TS
Deflan
[Touhou Fanfic] Something to Save, Something to Expose
Salam gan.
Ini pertama kali ane nulis fanfic Touhou, jadi, tolong dinilai saja ya.
Karena mungkin karya seseorang itu tidak ada yang sempurna, jadi kritik dan saran sangat ane hargai.
Hehe, anyway, selamat menikmati!
Chapter 1-10-b masih di pejwan
Chapter 1 : The Mountain and The Problem (Post #1/ This post, obviously)
Chapter 2 : Suspicious Person Suspected! (Post #2)
Chapter 3 : Behind the Boringness (Post #3)
Chapter 4 : Confuse the Confuseness (Post #5)
Chapter 5 : The Task (Post #6)
Chapter 6 : Just Begun (Post #7)
Chapter 7 : Secret (Post #10)
Chapter 8 : Tricked (Post #13)
Chepter 9 : We're in... Wait..... (Post #16)
Chapter 10-a : Parted : His Tears (Post #19)
Chapter 10-b : Parted : Unconscious Heart (Post #20)
Selanjutnya ada di page > 1
Chapter 10-c : Parted : Lie (Post #22)
Chapter 10-d : Parted : Prey Get Prayed (Post #24)
Chapter 10-e : Parted : Mission Impossible - Lunatic (Post #26)
Chapter 10-f : Parted : Oops! (Post #28)
Chapter 10-g : Parted : Desperado (Post #30)
Chapter 11-a : Brave : A Brand New Heart (Post #32)
Chapter 11-b : Anticipation : Instinct, Hope, and Tactic (Post #33)
Chapter 11-c : Knowledge : Book of Knowledge (Post #34dan #35)
Chapter 11-d : Speed : Half Memory (Post #36)
Chapter 11-e : Helper : Celestial and Constellations (Post #37 dan #38)
Chapter 11-f : Naive : What a Close Call (Post #39 dan #40)
Chapter 11-g : Life : Game Not Real (Post #42)
Chapter 12 : Extra : Agent 009 (Post #43 dan #44)
Chapter 13-a : Moving : Mirage (Post #45)
Suatu hari, saat gunung youkai sedang dilanda ketidak-adaan dan kebosanan, Aya, tengu tercepat di Gensokyou masih tetap mencari sesuatu yang menarik untuk dijadikan artikel. Namun, berbeda dengan anjing pengawas di gunung youkai, Momiji hanya bermain gamedan tidak melakukan hal lainnya sampai ia dipanggil oleh Aya.
"Momiji." sahutnya. Namun Momiji tetap saja bermain.
"Momiji...." panggilnya lagi.
"Apa?" katanya sambil terus saja memainkan permainan itu.
Akhirnya Aya pun mendekati dan meneriakinya.
"MOMIJI!!!"
Terkejut karena suara Aya, terdengar suara 'Pichuuuun' di komputernya.
"A....A....Aya! Astaga, apa yang sudah kau perbuat?! Itu nyawa terakhirku!" kata Momiji dengan nada marah.
"Hah...Aku sudah mencari artikel ke seluruh penjuru Gensoukyo dan kau hanya diam saja disini dengan permainan itu? Hah?!" katanya dengan nada agak marah.
Momiji pun mulai berdiri dari tempat duduk tempat dia bermain permainan itu siap membalas kata-kata Aya.
"Tapi tidak ada yang terjadi sekarang! Tidak ada insiden atau kejadian kecil lainnya! Dan..."
"Kamu mau aku pecat dari sini?!" cela Aya dengan nada yang tinggi. Dia sudah terlihat marah dan hanya mengambil tas hitam kecil di meja kerjanya.
"Tapi! Tapi ini stage terakhir! Ini spell terakhir Yu..."
"Tangkap." kata Aya memotong pembicaraan lagi sambil melempar tas kecil itu kepada Momiji.
"Sekarang pergi dan carilah sebuah artikel!" lanjut Aya sambil melesat cepat meninggalkan Momiji sendirian dengan tas kecilnya itu.
"Tapi...... Dia pergi lagi.... Dia tidak pernah mendengarkan aku walau sepatah katapun... Hah... Biarlah..." kata Momiji sambil membawa tas dan pedangnya pergi.
Tanpa tujuan dia berjalan. Hanya mengitari gunung Youkai, melewati sungai dan akhirnya dia pun mengeluh kembali.
"Andai saja ada sebuah keajaiban sehingga aku bisa menulis artikel..." katanya sambil berjalan pelan melewati jalan setapak ke desa penduduk.
Lalu tiba-tiba dia merasakan seseorang datang. Hawa yang ia rasakan agak berbeda dengan manusia. Dia lebih...ringan? Tidak percaya dia melihat ke belakang. Dan ternyata hawa yang ia rasakan memang sangat ringan. Manusia itu terbang di atas angin yang sepertinya ia buat di telapak kakinya. Siapa lagi kalau bukan Sanae, seorang penjaga kuil yang berada di dekat puncak gunung youkai. Tiba-tiba dia melompat dari angin tempat ia berpijak sambil berteriak dengan girang.
