dozer Blade
Pada awal 1990, AD Inggris memilih Pearson Combat Dozer Blade (UDK1) untuk dapat dioperasikan pada Challenger 1 dan setiap Challenger 1 dimodifikasi untuk dapat menerima dozer ini.
Peran khusus UDK1 termasuk menggali posisi tempur hull down, menyeberangi parit anti-tank dan halangan serupa, pembuatan galian pertahanan, menghilangkan rintangan dan membuat jalan untuk kendaraan setelahnya menembus kayu, semak dan medan sulit.
Dozer dapat dipasang dan dilepas pada Challenger 1 dalam waktu di bawah 15 menit dan dozer ini dapat saling menggantikan dengan peralatan lain seperti bajak penyapu ranjau Pearson. Unit dozer memiliki powerpack sendiri dengan hanya tenaga listrik yang diperlukan dari tank.
UDK1 juga dapat dipasang pada Chieftain Armoured Vehicle Royal Engineers yang dikembangkan oleh Vickers Defence Systems untuk AD Inggris.
Future Engineer Tanks
Challenger Armoured Repair and Recovery Vehicle (CR ARRV)
Challenger 1 with Marksman Anti-Aircraft Turret
Pada Juni 1985, Marconi Electronics, Land and Naval Systems Group, turret anti-aircraft 35 mm kembar Marksman dibawa ke Leeds dan dipasang pada chassis tank Centurion yang digunakan untuk uji coba penembakan.
Challenger dengan Marksman AA Turret (foto: [url]www.armyrecognition.com[/url])
Turret yang sudah selesai dipindah ke hull Challenger 1 yang dapat dipasangi dengan cincin adaptor yang cocok. Hal ini menghabiskan waktu 1 jam 29 menit, setelah itu Challenger 1 Marksman dibawa dan dikemudikan di test track facility. Ketika berada di track uji, radar beroperasi dan sistem stabilisasi meriam berhasil diuji.
Pada akhir musim panas 1985, turret Marksman kedua diintegrasikan dengan Challenger 1 untuk uji Proof and Endurance. Uji coba berhasil diselesaikan dan menunjukkan bahwa Challenger 1 memberikan platform penembakan yang cocok untuk turret Marksman.
Dimensi
Panjang Keseluruhan: 37.89 kaki (11.55m)
Lebar: 11.88 kaki (3.62m)
Tinggi: 10.27 kaki (3.13m)
Struktur
Awak: 4
Berat: 67.5 US Short Tons (61,200kg; 134,923lbs)
Persenjataan
1 x meriam utama rifled 120mm
1 x senapan mesin koaksial 7.62mm
1 x senapan mesin anti-pesawat 7.62mm
2 x 5 pelontar granat asap
Amunisi
64 x proyektil 120mm
4,000 x amunisi 7.62mm
Powerplant
Mesin: 1 x mesin diesel Perkins Engine Company Condor CV-12 12-cylinder dengan output 1,200bhp pada 2,300rpm.
Performa
Kecepatan Maksimum: 35mph (56 km/h)
Jarak Maksimum: 280 mil (450 km)
Systems
Proteksi NBC: Ya
Penglihatan Malam: Ya (Pasif)
CHALLENGER TO CHALLENGER2
Spoiler for CHALLENGER TO CHALLENGER2:
Chieftain MBT
Pada awal 1987, AD Inggris masih berniat mempertahankan armada campuran dari sekitar 1200 Chieftain dan Challenger 1 hingga pergantian abad ketika mereka akan digantikan oleh kolaborasi pengembangan MBT baru antara Inggir-Jerman pada awal 1980an. Proyek ini bernama “FMBT 2000”, yang berdasarkan prospek penggantian desain MBT yang ada pada saat itu. Prospek yang muncul secara bersamaan di kedua negara. Pengembangannya berpusat pada teknologi meriam tank baru yang menggunakan propelan padat maupun cair, dan teknologi yang lebih canggih juga diimpikan seperti rail-gun elektromagnetik. Akan tetapi ternyata meriam berpropelan cair tidak dapat digunakan pada tank pada tahun 2000.
Bahkan sebelum mulai beroperasi, keterbatasan dari sistem kontrol penembakan Challenger 1 dan kebutuhan untuk memodernisasi sistem turret telah diketahui. Oleh karena itu, rangkaian modifikasi ekstensif telah direncanakan, yang dikenal sebagai CHIP (Chieftain/Challenger Improvement Program). Pengembangan dari meriam rifled 120mm bertekanan tinggi, XL-30, dan amunisi performa tinggi termasuk penetrator DU (Depleted Uranium), juga berjalan di bawah program bernama CHARM (Chieftain/Challenger Armament). Awalnya kedua program ini diimplementasikan untuk Chieftain dan Challenger 1, walaupun disadari bahwa mempertahankan Chieftain higga 1990an memberikan resiko yang semakin besar dalam menghadapi perkembangan tank Soviet. Untuk alasan ini, Chieftain secara terpisah menjalani program uparmouring yang terkenal sebagai Stillbrew dan Chieftain dipasangi dengan TOGS untuk memberikan kemampuan tempur malam hari sesungguhnya.
