- Beranda
- Stories from the Heart
"KELAS KAKAP ON FACEBOOK!" - The Untold Story.
...
TS
donnjuann
"KELAS KAKAP ON FACEBOOK!" - The Untold Story.
INDEKS UPDATED
Personal Literature: The Not so Sweet Life from Don Juan
Bab 1 - The Intro
Bab 2 - Ujian Awal Kehidupan
Bab 3 - In Cewek Jegeg We Trust
Bab 4 - Kelas Kakap on Facebook
- Introduction
- Chapter 1
- Chapter 2 - Story Continues
- Chapter 3 - "Kambing lo, mbing!"
- Chapter 4 - Memilih
- Chapter 5 - Mengunjunginya
- Chapter 6 - akhirnya aku menemukanmu
- Chapter 7 - shinjuku incident
- Chapter 8 - a little confession
Bab 5 - Tipe-tipe cowok yang membuat hati cewek Bergejolak
Bab 6 - Kost Terkutuk
Bab 7 - Pasangan yang Romantis
Bab 8 - Hati yang atletis
Bab 9 - Beberapa PDKT yang Sebaiknya Jangan Dilanjutkan
Bab 10 - THE HANDSOMOLOGY
- The Introduction Of The Handsomology
- The Handsomology part 2 - The Step and Arts
- The Handsomology part 3 - Logika versus Emosi
Bab 11 - Changing Room
Bab 12 - The Unfinished Bussines
Bab 13 - The last: A Message from God
Spoiler for HARAP DIBUKA:
Cerpen-cerpen Don Juan
Never Try You Will Never Know
True Gamer Never Cheating
Memusuhi kok ngajak-ngajak
Selingkuh Yang Tidak Biasa
How i met your Mother
When a Girl Takes The Bill
Yang Nyakitin Yang Dipertahanin
The Jomblonology
5 Kenyataan Pahit dalam Hidup
The Long Distance Religionship
Ini ada cerita tak seberapa dariku untukmu.
"KELAS KAKAP ON FACEBOOK!"
-Sebuah kisah memilukan Facebooker pencari jodoh-
Enjoy!
Spoiler for Tokoh dan Karakter:
Spoiler for How to enjoy this story:
Diubah oleh donnjuann 20-09-2013 01:05
anasabila memberi reputasi
1
52.1K
355
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
donnjuann
#63
lanjutan
“Kok, kamu diam? Donyi, kamu kenapaa?” Tanya Raina.
“NGGAK. NGGAK KENAPA-KENAPA.”
“Eh, nanti Barezky mau ke sini loh. Kamu ikut ya, kita makan malam sama-sama.”
“WHAT!!?” gue shock.
Belum ada lima menit Raina ngomong gitu, Terios putih datang dan berhenti tepat di depan pagar kos Raina. Kaca mobilnya turun perlahan. Seorang lelaki memakai topi, dari dalam mobil menyapa.
“Raina, ayo udah siap belum?!”
“Iyaaa, tunggu sebentar yaa. Nah, itu Barezky sudah datang, kamu ikut yaa Don.”
Barezky turun dari mobilnya, dia datang membawa payung. Untuk membawa pergi Raina dari hidup gue. Selamanya.
“Loh, kau ada di sini juga Don?”
“Oh, i-iya bang. Tadi lewat daerah sini, terus ketemu sama Raina. Terus ujan, jadi neduh bentar di sini.”
“Owalahh, kirain ada apa.”
“Bayezkiii, Donyi diajak jugaaa dongg. Seru banget loh kalau dia ikut.” Raina memotong.
“Oh, yaudah. Don, kau mau ikut nggak? Makan bareng lah kita.”
Hujan makin deras.
Satu-satunya yang bisa gue lakukan saat itu cuma menutup mata. Berharap begitu gue membuka mata, hari ini nggak pernah ada dan nggak pernah terjadi.