"ANGIN SUCIII!!!!" katanya sambil menggerakkan goheinya.
"Err... Apa yang kau lakukan?" tanya Momiji dengan kebingungan.
"Bukannya kamu yang mau didatangkan KEAJAIBAN?" tanya Sanae.
"Umm... Ya, tapi..."
"Kalau gitu...." katanya sambil mengangkat goheinya.
"ANGIIIN SUCIII!!! DA...!"
"Cukup! Cukup! Cukup!" katanya sambil mencoba untuk menghentikan Sanae.
"Untuk sekarang aku tidak mau bertarung danmakku denganmu, jadi tolong..."
"Tapi kamu mau KEAJAIBAN kan?"
"Arrgh... sudahlah, lupakan..." kata Momiji agak kesal.
Sanae pun menatap Momiji dengan mata yang agak kesal dan mulai mengisi pipinya dengan angin.
"Apa?" tanya Momiji yang mulai tidak nyaman dengan perlakuan Sanae.
Tak ada jawaban, namun Sanae tetap mempertahankan perlakuannya itu dan menatap mata Momiji dengan kesal. Sampai beberapa menit terlewat dengan adegan dimana mereka menatap satu dan yang lainnya dengan agak kesal.
"Agh..." keluh Momiji yang sudah tidak tahan lagi dengan tatapan Sanae.
"Ikh! Jangan lihat aku seperti itu! Aku sangat terganggu dengan itu! Ja...Jadi... Lakukan... Argh! Terserahlah! Lakukan saja yang kau mau...Aku pergi saja dari sini!" katanya dengan gugup.
Raut wajah Sanae pun berubah menjadi cerah kembali seakan tidak ada yang terjadi sebelum ini.
"Horee! Makasih ya Momiji! <3" katanya.
"Dan karena kamu memperbolehkan aku ngapain aja."
"Jadi aku mau ngikut kamu sekarang, ya!" sambungnya.
"Eeeh? Kenapa kau...?" kata Momiji dengan kaget, namun teringat dengan perkataannya, dia pun sadar kembali dan menghela nafas.
"Hah, ya sudahlah..." lanjutnya dengan nada yang terlihat pasrah.
"Eiit. Tunggu dulu Momi-chan" katanya sambil mengacungkan jari telunjuknya.
"Huh?"
Sambil mengangkat goheinya, angin disekitarnya terlihat membawanya terbang. Dan setelah dia berada setinggi Kepala Momiji berteriaklah dia,
"ANGIN SUCII! BERTIUPLAH!!!"
"What the....?"
Momiji mendengar suatu suara gemuruh angin yang luar biasa di belakangnya. Tiba-tiba bulu-bulunya berdiri sekeika saat ia ingin berbalik melihat ke belakang. Namun ia paksakan kepalannya untuk menengok ke belakang dan hasilnya...
[SFX: ZUUUUUUUUUUUUNNN~]
"A...APA?!!!"
Angin yang bertiup sangat kencang secara cepat menghampiri mereka.
"Argh! Aku harus lari! Angin ini terlalu besar! Haah! Untuk apa dia memanggil angin ini?! Dasar aneh!" katanya sambil berlari menjauhi angin itu. Sementara itu Sanae dengan girang mengkibas-kibaskan goheinya ke kiri dan ke kanan.
"Ya! Aku dapat menguasai angin! Angiin! Ya... Eh? Momi-chan?"
Lalu dia pun sadar bahwa dia tertinggal sendiri di situ. Namun karena Sanae berada di atas angin sehingga dari ketinggiannya dia bisa melihat Momiji yang sedang berlari ketakutan.
"Hei! Tunggu aku Momi-chan!"
Ini pertama kali ane nulis fanfic Touhou, jadi, tolong dinilai saja ya.
Karena mungkin karya seseorang itu tidak ada yang sempurna, jadi kritik dan saran sangat ane hargai.
Hehe, anyway, selamat menikmati!
Spoiler for Index (masih on going):
Chapter 1-10-b masih di pejwan
Chapter 1 : The Mountain and The Problem (Post #1/ This post, obviously)
Chapter 2 : Suspicious Person Suspected! (Post #2)
Chapter 3 : Behind the Boringness (Post #3)
Chapter 4 : Confuse the Confuseness (Post #5)
Chapter 5 : The Task (Post #6)
Chapter 6 : Just Begun (Post #7)
Chapter 7 : Secret (Post #10)
Chapter 8 : Tricked (Post #13)
Chepter 9 : We're in... Wait..... (Post #16)
Chapter 10-a : Parted : His Tears (Post #19)
Chapter 10-b : Parted : Unconscious Heart (Post #20)
Selanjutnya ada di page > 1
Chapter 10-c : Parted : Lie (Post #22)
Chapter 10-d : Parted : Prey Get Prayed (Post #24)
Chapter 10-e : Parted : Mission Impossible - Lunatic (Post #26)
Chapter 10-f : Parted : Oops! (Post #28)
Chapter 10-g : Parted : Desperado (Post #30)
Chapter 11-a : Brave : A Brand New Heart (Post #32)
Chapter 11-b : Anticipation : Instinct, Hope, and Tactic (Post #33)
Chapter 11-c : Knowledge : Book of Knowledge (Post #34dan #35)
Chapter 11-d : Speed : Half Memory (Post #36)
Chapter 11-e : Helper : Celestial and Constellations (Post #37 dan #38)
Chapter 11-f : Naive : What a Close Call (Post #39 dan #40)
Chapter 11-g : Life : Game Not Real (Post #42)
Chapter 12 : Extra : Agent 009 (Post #43 dan #44)
Chapter 13-a : Moving : Mirage (Post #45)
Spoiler for Prologue : The Mountain and The Problem:
Suatu hari, saat gunung youkai sedang dilanda ketidak-adaan dan kebosanan, Aya, tengu tercepat di Gensokyou masih tetap mencari sesuatu yang menarik untuk dijadikan artikel. Namun, berbeda dengan anjing pengawas di gunung youkai, Momiji hanya bermain gamedan tidak melakukan hal lainnya sampai ia dipanggil oleh Aya.
