( Kehidupan Papa,Yusa dan Mama)
Terlepas dari segala kehidupan aneh yang Yusa jalani, dia selalu bahagia punya Papa dan Mama yang selalu ada untuknya. Keluarga Yusa adalah keluarga yang tergolong berada, Papanya adalah seorang dosen magister di universitas negeri, sekaligus sebagai pemilik perusahaan bagian konstruksi, tak jarang pula Papa, dijadikan staff ahli pemerintahan, karena kehebatannya dan jam terbangnya yang tinggi di lapangan
.
Mama, seorang apoteker di rumah sakit swasta di jakarta, dan ibu yang baik, setiap pagi sebelum berangkat kerja, Mama selalu menyempatkan diri, membuatkan mereka sarapan, telur setengah matang, segelas teh hangat atau segelas susu putih pasti sudah siap mena, kadang setiap minggu Mama juga memasak nasi goreng ataupun pancake.
Yusa sangat menikmati masakan Mama, khususnya pancake buatan Mama, baginya pancake Mama, adalah makanan terlezat yang pernah dirasakannya.
Kedua orang tuanya sesibuk apaun, tetap akan menyempatkan diri untuk bercengkarama dalam keluarga kecil yang Yusa miliki. Papanya paling suka mengajak Yusa main pingpong di halaman belakang, hampir setiap minggu jika Papa tidak sibuk, Yusa pasti sudah dibangunkan oleh suara Papa dari kejauhan.
"Yus.....temenin papa main pingpong nak!" suara Papa seperti biasa, terdengar sayup di telinga Yusa, membangunkannya di pagi buta.
"Aduh...jam berapa sich ini, udah rame aja!" ujar Yusa sambil nutup kepalanya pakai bantal, di samping tempat tidurnya berserakan buku-buku ilmiah, yang sering dibacanya sebagai pengantar tidur. Yusa punya kebiasaan aneh, ia tidak bisa tidur jika tidak membaca buku.Bukan sembarang buku saudara-saudara, karena buku yang tergeletak dikasurnya saat itu berjudul Introduction of Dynamic Algorthm, sudah seperti dongeng pengantar tidur Yusa.
"Yus...bangun, temenin Papa, hari minggu jadwalnya olahraga, kamu itu belajar terus entar botak" Papa sudah ke kamar yusa dan menindih badan Yusa agar bangun.
"Berat...Pa, Yusa gak bisa nafas" ujar Yusa yang badannya dari dulu loyo banget dan sekarang harus ditimpuk sama badan Papa yang gede.
"Makanya bangun dong"
"Iya....iya lepasin makanya" ujar Yusa memberontak, menggeliat.
"Hehehe...nih raket pingpongnya, Papa tunggu dibawah ya"
Yusa dengan berat hati turun dari kamar tidurnya meluncur pelan ke ruang tengah.Hidungnya mencium masakan khas Mamanya.
"Ma masak apa, kok enak baunya"
"Gak tau nih namanya, Mama juga gak ngerti, bahasanya sulit" ujar Mama sambil bingung ngecek buku resep berbahasa inggris.
"Oooh..garlic itu, bawang putih ma" ujar Yusa sambil bantu mamanya menterjemahkan satu-satu resep masakan mamanya.
"Yusa, bahasa inggrismu lumayan canggih,untung ada kamu hampir aja salah masak "
"Huaaam.....makanya lain kali mama kalo mau masak bukunya bahasa indonesia aja"
"Yus, entaran aja maemnya, ayo tanding pingpong!" ujar Papa semangat sambil melambaikan raketnya dari kejauhan.
"Tuh, cari keringet dulu Yus, biar badan gak loyo aja,kamu itu juga badan kok kurus banet sich nak" ujar Mama sambil megangin lengan anaknya yang keceng.
"Gimana lagi, emang gak ada bakat gemuk" ujar Yusa sambil tertawa geli dipegang lengannya sama oleh Mama.Yusa paling gak bisa kalo dipegang dibagian lengan.
"Ya udah sana sama Papamu sana, entar Mama panggil kalo masakannya sudah siap"
"Yoi ma..." ujar Yusa masih males-malesan meladeni Papa ke halaman belakang.
Begotulah kehidupan harmonis yang hampir setiap hari Yusa rasakan, ia tahu tidak baik dirinya terlalu dimanja, namun Yusa yang cuma anak semata wayang, membuat orangtuanya terlalu memanjakan Yusa, Yusa gak keberatan, dia menikmatinya. Dia berharap keluarga ini akan terus seperti ini, namun kehidupan gak semulus yang ia kira...
