Kaskus

News

cototAvatar border
TS
cotot
Sistem Komando Polri Amburadul ??
Apa Timur Pradopo Tidak Berkuasa Lagi di Polri?

Jakarta- Pengamat Politik Arbi Sabit menilai ada kejangalan ketika pimpinan Polri tidak mengetahui anak buahnya mendatangi KPK untuk menjemput Kompol Novel. Bahkan Arbi mempertanyakan kekuasaan Kapolri Jendral Timur Pradopo atas anak buahnya.

"Tidak mungkin tidak tahu. Omong kosong! Apa Timur (Kapolri) tidak lagi berkuasa lagi di Polri," ujar Arbi Sanit di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (6/10/2012).

"Namanya polisi kayak tentara. Ini Komandonya amburadul," imbuhnya.

Mengenai polemik penyidik KPK yang diminta kembali ke satuannya, Arbi meminta KPK segera menetapkan para penyidik itu sebagai pegawai tetap KPK.

"Dia (penyidik) pindah saja. Tidak perlu dipinjam dan KPK harus perjuangkan," terangnya.

Fase perseteruan KPK-Polri kini masuk ke dalam fase yang buruk. Arbi memberikan ide pelibatan TNI untuk menangkap koruptor jika polisi tidak lagi bisa diajak kerjasama.

"Saya kira libatkan TNI saja untuk tangkap koruptor," tegasnya.


(fiq/ndr)

[URL="http://news.detik..com/read/2012/10/06/134325/2056319/10/apa-timur-pradopo-tidak-berkuasa-lagi-di-polri?9911012"]sumber[/URL]




Quote:



Quote:






Benarkah ada perpecahan di internal Polri??
Timur Pradopo tak lagi disegani bawahannya??
Benarkah di Polri tidak ada sistem yang baku dalam bekerja??
Benarkah Hukum Rimba ada di Internal Polri??
Benarkah ada persaingan tidak sehat antar angkatan dalam tubuh Polri dalam mencari Jabatan Trunojoyo 1 ??

Apapun itu, harus diakui ada yg tidak beres dalam tubuh Polri saat ini

Baca kisahnya Perang Bhayangkara

part 1
part 2
0
9.5K
90
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
KASKUS Official
691.3KThread56.7KAnggota
Tampilkan semua post
cototAvatar border
TS
cotot
#53
Djoko jg dibantu Edward Aritonang yg saat itu menjabat Kepala Divisi Humas Mabes Polri dan I Ketut Untung Yoga Ana sbg Kabag Penerangan Umum Mabes Polri kemudian diporomosi mjd Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri. Berbagai “gerilya” dilakukan. Mulai ke anggt DPR khususnya jajaran Komisi III yg membawahi kepolisian & Komisi V yg membawahi perhubungan “Gerilya” jg dilakukan ke berbagai kantor media massa dan LSM-LSM, para peneliti dan pemerhati perhubungan jg menjadi sasaran “proyek penggagalan” pasal yg diajukan pemerintah yg dinilai akan “merampas” kenikmatan duniawi mereka. Bidang komunikasi dilakukan Edward dan Ketut, berbagai dalih diajukan, mulai dalih hanya polisi yg sangat mengerti ilmu forensik kendaraan, mencegah dan mengusut aksi terorisme dgn menggunakan bom mobil yg sdh direkayasa shg sulit diidentifikasi, maupun mencegah maraknya kejahatan curanmor.
Banyak dalih2 lain yg diajukan, dgn menggunakan corong LSM, anggt dewan, pers dan peneliti dan pemerhati perhubungan yg sdh “dibeli”.
Kerja tim khusus Djoko Soesilo, Edward Aritongang, I Ketut Untung Yoga cs sangat sukses, mungkin ratusan milyar uang bahkan lebih yg “ditebar” untuk mengamankan wewenang2 Polri dalam lalulintas itu. Djoko dinilai sangat berhasil melakukan tugasnya sbg motor tim khusus dlm menggagalkan keinginan Kemenhub.