"Momiji." sahutnya. Namun Momiji tetap saja bermain.
"Momiji...." panggilnya lagi.
"Apa?" katanya sambil terus saja memainkan permainan itu.
Akhirnya Aya pun mendekati dan meneriakinya.
"MOMIJI!!!"
Terkejut karena suara Aya, terdengar suara 'Pichuuuun' di komputernya.
"A....A....Aya! Astaga, apa yang sudah kau perbuat?! Itu nyawa terakhirku!" kata Momiji dengan nada marah.
"Hah...Aku sudah mencari artikel ke seluruh penjuru Gensoukyo dan kau hanya diam saja disini dengan permainan itu? Hah?!" katanya dengan nada agak marah.
Momiji pun mulai berdiri dari tempat duduk tempat dia bermain permainan itu siap membalas kata-kata Aya.
"Tapi tidak ada yang terjadi sekarang! Tidak ada insiden atau kejadian kecil lainnya! Dan..."
"Kamu mau aku pecat dari sini?!" cela Aya dengan nada yang tinggi. Dia sudah terlihat marah dan hanya mengambil tas hitam kecil di meja kerjanya.
"Tapi! Tapi ini stage terakhir! Ini spell terakhir Yu..."
"Tangkap." kata Aya memotong pembicaraan lagi sambil melempar tas kecil itu kepada Momiji.
"Sekarang pergi dan carilah sebuah artikel!" lanjut Aya sambil melesat cepat meninggalkan Momiji sendirian dengan tas kecilnya itu.
"Tapi...... Dia pergi lagi.... Dia tidak pernah mendengarkan aku walau sepatah katapun... Hah... Biarlah..." kata Momiji sambil membawa tas dan pedangnya pergi.
Tanpa tujuan dia berjalan. Hanya mengitari gunung Youkai, melewati sungai dan akhirnya dia pun mengeluh kembali.
"Andai saja ada sebuah keajaiban sehingga aku bisa menulis artikel..." katanya sambil berjalan pelan melewati jalan setapak ke desa penduduk.
Lalu tiba-tiba dia merasakan seseorang datang. Hawa yang ia rasakan agak berbeda dengan manusia. Dia lebih...ringan? Tidak percaya dia melihat ke belakang. Dan ternyata hawa yang ia rasakan memang sangat ringan. Manusia itu terbang di atas angin yang sepertinya ia buat di telapak kakinya. Siapa lagi kalau bukan Sanae, seorang penjaga kuil yang berada di dekat puncak gunung youkai. Tiba-tiba dia melompat dari angin tempat ia berpijak sambil berteriak dengan girang.
"ANGIN SUCIII!!!!" katanya sambil menggerakkan goheinya.
"Err... Apa yang kau lakukan?" tanya Momiji dengan kebingungan.
"Bukannya kamu yang mau didatangkan KEAJAIBAN?" tanya Sanae.
"Umm... Ya, tapi..."
"Kalau gitu...." katanya sambil mengangkat goheinya.
"ANGIIIN SUCIII!!! DA...!"
"Cukup! Cukup! Cukup!" katanya sambil mencoba untuk menghentikan Sanae.
"Untuk sekarang aku tidak mau bertarung danmakku denganmu, jadi tolong..."
"Tapi kamu mau KEAJAIBAN kan?"
"Arrgh... sudahlah, lupakan..." kata Momiji agak kesal.
Sanae pun menatap Momiji dengan mata yang agak kesal dan mulai mengisi pipinya dengan angin.
"Apa?" tanya Momiji yang mulai tidak nyaman dengan perlakuan Sanae.
Tak ada jawaban, namun Sanae tetap mempertahankan perlakuannya itu dan menatap mata Momiji dengan kesal. Sampai beberapa menit terlewat dengan adegan dimana mereka menatap satu dan yang lainnya dengan agak kesal.
"Agh..." keluh Momiji yang sudah tidak tahan lagi dengan tatapan Sanae.