(Buat apa menangis?)
Yusa selalu ingat kata almarhum Papanya kepadanya saat itu.
"Yus, kamu itu anak cowok, kamu harus kuat, jaga Mamamu kalo seandainya papa udah gak ada"
Yusa selalu menimpali dengan enteng, Papa suka mendramatisir omongan, maka Yusa cuma menjawab.
"Iya..."
"Eh nih anak dibilangin, beneran lho Papa serius" ujar Papa sambil jitak kepalanya Yusa.
"Iya Pa, Yusa janji" ujar Yusa.
Namun ketika Papanya akhirnya beneran gak ada, Yusa cuma terdiam melihat tubuh Papanya yang biasanya ngajakin dia main pingpong setiap minggu. Ruangan duka dipenuhi oleh bacaan surat yang tak dimengerti Yusa.
Papanya meninggal kena radang selaput otak di usia 55 tahun.
Meninggalkan Yusa dan Ibu berdua aja, di rumah ini. Yusa tak paham dengan perasaanya, dia melihat orang-orang disekelilingnya menitikkan air mata untuk kematian Papa, bahkan Mama sedari tadi sudah setia menemani Papa disampingnya. Tampak tak kuasa melepas kepergian suami yang dicintainya.
"Yus...sini nak, kamu gak mau liat wajah Papa buat terakhir kali" ujar Mama sambil menyuruhku mendekat ke arahnya.
Yusa mendekati tubuh Papanya yang diselimuti kain kafan, dilihatnya wajah yang biasanya selalu tersenyum kepadanya, yang kadang suka menjahilinya, yang juga kadang memarahinya. Wajah itu dilihat Yusa sebagai wajah Papa yang terakhir kali dia lihat.
Bahkan sampai menuju liang lahat, Yusa tak mengerti mengapa perasaannya biasa saja, seakan-akan hari itu Papanya tak benar-benar meninggalkannya. Ditengah tetesan air mata kesedihan diselilingnya hanya Yusa yang tak menangis.
(Bolehkah aku menangis ma?)
Sudah seminggu sejak kepergian Papa, rumah akhirnya sepi,sudah tidak ada lagi tetangga dan beberapa kolega yang melayat ke rumah Yusa.
Yusa pun jarang keluar kamar, ia malas bertemu orang lain, ia hanya melakukan rutinitas sehari-harinya sekolah,pulang ke rumah,masuk kamar dan sibuk berkutat dengan dengan buku-buku dan komputer di meja belajarnya.
Namun hari minggu pagi, sebelum ayam bekokok mesra dari kejauhan, Yusa tiba-tiba dibangunkan oleh suara Papanya dari kejauhan.
"Aduh jam berapa sich ini rame aja tuh orang, Bentar Pa!" ujar Yusa bergegas turun kamar, sambil ngambil raket pingpong di meja belajarnya. Dia kemudian berlari ke halaman belakang, namun tiba-tiba langkahnya terhenti.
Dia tersadar Papanya sudah tidak ada...di tatapnya meja pingpong di sudut halaman belakang itu, tampak kesepian dan berdebu. Yusa berjalan perlahan mengambil bola pingpong yang tergeletak di rerumputan.
Tadi jelas-jelas ia mendengar suara Papanya membangunkannya, namun gak mungkin, gak mungkin orang yang sudah meninggal bisa kembali lagi ke Bumi.
Bahkan pikiran Yusa yang menakjubkan pun tak bisa menjawab ini semua. Dipandangnya lama Bola pingpong itu, seakan-akan dia menatap sosok Papanya yang selalu bersemangat mengajak Yusa main pingpong. Entah, ada chemistri apa di dalam tubuhnya, namun dadanya panas dan tenggorokannya tercekat.
Tiba-tiba dia berlari masuk rumah dan langsung masuk ke kamar Mamanya yang baru selesai sholat subuh.
"Yus tumben subuh gini udah bangun, ada apa, laper ya nak?" ujar Mama heran ke Yusa.
Yusa langsung memeluk Mama yang masih pakai mukenah saat itu.
"Ma, aku janji bakal jaga Mama kalo Papa gak ada" Mama terdiam gak ngomong apa-apa.
"Iya Mama juga bakal selalu ada buat Yusa ya"
"Ma, Yusa boleh nangis gak sekarang"
Mama pun mendekap erat Yusa membiarkan Yusa menangis tersedu-sedu,sambil membelai kepala Yusa dengan lembut. Itu adalah moment pertama Yusa menangis...setidaknya Yusa menangis rindu untuk Papa yang tersenyum di alam sana...