Kaskus

Story

donnjuannAvatar border
TS
donnjuann
"KELAS KAKAP ON FACEBOOK!" - The Untold Story.
INDEKS UPDATED



Personal Literature: The Not so Sweet Life from Don Juan

Bab 1 - The Intro


Bab 2 - Ujian Awal Kehidupan
Bab 3 - In Cewek Jegeg We Trust


Bab 4 - Kelas Kakap on Facebook


Bab 5 - Tipe-tipe cowok yang membuat hati cewek Bergejolak


Bab 6 - Kost Terkutuk


Bab 7 - Pasangan yang Romantis


Bab 8 - Hati yang atletis


Bab 9 - Beberapa PDKT yang Sebaiknya Jangan Dilanjutkan



Bab 10 - THE HANDSOMOLOGY


Bab 11 - Changing Room


Bab 12 - The Unfinished Bussines


Bab 13 - The last: A Message from God


Spoiler for HARAP DIBUKA:




Cerpen-cerpen Don Juan

Never Try You Will Never Know


True Gamer Never Cheating


Memusuhi kok ngajak-ngajak


Selingkuh Yang Tidak Biasa


How i met your Mother


When a Girl Takes The Bill


Yang Nyakitin Yang Dipertahanin


The Jomblonology


5 Kenyataan Pahit dalam Hidup


The Long Distance Religionship






Ini ada cerita tak seberapa dariku untukmu.




"KELAS KAKAP ON FACEBOOK!"


-Sebuah kisah memilukan Facebooker pencari jodoh-


Enjoy!



Spoiler for Tokoh dan Karakter:



Spoiler for How to enjoy this story:
emoticon-Blue Guy Cendol (L)
Diubah oleh donnjuann 20-09-2013 01:05
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
52.1K
355
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
donnjuannAvatar border
TS
donnjuann
#62
lanjutan
===


“Don, lo ini cowok yang yang nggak gampang jatuh cinta. Lo nggak mungkin jatuh cinta sama dia, Don. Nggak, lo nggak boleh jatuh cinta.”Hati gue berbisik kepada kepala gue yang terang-terangan mikirin Raina.

Gue merebah di kasur, pandangan gue tegak ke langit-langit. Obrolan-obrolan ringan antara gue dengan Raina sore tadi terputar kembali. Siluet senyum inosen wajahnya muncul di depan mata. Bibirnya makin dekat, bibirnya makin dekat, makin dekat, dan..

Hape gue geter.

Quote:
SMS dari Gaby.

Inilah yang namanya penginderaan jauh. Kontak batin.

Quote:
Bales gue.

Quote:
Bales Gaby.

LAH!! Kok dia tau?!

Quote:
Gaby SMS lagi.

*JEDAR!*

Quote:
Gue buru-buru bales SMS-nya.

Quote:
Dengan cepat Gaby langsung membalas.

Ya, beginilah yang terjadi ketika hubungan sudah terasa jenuh. Kadang, ketika hubungan sudah berada di posisi seperti ini, kita lebih milih untuk menyembunyikan ketimbang mengutarakan. Begitu pun ketika terluka, kadang kita lebih memilih untuk menyembunyikan ketimbang menyembuhkan. Ya, beginilah LDR. Pacaran rasa jomblo. Jauh-dekat tarifnya, kangen.

===


Untuk bisa terus konsisten, gue harus terus menumbuhkan motivasi. Motivasi bisa muncul dari dalam, atau dari orang lain. Kali ini, motivasi gue cukup sederhana, bisa ngeliat senyum inosen Raina. Gara-gara dia, gue jadi rajin nge-gym tanpa ajakan Sani.

Gue selalu menikmati momen-momen berpapasan dengan Raina di depan pintu masuk atau di depan meja resepsionis. Tubuh mungkin bisa berjalan ke arah yang berbeda, namun tatapan yang menyembunyikan rasa, akan selalu searah. Selalu seperti itu setiap kali bertemu. Seperti ada jutaan rindu yang sulit dijelaskan.

Dari hari ke hari, minggu ke minggu, dan sampai pada bulan ke dua, pertemuan tidak lagi sekedar bertatap muka, mungkin sudah bertukar rasa. Karena udah gemes banget, siang itu gue beranikan diri untuk nelfon dia.

“Kamu suka sama buku ‘My Stupid Boss’kan?”

“Iya, abisnya lucuk sih. Raina jadi suka. ahihi.”

“Yang seri ke empat udah terbit loh.”

“Oya?”

“Iya, nanti agak sorean, aku mau ke Gramed. Kamu ikut aja sekalian. Gimana?”

