Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

KraToS_AuRioNAvatar border
TS
KraToS_AuRioN
Menulis Melalui Indera Pendengaran


Selama pendengaran kita waras, sesungguhnya melalui indera pendengaran kita menuliskan apa yang kita dengarkan sebagai informasi (pengetahuan) yang kita “tulis” di otak. Karena itulah kita bisa membedakan suara orang tertawa dengan deru mobil sebagaimana kita bisa memastikan bahwa, suara Rhoma Irama berbeda dengan suara Ebiet G. Ade. Pernah mendengar orang Inggris berbicara berbahasa Inggris? Dapat dipastikan, kita bisa membedakan dengan orang Indonesia yang berbicara menggunakan bahasa Inggris.

Atau begini. Manakala ada dari kita yang masih termasuk mahasiswa yang dikuliahi oleh dosen yang sepanjang kuliah berbicara melulu, kondisi dan situasi sedemikian menjadikan kita itu pendengar yang baik. Ah sudahlah, biarkan dosennya berceloteh terus-menerus yang penting hal-hal baik dari apa yang dicelotehkan, apalagi mengenai hal-ikhwal imu, jangan sampai diabaikan. Tidak sedikit ilmu (dan pengetahuan) yang didapat melalui indera pendengaran. Indera pendengaran merupakan “jalan masuk” ilmu yang kita simpan di otak, di memori. Mendengar berarti kita menulis di otak.

Kiranya susah kita “menghitung” pengetahuan (informasi) yang kita “tulis” atau simpan di memori berasal dari apa yang kita dengar. Bahkan, termasuk dari hal menyebalkan. Misalnya, komentator sepakbola di TV yang komentarnya mendominasi sepanjang pertandingan yang disiarkan TV. Komentator yang terlalu bersemangat tersebut, bisa jadi tidak paham proporsi, bahwa TV sebagai sarana informasi untuk penglihatan dalam kombinasi pendengaran tidak sebagaimana penyiar radio. Pengetahuan menentukan kadar asupan infomasi yang akan tercermin dari apa yang dilakukannya.

Oleh karena itulah, proporsi haruslah menjadi hitungan agar informasi yang akan ditulis di otak tidak “tercemar”. Menonton gambar tayangan TV tanpa audio bak gulai tanpa garam. Hal tersebut membawa kita kepada kenyataan, kombinasi antara penglihatan dan pendengaran bisa menjadi powerful dalam konteks menulis di otak.

Bukankah kita mendengar ceramah-ceramah sejuk ustad melalui diaran TV? Menjelang atau sesudah salat Subuh, TV-TV nasional menyiarkan tausyiah-tausyiah sejuk ustad yang menentramkan hati sehingga kalaulah tidak sempat mendengar akan merasa rugi sekalipun dalam paduan dengan gambar. Begitu pula melalui radio yang mengandalkan pendengaran beragam asupan pengetahuan didapat. Ketika saya kecil, pengetahuan tentang Rudy Hartono didapat melalui radio. Gegap gempita di palanta lapau kami bersemantat mendukung perjuangan Rudy Hartono ketika berlaga di kejuaraan All England.

Gunakan pendengaran sebagai jalan meraih pengetahuan dengan baik dan benar, mendengar hal-hal bermanfaat. Manakala pendengaran digunakan untuk mendengar rumpian, isyu-isyu desktruktif atau fitnah, hal-hal tersebutlah yang akan tertulis di otak. Hal tersebut tentu sangat tidak kontributif manakala nantinya diolah untuk menulis. Sungguh mustahil seseorang yang hobi ngerumpi lalu piawai menulis kuliner. Sesuatu harus cocok dengan halnya.

Oleh karena itulah, mari hati-hati memanfaatkan indera pendengaran sebagai jalan asupan informasi untuk ditulis di otak. Menulis informasi dari pendengaran yang baik dan benar dipastikan memudahkan menulis.

Ditulis oleh heane untuk dipublikasikan di kaskus
AssouEkotto
nnaura
jokoariyanto
jokoariyanto dan 3 lainnya memberi reputasi
4
63.3K
225
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Education
EducationKASKUS Official
22.5KThread13.6KAnggota
Tampilkan semua post
singomboisAvatar border
singombois
#201
sekolah ane malah ada 6 gan......
#nggak sombong.
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.