Esok harinya, Pagi buta gue udah bangun. Bukan karena biasa bangun pagi, tapi karena emang semaleman gue nggak bisa tidur. Kejadian sore itu terputar kembali sesaat gue mencoba menutup mata dan berusaha melupakannya.
Pagi itu kembali hujan, sepertinya langit yang muram dan ketukan hujan di genteng adalah original sound track yang tepat buat mengiringi pahit dan getir.
Seseorang pernah melarangku menghitung tetes hujan. Katanya, itu bukan cara yang baik untuk menghayati kehilangan.
Otot-otot hati gue terasa sakit semua, memilu sampai ke relung terdalam. Katanya, ketika menahan kecewa di luar kemampuan, otot-otot hati akan rusak. Karena tahu otot-otot hatinya rusak, nurani akan menambal otot-otot hati yang rusak itu dengan serat-serat dan serabut otot hati yang baru. Dan terus begitu hingga hati menjadi lapang dan berjiwa besar untuk bisa dikecewakan atau dilukai lagi suatu hari nanti.
Ketika orang lain nge-gym untuk memahat tubuh biar jadi atletis, gue malah memahat hati. Sekarang, hati gue yang jadi atletis.
Di sudut kamar, di linangan hujan yang membasahi kaca jendela, gue ngelus-ngelus dada.
Hih.
“NGGAK. NGGAK KENAPA-KENAPA.”
“Eh, nanti Barezky mau ke sini loh. Kamu ikut ya, kita makan malam sama-sama.”
“WHAT!!?” gue shock.
Belum ada lima menit Raina ngomong gitu, Terios putih datang dan berhenti tepat di depan pagar kos Raina. Kaca mobilnya turun perlahan. Seorang lelaki memakai topi, dari dalam mobil menyapa.
“Raina, ayo udah siap belum?!”
“Iyaaa, tunggu sebentar yaa. Nah, itu Barezky sudah datang, kamu ikut yaa Don.”
Barezky turun dari mobilnya, dia datang membawa payung. Untuk membawa pergi Raina dari hidup gue. Selamanya.
“Loh, kau ada di sini juga Don?”
“Oh, i-iya bang. Tadi lewat daerah sini, terus ketemu sama Raina. Terus ujan, jadi neduh bentar di sini.”
“Owalahh, kirain ada apa.”
“Bayezkiii, Donyi diajak jugaaa dongg. Seru banget loh kalau dia ikut.” Raina memotong.
“Oh, yaudah. Don, kau mau ikut nggak? Makan bareng lah kita.”
Hujan makin deras.
Satu-satunya yang bisa gue lakukan saat itu cuma menutup mata. Berharap begitu gue membuka mata, hari ini nggak pernah ada dan nggak pernah terjadi.
====
Esok harinya, Pagi buta gue udah bangun. Bukan karena biasa bangun pagi, tapi karena emang semaleman gue nggak bisa tidur. Kejadian sore itu terputar kembali sesaat gue mencoba menutup mata dan berusaha melupakannya.
Pagi itu kembali hujan, sepertinya langit yang muram dan ketukan hujan di genteng adalah original sound track yang tepat buat mengiringi pahit dan getir.
Seseorang pernah melarangku menghitung tetes hujan. Katanya, itu bukan cara yang baik untuk menghayati kehilangan.
Otot-otot hati gue terasa sakit semua, memilu sampai ke relung terdalam. Katanya, ketika menahan kecewa di luar kemampuan, otot-otot hati akan rusak. Karena tahu otot-otot hatinya rusak, nurani akan menambal otot-otot hati yang rusak itu dengan serat-serat dan serabut otot hati yang baru. Dan terus begitu hingga hati menjadi lapang dan berjiwa besar untuk bisa dikecewakan atau dilukai lagi suatu hari nanti.
Ketika orang lain nge-gym untuk memahat tubuh biar jadi atletis, gue malah memahat hati. Sekarang, hati gue yang jadi atletis.
Di sudut kamar, di linangan hujan yang membasahi kaca jendela, gue ngelus-ngelus dada.
Hih.
0