“Ciee, donyi udah berani ngajak Raina jalan, ya?”

“Eh apa namanya, nggak, ngg... maksud aku siapa tau kamu mau liat-liat buku juga. Jadi kenapa nggak sekalian ikut juga. Gitu.”

“Umm, gimana yaa. Mau nggak yaa.” Jawab gue.

Gue mulai gelisah.

“Eumm, mau nggak yaa..”

Gue berada di puncak kegelisahan tertinggi.

“Emm, Raina mau deh. Kalau kamu ngajaknya dengan cara seperti ini, Raina bisa apaa.”

Gue menitikkan air mata bahagia.

Gue melakukan selebrasi ke arah penonton.

“Ngg, kamu mau aku jemput?”

“Ya sudah deh, kalau kamu maunya jemput aku kayak gini, Raina bisa apaa.”

SEKALI LAGI LO NGOMONG DENGAN NADA KAYAK GINI, PIPI LO GUE CUBIT!! IYA, GUE CUBIT!! LIAT AJA NANTI! HIH.

“Jam tujuh, gimana?” tanya gue.

“Lho, kamu tau kos Raina di mana?”

“Tau donggg. Hehe.” gue cengegesan.

“Ikhh, kok bisa tau? Kan Raina nggak pernah ngasitau kamu.”

“Aku buntutin kamu dari belakang waktu pulang dari gym kemarin.”

“Ya ampun, kamu nakal yaa. Nanti Raina cubit loh.”

CUBIT GUE SEKARANG!! CUBIT AJA!! HIH.

Pukul setengah tujuh, gue udah di depan pagar kosnya. Menunggu perempuan berbeda di tempat yang juga berbeda. Itulah hal yang gue rasakan sekarang. Mungkin hati ini bertuliskan nama Gaby, namun degup jantung berbunyi nama Raina.

Lima belas menit kemudian, senyuman adalah hal yang pertama kali muncul menyapa kedua mata ini. Semenjak itu, gue jadi ngerti kenapa Matahari terbenam saat senja. Karena Matahari merasa minder harus bersaing dengan cahaya dari senyuman Raina di malam hari.

“Rai, naik motor gapapa kan?”

“Nggak mau. Raina nggak mau naik motor.”

“Terus gimana?”

“Raina mau jalan kaki aja.”

Duh Raina, kamu sweet banget.

“Lho kenapa?” gue heran.

“Lho, kan Gramed ada di depan kos Raina.”

“Nggak di depan kos kamu juga kali. Kita harus keluar dari komplek ini, lalu nyebrang jalan.”

“Yasudah sih, tapi kan deket dari kos Raina.”

“Yasudah deh, kalau Raina udah ngomong gitu, aku bisa apaa.”

“Itu kalimat Raina!”

“Oh iya ya. Hehehe.” Gue garuk-garuk ketek.

Cahaya rembulan yang mengkilat di rambut hitamnya, dua lesung di pipinya, dan tatapannya yang membuat jarum jam berhenti berputar, membuat waktu tak lagi terasa. Begitulah waktu. Lambat bagi yang menunggu. Panjang bagi yang berduka. Dan berhenti bagi kita yang tengah bersama.

====


Momen-momen canggung pun tak dapat terelakkan. Ketika jalan kaki dari kos Raina menuju Gramed, tangan kami sering bersentuhan. Bersinggungan. Bertabrakan. Namun nggak ada satu pun dari kami yang berani menggenggam.

Begitu juga ketika di Gramed dan memilih-milih buku. Jari-jari menyibak halaman buku, namun pada Raina tatapan ini tertuju. Begitu juga dengan Raina, membaca buku sambil tersenyum ke arah gue. Gue pun langsung ngebanting buku yang gue pegang, berlari ke arah Raina, dan langsung memeluknya. Dan tentu aja hal itu nggak gue lakukan.

Waktu keluar dari Gramed, gue iseng ngeliat hape. Ada 37 missed call. Siapa lagi kalau bukan Gaby. Buat yang pacaran jarak jauh, jarak bukanlah sebuah masalah. Karena masalahnya ada sama yang deket. Raina udah bikin banyak masalah di sini. Di hati.

Semenjak ajakan gue malam itu, hubungan gue sama dia semakin intens. Gue juga makin sering jalan bareng sama Raina. Bahkan gue nge-gym setiap hari. Gue benar-benar ingin punya badan atletis. Sederhana, biar gue makin pede jalan sama cewek se-aduhai Raina. Dari sini gue belajar bahwa cinta bisa jadi salah satu motivasi paling kuat untuk melatarbelakangi segala usaha.