Vickers Mk.7 MBT
Vickers Defence System yang telah membeli pabrik Royal Ordnance di Leeds untuk meningkatkan kemampuan produksi mereka, menawarkan diri untuk memproduksi pengganti Chieftain dengan dasar kontrak harga tetap; desain ini pada dasarnya merupakan kombinasi dari hull otomotif Challenger dengan turret Vickers Mark7 yang merupakan usaha privat untuk MBT model ekspor. Model baru ini diberinama yang membingungkan Challenger 2 Mk2.
Model tersebut berpartisipasi dalam CAT ’87 dan terlihat memiliki performa yang bahkan lebih buruk dari pada Chieftain. Bukan hanya Royal Armoured Corps (RAC) yang menunjukkan ketidakpuasan, tetapi juga munculnya keraguan tentang efisiensi operasional dan tingkat keberhasilan peralatanya. Segera setelahnya, beberapa staff senior di dalam RAC mengusulkan pembatalan model ini, tetapi ditolak dan ditunda menunggu analisis detail. Penyelidikan resmi diselenggarakan di RAC Gunnery Wing, Hohne, pada 9 Juli, yang memeriksa setiap aspek performa awak dan tank. Dalam laporannya ditemukan berbagai alasan kegagalan model selama CAT’87 termasuk kesalahan pemilihan prosedur untuk tim kompetisi; komitmen pelatihan ekstensif bagi resimen lapis baja Inggris telah dilatih secara eksklusif untuk CAT selama tujuh bulan atau lebih untuk melawan tim lain, perlengkapan yang sangat tidak memadai pada simulator latihan dan bantuan pelatihan; ukuran pasukan yang hanya terdiri dari tiga tank terbukti tidak menguntungkan secara psikologis dan penggunaan peralatan purwarupa pada kompetisi dianggap sebagai suatu kesalahan. Meskipun demikian, laporan menyimpulkan bahwa penyebab fundamental dari nilai yang mengecewakan selama CAT adalah kompleksitas, ergonomik yang buruk dan kerentanan sehingga menyebabkan kegagalan sistem turret dari Challenger dan Chieftain, ditambah dengan penggunaan amunisi tiga-bagian yang menyebabkan human error. Hal ini menempatkan awak Inggris di bawah tekanan yang jauh lebih besar dibandingkan yang lain dan pelatihan yang terlalu dipaksakan, diperburuk dengan kurangnya fasilitas simulator.
Hasil dari kompetisi ini diketahui di kalangan politik tertinggi dan memunculkan pertanyaan mengenai prosedur pengadaan Tank Inggris. Kekuatiran pemerintahan memicu berbagai demonstrasi Challenger bersama dengan Abrams dan Leopard 2 yang menunjukkan bukti tak terbantahkan bahwa terdapat kekurangan serius ketika penembakan ke target bergerak.
M1 Abrams (foto: fprado.com)
Dengan adanya prospek MBT masa depan yang menggunakan teknologi yang semakin canggih di abad ke-21, diputuskan bahwa pengganti Chieftain harus dikejar secara terpisah secepat mungkin. Oleh karena itu, naskah telah disiapkan untuk Equipment Policy Committee dari Kementrian Pertahanan Inggris yang menguraikan pilihan yang ada untuk pengganti Chieftain. Pilihannya termasuk Challenger 1, Challenger 2 Mark 2 yang diusulkan oleh Vickers Defense Systems bersama dengan Mid-Life Improvement Program untuk armada Challenger yang sudah ada, dan dua pilihan MBT asal negara lain, yaitu M1A1 Abrams dan Leopard 2.
Leopard 2
Pada November 1987, Equipment Procurement Committee mendukung Staff Requirement (Land) 4026 untuk program penggantian *Chieftain. Ini dimulai dengan penilaian pendahuluan terhadap proposal yang diajukan oleh Vickers Defence System yang mengajukan Challenger 2 Mark 2, yang untuk kemudahan oleh Kementrian Pertahanan disebut sebagai Challenger 2 (sedangkan MBT sebelumnya disebut sebagai Challenger 1), dengan perbandingan M1A1 Abrams dan Leopard 2 yang sudah beroperasi dengan AD masing-masing. Baik M1A1 Abrams maupun Leopard 2 yang memenuhi kebutuhan Inggris sebagai pengganti Chieftain. Akan tetapi setelah CAT ’87, dengan ketidakpuasan besar terhadap Challenger oleh Petinggi Pemerintahan dan Royal Armoured Corps. Karena keraguan ditunjukkan untuk level perlindungan lapis baja Leopard 2, sebuah faksi kuat di dalam tubuh AD Inggris mengumumkan ketertarikan untuk pembelian M1A1 Abrams yang dilihat sebagai deain matang dan terjamin. Sedangkan faksi yang lain, beranggapan sebagai negara yang menemukan tank, konsep untuk tidak memakai tank sendiri sama sekali tidak terpikirakan.
