TS
AnglerfishHero
[Orific]Kumpulan oneshot Anglerfish
Satu trit yang saya buat untuk menampung karya-karya saya yang berupa oneshot. Karena saya males bikin 1 trit untuk setiap oneshot 
Kripik dan saran sangat diharapkan, yang pedes-pedes juga oke. Sesingkat dan sesimple apapun, tanggapan dari pembaca selalu saya hargai
tapi jangan cuma nulis 'nice story gan'
Index oneshot:
1. Petrus Part 1,Part 2
2. Fantasi Fiesta 2012 : Penyesalan Dari Sebuah Keabadian Part 1,Part 2,Part 3
3. A Teaser for Nanashi
cat: apdet tarsok![[Orific]Kumpulan oneshot Anglerfish](https://dl.kaskus.id/s3.amazonaws.com/TrollEmoticons/fuckthatshit.png)

Kripik dan saran sangat diharapkan, yang pedes-pedes juga oke. Sesingkat dan sesimple apapun, tanggapan dari pembaca selalu saya hargai

tapi jangan cuma nulis 'nice story gan'

Index oneshot:
1. Petrus Part 1,Part 2
2. Fantasi Fiesta 2012 : Penyesalan Dari Sebuah Keabadian Part 1,Part 2,Part 3
3. A Teaser for Nanashi
cat: apdet tarsok
0
3K
Kutip
28
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Fanstuff
1.9KThread•347Anggota
Tampilkan semua post
TS
AnglerfishHero
#2
Spoiler for Petrus:
Misi baru lagi, dan kali ini tidak sendirian? Ya terserahlah. Aku tidak punya pilihan selain patuh. Lagipula misi yang dijalankan oleh tim sebenarnya bukan sesuatu yang spesial, hanya saja aku memang terbiasa melakukannya sendiri.
\t
\tBerkumpullah di depan bekas pabrik gula yang sudah tak terpakai. Disana kau akan menjumpai tiga orang, dua orang sebagai rekanmu nanti dan satu orang lagi yang akan memberikan misi. Oh, dan kami sudah punya Sniper.
\tMasih lewat perantara lagi, merepotkan sekali.
\tDan ketika hari pelaksanaan misi tiba, aku menjadi orang terakhir yang sampai ke tempat berkumpul malam itu. Dengan perlengkapan seperti biasa.
\tTiga orang yang berkumpul malam itu, yang pertama seorang pemuda berkacamata dan hanya membawa tas kecil. Seorang pria kekar berkumis dan berjenggot yang membawa ransel. Dan seorang gadis kecil membawa sesuatu yang berukuran cukup panjang, hampir sepanjang badannya sendiri dan terbungkus kain, ditambah satu tas kecil. Ketika mereka mulai mengenalkan dirinya, posisi mereka sesuai perkiraanku, lagipula bisa ditebak dengan mudah.
\tPemuda berkacamata itu adalah perantara yang akan memberikan misi. Pria kekar bernama Yudha akan menjadi rekanku untuk turun ke lapangan dalam misi ini. Dan gadis kecil bernama Yani adalah yang akan berperan sebagai Sniper.
\tOrang awam mungkin akan terkejut melihat seorang bocah yang tampaknya baru berumur sekitar 12 tahun sudah terlibat dalam operasi militer, tapi hal ini adalah sesuatu yang wajar bagi kami. Dan karena itu akan ada personil Petrus yang tidak akan diduga sama sekali oleh masyarakat awam, membantu menyembunyikan keberadaan kami.
\t
\tWalaupun belakangan aku mulai tidak suka dengan cara ini.
\tMisi yang cukup sederhana. Masuk kedalam pabrik, temukan geng preman yang bersembunyi disana, habisi. Tapi menurut keterangan mereka bukan rombongan preman biasa. Mereka lebih terorganisir seperti mafia atau yakuza.
\tYani bersiap disalah satu gedung kosong didekat sini. Pintu belakang tidak perlu dipakai jadi aku dan Yudha bisa menerobos sesukanya dari pintu depan. Dan, ah sial, aku lupa membawa topeng gas untuk menutupi wajahku.
