Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

tapewormAvatar border
TS
tapeworm
Rekam Jejak Dimensi
Salam hangat dan sejahtera bagi seluruh penghuni, semoga selalu mabuk dalam kasih-Nya
Ane mau ijin berbagi cerita disini...

Sebagian dari cerita-cerita ini adalah fiksi sepenuhnya, sebagian lagi merupakan kisah nyata yang ane fiksikan...

... Semoga dapat dinikmati ...

emoticon-Shakehand2

Langsung aja deh ya emoticon-Blue Guy Smile (S)

Spoiler for Index:


Terinspirasi dari banyak buku, novel, artikel, film, music, dan mimpi etc.

NB: terima kasih fungi, karena kamu telah mengundang banyak inspirasi untuk menemukan ku emoticon-Blue Guy Smile (S)
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
4.5K
20
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.7KThread43.1KAnggota
Tampilkan semua post
tapewormAvatar border
TS
tapeworm
#4
Dimensi 3: Sejarah Si-penyerupa Ular
Mengenai si-penyerupa ular itu, boleh lah aku bercerita lebih lebar. Perkara seberapa penting ia bagi ku, adalah tidak penting lagi. Anggap saja ia adalah titik tolak dari segala takdir.

Anisyah namanya. Indah bukan? Awalnya ia adalah kenalan dari kenalan ku. Dulu sekali aku dan beberapa teman dekat senang sekali bertelfon dengan wanita. Kadang wanita-wanita yang kami hubungi adalah wanita-wanita yang bahkan sama sekali tidak kami kenal. Dengan berbekal pulsa dan kemampuan berkomunikasi, kami mencoba peruntungan untuk memikat wanita-wanita random tersebut. Anisyah adalah salah satu yang berhasil aku akali. Tidak tepat sebenarnya jika aku katakan “Dia berhasil aku akali” karena pada kenyataannya ia lah yang benar-benar mengakali aku. Aku tidak akan menceritakan lebar-lebar bagaimana hubungan aku dan dia berjalan. Aku rasa hal itu terlalu picisan. Aku hanya akan menceritakan bagaimana hubungan kami berakhir.

Beginilah awal dari akhir itu...

Pada suatu malam. Aku menunggu dia. Menunggu kekalahan dan rasa sakit. Aku tau itu, tanpa perlu diberi tahu. Di depan rumah kost yang kami sewa bulanan, untuk dijadikan kantor, rumah tinggal dan tempat nongkrong. Aku menunggu. Aku tidak sendiri. Malam itu aku ditemani oleh seorang teman. Teman yang aku anggap bisa dipercaya.

Cukup lama juga sebelum akhirnya dia datang malam itu. Wanita berbalut jilbab. Cukup cantik, cukup manis dan tidak akan membuat malu jika dijadikan pasangan saat diundang ulang tahun, khitanan, kenduri, atau selamatan yang diadakan seorang tetangga karena baru saja sembuh dari penyakit wasir menahun. Tanpa basa-basi dia yang berinisial A itu, melancarkan serangan yang paling mematikan. Sedu-sedan yang ditambah sedikit sesegukan. Seperti anak kecil yang dimarahi ibunya karena iseng meniup kondom bekas pakai, ia terus menangis. Sebagai seorang lelaki sejati aku segera meredakan hujan di wajahnya. Firasatku mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah disini, atau ada yang berbuat kesalahan. Aku menatap teman ku. Tatapan penuh tanya. Tapi ia malah menyibukan diri dengan handphone-nya, padahal tidak ada panggilan masuk atau pun sms. Ia hanya balas menanatapku dengan tatapan: “gue gak tau” atau mungkin “ gue pura-pura gak tau aja ya bro”.

Kalau ini sebuah film, pasti saat itu piano akustik sedang dimainkan dalam nada-nada minor. Karena saat itu sang tokoh utama seorang lelaki sejati, tampan, gagah, penyayang, pelindung hak-hak wanita dan orang tua, pecinta binatang dan anak-anak, yang tak lain dan tak bukan adalah aku emoticon-Hammer (S). Akan segera menelan pil pahit kekalahan. Sangat pahit, sampai menangis lidah hati ku.

Di tengah sedu-sedan itu dia menyampaikan apa yang memang seharusnya ia sampaikan. Konspirasi, penghianatan, persekongkolan, atau apapun namanya. Yang jelas, ada sesuatu yang benar-benar salah. Antara mereka... Ya antara “Belahan jiwaku” dan teman ku, ada sesuatu. Oh God... it’s so drama. Terlalu picisan bahkan untuk dikatakan sebagai sebuah drama. Cinta segi tiga, antara aku, dia, dan teman ku. Luar biasa picisan bukan? But why God?... why you do this to me? Kenapa tidak Engkau bikin saja salah satu dari kami mati ditabrak angkot, lalu yang lain bunuh diri minum parem kocok, tersisalah satu tokoh yang kemudian memutuskan untuk jadi biksu. Tapi sayang drama-ku tidak sedramatis itu.

Tapi kawan, aku berani bertaruh. Bagaimanapun picisannya sebuah kisah cinta, ketika kamu benar-benar mengalaminya, sakitnya akan tetap mampu melumpuhkan jantung mu. Begitu juga aku. Aku tidak tau apa yang benar-benar aku rasakan. Perpaduan antara marah, sedih, dan kecewa. Atau aku hanya bingung. Bingung lantaran hatiku pecah berkeping-keping sehingga tak mungkin untuk disatukan lagi. Bahkan oleh genius puzzle manapun. Aku hanya bingung harus berbuat apa. Aku hanya... tersenyum (demi Tuhan aku tersenyum). Senyum yang sama seperti ketika aku pertama kali bertemu dengan dia, dan senyum yang sama ketika aku merasakan manisnya berbagi sesuatu yang berharga dengan seorang teman. Senyum kerelaan tanda perdamaian. Untuk mereka, penghianatan mereka, cinta mereka dan setiap rasa sakit yang aku harus rasakan. Aku kalah, aku terkalahkan tetapi semoga dengan terhormat.

Aku tersenyum ikhlas. Dia, yang saat ini sudah tidak bisa disebut belahan jiwa lagi, hampir surut air matanya. Make up-nya sedikit luntur tapi tetap saja tidak membuat malu jika dijadikan pasangan saat diundang pada acara khitanan, dan sang teman hanya diam. Diam yang membuat ku ingat betapa kami begitu akrab. 12 tahun tidak kurang. Kami saling menopangkan lengan di bahu. Saling memapah Bersusah-susah, bersinar-sinar seperti mercusuar, dan berbagi apa saja tanpa saling membuat catatan hutang.

Bagi ku, mereka hanya sedang tidak pandai mangendalikan hati. Sebenarnya, Aku tidak menyalahkan mereka. Lagi pula manusia genius mana yang bisa mengendalikan hati. Hati selalu punya caranya sendiri untuk memilih. Aku sadar itu. Aku sakit, itu saja. Rasa sakit yang tidak akan hilang sampai besok, besoknya lagi, dan besoknya, ketika aku sudah tak punya hari esok lagi.

Aku segera menyadari satu hal. Bahwa masaku disini telah usai. Selamat tinggal sahabat selama 12 tahun. Selamat tinggal rumah kost. Selamat tinggal A. Selamat tinggal semuanya. Semoga takdir kita tidak lagi bersimpangan.

Bersambung………
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.