Kamu Gak ngerti....
Permasalahan bermula di suatu pagi yang cerah, saat itu Yusa sedang bersiul senang, bagaimana tidak, Rian menelpon Yusa saat itu, menceritakan bagaimana Jamban akhirnya mati kutu, gak bisa ngapa-ngapain dan Jamban akhirnya Di skorsing oleh pihak kampus.
Berarti masalah Jamban sudah selesai, dan ia patut bangga, semua berkat otaknya yang cemerlang.
Yusa baru saja keluar beli rokok, sesampai di rumah ia parkirkan motor kesayangannya di garasi, kemudian berjalan santai menuju pintu masuk, ia bermaksud membuka pintu itu dengan kuncinya namun pintu ternyata gak dikunci. Berarti Mama ada di dalam rumah. Yusa sudah mulai pasang tampang datar dan dingin seperti biasa sambil masuk rumah. Diliriknya Mama sedang duduk di ruang tengah.
"Yusa, Mama mau ngomong sama kamu, kali ini penting nak" ujar Mama beranjak sambil mendekati Yusa.
"Apa lagi...." ujar Yusa
"Papa, opname lagi, itu bukan gejala Vertigo, Papa mu kena kanker otak, Mama mohon sama kamu Yus, kamu pulang ya sama Mama" ujar Mama berkaca-kaca sambil megang tangan Yusa.
Pagi yang cerah pun ganti setting menjadi kelam, hati yusa mendadak kecut, pantas saja hapenya tadi malam, berbunyi terus, ternyata Mama yang menelpon Yusa, tapi Yusa malah mereject nya.
Ia ingin sekali saat itu memeluk Mama, namun hati kecilnya dikalahkan oleh ego.
"Syukur kan, sekalian aja mati tuh orang!"
"Astagfirullah Yusa, kamu kok bisanya ngomong gitu"
"Ma...." Yusa melepaskan cengkaman tangan mamanya yang lembut itu dari tangannya. Yusa gak nyangka sudah sekian lama ia tidak menyentuh tangan Mamanya.
"Mama, tolong sadar, gimana orang itu memperlakuan Yusa sama Mama dulu, liat nih!" Ujar Yusa memperlihatkan punggungnya yang bekas luka cambuk dari bren*ek.
"Mama gak inget perlakuannya ke Yusa dulu, terus gimana kasarnya perlakuan orang itu sama Mama, Mama ngeharepin apa sich dari orang itu?!" Yusa sudah mulai emosi.
"Tapi Yus...."
"Ma, kalo mama mau balik ke Jakarta silahkan, itu suami Mama,tapi jangan harap Yusa mau ikut!"
Mama gak bisa berkata apa-apa, namun air matanya sudah mengalir lagi. melihat Yusa membanting pintu didepannya.
Yusa duduk di sudut kamarnya, ia menutup telinga nya, ia tak mau denger suara apapun, bahkan suara Mama yang menagis di luar. Kelihatannya lebih enak seperti ini, Dunia tanpa suara, hanya ada dia, Yusa yang malang. Gak terasa air matanya menetes,
bodoh....kenapa Yusa harus menangis seperti ini, air mata siapa ini, apakah ini air mata untuk si Bren*ek yang sudah nyakitin hati Yusa berulang-ulang, ataukah air mata ini untuk Mama. Yusa menyeka air mata dari pipinya.
Ia benci dengan dirinya...
* * *
Rena sudah lama gak ngunjungin Yusa, sejak kejadian Jamban, mereka seperti jarang contact, oleh karena itu, Rena hari itu berangkat ke malang,ia mau ngelihat senyum sombong si Yusa seperti biasanya kalau sudah berhasi mecahin kasus.
Rena sudah sampai di stasiun kota malang, ia sudah mulai masuk Taxi sambil ngechek hapenya. sudah berkali-kali ia mencoba nelpon Yusa, namun yang dierimanya cuma suara operator.Ada apa sich sama Robot, tumben hape pakek dimatiin segala, Batin Rena heran.
"Mau kemana Neng?" ujar supir taxi
Rena memberitahu alamat rumah Yusa dan berangkat lah taxi itu, membawa Rena menyusuri lalu lalang kota.
* * *
Rena mencoba membuka pintu rumah Yusa dan ternyata tidak di kunci.
"Bot...Rena nih, aku masuk ya" Rena masuk pelan-pelan sedikit mengendap, rumah itu tampak gelap gak berpenghuni, Rena melihat sekitar cuma kamar Yusa yang bercahaya. Rena pun mendekati kamar Yusa.
TOK TOK TOK
"Bot, kamu didalem kah, aku bawain jajan kesenenganmu nih"
Namun gak ada jawaban dari dalam kamar. Rena pun nekat membuka pintu dan dengan gampangnya pintu itu terbuka. Ia melihat Yusa seperti biasa sedang di depan layar, telinganya disumpel headset.
"Yah...pantesan aja kamu gak denger Bot....Oi!!" Rena menepuk bahu Yusa hingga anaknya terkaget dan menoleh.
"Ren..."ujar Yusa dingin seperti biasanya, namun Yusa terlihat berbeda agak sempoyongan.