\tSambutan yang hangat sudah bersiap disana. Begitu aku dan Yudha masuk, ternyata gerombolan preman disini bersenjata. Untungnya dipintu depan hanya dijaga orang-orang yang membawa senjata tajam. Tidak perlu ragu-ragu memberi ucapan salam yang hangat. Suara teredam sepasang Micro Uzi ditanganku dan senapan serbu yang ditenteng Yudha sukses membersihkan jalan masuk.
\tPintu diujung jalan masuk didobrak oleh Yudha dan kami disambut rentetan peluru. Mereka pasti punya beberapa senjata rakitan. Beruntung ada meja besi yang bisa dijadikan perlindungan.
\tRoni, kita berpencar. Habisi mereka dari samping.
\tTidak perlu komplain ataupun komentar, dan rencananya masih masuk akal. Ada sejumlah meja, kursi, dan sofa yang bisa dijadikan pelindung. Kulirik sekilas, Yudha tampak sedang berkomunikasi dengan earsetnya. Sebentar kemudian jendela-jendela diruangan itu tertembus peluru-peluru yang datang dari luar. Ternyata Yudha meminta bantuan Yani.
\tAmunisi di magazineku habis tepat ketika aku sedang bersembunyi dibalik sebuah sofa. Untungnya senjata yang mereka pakai hanya pistol-pistol rakitan yang lemah. Setelah amunisi kuisi ulang, aku menyusup ke sisi para penembakku.
\tHanya 5 orang, yang tumbang dalam sekejap dengan kepala berlubang-lubang. Warna merah darah dan pecahan daging berceceran dilantai. Orang yang tidak terbiasa jika melihatnya pasti akan mengalami shock mental.
\t
\tYudha juga sudah selesai, tinggal kami berdua yang masih hidup diruangan ini.
\tPintu masuk berikutnya menuju jalan yang berbelok ke dua arah.\t
\tKita berpencar lagi, jika terjadi sesuatu gunakan transmitter, perintah Yudha.
\t
\tTarget yang harus kita bereskan sekarang bukan kumpulan preman biasa. Mereka terorganisir lebih baik dari yang kukira. Tolong hati-hati kalau kau masih mau hidup. Aku yakin mereka punya sesuatu yang lebih baik dari pistol rakitan murahan.
\t
\tNasihat Yudha cukup menjelaskan bahaya misi kali ini. Yang namanya pembunuh profesional, polisi rahasia elit, bukan berarti pasukan tak terkalahkan yang tak takut akan bahaya.
\tAku mengambil jalan ke kiri dan Yudha ke sisi kanan. Dengan mengokang Micro Uzi yang kugenggam, aku mendobrak salah satu pintu yang kutemukan.
\tKosong, aku melanjutkan berjalan lagi, menyisir ruangan-ruangan lain yang kutemukan yang ternyata semuanya kosong.
\tKudobrak satu pintu lagi dan kejutan! Sekitar 10 orang dengan parang dan pistol rakitan sudah bersiap. Tapi kecepatan tembak pistol rakitan tidak seberapa dibanding senjataku, apalagi yang cuma membawa senjata tajam.
\tBeberapa tembakan mengenai rompi kevlarku. Hentakannya cukup terasa tapi tidak sampai melukaiku. Sementara mereka sudah berdarah-darah dalam hitungan detik.
\tRuangan kali ini terdapat pintu lagi didalamnya, jadi mereka ditempatkan sebagai penjaga. Ketika kumasuki ruangan berikutnya, ternyata masih ada kejutan lagi.
\tSeorang gadis berdiri sendirian disana. Tampak cemas seperti menunggu seseorang, dan ketika melihatku dia terlihat panik.
\tRoni! Apa yang kau lakukan disini? Dan dan kenapa kau membawa senjata!? ucap pacarku, Irma. Jelas dia sedang panik.
\t
\tWah, sungguh suatu kejutan bisa melihatmu disini. Justru akulah yang bertanya-tanya kenapa kau bisa ada disini.
\tJawab dulu pertanyaanku! sekarang dia mulai benar-benar kalut.
\tDalam misi menghabisi geng preman yang berkumpul disini.
\tAp apa kau dikirim kesini untuk membunuhi mereka?
\tYa, jadi sekarang jawab pertanyaanku. Kenapa kau bisa ada disini?
\tApa hubungan Irma dengan kelompok preman ini? Itu sesuatu yang tidak pernah kupikirkan sebelumnya. Selama ini dia tidak terlihat seperti seseorang yang bisa terlibat dengan penjahat.