"Ikh! Jangan lihat aku seperti itu! Aku sangat terganggu dengan itu! Ja...Jadi... Lakukan... Argh! Terserahlah! Lakukan saja yang kau mau...Aku pergi saja dari sini!" katanya dengan gugup.
Raut wajah Sanae pun berubah menjadi cerah kembali seakan tidak ada yang terjadi sebelum ini.
"Horee! Makasih ya Momiji! <3" katanya.
"Dan karena kamu memperbolehkan aku ngapain aja."
"Jadi aku mau ngikut kamu sekarang, ya!" sambungnya.
"Eeeh? Kenapa kau...?" kata Momiji dengan kaget, namun teringat dengan perkataannya, dia pun sadar kembali dan menghela nafas.
"Hah, ya sudahlah..." lanjutnya dengan nada yang terlihat pasrah.
"Eiit. Tunggu dulu Momi-chan" katanya sambil mengacungkan jari telunjuknya.
"Huh?"
Sambil mengangkat goheinya, angin disekitarnya terlihat membawanya terbang. Dan setelah dia berada setinggi Kepala Momiji berteriaklah dia,
"ANGIN SUCII! BERTIUPLAH!!!"
"What the....?"
Momiji mendengar suatu suara gemuruh angin yang luar biasa di belakangnya. Tiba-tiba bulu-bulunya berdiri sekeika saat ia ingin berbalik melihat ke belakang. Namun ia paksakan kepalannya untuk menengok ke belakang dan hasilnya...
[SFX: ZUUUUUUUUUUUUNNN~]
"A...APA?!!!"
Angin yang bertiup sangat kencang secara cepat menghampiri mereka.
"Argh! Aku harus lari! Angin ini terlalu besar! Haah! Untuk apa dia memanggil angin ini?! Dasar aneh!" katanya sambil berlari menjauhi angin itu. Sementara itu Sanae dengan girang mengkibas-kibaskan goheinya ke kiri dan ke kanan.
"Ya! Aku dapat menguasai angin! Angiin! Ya... Eh? Momi-chan?"
Lalu dia pun sadar bahwa dia tertinggal sendiri di situ. Namun karena Sanae berada di atas angin sehingga dari ketinggiannya dia bisa melihat Momiji yang sedang berlari ketakutan.
"Hei! Tunggu aku Momi-chan!"
0
4K
Kutip
44
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Fanstuff
1.9KThread•343Anggota
Tampilkan semua post
TS
Deflan
#45
Next Chapter...
*Maaf keterlambatannya... >.<"
Akita. Distrik Akita daerah Tohoku.
Hari XX Bulan OO
Hari ini aku terdampar di suatu tempat bernama Akita, terpisah dengan semua temanku yang di kirim ke dunia luar. Di situ aku berhadapan dengan youkai yang bisa memanipulasi serangan danmakku dari musuh dan memntulknanya kepada penembaknya. Aku juga bertemu dengan dua warga Gensoukyou, yakni Soga no Tojiko dan Mononobe no Futo. Mereka sebenarnya datang dengan beberapa temannya dan ada satu lagi teman atau 'tuan' mereka di Fujiwara Memorial Hospital. Ya, semoga saja aku bisa kembali ke Gensoukyou dengan selamat...
Momiji pun menutup buku Jurnalnya dan memasukkannya kedalam tas hitam kecil yang menggantung di samping pinggangnya.
"Sudah dengan Jurnalmu? Sepertinya kita sudah dekat dengan rumah sakit itu." kata Futo yang berada di depan kapal itu.
Tangannya di naikan ke atas matanya dan matanya di picingkan untuk melihat ke kejauhan.
"Ya, itu dia rumah sakitnya." lanjut Tojiko yang sedang duduk diam sambil bermain-main dengan petir kecil di jarinya.
"Sebenarnya, mengapa kalian bisa sampai ada di sini?" kata Momiji sambil menyilangkan tangannya.
"Uuh, sebenarnya panjanng ceritanya, tapi singkatnya Miko-sama mendengar sesuatu yang mengatakan bahwa di dunia luar akan segera terjadi suatu bencana besar dan kami pun pergi untuk mencari kebenarannya." kata Tojiko menjelaskan sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Kami sebagai pelayannya akan mematuhi segala perintahnya dan saya pun sudah mengetahui bahwa jarak antara dunia luar dan Gensoukyou semakin menipis. Gadis merah di Kuil Hakurei itu pun pasti menyadarinya." lanjut Futo sambil menerawang ke kejauhan.
"Hmm. Jadi ini soal sesuatu yang tidak biasa ya..." kata Momiji pelan.
Dia menundukkan kepalanya, mencoba menerka apa yang terjadi sebenarnya.
===============Beberapa menit kemudian===================
"Nah, itu dia." kata Futo.
Di hadapan mereka terlihat satu bangunan yang agak rusak. Beberapa kaca jendelanya pecah dan jika diterawang dari beberapa kaca, ada dinding yang retak dan terlihat beberapa pintu yang rusak.
"Sebaiknya kita cepat, Futo" kata Tojiko dengan nada serius.
