--Serpihan 6--
[Buat apa aku dilahirkan?]
Aku tampak canggung dengan suasana di kafe itu, gumpalan asap rokok tebal dari bibir Vania menggelayut ke arahku dan aku kibaskan asapnya agar tak mengenaiku.
"Mbak gak kuat asep rokok ya" ujar Vania
"Lumayan sich, gak apa-apa, terusin aja ceritanya"
Sudah setengah jam wawancara yang aku lakkukan bersama Vania. Aku memulai wawancara itu dengan obrolan singkat mengenai namanya, umurnya, terus kehidupan kampusnya seperti apa, semua adalah pertanyaan formal yang dijawab dengan lacar oleh Vania. Namun pertanyaanku mulai meluncur ke pertanyaan inti dari wawancara ini.
"Van, bisa ceritain gak kenapa kamu memilih jadi wanita malam, bukannya setahuku wanita malam itu kondisi keuangannya kebanyakan dari golongan yang gak mampu, maaf lho ya pertanyaannya agak kasar"
Vania mentapku tajam, ekspresinya tak mudah ditebak, dia seperti balas mempelajariku.
"Menurut Mbak sendiri, aku memilih jadi ayam kampus itu karena apa?" Vania malah balik nanya ke aku.
"Eh...Vania nanya mbak?" ujarku kaget.
"Iya mbak, coba jawab, sebutin dah yang dipikirannya mbak"
"Ngg....ekonomi keluarga kayaknya gak ya, putus cinta,pergaulan bebas,Hobi,Gaya hidup,Pembuktian diri,apa lagi ya." Tangan Vania mengisyaratkan ku untuk berhenti berbicara.
"Pencarian" jawab Vania akhirnya
"Pencarian apa maksudnya Van?"
"Pencarian ku bukan jati diri mbak, masa puberku udah lewat banget, bukan juga gaya hidup apalagi ekonomi keluarga, Aku mencari kebahagian"
"Maksudnya ?"
"Mbak, mungkin aku harus ngomong dulu, kalo aku ini anak adopsi"
Deg..seketika itu jantungku seakan mau copot,aku gak bicara apa-apa dan aku tetap dengarkan kelanjutan kata-kata Vania
"Sampai sekarang aku gak ngerti orangtua ku yang asli dimana, yang aku ingat, tiba-tiba aku udah ada di panti asuhan, aku dambakan punya orangtua yang mau ngerawat aku, aku nunggu di kamarku di panti asuhan, selalu berdoa sama tuhan dan doaku dikabulkan,Ada pasangan suami istri yang mau ngadopsi aku. Aku panggil dia Papa danMama, keluarga kami sederhana dulunya gak selalu berkecukupan tapi kami bahagia. Tapi suatu hari, keluarga yang aku idam-idamkan berubah 180 derajat, semua cuma gara-gara kekayaan, kesibukan dan kegoisan. Papaku jadi jarang pulang ke rumah, pesiar terus ke luar negeri, mamaku yang biasanya selalu ada buat aku, juga jarang di rumah, kalau mereka bertemu ujungnya bertengkar terus" ujar Vania, menghentikan ceritanya sebentar sambil menyalakan rokok nya.
"Mbak gak ngerti gimana capeknya batinku, terus-terusan ngelihat mereka bertengkar, kami buakan kayak keluarga lagi, Papaku jadi suka bawa cewek lain ke rumah, Mamaku juga gak terima, dia pasang status dirinya sebagai tante girang, adanya cuma keluyuran jalan-jalan sama cowok-cowok berondong, bahkan ada yang SMA, lebih muda dari aku juga dipacarinnya"
"terus kamu gak protes ke Papa mamamu Van" tanyaku
"Buat apa protes, kelakuan mereka seperti itu, berarti ada cara yang lebih tinggi lagi dari sekedar protes aja"
"Makanya kamu jadi "Cewek Malam" berarti itu bisa dikategorikan pembuktian diri kan?"
"Bukan mbak, gak ada yang perlu dibuktikan dari aku, aku juga gak mau repot-repot mencari orangtua kku yang asli, aku cuma pengen keluargaku yang ini balik, akhirnya aku jadi Ayam Kampus, aku pacari cowok-cowok yang juga pernah jadi pacar Mamaku, cuma itu yang bisa aku lakuin, samapi sekarang tapi toh gak ada efeknya sama sekali buat Mamaku"
Aku diam, tanganku juga diam gak mampu mencatat kata-kata Vania. Aku taruh bolpoin dan memo itu di meja.