\t
\tAku aku sedang menemui ayahku.
\tAyahmu? Jadi dia ada disini?
\tJadi ayahnya yang terlibat dengan kumpulan preman ini? Sungguh gadis yang malang, mungkin ayahnya terlibat hutang dengan preman ini, lalu Irma akan dijadikan alat pembayaran sebagai gantinya.
\tDia adalah ketua kelompok ini.
\tIni jauh dari diluar dugaan.
\tKetua preman-preman ini? Semacam kepala mafia begitu? tanyaku.
\tY ya.
\tJadi apa yang sebenarnya kau lakukan disini?
\tAku sedang berusaha membujuk ayahku. Sudah lama aku memintanya berhenti dari pekerjaan ini. Aku tidak mau melihat ayahku terlibat kejahatan seperti ini.
\tBegitu, jadi dia tidak benar-benar terlibat. Sekarang aku makin kasihan padanya, harus memiliki ayah yang menjadi kepala mafia yang tidak disukainya.
\tMaaf, tapi tidak boleh ada saksi mata, kataku.
\t
\tApa apa maksudmu!? Irma tampak begitu terkejut mendengarnya.
\t
\tAku dikirim sebagai pekerja pemerintah, anggota kelompok yang dikenal masyarakat sebagai Petrus. Tugasku sudah jelas, menghabisi preman-preman disini. Dan melenyapkan saksi mata juga bagian dari tugasku.
\t
Kau kau mau membunuhku disini? Irma mulai tampak gemetar dan menangis.
\tRekanku bergerak menyisir sisi gedung satunya, dan sepertinya dia cukup profesional. Kalau ayahmu ada disana, mungkin dia sudah mati, ucapku santai.
\tTIDAK! TIDAK MUNGKIN!
\tApanya yang tidak mungkin? Semua manusia bisa mati kan? Kuakui ada kemungkinan kalau rekanku itulah yang terbunuh duluan.
\tKita berdua terdiam, dan setelah keheningan sejenak. Irma mulai bicara.
\tKumohon jangan bunuh aku Juga jangan bunuh ayahku, aku menyayanginya. Tangisan Irma makin menjadi-jadi, dan kakinya yang melemas membuatnya jatuh berlutut.
\tJadi kau minta dikasihani?
\tKenapa kau bisa sekejam ini!?
\tKarena ini adalah misi,
\t
\tAku tidak bisa mengasihanimu, tidak menjamin keselamatanmu dan ayahmu. Tapi kalau kau mau selamat, aku bisa menawarkan satu cara.
\tApa itu?
\tMembunuh atau dibunuh, tidak mungkin kau ditinggalkan sendirian tanpa senjata.
\t
\tDia terdiam sejenak, dan dengan gemetar Irma bergerak mengambil pistol rakitan yang tersimpan dalam jaketnya. Tapi dia hanya menatap pistol itu.
\tJujur saja, kebebasanku setelah pensiun sejenak menjadi anggota Petrus membuatku sedikit punya hati. Sesungguhnya aku tidak tega membunuh kekasihku dengan tanganku sendiri. Aku tidak berpura-pura dalam menjadikannya pacarku. Itu pilihan yang kuambil dalam masa kebebasanku. Tapi sekarang bukan lagi masa kebebasanku.
\tKenapa? Apa kau ragu? tantangku pada Irma.
\t
\tApa yang membuatmu ragu? Orang yang menjadi pacarmu ternyata sudah menjadi pembunuh berdarah dingin yang menghabisi banyak nyawa. Sekarang ayahmu mungkin sudah mati. Apa yang membuatmu ragu?
\tAku membuka jaketku, dan melepaskan rompi anti peluru yang kukenakan. Irma tetap gemetar tanpa melakukan apa-apa, hanya menatap pistol itu.
\t
\tApa lagi yang membuatmu ragu!? Kalau kau mau bertahan hidup, TEMBAK SEKARANG! Aku mulai bergerak, mengacungkan Micro Uzi yang kugenggam kearah kepala Irma.
\tAAAGH! dia berteriak.
\tDan sebutir besi panas menembus dadaku.
\tAku terjatuh dilantai, dengan darah yang mulai keluar dari mulutku. Irma seolah tidak sadar dengan apa yang baru saja dia lakukan. Dia menghampiriku dengan gemetar.