Futo pun mengangguk dan segera mengerahkan perahunya ke atas atap gedung itu.
"Baiklah. Kita sudah ada di atapnya dan itu pasti pintu masuknya." kata Futo sambil turun dari perahunya ke atas atap dari rumah sakit itu.
Mereka pun segera pergi ke dalam rumah sakit itu. Keadaan rumah sakit itu pun masih bersih. Dindingnya putih dan setiap kaca jendela tertutup rapat. Mereka juga dapat melihat pemandangan kota yang sudah agak hancur dari jendela itu. Lampu dari rumah sakit itu pun masih menyala terang dan semua terlihat biasa. Namun satu hal yang tidak biasa, sepi.
"Kosong..." kata Tojiko sambil mengerutkan keningnya.
"Ini ganjil." sahut Momiji.
Mereka segera melihat ke sekitar dan mengecek lantai teratas di rumah sakit itu. Setiap kamar, setiap ruangan mereka cermati. Semua tampak bersih dan rapi. Lorong yang mereka lewati pun biasa saja. Beberapa tanaman ada di samping kiri kanan dengan jarak yang beraturan di pinggir lorong itu.
"Aku tidak tahu soal ini, tapi...apakah ini tempat teraman di Akita? Aku tidak dapat mencium keberadaan satu youkaipun di sini!" kata Momiji dengan heran.
Semua pun merasa bingung dan segera melanjutkan eksplorasi ke lantai di bawah mereka. Kondisinya sama seperti lantai yang berada di atas dan setiap ruangannya pun tertata rapi.
"Bukankah...kita sudah melewati ruangan ini?" kata Futo dengan bingung.
"Apa? Kita kan sudah ada di lantai yang berbeda." sahut Tojiko dengan tenang.
Futo hanya mengangguk semenntara Momiji terus berjalan sambil mencermati setiap ruangan yang dia lewati.
"Tunggu!" kata Momiji.
"A...Ada apa?" tanya Futo dengan bingung.
Raut wajah Momiji pun semakin serius dan dahinya terus dia kerutkan.
"Aku....tidak bisa merasakan hawa siapapun di sini selain kita..." katanya pelan.
"Apa?!!" sahut Futo dan Tojiko.
"Sepertinya mereka ada di tempat lain..." kata Momiji.
Keadaan pun semakin tegang. Tempat itu terasa seperti Labirin.
"Sebaiknya kita cari dulu beberapa lantai di bawah sebelum mengkonklusikan hal ini!" kata Futo yang mencoba menenangkan dirinya.
Semuanya mengangguk dan melanjutkan penelusuran ke lantai bawah...
Dan ke lantai bawah...
Dan satu lagi...
Sampai akhirnya...mereka tiba di lantai yang sama persis seperti lantai-lantai yang sebelumnya. Tidak ada bedanya sama sekali.
"Kita hanya berputar-putar saja! Aku sudah muak dnegan semua ini! Grraaaah!!!" teriak Tojiko yang frustasi dengan keadaan itu.
Dia pun menggambil ancang-ancang untuk menembakkan danmakku petirnya ke kaca jendela rumah sakit itu.
"Tojiko! Apa yang kau lakukan? Jangan bertindak yang tidak perlu!" kata Futo dengan panik.
Namun terlambat, Tojiko sudah melemparkan danmakkunya ke arah kaca jendela rumah sakit itu dan hal aneh pun terjadi.
*PRAANK*
Kaca itu pecah dan membuat mereka bisa melihat apa yang sebenarnya ada di balik kaca itu.
"A...Apa itu?" kata Futo yang gemetaran.
Pemandangan yang dapat mereka lihat dari balik jendela itu hanya warna biru tua saja. Mereka pun dengan hati-hati mendekati kaca jendela yang pecah itu.
"Apa ini...?" kata Tojiko sambil mencoba menyentuh bagian luar jendela yang berwarna biru tua itu.
Tiba-tiba saja Tojiko menghilang dalam sekejap mata dari pandangan Momiji dan Futo.
"Tojiko! Di...Dia? Ke mana...?"
"Ikuti aku Futo!" potong Momiji yang segera melompat ke dalam benda biru tua itu.
Futo yang ketakutan itu segera mengikuti Momiji dari belakang dan mereka pun menghilang dari rumah sakit itu.
=====ZZZZZZRRRRPPPPPPPPTTTTTTTT===>>>>>>>>
"Di...Di mana ini....?" kata Tojiko sambil melihat ke sekeliling.
Dia sedang berdiri di langit-langit dari rumah sakit yang sama, namun dengan warna yang berbeda. Semua warna dan bentuk menjadi agak buyar. Lalu dia pun berjalan beberapa langkah ke depan.
"Tojiko!"
Seseorang datang dari jalur yang ia lalui. Momiji masuk dari situ di susul oleh Futo.
"Momiji, Futo, lihatlah. Sekarang ada di mana kita? Kita sudah tiba di dalam rumah sakit tempat Miko-sama dan penduduk yang dievakuai berada, namun sekarang, sepertinya kita ada di suatu dimensi yang berbeda." kata Tojiko sambil menyilangkan tangannya.
