Challenger adalah sebuah hasil pengembangan dari Centurion/Chieftain, yang dimodifikasi untuk produksi Shir/Iran 2 yang pada asalnya direncanakan untuk beroperasi bagi militer Iran. Ketika Shah Iran digulingkan oleh rezim fundamentalis pada 1979 (Revolusi Iran), pesawanan awal sebanyak 1.225 Shir 2 dibatalkan. Setelah Revolusi Iran proyek Shir 2 diambil alih oleh AD Inggris dan hasil akhirnya adalah Chalenger dan kemudian diberi nama ulang menjadi Challenger 1. Perbedaan utama antara Challenger 1 dan pendahulunya Chieftain adalah mesin yang mampu menghasilkan 1,200bhp pada 2,300rpm, jauh lebih poweerful dari pada mesin Chieftain, dan Chobham Armour, yang memberikan level proteksi yang sangat tinggi terhadap persenjataan anti lapis baja.
Challenger 1 telah beroperasi untuk AD Inggris sejak 1983. Tank ini semula diproduksi Royal Ordnance Factory di Leeds, yang kemudian diambil alih oleh Vickers Defence Systems pada 1986. Challenger 1 direncanakan untuk ditarik dari operasi pada 1998 dan seharusnya selesai digantikan oleh Challenger 2 pada 2000. Challenger 1 ambil bagian dalam Operasi Desert Storm di mana militer Irak tidak mampu menhancurkan satu Challenger pun saat pertempuran ketika Challenger berhasil menghancurkan sekitar 300 tank Irak.
Challenger 1 saat ini juga dioperasikan oleh Angkatan Bersenjata Yordania, sebagai MBT mereka setelah modifikasi secara besar. Varian untuk militer Yordania diupgrade menjadi standar Challenger 2 dan sedang menjalani upgrade untuk penggunaan turret tak-berawak yang disebut Falcon Turret.
SEJARAH DAN PENGEMBANGAN
Desain tank adalah proses berkelanjutan, bahkan sebelum MBT mulai beroperasi, konsep dan karakteristik untuk suksesornya sedang dieksplorasi. Pada 1970, MBT Chieftain dioperasikan secara luas oleh AD Inggris, dan pada tahun berikutnya, AD Imperial Iran memesan 780 Chieftain. Pesanan iran diberi nama sebagai Chieftain Mark 3/3 (P) sementara sisanya adalah Mark 5 (P) – P singkatan dari Persia, model ini berbeda hanya dalam detail dari Chieftain yang dimiliki Inggris, dan semua pesanan ini dikirimkan ke Iran pada 1977. Pembelian Chieftain selanjutnya dilakukan oleh Kuwait dan Oman yang membuat Inggris mempunyai industri manufacturing tank yang kuat selama 1970an.
Perang Arab-Israel pada 1967 telah memastikan pentingnya tank pada medan pertempuran dan menunjukkan bahwa lapis baja berat dalam desain tank menjadi atribut yang sangat berharga, walau dengan berkembangnya senjata infantri hollow atau shaped charged dan ATGM dalam jumlah yang selalu meningkat. Akan tetapi, beberapa kalangan menganggap tank tidak terlalu diperlukan lagi dengan meningkatnya kekuatan penetrasi dari persenjataan hollow charge, yang kemudian terkenal dengan nama HEAT (High Explosive Anti-Tank) yang menggunakan energi kimia untuk membakar menembus lapis baja tank. Secara praktis, HEAT kontemporer mampu mempenetrasi lapis baja dengan ke dalaman beberapa kali dari diameter cone proyektil. Cone dengan diameter 84 mm (3,5 inci) mampu menembus hingga 340mm (13 inci) lapis baja. Persenjataan Soviet pada masa itu yaitu RPG-7 dengan hulu ledak 73mm (3 inci) dan misil anti-tank Stager AT-3 dengan hulu ledak 150 mm (6 inci) dan memiliki kekuatan penetrasi 600 mm (24 inci). Dengan 170 peluncur misil Stagger AT-3 dan 600 RPG dalam divisi motor rifle Soviet khusus, memberikan luar biasa bagi tank NATO dan desain konvensional yang mampu bertahan dari serangan semacam ini diperkirakan akan seberat 200 ton. Pada saat yang sama, tank Soviet kontemporer seperti T-62 dan T-64 memiliki meriam utama yang lebih besar, 115mm dan 125mm, dari pada tank Barat yang berstandari meriam L7 105mm milik Inggris, kecuali Chieftain dengan meriam 120mm-nya. Soviet juga menjadi pioner penggunaan amunisi Sabot (APFSDS=Armour Piercing Fin Stabilized Discarding Sabot). Amunisi ini sangat efektif untuk membunuh tank pada jarak jangkau tank Soviet.