\tMaaf aku aku
\tAku minta maaf Irma tapi
\t
\tIrma menangis terisak-isak, tanpa memperhatikan omonganku. Sementara aku mendekatkan transmitterku dan berkata.
\tSekarang.
\t
\tSebuah peluru sniper rifle meluncur menembus jendela ruangan, dan menembus punggung Irma.
\t
\tCih, meleset. Harusnya kalau menembak itu kearah kepala. Dasar amatir, omelku pada Yani.
\tMaaf, jawabnya singkat.
\tBiar sajalah, yang penting misi sudah selesai, semoga. Dan aku tidak perlu membunuh Irma dengan tanganku sendiri.
\tAku memang egois, aku malah membuat Irma membunuh pacarnya sendiri. Sedikit banyak aku menyesali ini.
\tTapi yang bisa kulakukan sekarang hanya berdoa mohon pengampunan dan berharap bisa bertemu lagi dengan Irma di dunia sana.
\t
\tBerkumpullah di depan bekas pabrik gula yang sudah tak terpakai. Disana kau akan menjumpai tiga orang, dua orang sebagai rekanmu nanti dan satu orang lagi yang akan memberikan misi. Oh, dan kami sudah punya Sniper.
\tMasih lewat perantara lagi, merepotkan sekali.
\tDan ketika hari pelaksanaan misi tiba, aku menjadi orang terakhir yang sampai ke tempat berkumpul malam itu. Dengan perlengkapan seperti biasa.
\tTiga orang yang berkumpul malam itu, yang pertama seorang pemuda berkacamata dan hanya membawa tas kecil. Seorang pria kekar berkumis dan berjenggot yang membawa ransel. Dan seorang gadis kecil membawa sesuatu yang berukuran cukup panjang, hampir sepanjang badannya sendiri dan terbungkus kain, ditambah satu tas kecil. Ketika mereka mulai mengenalkan dirinya, posisi mereka sesuai perkiraanku, lagipula bisa ditebak dengan mudah.
\tPemuda berkacamata itu adalah perantara yang akan memberikan misi. Pria kekar bernama Yudha akan menjadi rekanku untuk turun ke lapangan dalam misi ini. Dan gadis kecil bernama Yani adalah yang akan berperan sebagai Sniper.
\tOrang awam mungkin akan terkejut melihat seorang bocah yang tampaknya baru berumur sekitar 12 tahun sudah terlibat dalam operasi militer, tapi hal ini adalah sesuatu yang wajar bagi kami. Dan karena itu akan ada personil Petrus yang tidak akan diduga sama sekali oleh masyarakat awam, membantu menyembunyikan keberadaan kami.
\t
\tWalaupun belakangan aku mulai tidak suka dengan cara ini.
\tMisi yang cukup sederhana. Masuk kedalam pabrik, temukan geng preman yang bersembunyi disana, habisi. Tapi menurut keterangan mereka bukan rombongan preman biasa. Mereka lebih terorganisir seperti mafia atau yakuza.
\tYani bersiap disalah satu gedung kosong didekat sini. Pintu belakang tidak perlu dipakai jadi aku dan Yudha bisa menerobos sesukanya dari pintu depan. Dan, ah sial, aku lupa membawa topeng gas untuk menutupi wajahku.
\tSambutan yang hangat sudah bersiap disana. Begitu aku dan Yudha masuk, ternyata gerombolan preman disini bersenjata. Untungnya dipintu depan hanya dijaga orang-orang yang membawa senjata tajam. Tidak perlu ragu-ragu memberi ucapan salam yang hangat. Suara teredam sepasang Micro Uzi ditanganku dan senapan serbu yang ditenteng Yudha sukses membersihkan jalan masuk.
\tPintu diujung jalan masuk didobrak oleh Yudha dan kami disambut rentetan peluru. Mereka pasti punya beberapa senjata rakitan. Beruntung ada meja besi yang bisa dijadikan perlindungan.
\tRoni, kita berpencar. Habisi mereka dari samping.
\tTidak perlu komplain ataupun komentar, dan rencananya masih masuk akal. Ada sejumlah meja, kursi, dan sofa yang bisa dijadikan pelindung. Kulirik sekilas, Yudha tampak sedang berkomunikasi dengan earsetnya. Sebentar kemudian jendela-jendela diruangan itu tertembus peluru-peluru yang datang dari luar. Ternyata Yudha meminta bantuan Yani.
