Kisah roman bukan berarti harus menyajikan kisah-kisah yang mengharu-biru dan membuat pembaca menangis sendu. Kisah roman bukan berarti harus menceritakan kisah cinta dua manusia yang selalu berakhir bahagia, tapi bisa juga menguak habis kisah cinta manusia yang dibedakan kelas-kelas, juga kepribadian dan tak selalu berakhir di pelaminan.

3 Cinta 1 Pria saya temukan di salah satu toko buku yang tak tersentuh pembaca. Toko buku yang menyimpan banyak buku tapi jarang sekali pengunjung. Terletak di lantai tiga sebuah pusat perbelanjaan yang tak terlihat memiliki toko buku, saya memberanikan diri untuk mampir. Menuju bagian sastra dan saya temukan buku ini.

Sudah lama saya tak membaca buku-buku Arswendo Atmowiloto. Terakhir, saya membaca sosok Arswendo dari Canting dan agak jauh berbeda dengan gambaran aslinya. Tetapi, setelah membaca ini, saya jadi tahu sosok Arswendo yang sebenarnya, yang demikian cinta pada seni dan tokoh-tokoh di dalam tiap bukunya. Penggambaran Bong, seorang seniman yang hidup tanpa cinta, benar-benar menghayati betul. Saya curiga, mungkin inilah kehidupan Arswendo pada mulanya.

3 Cinta 1 Pria menyuguhkan kisah tentang seorang anak buangan yang dibesarkan secara tidak biasa oleh seorang nenek pengasuh. Sejak kecilnya, anak ini tak pernah merasakan apa itu cinta sejati. Beranjak dewasa, lelaki yang bernama Bong ini mulai menemukan kehidupannya dan cintanya. Berbekal mencintai pohon talok, lele, dan seni lukis, Bong akhirnya menemukan cinta sejati.

Cinta sejati tak melulu harus berakhir di pelaminan bukan? Cinta sejati juga bukan berarti tak bertemu sama sekali kan? Roman dewasa ini menjawab semuanya. Berhubung sudah cukup umur, saya memberanikan diri untuk membaca buku ini lebih lanjut. Menuju pada kisah cinta ala dewasa, saya tetap melanjutkannya. Buku ini tetap asyik dibaca dengan menyajikan lika-liku takdir yang lucu. Saya sampai berkelakar, "Buku ini membuat Tuhan dan takdir tampak lucu! Benar-benar humoris!"

Betapa tidak, Arswendo membuat logika kita berputar. Apakah akhirnya Bong akan bersama cinta sejatinya, Keka? Ataukah Bong akan tetap setia mengamati pohon taloknya tumbuh besar dan lele-lele di kolamnya bertambah banyak? Ternyata, Arswendo berkata lain. Menyajikan takdir Tuhan yang humoris, Arswendo ingin membuat Bong tampak bahagia bersama dua Keka, yang tidak lain adalah cinta sejati berikut cucunya. Memang, tak terpikirkan sebelumnya oleh saya bahwa Arswendo akan memutar takdir sedemikian lucunya. Semacam ending yang cliff-hangerdalam sebuah cerita.

Dalam buku ini, kita bisa membaca bahwa jodoh memang muncul secara aneh, dengan cara yang aneh pula. Setelah berputar mencari kehidupan ke sana-sini, jodoh seolah ditempatkan di halaman rumah. Seperti tidak perlu pergi ke belantara yang jauh, jodoh sudah ada sejak dari dalam kandungan. Arswendo menyajikan kisah tentang jodoh ini begitu menarik. Dan kenapa pula harus bertemu dengan cinta sejati di saat-saat terakhir? Entahlah, Arswendo memang pandai bermain dengan penggambaran takdir, seperti si empunya takdir. Buku ini jadi romantis, meski tak melulu menyajikan romantisme ala anak muda. Buku ini romantis yang sinis, karena menyapih kita kembali ke masa kecil, di mana cinta hadir sejak dari pekarangan rumah, sejak pohon talok dan ikan lele mulai tumbuh malu-malu.

Buku ini cocok bagi para pembaca dewasa (karena memang isinya hanya diperuntukkan bagi orang dewasa). Buku ini juga cocok bagi mereka yang ingin memaknai jati diri dan juga kehidupan akan jodoh. Bagi yang jodohnya jauh, jangan takut. Silakan baca buku ini dan pahami, kenapa kita tak bisa memaksa cinta, kenapa tak bisa memaksa romansa. Cinta pasti hadir, entah kapan. Cinta sejati pasti kembali, entah pada waktu apa. Dan saya sarankan buku ini bagi para pengeluh malam Minggu. Hehehehe. Selamat membaca dan mencintai masa!

Bintang "tiga setengah" untuk buku ini atas takdir satir akan jodoh yang disuguhkan, minus cerita dewasa tanpa sensor. Hehehe.