Matanya masih melihat ke sana kemari, mencari sesuatu yang terlihat tidak buyar.
"Heh heh heh... selamat datang di duniaku!"
Tiba-tiba terdengar suara yang berdengung di telinga mereka namun tidak tahu letak asalnya.
"Siapa kau! Kalau kau berani, tuunjukanlah dirimu!" teriak Futo.
"Fufufu.... Di duniaku, akulah rajanya. Di dunia khayalanku. DUNIAKU! MWAHAHAHA!!!"
Lalu tiba-tiba saja dari dinding keluar banyak tangan yang akan mencengkram mereka.
"Awas! Dinding itu berbahaya!" kata Momiji yang dengan sigap mengambil pedangnya dan memotong tangan-tangan itu.
Darah mengucur dari pergelangan tangan yang terpotong itu.
"Auggh!!!"
Sesuatu terasa sakit di sekitar kaki Momiji. Momiji pun terjatuh dan memegangi pahanya.
"Kenapa Momiji?!" sahut Tojiko yang melihat Momiji .
Terlihat cipratan darah yang menempel pada kaki Momiji perlahan berubah menjadi kelajangking kecil berwarna merah. Dan demikian juga darah yang terciprat di langit-langit itu pun berubah menjadi kalajangking dengan berbagai ukuran sesuai dengan besarnya cipratan darah. Tojiko pun segera menembakkan danmakkunya ke arah kalajengking itu untuk menghabisi mereka.
"Hahaha, selamat bermain di dalam duniaku. Dimana khayalanmu akan menjadi permainanku. Hahaha!!" kata suara itu lagi.
"Tsck...sial! Tojiko, bawa Momiji! Kita harus segera pergi dari sini!" kata Futo sambil mengeluarkan spellcardnya.
"Heaven Sign "Rainy Iwafune"!" teriaknya sambil mengacungkan spellcardnya.
Lalu sebuah perahu tiba-tiba saja muncul dari bawah kakinya dan mengangkat Futo.
"Cepat, naik!" kata Futo.
Tojiko pun segera melompat sambil membopong Momiji. Lalu perahu itu melesat zig zag sambil mengeluarkan danmakku yang acak ke arah kalajangking-kalajengking itu. Banyak danmakku panah yang keluar juga mengitari perahu itu untuk melindungi mereka.
"Aauggghhh....Aarrgg..." rintih Momiji sambil memegangi kakinya yang tersengat kalajangking itu.
Daerah yang tersengat itu perlahan menjadi transparan, semakin membuyar warnanya dengan warna perahu itu. Tojiko hanya bisa terkejut. Matanya terbelalak melihat hal itu dan semakin membuatnya panik.
"Kita akan segera berputar dan menuju tempat dimana kita masuk! Pegangan yang erat!" kata Futo sambil mengarahkan perahunya ke arah mereka masuk.
"HYAAAAAAAAA!!!!!!!!!"
Perahu itu pun melesat dengan kencang sambil mengeluarkan banyak danmakku dan saat mereka menyentuh tempat di mana mereka masuk segalanya berubah menjadi putih di pengelihatan mereka...
"A...A...Apa...?!!" kata Futo dengan gemetar.
Perlahan mereka dapat melihat satu sama lain dan ruangan tempat mereka tiba. Suatu ruangan serba putih namun bukan di salah satu ruangan rumah sakit tersebut.
"AAAAAAARRRGGTTT!!!!!" teriak Momiji.
Tojiko kaget dan menahan tangisnya melihat kaki Momiji yang warnanya menjadi pudar dan perlahan berubah sedikit demi sedikit menjadi pasir berwarna abu-abu.
"Ini....apakah...ini hanya khayalan?"
*Maaf keterlambatannya... >.<"
Spoiler for Moving : Mirage:
Akita. Distrik Akita daerah Tohoku.
Hari XX Bulan OO
Hari ini aku terdampar di suatu tempat bernama Akita, terpisah dengan semua temanku yang di kirim ke dunia luar. Di situ aku berhadapan dengan youkai yang bisa memanipulasi serangan danmakku dari musuh dan memntulknanya kepada penembaknya. Aku juga bertemu dengan dua warga Gensoukyou, yakni Soga no Tojiko dan Mononobe no Futo. Mereka sebenarnya datang dengan beberapa temannya dan ada satu lagi teman atau 'tuan' mereka di Fujiwara Memorial Hospital. Ya, semoga saja aku bisa kembali ke Gensoukyou dengan selamat...
Momiji pun menutup buku Jurnalnya dan memasukkannya kedalam tas hitam kecil yang menggantung di samping pinggangnya.
"Sudah dengan Jurnalmu? Sepertinya kita sudah dekat dengan rumah sakit itu." kata Futo yang berada di depan kapal itu.
Tangannya di naikan ke atas matanya dan matanya di picingkan untuk melihat ke kejauhan.
"Ya, itu dia rumah sakitnya." lanjut Tojiko yang sedang duduk diam sambil bermain-main dengan petir kecil di jarinya.