"Aku cuma mau nanya satu aja, andaikan Mamamu yang asli tiba-tiba datang dan ngajak kamu untuk tinggal sama dia apa yang kamu lakukan Van?"
"Aku akan nanya ke wanita itu, satu pertanyaan yang bakal diajuin seorang anak seperti aku: Buat apa kamu ngelahirin aku?" ujar Vania gamblang.
Seketika aku bangkit sambil membawa bolpoin dan memoku diatas meja.
"Permisi, Mbak pulang dulu" Ujarku ninggalin Vania begitu aja yang manggilin namaku dengan bigung. Aku pacukan mobil tua ku pulang ke kost.Aku segera masuk ke kamar dan mengunci pintu kamarku. Aku jatuhkan badanku ke kasur dan menangis sejadi-jadinya sendirian cuma bertemankan air mata yang terus mengalir tanpa henti.
Aku bayangkan Mbok yang mungkin entah ada dimana, dan mungkin disaat dia kembali kepadaku aku juga bakal bertanya pertanyaan yang sama kepadanya.
" Buat apa aku dilahirkan Mbok?"
[Kicauan Burung Gereja]
Pagi-pagi bahkan sebelum burung gereja yang biasanya berkicau di dekat jendela kostku, Ibu kostku berteriak memanggil namaku dari luar kamar.
"Mbak Nana, dicariin temennya nih"
"Iya Bu...bentar" aku bangkit perlahan dari tidurku dan melihat wajahku dari balik kaca, wajahku kacau, mata juga bengkak kelihatan banget kalo habis nangis seharian kemarin. Aku rapikan rambutku dan bergegas membuka pintu kamar.
"Halo Mbak..." ujar Vania di depanku saat itu.
"Lho, Van tau darimana kostku?"
"Nanya Mas Bintang tadi malem, aku masuk ya Mbak" ujarnya sambil ngeluyur masuk begitu saja, tanpa disuruh.
"Habis nangis ya Mbak, kok matanya merah gitu"
"Ah...nggak, lagi iritasi aja mataku" ujarku berbohong sambil ngucek-ngucek mata.
"...Sory ya Van, kayaknya aku batal wawancara kamu, habis ini aku mau nelpon Bosku, mending wawancaranya diambil sama orang lain aja" ujarku.
Vania saat itu ngelempar beberapa lembar kertas ke kasurku
"Tuh mbak, wawancara kemarin udah aku tulisin tinggal di bawa aja ke kantornya Mbak"
"Lho...eh...segitunya" ujarku kaget sambil meriksa tulisan Vania di kertas itu.
"Kamu lumayan lho,ada bakat nulis Van, sekali lagi makasih ya nanti kita share pendapatan aja fifty-fifty" ujarku
"Gak ah mbak"
"Lho kenapa?"
"Aku maunya semuanya lah....heheheheehe" ujar Vania tertawa.
Dan anehnya aku jadi ikut tertawa mendengarnya, kami berdua tertawa lepas disaksikan beberapa kicauan burung gereja di pagi itu.
[Mimpi Kami Sama]
Sebuah perubahan berarti terjadi untukku, sejak mengenal Vania, hubungan kedekatan kami bagaikan kakak dan adik, aku yang pada dasarnya introvert, namun berkat Vania aku bisa share semua masalahku kepada anaknya, aku ceritakan semuanya tanpa rahasia satupun karena syarat Vania satu untukku there is no secret when you want to share your problem with me.
Vania juga selalu curhat masalahnya kepadaku, kami saling menghargai kehidupan kami masing-masing, aku tak pernah mempermasalahkan dunia malam Vania, bagiku biarlah setiap orang mencari caranya masing-masing.
Mungkin perjalanan hidup kami berbeda, namun titik simpulnya yang bisa menjaga kedekatan kami satu, kami punya mimpi yang sama. Mimpi yang sudah mendarah daging dalam perjalanan hidup kami masing-masing. Vania selalu mendambakan sebuah keluarga yang dia punyai saat ini bakal balik lagi kepadanya dan aku juga gak akan berhenti mencari Mbok, apapun itu akan aku lakukan. Karena kami layak . untuk mendapatkan kebahagiaan
.Kami saling menjaga Mimpi kami masing-masing, karena kesempatan bahagia itu akan datang pada akhirnya nanti.