Amunisi Sabot APFSDS
Menghadapi ancaman-ancaman semacam ini, desainer tank Barat menginvestigasi properti dari bentuk lapis baja berbeda dengan penekanan pada usaha untuk mengatasi serangan HEAT. Selama akhir 1950an dan awal 1960an berbagai eksperimen telah dilaksanakan menggunakan alloy baja dan lapisan keramik yang terbukti cukup menjanjikan tetapi sulit untuk diproduksi dan mahal. Di Inggris, Dr Gilbert Harvey, seorang ilmuwan di Royal Armament Research and Development Establishment (RARDE) di Chertsey, membuat penemuan menarik ketika menginvestigasi upaya untuk melindungi sel bahan bakar di dalam AFV. Dengan menggunakan struktur sarang lebah yang terdiri dari material tertentu yang bertujuan untuk menghambat sifat eksplosif dari bahan bakar, efektifitas dari HEAT terbukti berkurang.Eksperimen selanjutnya dilakukan dan sukses besar dicapai terhadap serangan HEAT. Sebuah program dilakukan tidak hanya untuk mengalahkan senjata HEAT tetapi juga efektif terhadap proyektil AP, APDS dam HESH; High Explosive Squash Head (HESH) merupakan tipe proyektil anti-lapis baja energi kimia tipe lain yang disukai oleh Inggris. Melalui proses pengujian dan percobaan, lapis baja komposit baru, yang dikenal sebagai Chobham, digunakan dalam sebuah tank aluminium eksperimental pada 1971 yang dibeinama FV4211 yang dibuat dari komponen-komponen Chieftain. Chobham berasal dari nama kota terdekat dari Military Vehicles and Engineering Establishment (MVEE) yang sebelumnya bernama RARDE, di mana lapis baja ini dikembangkan. Pembuatan FV4211 bersamaan dengan permulaain program ZM-1 milik AS, dan setelah perjanjian Anglo-American dalam pertukaran riset ditandatangani, detail lapis baja Chobham diberikan kepada AS. Percobaan di AS menunjukkan level proteksi Chobham yang luar biasa dan siap untuk digunakan dalam purwarupa XM-1 yang diproduksi oleh Chrysler dan General Motors.
XM1, purwarupa MBT pertama yang dilengkapi dengan Chobham (foto: wikipedia)
M1 Abrams selanjutnya menjadi tank pertama di dunia yang menggunakan Chobham dalam skala produksi karena pengembangan FV4211 dihentikan pada 1972. Setelah penghentian program FV4211, pemerintah Inggris dan Republik Federal Jerman melakukan kerjasama dalam mengembangkan desain tunggal yang disebut Future Main Battle Tank (FMBT) untuk menggantikan Chieftain dan Leopard 1. Konsep standarisasi NATO sangat didukung kali ini dan mereka mengharapkan keuntungan dari pembagian beban biaya pengembangan ini. Akan tetapi, setelah gagalnya program MBT 70 AS-Jerman, terbukti progam tank bersama mengalami kesulitan. Ketika diskusi bersama memunculkan pilihan yang sangat luas, perang kembali terjadi di Timur Tengah pada Oktober 1973 dan sekali lagi kerjasama ini menjadi meragukan.