\tAmunisi di magazineku habis tepat ketika aku sedang bersembunyi dibalik sebuah sofa. Untungnya senjata yang mereka pakai hanya pistol-pistol rakitan yang lemah. Setelah amunisi kuisi ulang, aku menyusup ke sisi para penembakku.
\tHanya 5 orang, yang tumbang dalam sekejap dengan kepala berlubang-lubang. Warna merah darah dan pecahan daging berceceran dilantai. Orang yang tidak terbiasa jika melihatnya pasti akan mengalami shock mental.
\t
\tYudha juga sudah selesai, tinggal kami berdua yang masih hidup diruangan ini.
\tPintu masuk berikutnya menuju jalan yang berbelok ke dua arah.\t
\tKita berpencar lagi, jika terjadi sesuatu gunakan transmitter, perintah Yudha.
\t
\tTarget yang harus kita bereskan sekarang bukan kumpulan preman biasa. Mereka terorganisir lebih baik dari yang kukira. Tolong hati-hati kalau kau masih mau hidup. Aku yakin mereka punya sesuatu yang lebih baik dari pistol rakitan murahan.
\t
\tNasihat Yudha cukup menjelaskan bahaya misi kali ini. Yang namanya pembunuh profesional, polisi rahasia elit, bukan berarti pasukan tak terkalahkan yang tak takut akan bahaya.
\tAku mengambil jalan ke kiri dan Yudha ke sisi kanan. Dengan mengokang Micro Uzi yang kugenggam, aku mendobrak salah satu pintu yang kutemukan.
\tKosong, aku melanjutkan berjalan lagi, menyisir ruangan-ruangan lain yang kutemukan yang ternyata semuanya kosong.
\tKudobrak satu pintu lagi dan kejutan! Sekitar 10 orang dengan parang dan pistol rakitan sudah bersiap. Tapi kecepatan tembak pistol rakitan tidak seberapa dibanding senjataku, apalagi yang cuma membawa senjata tajam.
\tBeberapa tembakan mengenai rompi kevlarku. Hentakannya cukup terasa tapi tidak sampai melukaiku. Sementara mereka sudah berdarah-darah dalam hitungan detik.
\tRuangan kali ini terdapat pintu lagi didalamnya, jadi mereka ditempatkan sebagai penjaga. Ketika kumasuki ruangan berikutnya, ternyata masih ada kejutan lagi.
\tSeorang gadis berdiri sendirian disana. Tampak cemas seperti menunggu seseorang, dan ketika melihatku dia terlihat panik.
\tRoni! Apa yang kau lakukan disini? Dan dan kenapa kau membawa senjata!? ucap pacarku, Irma. Jelas dia sedang panik.
\t
\tWah, sungguh suatu kejutan bisa melihatmu disini. Justru akulah yang bertanya-tanya kenapa kau bisa ada disini.
\tJawab dulu pertanyaanku! sekarang dia mulai benar-benar kalut.
\tDalam misi menghabisi geng preman yang berkumpul disini.
\tAp apa kau dikirim kesini untuk membunuhi mereka?
\tYa, jadi sekarang jawab pertanyaanku. Kenapa kau bisa ada disini?
\tApa hubungan Irma dengan kelompok preman ini? Itu sesuatu yang tidak pernah kupikirkan sebelumnya. Selama ini dia tidak terlihat seperti seseorang yang bisa terlibat dengan penjahat.
\t
\tAku aku sedang menemui ayahku.
\tAyahmu? Jadi dia ada disini?
\tJadi ayahnya yang terlibat dengan kumpulan preman ini? Sungguh gadis yang malang, mungkin ayahnya terlibat hutang dengan preman ini, lalu Irma akan dijadikan alat pembayaran sebagai gantinya.
\tDia adalah ketua kelompok ini.
\tIni jauh dari diluar dugaan.
\tKetua preman-preman ini? Semacam kepala mafia begitu? tanyaku.
\tY ya.
\tJadi apa yang sebenarnya kau lakukan disini?
\tAku sedang berusaha membujuk ayahku. Sudah lama aku memintanya berhenti dari pekerjaan ini. Aku tidak mau melihat ayahku terlibat kejahatan seperti ini.
\tBegitu, jadi dia tidak benar-benar terlibat. Sekarang aku makin kasihan padanya, harus memiliki ayah yang menjadi kepala mafia yang tidak disukainya.
