Lebih dari 38 tahun lewat sudah, dimulai sejak dipancangkannya bendera pertama Pecinta Alam di tanah air ini, yang dipelopori di Bandung oleh kelompok Pendaki Gunung dan Penempuh rimba Wanadri, dan 3 bulan kemudian di Universitas Indonesia dengan kelompok Mapala UI - nya.
Saat ini, kepeloporan mereka telah dikuti oleh ribuan organisasi Pecinta Alam lain yang tersebar diseluruh pelosok tanah air, baik ditingkat Sekolah Menengah, Universitas maupun dari kalangan umum.
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 126 suara
Bermanfaatkah Trit ini??
Ya
71%
Tidak
29%
nona212 memberi reputasi
1
40.3K
Kutip
141
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
DESKRIPSI DAN INTERPRESTASI KODE-ETIK PECINTA ALAM
Isi yang termaktub dalam Kode Etik Pecinta Alam, yang dirumuskan pada tahun 1974, pada kegiatan Gladian Nasional di Makasar, yaitu sbb : 1. Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Memelihara Alam beserta isinya, serta menggunakan sumber sesuai dengan kebutuhan.
3. Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitarnya serta menghargai manusia dengan kerabatnya.
4. Mengabdi pada Bangsa dan Tanah-Air.
5. Berusaha memperkuat tali persaudaraan antar Pecinta Alam, dengan azas Pecinta Alam.
6. Berusaha saling membantu serta saling menghargai dalam pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, Bangsa dan Tanah-Air.
INTERPRESTASI.
1. Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Spoiler for :
Tidak lain dan tidak bukan, tujuan hidup kita dimuka bumi ini adalah dalam konsep untuk senantiasa mengabdi pada Allah, selaku hamba-hamba-Nya yang tunduk dan patuh pada hukum-hukum-Nya, atau sunatullah.
Pengabdian yang dilakukan atas dasar ketakwaan, dimana arti takwa bukan sebatas menghindari apa-apa yang dilarang-Nya, serta mengikuti apa yang disuruh-Nya semata, namun dalam pengertian yang lebih jauh lagi. Konsep pengabdian dalam kerangka takwa adalah, untuk senantiasa menjaga dan memelihara hubungan komunikasinya dengan Allah, karena hal itu merupakan pokok pijakannya yang utama dari konsep keimanan dalam dirinya.
Manusia dengan seluruh perangkat, peringkat serta predikat yang dimilikinya, hanya bersifat entitas relatif didepan Tuhan, dan seringkali tak bernilai apa-apa, kecuali manusia tadi mempunyai tingkat keimanan dan ketakwaan pada-Nya.
Entitas mutlak didepan Tuhan dari seorang manusia adalah hanya derajat keimanan dan ketakwaannya, dan kelak hal itu pula yang akan menentukan derajat sesungguhnya seorang manusia didepan Tuhannya. Pengabdian dalam konteks ketakwaan, adalah menjaga dan memelihara hubungan, dimana untuk menegakan tali hubungan tadi dibutuhkan sejumlah sarana, termasuk sistem kesadaran, ilmu dan pengetahuan.
2. Memelihara Alam beserta isinya, serta menggunakan sumber sesuai dengan kebutuhan.
Spoiler for :
Manusia diciptakan Tuhan dengan sebuah tujuan, yaitu menjadi khalifah dimuka bumi, dan rencana ini sudah digariskan bahkan ketika Adam AS diciptakan dalam surga. Sebagai bekal maka Adam AS diajarkan Allah berbagai hal mengenai alam semesta ini, yang kemudian di test oleh para malaikat dan merekapun hormat atas kemampuan Adam AS dalam menjawab berbagai pertanyaan para malaikat tadi. Adam dan keturunannya adalah khalifah, yang artinya setiap manusia telah dibekali Allah potensi yang sama seperti yang dimiliki oleh Adam ini, layaknya seorang khalifah yang bijak, maka faktor menjaga amanah / titipan adalah sebagai sesuatu yang harus diprioritaskan, yaitu menjaga dan memelihara alam semesta beserta isinya ini.
Seperti yang kita ketahui, manusia diciptakan oleh Allah dari saripati tanah, atau menjadi anak-anak asuh dari bumi yang merupakan ibu susu mereka, yang dibesarkan untuk menjadi putra-putra mahkota kekhalifahan di alam semesta ini. Bumi adalah ibu yang jujur dan sabar, yang mengajari anak-anak susunya untuk belajar mandiri, seraya menerima energinya untuk meningkatkan kekuatan, kepandaian, kecerdasan, dan kebijakan kesadarannya.