RUU LLAJ disahkan pada minggu keempat Mei 2009 dimana Polri tetap memegang wewenang tanpa berubah sedikitpun, Polri tetap memiliki wewenang menerbitkan SIM, STNK dan BPKB maupun wewenang lain terkait lalulintas itu. Saat sedang “ramai2nya” RUU LLAJ itu, di saat yg bersamaan itu, mencuat kasus pembunuhan Direktur PT RNI Nazrudin Zulkarnaen yg tewas ditembak di Tanggerang, Ketua KPK Antasari Azhar yg saat itu sedang getol menyadap hubungan HP para petinggi Polri terseret mjd tersangka utama pembunuhnya. Mungkin kalau Antasari Azhar tetap sbg Ketua KPK saat itu, akan banyak petinggi Polri dan anggota dewan yg ditangkapinya krn terlibat transaksi jor-joran dlm proses tarik ulur RUU LLAJ itu.
Selanjutnya, ketika Djoko menjadi Korlantas dan Timur menjabat Kapolda Metro Jaya, benih-benih ketidak sukaan Timur kepada petinggi2 jajaran Lalulintas Polri terlihat ketika pengganti Djoko sbg Direktur Lalulintas Polda Metro Jaya, Kombes Condro Kirono digantikan Kombes Royke Lumowa, Nanan-Djoko-Condro sebenarnya sdh punya calonnya sendiri sbg penggantinya Condro sbg Dirlantas Polda Metro Jaya, tp yg muncul justru Royke Lumowa yg diduga kuat sbg orang “titipan” Cikeas, karena isterinya Royke adalah dokter tentara dari Kowad yg merupakan salah satu anggota tim kedokterannya Ibu Ani Yudhoyono.
Timur juga menjadi “tidak suka” kpd Djoko, selain krn Djoko sangat kental warna Nanan-nya, juga karena Djoko mau menerima kenaikan pangkat bintang 2 dari Kapolri BHD, Pdhl sebelumnya Timur sdh meminta Djoko agar mau menjadi Staf Ahlinya (Sahli) kalau dirinya menjabat Kapolri nantinya.
Tp Djoko berfikir lain, kesempatan harus diambil dan toh yg paling bagus potensinya menjadi Kapolri nantinya adalah Nanan, namun arah angin politik tdk dapat ditebak Djoko. Timur yg mjd Kapolri, demi menjaga “kebersihannya” di mata Cikeas, dan krn muncul benih ketidaksukaannya pd Djoko, makanya Timur diketahui paling pantang menerima “upeti” dari jajaran Lalulintas yg dipimpin Djoko ini.

Persoalan jg muncul saat Djoko menolak sistem Inafis dimasukkan sbg program terpadu dlm proses pengambilan identitas bagi peserta SIM, “Program alat simulator pd proses pengambilan SIM harus jalan terus dan Program Inafis silakan dilakukan sendiri oleh reserse (Bareskrim), janganlah program identitifikasi pada Inafis dicampur baurkan dgn SIM,”, begitu kira-kira dalih Djoko saat menolak dipadukannya program Inafis itu ke SIM.

Djoko pun kala itu sedang perlu dana untuk membangun Nasional TMC (NTMC) Korlantas Polri di samping TMC Polda Metro Jaya yg dibangun pula oleh Djoko. Djoko memang perwira pembangun, saat itulah kekesalan Timur terhadap Djoko semakin menjadi. Tp gaya “Majapahit” tetap berlaku, walau “tdk suka” kpd Djoko, tp Timur tetap “merestui” Djoko menduduki jbtn Gub. Akpol yg dilantiknya pd 2 Maret 2012. Jebakan Batman ??,
“Perseteruan” kembali menghangat krn Kapolri Timur Pradopo sdh harus pensiun pd 10 Januari 2013 di saat umurnya 57 thn, siapa penggantinya ? SBY berharap penggantinya Timur adalah “orang muda” yg berprestasi gemilang, cerdas, santun, rendah hati, penurut & yg utama, selain dpt mengamankan Pemilu 2014 jg dpt kendalikan Polri setelah SBY lengser setidaknya 4 th seusai Pemilu 2014 Siapa ?, pilihan ada pada “2 anak muda” yg memenuhi kriteria tsb.
Kapolda Jawa Barat Irjen Putut Bayu Eko Seno yg disukai Timur, dan Djoko Susilo perwira andalannya Nanan. Sama-sama Akpol angkatan 1984 dan sama2 lahir 1961, keduanya baru pensiun dari Polri pd 2018, 4 thn setelah Pemilu 2014 atau setahun jelang Pemilu 2019. Djoko sangat memenuhi kriteria tp Djoko belum pernah pegang komando wilayah setingkat Polda type A, Djoko Soesilo harus menjadi Kapolda, Syukur-syukur Kapolda Metro, baru selanjutnya layak mendapat bintang 3, yg berarti tinggal selangkah lagi menjadi Kapolri. Bayangkan Kapolri dari jajaran lalulintas yg memang akan sangat langka.

Tp Djoko memang istimewa, krn pernah mendapat bbrp penghargaan dari Presiden SBY, Prestasi Djoko jauh lbh baik dibanding Putut. Timur yg hanya dlm hitungan 5 bulan ke depan sdh harus masuk Masa Persiapan Pensiun (MPP) pasti dia “tdk terima” kalau pengganti sementaranya Nanan Sukarna, sebab Nanan pasti akan memuluskan menjadikan Djoko sbg Kapolri.
Timur pun tahu kasus Simulator SIM, dan menolak mentah2 “upeti” yg disodorkan Djoko, Timur tahu soal pemukulan thdp Bambang Sukotjo, Timur tahu Sutkojo dijebloskan ke penjara lewat pengadilan Bandung Jawa Barat, dan Timur juga tahu upaya naik banding Sutkojo berbuah kenaikan jumlah hukuman yg diterima Sutkojo.