"Sebenarnya, mengapa kalian bisa sampai ada di sini?" kata Momiji sambil menyilangkan tangannya.
"Uuh, sebenarnya panjanng ceritanya, tapi singkatnya Miko-sama mendengar sesuatu yang mengatakan bahwa di dunia luar akan segera terjadi suatu bencana besar dan kami pun pergi untuk mencari kebenarannya." kata Tojiko menjelaskan sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Kami sebagai pelayannya akan mematuhi segala perintahnya dan saya pun sudah mengetahui bahwa jarak antara dunia luar dan Gensoukyou semakin menipis. Gadis merah di Kuil Hakurei itu pun pasti menyadarinya." lanjut Futo sambil menerawang ke kejauhan.
"Hmm. Jadi ini soal sesuatu yang tidak biasa ya..." kata Momiji pelan.
Dia menundukkan kepalanya, mencoba menerka apa yang terjadi sebenarnya.
===============Beberapa menit kemudian===================
"Nah, itu dia." kata Futo.
Di hadapan mereka terlihat satu bangunan yang agak rusak. Beberapa kaca jendelanya pecah dan jika diterawang dari beberapa kaca, ada dinding yang retak dan terlihat beberapa pintu yang rusak.
"Sebaiknya kita cepat, Futo" kata Tojiko dengan nada serius.
Futo pun mengangguk dan segera mengerahkan perahunya ke atas atap gedung itu.
"Baiklah. Kita sudah ada di atapnya dan itu pasti pintu masuknya." kata Futo sambil turun dari perahunya ke atas atap dari rumah sakit itu.
Mereka pun segera pergi ke dalam rumah sakit itu. Keadaan rumah sakit itu pun masih bersih. Dindingnya putih dan setiap kaca jendela tertutup rapat. Mereka juga dapat melihat pemandangan kota yang sudah agak hancur dari jendela itu. Lampu dari rumah sakit itu pun masih menyala terang dan semua terlihat biasa. Namun satu hal yang tidak biasa, sepi.
"Kosong..." kata Tojiko sambil mengerutkan keningnya.
"Ini ganjil." sahut Momiji.
Mereka segera melihat ke sekitar dan mengecek lantai teratas di rumah sakit itu. Setiap kamar, setiap ruangan mereka cermati. Semua tampak bersih dan rapi. Lorong yang mereka lewati pun biasa saja. Beberapa tanaman ada di samping kiri kanan dengan jarak yang beraturan di pinggir lorong itu.
"Aku tidak tahu soal ini, tapi...apakah ini tempat teraman di Akita? Aku tidak dapat mencium keberadaan satu youkaipun di sini!" kata Momiji dengan heran.
Semua pun merasa bingung dan segera melanjutkan eksplorasi ke lantai di bawah mereka. Kondisinya sama seperti lantai yang berada di atas dan setiap ruangannya pun tertata rapi.
"Bukankah...kita sudah melewati ruangan ini?" kata Futo dengan bingung.
"Apa? Kita kan sudah ada di lantai yang berbeda." sahut Tojiko dengan tenang.
Futo hanya mengangguk semenntara Momiji terus berjalan sambil mencermati setiap ruangan yang dia lewati.
"Tunggu!" kata Momiji.
"A...Ada apa?" tanya Futo dengan bingung.
Raut wajah Momiji pun semakin serius dan dahinya terus dia kerutkan.
"Aku....tidak bisa merasakan hawa siapapun di sini selain kita..." katanya pelan.
"Apa?!!" sahut Futo dan Tojiko.
"Sepertinya mereka ada di tempat lain..." kata Momiji.
Keadaan pun semakin tegang. Tempat itu terasa seperti Labirin.
"Sebaiknya kita cari dulu beberapa lantai di bawah sebelum mengkonklusikan hal ini!" kata Futo yang mencoba menenangkan dirinya.
Semuanya mengangguk dan melanjutkan penelusuran ke lantai bawah...
Dan ke lantai bawah...
Dan satu lagi...
Sampai akhirnya...mereka tiba di lantai yang sama persis seperti lantai-lantai yang sebelumnya. Tidak ada bedanya sama sekali.
"Kita hanya berputar-putar saja! Aku sudah muak dnegan semua ini! Grraaaah!!!" teriak Tojiko yang frustasi dengan keadaan itu.
Dia pun menggambil ancang-ancang untuk menembakkan danmakku petirnya ke kaca jendela rumah sakit itu.
"Tojiko! Apa yang kau lakukan? Jangan bertindak yang tidak perlu!" kata Futo dengan panik.
Namun terlambat, Tojiko sudah melemparkan danmakkunya ke arah kaca jendela rumah sakit itu dan hal aneh pun terjadi.
*PRAANK*
Kaca itu pecah dan membuat mereka bisa melihat apa yang sebenarnya ada di balik kaca itu.
"A...Apa itu?" kata Futo yang gemetaran.
Pemandangan yang dapat mereka lihat dari balik jendela itu hanya warna biru tua saja. Mereka pun dengan hati-hati mendekati kaca jendela yang pecah itu.
