- Beranda
- Stories from the Heart
Maaf, Aku Tak Bisa Terus Begini
...
TS
hafizanas16
Maaf, Aku Tak Bisa Terus Begini
misi gan.. newbie mau nyoba ngepost crita ni..
maaf kalo masih banyak kurangnya..
oke, langsung aja kita mulai critanya..
karena curhat sama temen lalu dikira PDKT itu sudah terlalu mainstream.. karena itulah gue curhat di mari
maaf kalo bahasanya ga karuan
maaf kalo masih banyak kurangnya..
oke, langsung aja kita mulai critanya..
Quote:
Awalnya Aku Malu
The most important thing is when I was just seven days old and I met her.
- Roxas Kingdom Hearts 358/2 Days
Hari itu, hari pertama aku duduk di bangku kelas IX, hari di mana untuk pertama kalinya aku bertemu dan tahu namanya. Memang, pada awalnya tak ada rasa apapun untuknya. Hingga pada suatu hari, dibagilah kelompok untuk tugas biologi. Untuk pertama kalinya, aku melihat senyumnya dari dekat. Mulai ada rasa yang tak ku mengerti saat senyum manisnya terbiaskan lensa mataku.
Siapa dia? Sebut saja dirinya Echa, perempuan yang baru saja ku kenal saat masuk kelas IX. Entah mengapa, orang yang tak terlihat banyak bicara ini dapat membuat perasaanku kacau. Sayang? Tidak, tidak secepat itu rasa sayang tumbuh.
Hari demi hari berlalu. Aku pun mulai iseng memberi komentar pada statusnya pada suatu situs jejaring sosial. Tak bermaksud apa-apa, bahkan dapat dikatakan komentar itu tak berbobot sama sekali. Namun, entah karena apa, dia menanggapi komentar-komentarku tersebut. Dari situlah kami menjadi lebih sering mengobrol di jejaring sosial tersebut.
Tak dapat dipungkiri lagi, kami pun semakin dekat melalui jejaring sosial tersebut. Hingga suatu hari, tak terduga sebelumnya, dia mengirimkan sebuah pesan untukku. Isinya? Tanpa aku minta, dia memberitahukan nomor ponselnya kepadaku dan memintaku untuk mengirimkan pesan singkat padanya. Mengapa? Apa dia juga menyimpan rasa untukku? Tidak, belum, mungkin dia hanya butuh teman untuk mengobrol saja.
Sejak hari itu, kami lebih sering mengobrol lewat sms. Meskipun kadang hanya candaan-candaan yang tak jelas. Namun, aku bahagia karena akhirnya aku punya seorang teman untuk saling berbagi kebahagiaan, meski hanya melalui sebuah pesan teks. Senang rasanya memiliki teman seperti dirinya.
Tak ada mendung, tak ada hujan, tak tau asal usulnya dari mana, teman-teman menganggap kami berpacaran. Terlebih lagi ketika les, mereka meminjam ponselku dan membaca pesan-pesannya. Tentu kami berdua menyangkalnya karena memang kami tidak berpacaran. Hari-hari pun berlanjut dengan gosip yang beredar bahwa kami berpacaran. Meskipun kami terus menyangkalnya, tetapi sebenarnya hati kecil ini berkata lain. Ingin rasanya aku bisa menjadi yang lebih dari sekedar teman untuknya. Namun, apa daya saat itu aku tahu bahwa bukan akulah orang yang dia mau. Terpaksa aku tetap memendam rasa ini.
Satu kejadian yang cukup mengejutkanku, suatu hari dia bertanya padaku. Pertanyaan yang sebenarnya sulit aku jawab. Dia bertanya padaku apakah aku ada rasa untuknya. Apa ini? Apa dia sadar kalau aku menyimpan rasa ini? Dalam hati ingin ku jawab ya. Namun, entah kenapa aku masih tak bisa mengakuinya. Akhirnya, aku pun menjawab tidak. Aku terlalu takut untuk mengakui bahwa aku memang mengharapkan hubungan yang lebih dekat dengannya.
(Next Chapetr--->)
The most important thing is when I was just seven days old and I met her.
- Roxas Kingdom Hearts 358/2 Days
Hari itu, hari pertama aku duduk di bangku kelas IX, hari di mana untuk pertama kalinya aku bertemu dan tahu namanya. Memang, pada awalnya tak ada rasa apapun untuknya. Hingga pada suatu hari, dibagilah kelompok untuk tugas biologi. Untuk pertama kalinya, aku melihat senyumnya dari dekat. Mulai ada rasa yang tak ku mengerti saat senyum manisnya terbiaskan lensa mataku.
Siapa dia? Sebut saja dirinya Echa, perempuan yang baru saja ku kenal saat masuk kelas IX. Entah mengapa, orang yang tak terlihat banyak bicara ini dapat membuat perasaanku kacau. Sayang? Tidak, tidak secepat itu rasa sayang tumbuh.