"Kamu itu ya Bot, ditelpon gak ngangkat, di SMS apalagi, bentar...bentar kamu habis minum ya Bot"
Rena melihat wajah Yusa yang agak memerah. Dilihatnya pula sebotol whiskey di pojokan.
Yusa terhuyung-huyung kemudian memegang bahu Rena dan ciuman itupun tak trelakkan lagi. Yusa melumat Bibir rena, seperti orang kesetanan,Bahkan Rena gak kuasa menolak, badan mereka berdua sudah berada di kasur. Yusa tetap melumat bibi Rena sekenanya,lidah mereka bertemu, entah berapa lama mereka seperti itu, sampai tangan Yusa pun bergerak liar ke dada Rena, hendak membuka kancingnya satu-satu. Namun Rena tersadar dan mendorong Yusa dengan keras hingga aikhirnya Yusa terjatuh di sampingnya.
"Kamu kenapa sich Yus!!" ujar Rena emosi sambil merapikan bajunya. Ia gak nyangka Yusa ternyata bisa seperti itu.
Rena mungkin cewek panggilan, ia sudah biasa digerayangi oleh pria-pria hidung belang tanpa perlu bertanya, namun untuk yang satu ini, ia berhak mempertanyakannya.
Yusa gak menjawab, malah Yusa tertawa keras seperti orang gila dan disela-selanya ia terisak menagis. Rena gak tega melihatnya, sepertinya bukan Yusa si Manusia Robot yang dikenalnya,
"Yus, kamu kenapa?" Rena bertanya sekali lagi, sekarang lebih lembut.Namun Yusa gak menjawab.
Rena akhirnya duduk lagi di tepian kasur mendekati Yusa yang masih terisak,
"Aku ini menyedihkan ya Ren,bahkan untuk menciummu pun aku gak ahli " ujar Yusa
"Kamu kok jadi kacau gini Yus, ada apa?" ujar Rena membelai kepala Yusa, keadaan yang janggal
seharusnya Rena yang harusnya dibelai kepalanya oleh Yusa. Namun Yusa bagaimanapun juga, umurnya 2 tahun dibawah Rena, bagaimanapun juga Yusa berbeda.Walaupun Yusa cowok, sehebat apapun ia tegar, toh laki-laki juga bisa menangis.
"Kenapa aku dilahirin Ren, kamu bisa jawab gak?" tanya Yusa
Rena gak menjawab pertanyaan itu, ia pun gak tahu jawabannya.
"Bukannya, manusia itu dilahirin sama di dunia ini" ujar Yusa beretorika.
"Kenapa harus ada orang seperti aku, kenapa aku harus beda sendiri"
"Kamu itu gak beda Yus, kamu malah menakjubkan" ujar Rena akhirnya berbicara.Ia berharap ucapannya bisa melegakan hati Yusa. Namun Rena salah, sekarang Yusa mengangkat kepalanya dari bahu Rena.
"Menakjubkan ya?" Yusa bangkit agak terhuyung-huyung ia mendekati lemari yang isinya buku-buku menggunung, di ambilnya satu buku itu.
"kamu liat buku ini! Law of contadiction, manusia hidup dalam kebohongan" dibantingnya buku itu ke lantai menciptakan suara keras di lantai
"Terus buku ini! Revolusi darwin, manusia berevolusi ke arah yang lebih baik" dibantingnya pula buku itu.
"Algorithm of complexity" dibantingnya buku itu pula
"Yus, udah!" ujar Rena gak kuat ngelihat kelakuan Yusa bak orang gila itu.
"Numerical Optimation!" buku itu dibantingnya
"Semuanya sampah!cuma teori!, bahkan aku sendiri gak ngerti kehidupanku itu apa!"
"Yusa!!!" rena berteriak sambil meluk Yusa.
"Udah cukup, kamu gak usah kayak gini terus, aku bakal bantu, kalo kamu ada masalah, Please Yus, aku takut liat kamu marah"
Yusa terdiam, namun nafasnya kembang kepis tak beraturan menahan emosi.
"Kenapa kamu mau bantu aku? bahkan aku aja gak bisa bantu diriku sendiri, kamu itu siapa Ren, ngapain kamu mau peduli sama aku!"
Rena menangis dalam pelukan itu.
"Aku sayang kamu Yus, aku emang gak pantes ngomong kayak gini, tapi paling gak aku bisa nyelesaikan masalah keluargamu"
Yusa membalikkan badannya
"Tahu apa kamu soal keluarga!" ujar Yusa
"Yus...aku..."
"Kamu itu cuma pramuria! kamu gak ngerti apa-apa soal kayak gini"
Dan omongan itupun mencabik hati Rena, ditamparnya pipii Yusa
"Kamu gak ngerti siapa aku, emang Aku ini pramuria, tapi paling gak aku ngerti apa itu keluarga!"
Rena pun berlalu begitu saja meninggalkan Yusa seorang diri. meninggalkan Yusa yang campur aduk perasaanya, ia tidak tahu bahwa seorang Rena bukan sekedar cewek panggilan, paling tidak jika Yusa sudah tau siapa itu Rena, Yusa gak akan mungkin lagi ngomong seperti itu
(BERSAMBUNG)