Well, sebenarnya aku ingin melanjutkan ceritaku ini seperti biasa. Tapi apa daya, selama hendak menulis playlist di mp3 playerku terus menerus memutar lagu galau dari Don’t You Remember-nya Adele sampai Somebody’s Me-nya Eric Eglasias - yang gantengnya kayak gue- membuatku berpikir dari sisi melankolis.. ini serius, oke?!

Jadi Season II untuk serial Cacatan Untuk Riyani –untukmu- akan ditutup dengan perasaan agak-agak nelangsa bin sedih. Ya biar yang baca bisa sadar kalau makhluk bernama Boy itu orang normal dan masih waras gitu, biar sesuai tren gitu loooh.. yang muda yang menggalau.

Yah, kau tahu Riyani. Hari-hari berlalu dengan cukup menyenangkan dan stagnan. Aku bisa berangkat sekolah dengan santai karena Hanum sudah booking tempat untuk duduk sehingga aku tak perlu berebutan dengan anak-anak yang lain. Ketersediaan pulpen, penggaris, dan tip-x pun terjamin untuk Boy yang pelupa, tak modal, dan tak berharta ini. Lia dan Rahma duduk dibelakang kami, bisa dibilang pada akhirnya kita jadi seperti satu geng (tapi pas di kelas doang), tiap tugas kelompok selalu mengerjakan bersama, bercanda bersama. Ya... seperti anak SMP kala itu.

Tapi disatu sisi, perlahan aku menyadari ada ketimpangan disini. Aku, Boy, kala itu tak jua mampu menggambarkan, memberikan, menyatakan apa yang sebenarnya kurasakan. Semua serba tak jelas terasa di dalam hatiku. Tiap hari bisa dibilang aku bahagia bersamanya, tapi dalam diam apa yang bisa kunyatakan agar dia paham apa yang kurasakan? Perlahan tapi pasti, semakin kurasakan betapa tempat duduk kami bersebelah dan berdekatan, namun perasaanku dan dia terasa begitu jauh seperti utara dan selatan. Aku pun sadar, meski Hanum tampak begitu bahagia tentulah dia bertanya-tanya seperti apakah yang tersimpan dihatiku untuknya. Kami cuma berputar-putar dalam pertanyaan apakah sebenarnya rasa tersebut sebatas perasaan searah semata. Ternyata, hingga hari-hari berlalu aku pun tak jua bisa mengatakan apakah aku benar-benar menyayanginya..atau perasaan ini hanya sebatas suka belaka. Membuat sebuah keputusan itu sulit. Huufft....

Tak ada seorang pun yang pernah mengajari kami tentang arti jatuh cinta, hanya hidup yang menempa kita melalui berbagai pengalaman. Kala itu, aku tetaplah anak-anak. ABG labil yang belum cukup dewasa, terkadang pun merasa minder dalam pergaulan. Dari hari ke hari, meski jelas Hanum sudah menjadi pacarku, bagiku aku hanyalah seorang yang cuma bisa memendam perasaannya. Saat itu pun ku sadar, Boy belum gede…

Oh rasanya gue pengen nyanyi lagu The Scientist-nya Coldplay….

Come up to meet you, tell you I'm sorry
You don't know how lovely you are
I had to find you, tell you I need you
Tell you I set you apart
Tell me your secrets, and ask me your questions
Oh let's go back to the start
Running in circles, coming up tails
Heads on a science apart

Nobody said it was easy
It's such a shame for us to part
Nobody said it was easy
No one ever said it would be this hard
Oh, take me back to the start.

Dan gue tiduran sambil merem, diterpa angin, rambut gue berkibar-kibar disinari cahaya matahari dari atas.. huhuhuhuu... sedihnyaaaaa....