Tiga bulan berlalu, gue mulai mikir untuk seenggaknya mengutarakan rasa ke Raina. Kalau pun ditolak, gue udah mencoba. Jika diterima, gue mau jujur sama Raina kalau gue punya pacar di Jakarta. Gue akan jujur tentang semuanya. Walau terlihat bajingan, gue harus jujur. Belum selesai gue mengumpulkan keberanian, sore itu Raina nelfon.

“Halo Donyi, lagi apa? Raina lagi butuh sesuatu nih.”

“Rai butuh apa?”

“Raina mau ngomong sesuatu ke kamu. Jemput Raina ya?"

“Raina mau ngomong apa?”

“Duuh, ke kos Raina aja sih. Sekarang ya.”

Pucuk dicinta rasa ge’er pun tiba. Ini benar-benar waktu yang tepat untuk menyatakan perasaan. Langit sore ini cerah sekali, mungkin ini juga jawaban dari hubungan gue sama Raina ke depannya. Cerah. Raina mempersilahkan gue masuk. Di teras kosannya, sambil memandangi langit senja, ada kalimat cinta terpagut di obrolan yang malu-malu.

“Raina.”

“Donyi.”

“Jadi gini..” Gue dan Raina ngomong secara bersamaan.

“Yasudah, kamu dulu deh yang ngomong. Raina setelah kamu.”

“Emm, kamu dulu deh Rai. Tadi kan kamu yang mau ngomong sesuatu ke aku.” Gue canggung.

“Eumm, kamu sudah kenal lama kan sama Raina?”

“Yaa lumayan, emang kenapa?”

“Di mata kamu, Raina ini seperti apa?”

“Nggg, kamu baik. Unyu. Hehehe.”

“Duhh, serius Donyii. Raina ini kekanak-kanakan nggak sih?

“Hidup ini butuh keseimbangan, ketika ada seorang yang dewasa, maka harus ada yang kekanak-kanakan biar hidup ini nggak terlalu tegang.” Gue bernada bijak.

“Masa sih?”

“Emang kenapa, Rai?”

“Raina lagi suka sama seseorang, dia baik dan dewasa. Raina takut nggak bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan dia, Don.”

“Hehehe, kalau ada cewek bisa bikin cowok dewasa menunjukan sifat kekanak-kanakannya, dia nyaman sama kamu, Rai.”

“Sungguh, Don?”

“Iya, Raina.”

Raina langsung megang tangan gue. Pandangan gue yang sedari tadi menatap langit senja, berubah arah ke tatapan Raina.

“Donyi, Raina sudah duga, kamu memang orang yang tepat.”

“Ma-maksudnya apa Raina?” gue gerogi.

Kedua tangan Raina memegang sebelah tangan gue. Raina menatap mata gue, dan gue menatap mata Raina. Kejadian ini terulang lagi. Sepertinya gue akan tersesat dalam tatapannya, dan dia akan tersesat dalam tatapan gue.

“Donyi, tolong ajari Raina.”

“A-a-jari apa?”

“Ajari Raina untuk bisa mencintai.”

Gue terbang perlahan.

“Ke-kenapa harus diajarin?”

“Karena kamu begitu dewasa, kamu begitu mengerti Raina.”

Gue terbang makin tinggi.

“I-iya, aku mau ajarin Raina.” Muka gue memerah.

....

“Ini tentang Barezky, Don.”

”What? Kok jadi Barezky??”

“Kamu kenal dekat sama dia kan?”

“Lah, dia senior aku di gym. Aku sering dikasih masukan sama dia tentang dunia fitness.”

“Kemarin, Barezky nembak Raina. Raina masih ragu, tapi Raina senang dia mau ngomong gitu ke Raina.”

Gue ngelepas tangan Raina.

“LAH, KOK JADI SAMA BAREZKY??? JA-JADI SELAMA INI KAMU?”

“Iya, Donyi. Sejak pertama kali ketemu dia di gym, Raina sudah suka sama dia.”

“LAH, TERUS KENAPA KAMU NGOMONG KAYAK GINI KE AKUU??!”

“Kamu mirip sama Barezky. Raina nyaman dekat-dekat sama kamu. Sifat kamu persis sekali dengan dia. Jadi Raina ingin tau banyak tentang Barezky dari kamu.”

Gue terhempas keras-keras ke tanah. Terbangnya tak terlalu tinggi, namun jatuhnya keras sekali.

Gue hening.

“Gimana Donyi, ajarin Raina yaa.” Raina megang tangan gue lagi.

Tiba-tiba hujan turun
.



bersambung ke bawah.
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.