Uji coba perbandingan ekstensif dari empat kandidat untuk program penggantian Chieftain; Challenger 2, M1A2 Abrams, Leopard 2 (improved) dan Leclerc. Keempatnya terbukti sangat mampu dengan masing-masing unggul dalam salah satu aspek atau yang lainnya, sementara keputusan akhit akan dibuat oleh Equipment Procurement Committee pada Desember 1990.
Leclerc
Sekali lagi, kejadian di dunia mempersulit rencana pengadaan tank Inggris. Hancurnya Pakta Warsawa menghasilkan “Option for Change” yang mengharuskan adanya “peace dividend” sehingga secara dramatis mengurangi jumlah MBT yang akan dibeli. Pada awalnya, tujuannya adalah untuk mengganti Chieftain pada one-for-one basis dan interoperabilitas dengan anggota NATO lain, dengan pembelian lebih dari 500 MBT, dengan standarisasi meriam smoothbore 120mm. Pada angka ini, skala ekonomi lebih menyukai Abrams, pada pihak lain, produksi bersama Leopard 2 akan mengijinkan penjualan asing Inggris kepada negara-negara yang menolak penjualan langsung dari RFG (Republik Federal Jerman). Akan tetapi, musuh tradisional Iran, Irak, menjadi fokus perhatian dunia setelah keberhasilannya menginvasi Kuwait dan pengerahan 1st Armoured Division milik Inggris ke wilayah Teluk menunda keputusan pengadaan tank hingga penilaian performa Challenger dan Abrams dapat dilakukan selama Perang Teluk.
Dalam Perang Teluk, Challengger mendapat dukungan penuh dari Vickers Defense System (VDS) dan kontraktor utama lainnya seperti Barr and Stroud, David Brown, Perkins, Marconi, Commercial Hydraulics dll, memberikan keahlian dan dukungan yang memungkinkan rate availabilitas di atas 90 persen selama perang. Hal ini membuktikan sekali lagi, bahwa industri Inggris dapat memberikan dukungan operasional yang sangat baik. Selama masa perang, pembatasan financial dihapuskan oleh Treasury.
Sesuai dengan kalimat “the only tank battle to be fought on British soil”, Vickers Defence System pada akhirnya mendapatkan sebuah kontrak pada tengah malam 28 Juni 1991 untuk produksi 127 Challenger 2 dan 13 tank latih pengemudi. Jumlah ini merupakan jumlah minimum tank yang dibutuhkan untuk mempertahankan lini produksi agar terus bertahan hidup dengan kecepatan 35 tank per tahun. Dengan total nilah sekitar £500 juta ($758juta), kontrak ini termasuk sebuah Logistic Support Package terintergrasi dimana VDS bertanggung jawab untuk semua aspek dalam peluncuran Challenger 2 menuju dinas dengan dua resimen lapis baja pertama (Royal Scots Dragoon Guards dan 2RTR).
Pada saat yang sama, sekitar £275 juta ($415 juta) dianggarkan untuk Mid-Life Improvement Program bagi Challenger 1 yang juga akan dilaksanakan oleh VDS. Berbagai langkah telah diusulkan, dari penggantian meriam utama menjadi meriam tekanan tinggi L30 hingga mengganti turret secara keseluruhan menjadi seperti milik Challenger 2. Akan tetapi, dengan adanya pemotongan anggaran pertahanan yang dikenal sebagai “Front Line First”, Kementrian Pertahanan membatalkan rencana untuk meng-upgrade armada Challenger 1, tetapi malah memesan 259 Challenger 2 tambahan kepada VDS. Lebih lanjut, Royal Armoured Corps dikurangi dari 12 resimen tank menjadi delapan, dengan dua di Inggris dan enam di Jerman. Padagilirannya, setiap resimen tank dikurangi menjadi 38 MBT dari sebelumnya 50, dengan dua resimen di headquarter dan masing-masing tiga skuadron dengan empat pasukan dari tiga tank. Komposisi baru dari organisasi Type 38 didesain mempertahankan keberadaan resimen kavaleri AD yang terkenal dari pada pertimbangan taktis.
Challenger 2
Hingga pergantian abad, AD Inggris dijadwalkan untuk memiliki 386 Challenger 2 dengan 304 berada di dinas garis depan dan sisanya digunakan untuk pelatikan dan cadangan perang. Armada Challenger 1 akan “dibuang” (dijual), walaupun sejumlah hull akan dipertahankan atau dikonversi menjadi combat engineering vehicles dengan kemampuan mobilitas yang setara dengan Challenger 2 sebagai pendukung.