Hidup ini menyediakan banyak pilihan meski kadang pilihan tersebut adalah sesuatu yang tidak menyenangkan. Meski berbagai rintangan menghadang, kita harus tetap tegar dan terus berjuang. Karena sekali menyerah, sudah itu mati. Maka dari itu kawan-kawanku, sudah sepantasnya kita tidak tergesa-gesa dalam menjalani sebuah kesulitan, karena hidup tanpa ujian adalah hidup yang sudah berakhir. Weiiits.. ceile udah kayak Mario Teguh belum nih guee..???

Ya, pada akhirnya aku disodori dua buah pilihan dalam kepahitan hidup yang sebentar lagi harus kujalani. Seperti telur di ujung wajan, eh di ujung tanduk. Seperti makan buah simalakama. Jika aku memilih meminjam LKS ke Hanum, berarti aku mempertaruhkan ego dan harga diriku sebagai lelaki (halah, masih kecil ngomongin harga diri). Jika pilihanku adalah menghadapi Mr. Kempo, itu sama saja harakiri.

Aku terlalu cepat menganggap penderitaanku berakhir, semua harapan berubah ketika.. kerajaan api menyerang. Eh, kamsud ane ketika jam istirahat berbunyi

Aku yang sedang mengunyah gorengan cuma bisa memble. I was sentenced death!! Rasanya seperti vonis mati bagiku. Kata-kata Ito berdenging di telingaku, memporak porandakan jiwa dan ragaku. Aku terduduk lemas, lemah, lesu, letih, tanpa daya dan upaya. Pada akhirnya aku tahu kemana hidupku ini berakhir. Tak ada pilihan lain bagi si ceking ini kecuali berhadapan dengan Mr. Kempo yang kekar bak gorilla hutan.
Jam masuk berdentang, dengan lemas aku masuk kelas dan duduk di bangku. Aku sudah seperti pilot Jepang yang diberangkatkan untuk melakukan kamikaze. Inilah akibat kelalaianku lupa membawa LKS.
Prok Prok Prok.. Gedebak Gedebuk.. Sang gorilla masuk kedalam kelas.
Badanku gemetara. Kepalaku pusing, mataku berputar-putar tujuh keliling.
“EHEM..”
Muke gile gan, cuma dengan berdehem seluruh kelas menjadi sepi sunyi seperti kuburan. Seluruh siswa seperti menciut kecil tak keliatan, begitu pula aku. Keringat dingin membasahi tubuhku.
“Sekarang kita latihan soal. Semuanya keluarkan buku LKS kalian!” suara Mr. Kempo menggelegar seperti guntur. Rambut Ongki yang kribo pun mendadak jadi lurus kayak direbonding begitu terkena efek dahsyat suaranya. Gigi Tongki yang maju pun tiba-tiba jadi normal. Muka Gugun yang kucek berubah jadi ganteng. Mata Ling Ling yang merem tiba-tiba terbuka lebar. Sedangkan muka Boy yang tampan berubah jadi keriput.
Aku tahu saat ini akan tiba, aku tahu. Aku membisiki diri sendiri. Selamat tinggal Mami, selamat tinggal Papi, selamat tinggal adek, selamat tinggal masa lajangku.
Aku pun berdiri, menyambut akhir yang tak bisa dielakkan lagi. Harakiri.