\tMaaf, tapi tidak boleh ada saksi mata, kataku.
\t
\tApa apa maksudmu!? Irma tampak begitu terkejut mendengarnya.
\t
\tAku dikirim sebagai pekerja pemerintah, anggota kelompok yang dikenal masyarakat sebagai Petrus. Tugasku sudah jelas, menghabisi preman-preman disini. Dan melenyapkan saksi mata juga bagian dari tugasku.
\t
Kau kau mau membunuhku disini? Irma mulai tampak gemetar dan menangis.
\tRekanku bergerak menyisir sisi gedung satunya, dan sepertinya dia cukup profesional. Kalau ayahmu ada disana, mungkin dia sudah mati, ucapku santai.
\tTIDAK! TIDAK MUNGKIN!
\tApanya yang tidak mungkin? Semua manusia bisa mati kan? Kuakui ada kemungkinan kalau rekanku itulah yang terbunuh duluan.
\tKita berdua terdiam, dan setelah keheningan sejenak. Irma mulai bicara.
\tKumohon jangan bunuh aku Juga jangan bunuh ayahku, aku menyayanginya. Tangisan Irma makin menjadi-jadi, dan kakinya yang melemas membuatnya jatuh berlutut.
\tJadi kau minta dikasihani?
\tKenapa kau bisa sekejam ini!?
\tKarena ini adalah misi,
\t
\tAku tidak bisa mengasihanimu, tidak menjamin keselamatanmu dan ayahmu. Tapi kalau kau mau selamat, aku bisa menawarkan satu cara.
\tApa itu?
\tMembunuh atau dibunuh, tidak mungkin kau ditinggalkan sendirian tanpa senjata.
\t
\tDia terdiam sejenak, dan dengan gemetar Irma bergerak mengambil pistol rakitan yang tersimpan dalam jaketnya. Tapi dia hanya menatap pistol itu.
\tJujur saja, kebebasanku setelah pensiun sejenak menjadi anggota Petrus membuatku sedikit punya hati. Sesungguhnya aku tidak tega membunuh kekasihku dengan tanganku sendiri. Aku tidak berpura-pura dalam menjadikannya pacarku. Itu pilihan yang kuambil dalam masa kebebasanku. Tapi sekarang bukan lagi masa kebebasanku.
\tKenapa? Apa kau ragu? tantangku pada Irma.
\t
\tApa yang membuatmu ragu? Orang yang menjadi pacarmu ternyata sudah menjadi pembunuh berdarah dingin yang menghabisi banyak nyawa. Sekarang ayahmu mungkin sudah mati. Apa yang membuatmu ragu?
\tAku membuka jaketku, dan melepaskan rompi anti peluru yang kukenakan. Irma tetap gemetar tanpa melakukan apa-apa, hanya menatap pistol itu.
\t
\tApa lagi yang membuatmu ragu!? Kalau kau mau bertahan hidup, TEMBAK SEKARANG! Aku mulai bergerak, mengacungkan Micro Uzi yang kugenggam kearah kepala Irma.
\tAAAGH! dia berteriak.
\tDan sebutir besi panas menembus dadaku.
\tAku terjatuh dilantai, dengan darah yang mulai keluar dari mulutku. Irma seolah tidak sadar dengan apa yang baru saja dia lakukan. Dia menghampiriku dengan gemetar.
\tMaaf aku aku
\tAku minta maaf Irma tapi
\t
\tIrma menangis terisak-isak, tanpa memperhatikan omonganku. Sementara aku mendekatkan transmitterku dan berkata.
\tSekarang.
\t
\tSebuah peluru sniper rifle meluncur menembus jendela ruangan, dan menembus punggung Irma.
\t
\tCih, meleset. Harusnya kalau menembak itu kearah kepala. Dasar amatir, omelku pada Yani.
\tMaaf, jawabnya singkat.
\tBiar sajalah, yang penting misi sudah selesai, semoga. Dan aku tidak perlu membunuh Irma dengan tanganku sendiri.
\tAku memang egois, aku malah membuat Irma membunuh pacarnya sendiri. Sedikit banyak aku menyesali ini.
\tTapi yang bisa kulakukan sekarang hanya berdoa mohon pengampunan dan berharap bisa bertemu lagi dengan Irma di dunia sana.
0
Kutip
Balas