Kerugian baik nyawa manusia dan mesin diderita baik oleh penyerang maupun yang bertahan, dengan kerugian Israel sebagian besar karena penggunaan luas ATGM Stagger oleh pasukan Arab dan RPG oleh pasukan infantri Arab. Tidak diragukan lagi adanya kekurangan tank Barat yang digunakan oleh Israel yaitu kemampuan untuk bertahan dari kerusakan dan tetap terus bertempur, sebuah atribut yang sekarang dikenal sebagai “survivabilitas”.
Selama perang Oktober, AD Israel kebanyakan dilengkapi dengan tank AS M-48 dan M-60 di Gurun Sinai melawan Mesir dan tank Inggris Centurion (yang telah didesain ulang untuk mengakomodasi mesin diesel Continental milik M60 yang dapat diandalkan dan lebih aman dari kebakaran) di pegunungan Golan melawan Suriah dan Irak. Semua tank ini memiliki persenjataan utama L7/M68 105mm dari Inggris. Gaya pertempuran Israel sangat berbeda, antara operasi defensif pada lingkungan jarak dekat di Golan dan operasi ofensif di ruang terbuka di gurun Sinai yang kekurangan dukungan superioritas udara.
M60 Patton (foto: [url]www.fas.org[/url])
Perbandingan dilakukan antara desain AS dengan Inggris, tetapi M-60 mengalami kehilangan signifikan dengan tingkat kematian awak tinggi karena dua faktor utama. Faktor pertama adalah penggunaan hydraulic turret transverse yang mengharuskan adanya saluran bertekanan tinggi di kompartemen awak. Jika lapisan ini rusak ketika tank tertembak, uap yang sangat mudah terbakar akan tersemprot ke dalam tank dan menyebabkan kebakaran hebat pada awak jika tersulut. Faktor kedua yaitu tempat penyimpanan amunisi di dalam turret bustle. Karena sebagian besar tembakan mengenai turret, amunisi kadang berhasil menembus turret dan pada akhirnya menimbulkan kebakaran hebat karena amunisi di dalam tank ikut meledak. Hal ini sudah dipelajari oleh Inggris dan Centurion menggunakan electric turret transverse walaupun artinya memiliki turret yang lebih menjadi sempit dan perputarannya lambat, dan semua amunisi mudah terbakar disimpan di dalam hull di bawah turret, yang juga diikuti oleh Chieftain.
Chieftain
Untuk alasan-alasan ini, desainer Inggris merasa “benar” dengan filosopi desain mereka. Untuk Jerman, mereka merasa kurang senang, karena Leopard I memiliki layout penyimpanan amunisi dan sistem transverse turret yang mirip dengan M-60 tetapi bahkan dengan perlindungan lapis baja yang lebih rendah. Sebuah pengganti menjadi prioritas oleh Bundeswehr dan ini mempercepat pengembangan purwarupa desain yang telah diformulasikan setelah gagalnya MBT-70; yang kemudian muncul dengan Leopard 2. Akan tetapi, study desain untuk FMBT tetap berlangsung di Inggris dan Jerman dengan banyak konsep menarik dan inovatif, baik konvensional ataupun non-konvensional diusulkan. Pada akhirnya study ini menghasilkan desain tank empat awak konvensional dengan sebuah turret, tetapi tidak ada kesepakatan dibuat antara kedua belah pihak pada skala waktu yang ditentukan. Proyek FMBT kemudian dihentikan dengan perjanjian bersama pada 1977.
Oleh karena itu, pengembangan dimulai dengan proyek tank baru yang bernama MBT-80. Program Anglo-Jerman ini berupa sebuah desain tank berturet konvensional dengan empat awak. Studi konsep diutamakan pada tiga area fundamental desain MBT, firepower, proteksi dan mobilitas. Pilihan persenjataan utama terbukti sulit, antara meriam smoothbore 120mm Jerman atau sebuah pengembangan lanjut dari meriam rifled 120mm Inggris. Pilihan jatuh pada meriam kedua karena memiliki keuntungan untuk dapat menembakkan berbagai macam jenis amunisi. Meriam ini dapat menembakkan baik amunisi dengan penstabil sirip maupun putaran, sehingga mengijinkan fleksibilitas lebih untuk mengalahkan lapis baja tipe baru.