Seperti ibu kandung kita sendiri yang dengan sabar menyusui anak-anaknya, beliau tidak mengeluh ketika air susunya dihisap oleh bayinya, karena beliau tahu, betapa fungsi ASI selain memberikan kehidupan juga kesehatan dan kesejahteraan hidup dimasa yang akan datang. Layaknya seorang bayi pula, dia akan menghisap sebatas secukupnya yaitu ketika perutnya sudah kenyang maka diapun berhenti menghisap, sekalipun mungkin ASI ibu masih banyak, namun seorang bayi tahu sampai dimana tingkat kebutuhannya, dan dia hanya mengambil sebatas kebutuhannya tersebut tidak kurang dan tidak lebih.
3. Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitarnya serta menghargai manusia dengan kerabatnya.
Spoiler for :
Diantara sejumlah anugerah yang diberikan Allah pada kita adalah hidup, akal dan agama, dan kewajiban manusia untuk senantiasa menghargai serta mempertahankan anugerah tadi, sekaligus sebagai tanda syukur nikmat manusia kepada Tuhannya. Kehidupan adalah anugerah, dan bahkan Tuhanpun siap dengan anomali atau penyimpangan dari hukumnya (sunatullah), demi untuk mempertahankan kehidupan mahluk-Nya ini.
Pernahkah terpikirkan, bahwa setiap materi ketika dibekukan maka dia akan lebih berat dibandingkan dengan zat sebelumnya ?. Zat yang membeku, baik yang asalnya gas maupun cairan, ketika membeku dan mengeras menjadi padat, maka dia akan lebih berat dari saat dia pada kondisi gas atau cairan, kecuali air !.
Air adalah anomali atau penyimpangan dari hukum tadi, karena air ketika dibekukan menjadi es, justru menjadi lebih ringan sehingga mengambang diatas permukaan air. Mampukah kita bayangkan, jika Tuhan memberlakukan hukum yang sama terhadap air, yaitu es tenggelam dalam air, dan akibatnya niscaya seluruh kehidupan bawah laut di kutub-kutub bumi pada saat musim dingin akan mati dan punah, karena tergencet oleh balok es yang tenggelam sampai kedasar.
4. Mengabdi pada Bangsa dan Tanah-Air.
Spoiler for :
Dimana bumi dipijak disana langit kita junjung, menyiratkan loyalitas sekaligus rasa syukur terhadap sebuah fondamen ideologis yang selama ini telah mendukung bangunan ujud integritas diri kita sendiri sebagai seorang anak bangsa ini. Bangsa dan tanah air menggambarkan suatu bentuk hubungan primordial antara manusia dengan bumi yang dipijaknya, dan langit yang dijunjungnya, atau dalam konteks sebuah kawasan dimana kita berada, serta konsep kebangsaan dimana aspek wawasan ditanamkan.
Dengan menghilangkan konsep kebangsaan dan tanah airnya, maka kita akan kehilangan identitas diri sebagai sebuah pelaku sejarah dalam derap peradaban yang dibangun oleh umat manusia.
Pada saat yang sama, kita juga akan mengalami degradasi integritas diri, dimana bangunan kesadaran kita pada sejarah primordial kita, hanya tinggal reruntuhan puing-puing memori, yang kadang tanpa makna atau cuma meninggalkan sepercik arti saja.
Mengabdi pada bangsa dan tanah air adalah sebuah manifestasi bahwa kita mempunyai akar sejarah, mempunyai jangkar yang cukup dalam terbenam dalam lautan peradaban dan budaya manusia, dimana kehilangan hal itu akan membuat kita menjadi gamang karena kehilangan ciri dan arti diri, seraya diombang-ambing dan dihempaskan oleh badai tantangan jamannya. Mengabdi pada bangsa dan tanah air, bukan hanya dipandang bagi kepentingan bangsa dan tanah air itu sendiri, namun secara hakikat adalah kita tengah mengabdi pada diri sendiri, karena bangsa itu adalah diri kita dan tanah air itu adalah saripati tanah, dimana asal ujud kita diciptakan. Menghianati bangsa dan tanah air, adalah berkhianat pada diri kita sendiri, yang secara perlahan dari bawah sadar muncul kekuatan negatip bagaikan monster yang mengancam, yaitu benci diri.
Benci diri adalah sumber penyakit manusia yang utama, sementara cinta diri adalah sumber kekuatan atau vitalitas diri, dimana menghargai dan mencintai diri sendiri akan menumbuhkan pemahaman tentang daya tarik diri, yang akan berujung pada adanya konsep harga diri.
Harga diri selaku individu jika dipelebar kedalam skala kelompok besar adalah kehormatan bangsa, atau kebanggaan atas bangsanya, lengkap dengan sejarah masa lampaunya, serta cita-cita kebangsaannya yang akan dijelmakan pada masa yang akan datang.
Bentuk pengabdian pada kelompok adalah juga pengabdian pada dirinya sendiri selaku anggota kelompok, sehingga manfaat secara kolektif maupun individual, secara langsung akan terasa. Pengabdian juga merupakan bentuk rasa syukur kita pada Sang Pencipta, dimana dengan adanya entitas primordial kita itu, maka kita tidak akan hilang tergerus oleh gemuruhnya peradaban global.