- Beranda
- Stories from the Heart
Perahu Kertas
...
TS
MangoBerry
Perahu Kertas
Quote:
Diubah oleh MangoBerry 15-02-2021 05:27
inginmenghilang dan anasabila memberi reputasi
2
17.5K
208
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
MangoBerry
#145
Lipatan ke-18
"terus ?"
"terus apaan ?"
"ya, terus gimana lagi abis itu ?"
"ya engga gimana-gimana."
"hahhh.." Ale menghela napasnya. "gue sedikit ga percaya."
"soal apa ?"
"ya soal semuanya."
gua diam saja. jam dinding menunjukan pukul enam sore yang artinya gua ga punya banyak waktu sampai malam datang. sehabis mengantar Eva pulang, gue langsung jalan ke rumah Ale.
sembari menyeduh air, gua memandangi pemandangan yg familiar dari jendela yg hampir setiap hari gua pandangi. gua menyampurnya air seduhan gua ke dalam gelas berisi bubuk kopi hitam dan dua sendok teh gula pasir.
"tapi lu harusnya tau kan apa yg uda lu lakuin ?" tanya Ale tanpa maksud yg jelas. tetapi gua tetap saja mengerti maksud dari pertanyaan itu.
"ya. gua tau." jawab gua singkat dan kemudian menyeruput kopi buatan gue.
"sayangnya lu ga bakalan tau cara mengakhiri apa yg uda lu mulai."
"maksudnya ?"
"hahhh." kedua kalinya ia menghela napas.
"le, lu ga ngerti keadaan gue sama ade lu."
"gue emg ga akan pernah ngerti sama lu berdua. lama kelamaan lu berdua keliatan makin bodoh di mata gua." kata Ale tanpa nada sinis sama sekali.
"udah lah, gue lagi ga ada mood buat ngomongin soal kek ginian. lagian kita uda sering ngebahas hal ini kan ?" tanya gua tanpa mengharapkan jawaban.
"ribuan kali dan sebenernya gua juga uda males. gua cuma bisa nyaranin deh. kalo lo emg ga mengharapkan hubungan apa-apa sama ade gue, mndg lo sakitin dia sekarang, daripada lo sakitin dia nanti-nanti. mumpung sifat keluguannya masih kesisa dikit sebelum lu ninggalin luka yg ga akan pernah terobati."
gua ga sering mendengar ceramahan Ale. tapi sekali gue mendengarkannya, berarti ada suatu hal yg mengganggu buat dia.
"lu tau kalo gua sayang sama ade lu, kayak gua sayang sama ade gua sendiri."
"udahlah, lu sama ade gua juga uda gede. suka-suka lu berdua mau berbuat apa."
"hahahaha, gue tetep berterimakasih sama ceramahan lu." gue duduk di kursi. "oh ya, cynthia mana ?"
"ada kok di atas."
"hmm, gue naek dulu deh." tukas gua singkat.
"hahhh." Ale menghela napas untuk ketiga kalinya.
gua mengetuk pintu kamar cynthia.
"masooook."
gua meraih daun pintu. "woi kalong. belom tidur ?"
"situ gendeng ya ? masih sore ini."
yea, dia uda berusaha keras membuat penampilan yang sangat jarang gw lihat. dan gagal.
kursi abu beroda tuanya menopang satu kaki yg terangkat sedangkan dagunya di letakan di lutut yg terangkat. kedua tangannya bergerak dalam irama yg senada. buat seorang tukang maen game kek dia, posisi kebanggaannya itu adalah posisinya jika sedang dalam konsentrasi penuh.
konyol emang, mengingat dia yg perempuan dengan kaos dan celana pendek sedang duduk sambil maen game sementara ada seorang pria keren modern yg memperhatikannya tanpa merasa malu atau sungkan sedikit pun.
yg lebih konyolnya, gua cuma tersenyum tanpa bicara lagi.
"terus apaan ?"
"ya, terus gimana lagi abis itu ?"
"ya engga gimana-gimana."
"hahhh.." Ale menghela napasnya. "gue sedikit ga percaya."
"soal apa ?"
"ya soal semuanya."
gua diam saja. jam dinding menunjukan pukul enam sore yang artinya gua ga punya banyak waktu sampai malam datang. sehabis mengantar Eva pulang, gue langsung jalan ke rumah Ale.
sembari menyeduh air, gua memandangi pemandangan yg familiar dari jendela yg hampir setiap hari gua pandangi. gua menyampurnya air seduhan gua ke dalam gelas berisi bubuk kopi hitam dan dua sendok teh gula pasir.
"tapi lu harusnya tau kan apa yg uda lu lakuin ?" tanya Ale tanpa maksud yg jelas. tetapi gua tetap saja mengerti maksud dari pertanyaan itu.
"ya. gua tau." jawab gua singkat dan kemudian menyeruput kopi buatan gue.
"sayangnya lu ga bakalan tau cara mengakhiri apa yg uda lu mulai."
"maksudnya ?"
"hahhh." kedua kalinya ia menghela napas.
"le, lu ga ngerti keadaan gue sama ade lu."
"gue emg ga akan pernah ngerti sama lu berdua. lama kelamaan lu berdua keliatan makin bodoh di mata gua." kata Ale tanpa nada sinis sama sekali.
"udah lah, gue lagi ga ada mood buat ngomongin soal kek ginian. lagian kita uda sering ngebahas hal ini kan ?" tanya gua tanpa mengharapkan jawaban.
"ribuan kali dan sebenernya gua juga uda males. gua cuma bisa nyaranin deh. kalo lo emg ga mengharapkan hubungan apa-apa sama ade gue, mndg lo sakitin dia sekarang, daripada lo sakitin dia nanti-nanti. mumpung sifat keluguannya masih kesisa dikit sebelum lu ninggalin luka yg ga akan pernah terobati."
gua ga sering mendengar ceramahan Ale. tapi sekali gue mendengarkannya, berarti ada suatu hal yg mengganggu buat dia.
"lu tau kalo gua sayang sama ade lu, kayak gua sayang sama ade gua sendiri."
"udahlah, lu sama ade gua juga uda gede. suka-suka lu berdua mau berbuat apa."
"hahahaha, gue tetep berterimakasih sama ceramahan lu." gue duduk di kursi. "oh ya, cynthia mana ?"
"ada kok di atas."
"hmm, gue naek dulu deh." tukas gua singkat.
"hahhh." Ale menghela napas untuk ketiga kalinya.
gua mengetuk pintu kamar cynthia.
"masooook."
gua meraih daun pintu. "woi kalong. belom tidur ?"
"situ gendeng ya ? masih sore ini."
yea, dia uda berusaha keras membuat penampilan yang sangat jarang gw lihat. dan gagal.
kursi abu beroda tuanya menopang satu kaki yg terangkat sedangkan dagunya di letakan di lutut yg terangkat. kedua tangannya bergerak dalam irama yg senada. buat seorang tukang maen game kek dia, posisi kebanggaannya itu adalah posisinya jika sedang dalam konsentrasi penuh.
konyol emang, mengingat dia yg perempuan dengan kaos dan celana pendek sedang duduk sambil maen game sementara ada seorang pria keren modern yg memperhatikannya tanpa merasa malu atau sungkan sedikit pun.
yg lebih konyolnya, gua cuma tersenyum tanpa bicara lagi.
0