Tank akan dibuat dengan lapis baja Chobham tetapi dengan proteksi yang ditingkatkan untuk menghadapi serangan atas dan bawah. Untuk mobilitas, kebutuhan rasio power-to-weight adalah 27 bhp/ton untuk tank seberat 55 ton yang diprediksikan dengan mesin1500hp. Pilihannya terkerucut pada dua mesin, yaitu sebuah versi 1500hp dari mesin diesel Rolls Royce CV12 TCA dan gas turbin Avco Lycoming AGT-1500 seperti yang digunakan pada XM1 Abrams. Tidak ada keputusan final ketika MBT-80 masuk ke fase definisi proyek pada September 1978 yang akan berkahir sekitar dua tahun. Sebuah keputusan mengenai powerplant dibatasi hingga pertengahan 1979 dengan pengembangan penuh dimulai pada 1981. Purwarupa pengembangan direncanakan muncuk sekitar 1983-1984 dengan batas desain pada 1983 diikuti model pengembangan definitif pada tahun berikutnya. Waktu awal pengoperasian masih direncanakan pada akhir 1980an.
Bahkan pada skala waktu ini, terlihat jelas bahwa AD Inggris tidak akan mengoperasikan MBT dengan lapis baja Chobham hingga hampir 20 tahun dari kemunculan FV4211. Akan tetapi, selama 1979 semakin terlihat bahwa MBT-80 tidak akan siap beroperasi hingga 1990an dan peningkatan biaya pengembangan semakin besar. Dengan Uni Soviet yang memproduksi tank yang semakin baik seperti T-64/72 pada kecepatan lebih dari 2000 tank per tahun, sebuah tank baru untuk Inggris menjadi jauh lebih mendesak. Oleh karena itu, pada September 1979 diputuskan untuk memperkenalkan model FV4030/3 dalam jumlah terbatas yang diadaptasikan untuk memenuhi kebutuhan AD Inggris tetapi tanpa modifikasi besar sehingga untuk kecepatan pengembangan dan produksi memakan biaya tambahan minimal.Sebagai hasilnya program MBT 80 dibatalkan tetapi program riset terus berlanjut untuk mengidentifikasi kemungkinan pengganti Chieftain.
Tank baru diberi nama Challenger dan sebuah pesanan telah dibuat untuk 243 tank, cukup untuk kebutuhan empat resimen lapis baja bersama dengan tank latih dan cadangan. Antara 1980 dan 1981, tujuh purwarupa Challenger dibuat yang kemudian melalui uji coba ekstensif di MVEE dan dengan Armoured Trials anda Development Unit (ATDU) di Bovington. Sebagai bagian dari program akselerasi pengembangan, lebih dari 100.000 km automotive running dilakukan untuk mengukur aspek reliabilitas, availabilitas, maintainabilitas dan durabilita, atau disingkat RAM-D. Ujicoba otomotif awal pada dua purwarupa (VaC1 dan V4C2) oleh ATDU dimulai pada Januari 1981 tetapi kemudian segera dihentikan karena kegagalan berulang pada gearbox TN37. Setelah modifikasi ATDU melanjutkan uji coba otomotif pada November dengan tambahan dua purwarupa (V4C5 dan V4C6) yang kemudian terkenal sebagai “The 7-Pack Trial”.
Sepanjang 1982 pengembangan berlanjut dan masalah yang berhubungan dengan desain clutch dan unit steering hidrostatik diatasi oleh dua perusaan yang terlibat, David Brown Gear Industries dan Commercial Hydraulics. Uji coba otomotif selanjutnya menunjukkan bahwa suspensi hydrogas memberikan performa lintas alam yang sangat baik dan dengan reliabilitas tinggi. Pada Oktober 1982 Exercise Challenger Trophy 2 dilaksanakan oleh ATDU di dataran Salisbury yang melibatkan empat purwarupa dalam pelatihan medan tempur selama empat-hari.