"Apa ini...?" kata Tojiko sambil mencoba menyentuh bagian luar jendela yang berwarna biru tua itu.
Tiba-tiba saja Tojiko menghilang dalam sekejap mata dari pandangan Momiji dan Futo.
"Tojiko! Di...Dia? Ke mana...?"
"Ikuti aku Futo!" potong Momiji yang segera melompat ke dalam benda biru tua itu.
Futo yang ketakutan itu segera mengikuti Momiji dari belakang dan mereka pun menghilang dari rumah sakit itu.
=====ZZZZZZRRRRPPPPPPPPTTTTTTTT===>>>>>>>>
"Di...Di mana ini....?" kata Tojiko sambil melihat ke sekeliling.
Dia sedang berdiri di langit-langit dari rumah sakit yang sama, namun dengan warna yang berbeda. Semua warna dan bentuk menjadi agak buyar. Lalu dia pun berjalan beberapa langkah ke depan.
"Tojiko!"
Seseorang datang dari jalur yang ia lalui. Momiji masuk dari situ di susul oleh Futo.
"Momiji, Futo, lihatlah. Sekarang ada di mana kita? Kita sudah tiba di dalam rumah sakit tempat Miko-sama dan penduduk yang dievakuai berada, namun sekarang, sepertinya kita ada di suatu dimensi yang berbeda." kata Tojiko sambil menyilangkan tangannya.
Matanya masih melihat ke sana kemari, mencari sesuatu yang terlihat tidak buyar.
"Heh heh heh... selamat datang di duniaku!"
Tiba-tiba terdengar suara yang berdengung di telinga mereka namun tidak tahu letak asalnya.
"Siapa kau! Kalau kau berani, tuunjukanlah dirimu!" teriak Futo.
"Fufufu.... Di duniaku, akulah rajanya. Di dunia khayalanku. DUNIAKU! MWAHAHAHA!!!"
Lalu tiba-tiba saja dari dinding keluar banyak tangan yang akan mencengkram mereka.
"Awas! Dinding itu berbahaya!" kata Momiji yang dengan sigap mengambil pedangnya dan memotong tangan-tangan itu.
Darah mengucur dari pergelangan tangan yang terpotong itu.
"Auggh!!!"
Sesuatu terasa sakit di sekitar kaki Momiji. Momiji pun terjatuh dan memegangi pahanya.
"Kenapa Momiji?!" sahut Tojiko yang melihat Momiji .
Terlihat cipratan darah yang menempel pada kaki Momiji perlahan berubah menjadi kelajangking kecil berwarna merah. Dan demikian juga darah yang terciprat di langit-langit itu pun berubah menjadi kalajangking dengan berbagai ukuran sesuai dengan besarnya cipratan darah. Tojiko pun segera menembakkan danmakkunya ke arah kalajengking itu untuk menghabisi mereka.
"Hahaha, selamat bermain di dalam duniaku. Dimana khayalanmu akan menjadi permainanku. Hahaha!!" kata suara itu lagi.
"Tsck...sial! Tojiko, bawa Momiji! Kita harus segera pergi dari sini!" kata Futo sambil mengeluarkan spellcardnya.
"Heaven Sign "Rainy Iwafune"!" teriaknya sambil mengacungkan spellcardnya.
Lalu sebuah perahu tiba-tiba saja muncul dari bawah kakinya dan mengangkat Futo.
"Cepat, naik!" kata Futo.
Tojiko pun segera melompat sambil membopong Momiji. Lalu perahu itu melesat zig zag sambil mengeluarkan danmakku yang acak ke arah kalajangking-kalajengking itu. Banyak danmakku panah yang keluar juga mengitari perahu itu untuk melindungi mereka.
"Aauggghhh....Aarrgg..." rintih Momiji sambil memegangi kakinya yang tersengat kalajangking itu.
Daerah yang tersengat itu perlahan menjadi transparan, semakin membuyar warnanya dengan warna perahu itu. Tojiko hanya bisa terkejut. Matanya terbelalak melihat hal itu dan semakin membuatnya panik.
"Kita akan segera berputar dan menuju tempat dimana kita masuk! Pegangan yang erat!" kata Futo sambil mengarahkan perahunya ke arah mereka masuk.
"HYAAAAAAAAA!!!!!!!!!"
Perahu itu pun melesat dengan kencang sambil mengeluarkan banyak danmakku dan saat mereka menyentuh tempat di mana mereka masuk segalanya berubah menjadi putih di pengelihatan mereka...
"A...A...Apa...?!!" kata Futo dengan gemetar.
Perlahan mereka dapat melihat satu sama lain dan ruangan tempat mereka tiba. Suatu ruangan serba putih namun bukan di salah satu ruangan rumah sakit tersebut.
"AAAAAAARRRGGTTT!!!!!" teriak Momiji.
Tojiko kaget dan menahan tangisnya melihat kaki Momiji yang warnanya menjadi pudar dan perlahan berubah sedikit demi sedikit menjadi pasir berwarna abu-abu.
"Ini....apakah...ini hanya khayalan?"
0
Kutip
Balas