Majalah Tempo memblow up kasus ini hanya 50 hari sejak Djoko dilantik sbg Gubernur Akpol, dam Majalah Forum mengikutinya, Media2 lain diam saja, karen Djoko sangat dekat dgn media dan pekerja pers.
Sutkojo terus “berteriak” masalah ketidakadilan yg menimpanya, dan akhirnya bersama tim pengacaranya Sutkojo juga melapor ke KPK, gongpun akhirnya berbunyi, Djoko yg sdh masuk “Jebakan Batman” harus menerima dampaknya, Pers menjadi gempar, 26 jam belasan penyidik KPK dan barang bukti yg disita harus “mendekam” di Mabak II (sebutan Markas Korlantas Polri). Jajaran Korlantas Polri yg sebelumnya sangat “welcome” saat KPK datang menggeledah yg dimulai jam 4 sore Senin 30 Juli, namun 4 jam kemudian mendadak didatangi jajaran reserse dari Bareskrim Mabes Polri, bahkan disusul dgn kedatangan Kepala Bareskrim Mabes Polri Komjen Sutarman, jajaran Bareskrim langsung menghalangi proses penggeledahan, Cekcok mulut dan pelarangan keras terlontar dari pihak reserse, Para petugas Korlantas hanya “melongo” bingung dgn apa yg sdg terjadi, tengah malamnya 3 pimpinan KPK termasuk Abraham Samad datang, perdebatan 3 pimpinan KPK itu berlangsung 3 jam dari tengah malam Senin 30 Juli itu hingga jam 3 pagi Selasa 31 Juli dgn Kabareskrim Sutarman yg didampingi beberapa direktur penyidiknya. Perdebatan menemui jalan buntu, Jam 6 pagi keluar statement KPK, Irjen Djoko Soesilo jd tersangka KPK. Jam 8 pagi pernyatan resmi KPK keluar lagi, “Irjen Djoko Soesilo jd tersangka KPK dlm kasus Simulator SIM”.
Bayangkan, Gubernur Akpol Irjen Djoko Susilo yg begitu cemerlang karir kepolisiannya jd tersangka kasus korupsi oleh KPK, tapi berita memang blm mencapai “ledakan” maksimal, barang bukti dan penyidik KPK tetap dihalangi keluar dari markas Korlantas itu. Berita semakin dramatis, Sepanjang hari Selasa 31 Juli mulai pagi hingga sore berita di internet (online) khususnya, maupun di radio dan televisi isi berita didominasi insiden “penyanderaan” dan jadi tersangkanya Irjen Djoko Soesilo sang Gubernur Akpol. Wartawan dan fotografer pers dari berbagai penjuru memenuhi Mabak II, puluhan wartawan yg di Semarang “memburu” Irjen Djoko Soesilo di komplek Akpol. Hingga Menkopolhukam angkat bicara, “Engak ada cecak dan buaya jilid II”.

Besoknya Rabu 1 Agustus nyaris semua koran nasional dan lokal memuat berita utama : “Irjen Djoko Susilo Gubernur Akademi Kepolisian menjadi tersangka korupsi KPK !!!”. “Perang ala Majapahit” akhirnya sukses, Nanan yg sering membuat “mangkel” Timur disebut-sebut menerima “upeti” dari proyek Simulator SIM itu, berapa ?, 10 milyar, 20 milyar, atau 30 milyar ?, dan siapa lagi perwira tinggi Polri yg menerimanya ?, semua tergantung Djoko saat diperiksa penyidik KPK yg hanya berpangkat Komisaris Polisi (Kompol).
Bintang 2 (Irjen) diperiksa melati 1 (kompol). Tamatkah riwayat kepolisian seorang Djoko Soesilo jika sudah seperti ini kejadianya, bagaimana dgn nama besarnya….

sumber

Dan Nasib para Jenderal-Jenderal Polri tersebut berada di tangan seseorang yang sangat mengetahui Konspirasi ini karena dia adalah dari lingkungan Bhayangkara sendiri, dia mengetahui semua "upeti" dalam lingkungan Polri, dia memahami segala bentuk "kejahatan" dalam institusinya, dia seorang idealis yg mencoba merubah institusinya, dan dari tangannya lah ia berharap akan merubah Polri menjadi lebih baik karena kecintaannya kepada korps yg telah membesarkannya, dia adalah ketua satuan tugas (satgas) penyidik kasus mega korupsi 100 Milyar Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, Bapak Komisaris Polisi Novel Baswedan. Sampaikan salam kami rakyat Indonesia untuk beliau, selamat berjuang dan bekerja dengan ikhlas karena ALLAH bapak Novel, kami rakyat Indonesia siap mendukung setiap langkah terpuji dan berani bapak. Bapak adalah Ksatria dan Pahlawan Kebanggaan Indonesia
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.