part 42

lanjoet>>>

Test UGM itu seingat saya test tulis diluar SPMB atau apalah namanya, saya juga gak begitu jelas. Saya memang tidak ada rencana untuk kuliah disana, karena saya sudah berencana untuk kuliah di Binus, Jakarta. Dari dulu saya sudah tertarik dengan dunia komputer, saya mau ambil jurusan yang berhubungan dengan komputer.

Tapi karena sudah terlanjut daftar di UGM, dan harus memilih 2 jurusan saat itu juga. Saya memilih Teknologi Pangan dan Arsitektur. Tidak ada hubungannya sama sekali ya? Teknologi Pangan karena pada saat itu sedang gencar-gencarnya jurusan ini. Terkenal sebagai jurusan yang melahirkan sarjana paling dicari 5 tahun kedepan. Perkembangan teknologi makanan mulai akan berkembang pesat, jadi banyak guru-guru merekomendasikan jurusan ini. Arsitektur karena paman saya dulu sempat kuliah arsitektur, tapi tidak tamat, jadi dirumah masih ada peralatan menggambarnya, entah apa lah namanya.

Fix hari itu juga saya diajak ke Pekanbaru untuk main bareng anak-anak yang lain, sambil sekaligus test UGM bulan April nanti. Pulang sekolah ada pembicaraan singkat dengan mama saya seperti ini.



Memang sulit jadi anak tunggal, tidak bisa bebas kemana. Itulah yang saya rasakan saat itu. Saya tahu mama itu orangnya keras. Kalau dia sudah mengatakan saya tidak boleh kuliah diluar, saya pasti tidak akan pernah diizinkan kuliah diluar. Tapi ini menyangkut masa depan. Saya harus berbuat sesuatu untuk kuliah saya ini.

Diluar masalah kuliah tersebut, hubungan saya dengan Tina makin menjadi-jadi. Saat itu adalah seminggu sebelum Ujian Nasional berlangsung. Jadi kami anak-anak kelas 3 diliburkan untuk belajar sendiri. Ya judulnya memang belajar sendiri, tapi kan tidak ditentukan apa yang dipelajari.

Selama seminggu itu, saya dan Tina makin lengket. Makan siang bareng, terus jalan-jalan entah kemana sampai malam, lalu clubbing. Film terbaru, kami tonton semua.

Pernah ada pembicaraan seperti ini dikamar saya. Waktu itu kami siap-siap mandi dan ganti baju untuk berangkat clubbing lagi.



Saat itu saya keluar, Tina sempat memegang tangan saya, tapi saya tetap berjalan keluar tanpa menghiraukannya. Sambil menuju dapur, saya mulai berpikir apa yang salah dengan Tina, kenapa dia tiba-tiba bertingkah seperti ini. Kemarin dia takut waktu kejadian Bimo, tapi sekarang? Nampaknya saya mulai ragu dengan ceritanya mengenai Bimo.

Ohya, kamar saya ada dilantai 3. Dilantai 3 cuman ada kamar saya dan kamar paman beserta istrinya. Letaknya cukup berjauhan. Apalagi dinding kamarnya dari tembok, jadi kalau ada suara apapun dari kamar saya, tidak akan terdengar ke kamar paman, begitu juga sebaliknya. Saya kembali dengan segelas air dingin untuk Tina.



Saya sendiri tidak pernah tahu bahwa ternyata Tina punya masalah keluarga seperti ini. Selama saya bergaul dengan dia, sebelum kami pacara tentunya, dia adalah wanita yang kelihatannya hanya punya masalah pada penampilan. Keluarganya cukup berada dan bahagia untuk membentuknya menjadi wanita yang sangat sempurna cantiknya. Tapi ternyata tidak semua yang kita lihat diluar itu sama dengan yang didalam.

Diam-diam saya mulai sayang kepadanya. Dan Claudia pun pelan-pelan mulai hilang dari pikiran saya. Apalagi pikiran mengenai foto tersebut.

>>>bersambung