Hari demi hari berlalu. Aku pun mulai iseng memberi komentar pada statusnya pada suatu situs jejaring sosial. Tak bermaksud apa-apa, bahkan dapat dikatakan komentar itu tak berbobot sama sekali. Namun, entah karena apa, dia menanggapi komentar-komentarku tersebut. Dari situlah kami menjadi lebih sering mengobrol di jejaring sosial tersebut.
Tak dapat dipungkiri lagi, kami pun semakin dekat melalui jejaring sosial tersebut. Hingga suatu hari, tak terduga sebelumnya, dia mengirimkan sebuah pesan untukku. Isinya? Tanpa aku minta, dia memberitahukan nomor ponselnya kepadaku dan memintaku untuk mengirimkan pesan singkat padanya. Mengapa? Apa dia juga menyimpan rasa untukku? Tidak, belum, mungkin dia hanya butuh teman untuk mengobrol saja.
Sejak hari itu, kami lebih sering mengobrol lewat sms. Meskipun kadang hanya candaan-candaan yang tak jelas. Namun, aku bahagia karena akhirnya aku punya seorang teman untuk saling berbagi kebahagiaan, meski hanya melalui sebuah pesan teks. Senang rasanya memiliki teman seperti dirinya.
Tak ada mendung, tak ada hujan, tak tau asal usulnya dari mana, teman-teman menganggap kami berpacaran. Terlebih lagi ketika les, mereka meminjam ponselku dan membaca pesan-pesannya. Tentu kami berdua menyangkalnya karena memang kami tidak berpacaran. Hari-hari pun berlanjut dengan gosip yang beredar bahwa kami berpacaran. Meskipun kami terus menyangkalnya, tetapi sebenarnya hati kecil ini berkata lain. Ingin rasanya aku bisa menjadi yang lebih dari sekedar teman untuknya. Namun, apa daya saat itu aku tahu bahwa bukan akulah orang yang dia mau. Terpaksa aku tetap memendam rasa ini.
Satu kejadian yang cukup mengejutkanku, suatu hari dia bertanya padaku. Pertanyaan yang sebenarnya sulit aku jawab. Dia bertanya padaku apakah aku ada rasa untuknya. Apa ini? Apa dia sadar kalau aku menyimpan rasa ini? Dalam hati ingin ku jawab ya. Namun, entah kenapa aku masih tak bisa mengakuinya. Akhirnya, aku pun menjawab tidak. Aku terlalu takut untuk mengakui bahwa aku memang mengharapkan hubungan yang lebih dekat dengannya.
(Next Chapetr--->)
karena curhat sama temen lalu dikira PDKT itu sudah terlalu mainstream.. karena itulah gue curhat di mari
maaf kalo bahasanya ga karuan
anasabila memberi reputasi
1
5.1K
Kutip
45
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.6KThread•42.4KAnggota
Tampilkan semua post
TS
hafizanas16
#26
Chapter 4
Quote:
Tumbuhnya Rasa Itu
Witing tresna jalaran saka kulina.
(kurang lebih artinya : cinta itu tumbuh dari kebiasaan.)
- unknown
Satu hal yang membuatku sangat senang saat itu, tak terasa sudah tiba waktu ujian praktik. Saat itu guru musik kami menyuruh untuk membagi kelas menjadi 3 kelompok. Sebagian besar siswa sudah menentukan anggota kelompok mereka. Tinggalah beberapa siswa sebagai sisa yang dapat dikatakan tak punya banyak pengalam dalam dunia musik dan akulah salah satunya. Apa yang membuatku senang? Semua ini seperti mimpi saja. Salah satu dari siswa yang tersisa itu adalah dia! Tak usah aku sebut lagi kan siapa? Ya, dia itu Echa.
Seakan Tuhan memberiku jalan untuk bisa di dekatnya. Senang rasanya saat latihan musik bersamanya meskipun diri ini masih malu-malu saat di dekatnya. Jangankan mengobrol, melihat langsung dirinya yang berada di depanku pun kadang tak sanggup. Ingin rasanya aku ungkapkan rasa ini. Namun, apa daya? Aku yang saat itu tak tau kalau ternyata aku mengidap selective mutism ini sulit untuk menyusun kata-kata.
Waktu itu, aku dan dia mendapat bagian untuk menjadi gitaris dalam band kami. Ingin, ingin sekali belajar gitar bersama di dekatnya. Namun, ya itu tadi, berada di dekatnya saja aku malu-malu. Bahkan hal itu membuatku sering gugup saat latihan. Namun tak apalah. Yang penting aku bisa melihat senyumnya dari dekat, itu saja sudah cukup membuatku senang.
Hari-hari latihan apun ku lalui. Semakin bertambah rasa kagumku terhadapnya. Semakin ingin pula diri ini berada di dekatnya selalu. Namun dalam hati aku bertanya, apa bisa aku jadi pacarnya? Semakin aku menginginkannya, semakin bertambah pula keraguan dalam hati ini. Yang aku tahu, bukan aku yang dia inginkan untuk bersamanya.