Tank-tank ini memberikan performa yang sangat baik, walaupun kecepatan nominal maksimum Challenger 56 km/jam, secara reguler kecepatannya mencapai 70 km/jam melewati dataran. Challenger diterima untuk beroperasi dengan AD Inggris oleh Staf Jenderal pada 14 Desember 1982 dengan syarat solusi harus ditemukan untuk masalah yang berhubungan dengan aspek sebagai berikut:
- Main engine generator drive
- Neodymium YAG Tank Laser Sight
- Pedoman dan peralatan uji
- Fightability
- TN 37 gearbox
- Sight nomor 79
- Skala dari suku cadang perakitan utama
Challenger 1 (Foto: fprado.com)
Resimen pertama yang menggunakan Challenger adalah The Royal Hussars yang menerima Challenger pertamanya pada 12 April 1983.
Pada Juni 1984, Kementrian Pertahanan Inggris membuat pesanan untuk tambahan sebanyak 64 Challenger 1, yang cukup untuk memperlengkapi resimen kelima di BAOR.
Royal Tank Regiment menerima tank pertama mereka pada akhir 1984 dan pada Mei 1985 Royal Hussars telah dilengkappi secara penuh dengan Challenger 1. Pesanan sebanyak 18 tank juga dibuat pada Juni 1985.
Pada Juni 1986, Royal Ordnance Weapons and Fighting Vehicle Division mengambil alih tanggung jawab untu otoritas desain dan post-desain masa deoan pada Challenger 1. Sebelumnya tanggung jawab ini dipegang oleh Royal Armament Research and Development Establishment di Chertsey.
Pada Juli 1986, diumumkan bahwa Vickers Defence Systems membeli pabrik tank Royal Ordnance di Leeds dengan nilai penjualan £11 juta dan sebuah fasilitas baru bernama Vickers Defence Systems Armstrong Works di Newcastle-upon-Tyne, akan dibangun dengan biaya £14 juta. Vickers Defence Systems Leeds factory baru beroperasi secara penuh pada akhir 1987. Pada saat yang sama, Kementrian Pertahanan Inggris kembali membuat pesanan lanjutan sebanyak 78 Challenger 1 senilai £100 juta. Sebanyak 420 Challenger 1 terakhir dijadwalkan akan dikirimkan ke AD Inggris pada September 1989, tetapi diperpanjang hingga pertengahan 1990.
Sebuah kebutuhan MBT baru kemudian dikeluarkan. Proposal dibuat untuk spesifikasi baru termasuk sebuah pengembangan Challenger dari Vickers, M1 Abrams milik AS, Leclerc milik Perancis, dan Leopard 2 Jerman. Desain Vickers Defence Systems, yang diberi nama Challenger 2, pada akhirnya dipilih. Tank ini jauh lebih mampu dibandingkan pendahulunya, berdasar pada desain hull MVEE dasar yang sama tetapi dengan turret baru dari desain Vickers Private Venture Mk7 dan lapis baja Chobham yang lebih baik.
Challenger 2 (Foto: fprado.com)
Dengan kemunculan "Challenger 2", nama resmi "Challenger 1" diadopsi untuk membedakan keduanya. Semua model tempur Challenger kemudian dipensiunkan dari dinas AD Inggris pada 2000, ketika Challenger 2 mengambil alih garis depan, walaupun beberapa chassis digunakan untuk peran AVLB dan AVRE yang sebelumnya dilakukan oleh Chieftain.
Sebagian besat MBT yang dipensiunkan ini dijual ke Yordania, dan diberi nama lokal Al-Hussein. Yordania menjadi satu-satunya operator Challenger 1 hasil refurbishment sekitar 288 tank.
Dunstan, Simon. 1998.
. Osprey Publishing