Sejak saat itu, di mana pun dan kapan pun selalu terlintas akan senyumnya dalam pikiranku. Seakan di mana pun ada dirinya. Bahkan dalam mimpi pun aku melihatnya dan semakin sering hal tersebut terjadi.
Singkat cerita, hari penilaian pun tiba. Aku coba untuk mengonsentrasikan pikiranku sejenak untuk memetik senar-senar gitar itu. Namun tetap saja ada dia dalam pikiranku. Terlebih saat kami berada di atas panggung, dia berdiri di sebelahku. Lagi-lagi, berada di sebelahnya membuatku gugup. Pikiranku telah kacau karenanya. Namun, untunglah tak banyak kesalahan yang aku perbuat saat berada di atas panggung. Yah, meskipun hanya dengan penampilan yang pas-pasan, tetapi aku cukup lega telah menyelesaikan tugas ini.
Senang, tapi juga sedih. Mungkin setelah ini aku tak bisa sedekat itu lagi dengannya. Apa ini yang mereka sebut rasa sayang? Apa ini yang mereka sebut cinta? Entahlah. Satu hal yang aku tahu, yang ada dalam hatiku adalah keinginan untuk bisa bersamanya selalu. Berharap untuk bisa menemaninya kapan pun dia membutuhkan aku. Namun, aku masih tak bisa ungkapkan rasa ini. Rasa yang tak seorang pun tahu.
(Next Chapter--->)
Witing tresna jalaran saka kulina.
(kurang lebih artinya : cinta itu tumbuh dari kebiasaan.)
- unknown
Satu hal yang membuatku sangat senang saat itu, tak terasa sudah tiba waktu ujian praktik. Saat itu guru musik kami menyuruh untuk membagi kelas menjadi 3 kelompok. Sebagian besar siswa sudah menentukan anggota kelompok mereka. Tinggalah beberapa siswa sebagai sisa yang dapat dikatakan tak punya banyak pengalam dalam dunia musik dan akulah salah satunya. Apa yang membuatku senang? Semua ini seperti mimpi saja. Salah satu dari siswa yang tersisa itu adalah dia! Tak usah aku sebut lagi kan siapa? Ya, dia itu Echa.
Seakan Tuhan memberiku jalan untuk bisa di dekatnya. Senang rasanya saat latihan musik bersamanya meskipun diri ini masih malu-malu saat di dekatnya. Jangankan mengobrol, melihat langsung dirinya yang berada di depanku pun kadang tak sanggup. Ingin rasanya aku ungkapkan rasa ini. Namun, apa daya? Aku yang saat itu tak tau kalau ternyata aku mengidap selective mutism ini sulit untuk menyusun kata-kata.
Waktu itu, aku dan dia mendapat bagian untuk menjadi gitaris dalam band kami. Ingin, ingin sekali belajar gitar bersama di dekatnya. Namun, ya itu tadi, berada di dekatnya saja aku malu-malu. Bahkan hal itu membuatku sering gugup saat latihan. Namun tak apalah. Yang penting aku bisa melihat senyumnya dari dekat, itu saja sudah cukup membuatku senang.
Hari-hari latihan apun ku lalui. Semakin bertambah rasa kagumku terhadapnya. Semakin ingin pula diri ini berada di dekatnya selalu. Namun dalam hati aku bertanya, apa bisa aku jadi pacarnya? Semakin aku menginginkannya, semakin bertambah pula keraguan dalam hati ini. Yang aku tahu, bukan aku yang dia inginkan untuk bersamanya.
Sejak saat itu, di mana pun dan kapan pun selalu terlintas akan senyumnya dalam pikiranku. Seakan di mana pun ada dirinya. Bahkan dalam mimpi pun aku melihatnya dan semakin sering hal tersebut terjadi.
Singkat cerita, hari penilaian pun tiba. Aku coba untuk mengonsentrasikan pikiranku sejenak untuk memetik senar-senar gitar itu. Namun tetap saja ada dia dalam pikiranku. Terlebih saat kami berada di atas panggung, dia berdiri di sebelahku. Lagi-lagi, berada di sebelahnya membuatku gugup. Pikiranku telah kacau karenanya. Namun, untunglah tak banyak kesalahan yang aku perbuat saat berada di atas panggung. Yah, meskipun hanya dengan penampilan yang pas-pasan, tetapi aku cukup lega telah menyelesaikan tugas ini.
Senang, tapi juga sedih. Mungkin setelah ini aku tak bisa sedekat itu lagi dengannya. Apa ini yang mereka sebut rasa sayang? Apa ini yang mereka sebut cinta? Entahlah. Satu hal yang aku tahu, yang ada dalam hatiku adalah keinginan untuk bisa bersamanya selalu. Berharap untuk bisa menemaninya kapan pun dia membutuhkan aku. Namun, aku masih tak bisa ungkapkan rasa ini. Rasa yang tak seorang pun tahu.
(Next Chapter--->)
0
Kutip
Balas