Kaskus

Hobby

MinibalanarAvatar border
TS
Minibalanar
Kasih Selembut Awan
Judul: Kasih Selembut Awan

Penulis: Willy Yanto Wijaya

Penyunting: Handaka Vijjànanda

Penata Letak dan Sampul: Vidi Yulius

Penerbit: Ehipassiko

Ukuran dan ketebalan buku: ± 14 x 21 cm, 144 halaman
Quote:



41 kisah pilihan dalam buku ini akan membawa hati kecil anda berpetualang dalam indahnya dunia cinta dan kasih sayang. Kisah-kisah indah ini bercerita tentang kasih sayang seorang ibu, juga seorang ayah, cinta tulus sepasang kekasih, nilai-nilai persaudaraan serta persahabatan. Tidak hanya pada manusia, anda juga akan menemukan nilai-nilai cinta yang ternyata juga dimiliki oleh hewan. Di buku ini juga, anda akan menyelami kisah-kisah yang menuturkan tentang kesetiaan, balas budi, pengorbanan, kepedulian, dan pemaafan.

Setiap kisah terpilih yang tersajikan dalam buku ini pasti akan menggoreskan kesan mendalam dalam relung hati anda akan betapa indahnya cinta, kelembutan hati dan kasih sayang, seindah dan selembut awan-awan yang berarakan di cakrawala biru.

1. Ember Bocor yang Sedih

2. Ibu Gajah yang Buta

3. Hachiko, Anjing yang Setia

4. Bulan yang Indah

5. Burung Gagak yang Kedinginan

6. Hailibu, Sang Pemburu

7. Kadal di antara Dinding

8. Katak yang Nakal

9. Gadis Kecil yang Kehilangan Uang

10. Ulama, Pedagang Tua, dan Keledai

11. Anak Domba yang Terluka

12. Ego

13. Pohon, Daun, dan Angin

14. Burung Kebahagiaan

15. Balas Budi Burung Bangau

16. Kaki Seribu dan Beban Pikiran

17. Kamu Bukan Ayahku

18. Burung Pipit

19. Kau dan Aku

20. Pohon Apel yang Mengorbankan Segalanya

21. Kesabaran, Kemurahan Hati dan Kerelaan Memaafkan

22. Dua Pilihan

23. Kupu-kupu Putih

24. Angpao dan Nyamuk

25. Momen ke Momen

26. Burung Kecil yang Memadamkan Api

27. Segelas Susu

28. Gadis Kecil Bersepatu Merah

29. Gajah yang Welas Asih

30. Tenzing Norgay

31. Penguburan oleh Burung

32. Sebelum Menceraiku, Gendonglah Aku

33. Welas Asih

34. Raja Kera

35. Bib dan Bob

36. Bangunlah Pikiran Positif

37. Ayah Pilih Kasih

38. Mengapa Cincin di Jari Manis?

39. Kerlip Lentera

40. Aku Menangis Enam Kali untuk Adikku

41. Dandelion
0
3.9K
18
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Buku
Buku
KASKUS Official
7.8KThread4.6KAnggota
Tampilkan semua post
MinibalanarAvatar border
TS
Minibalanar
#2
Ibu Gajah yang Buta

Dahulu kala, di sebuah kaki bukit di pegunungan Himalaya, di dekat sebuah kolam teratai, lahirlah seekor bayi gajah. Bayi gajah ini luar biasa indah menawan, putih bersih seperti salju dengan wajah yang sedikit bersemu kemerahan seperti warna batu karang. Belalainya berkilau indah bagaikan utas tali yang berwarna keperakan, gadingnya yang kuat dan kokoh membentuk sedikit lengkungan yang manis.

Ia selalu mengikuti ibunya ke manapun. Ibu Gajah memetik daun terlembut dan buah mangga termanis dari pohon-pohon yang tinggi dan kemudian memberikannya. “Kamu dulu, baru Ibu,” Ibu Gajah berkata. Ia kemudian dimandikan oleh ibunya di kolam teratai yang sejuk diantara semerbak keharuman bunga. Dengan belalainya, Ibu Gajah menghisap air lalu menyemprotkannya ke kepala dan punggung anaknya hingga bersih mengkilap. Kemudian Anak Gajah ini diam-diam mengisi belalainya, dan dengan hati-hati menyemprotkan tepat ke dahi ibunya. Tanpa berkedip, Ibu Gajah balas menyemprotkan air. Balas membalas menyemprot, mereka dengan gembira saling membasahi satu sama lain. Splish! Splash!

Setelah lelah bermain, mereka kemudian beristirahat di atas tanah yang lembut dengan kedua belalai melengkung dan saling membelit satu sama lain. Di bawah bayang-bayang sore hari, Ibu Gajah beristirahat di balik keteduhan pohon jambu air, sambil melihat putranya bermain dengan penuh keriangan bersama anak-anak gajah lainnya.

Gajah kecil tumbuh dan tumbuh hingga ia menjadi gajah tergagah dan terkuat dalam kawanannya. Pada saat yang bersamaan, Ibu Gajah pun menjadi semakin tua. Gadingnya mulai retak dan menguning, dan tidak lama kemudian Ibu Gajah menjadi buta. Anak Gajah yang telah tumbuh dewasa dan kuat ini kemudian memetik daun terlembut dan buah mangga termanis dari pohon-pohon yang tinggi dan memberikannya kepada ibunya yang telah tua dan buta yang amat ia sayangi. “Ibu dulu, baru Aku,” ia berkata.

Ia memandikan ibunya di kolam teratai yang sejuk diantara semerbak keharuman bunga. Dengan belalainya, ia menyemprotkan air ke kepala dan punggung ibunya hingga bersih mengkilap. Setelah itu, mereka kemudian beristirahat di atas tanah yang lembut dengan kedua belalai saling membelit satu sama lain. Di bawah bayang-bayang sore hari, Anak Gajah menuntun ibunya untuk beristirahat di balik keteduhan pohon jambu air. Ia kemudian pergi bersama gajah-gajah yang lain.

Suatu hari seorang raja pergi berburu dan melihat seekor gajah putih yang begitu indah. “Luar biasa indah! Aku harus memilikinya sebagai peliharaan untuk ditunggangi!” Raja lalu menangkap gajah tersebut dan membawanya ke kandang istana. Raja memberikan kain sutra dan permata yang indah serta untaian kalung bunga teratai kepada gajah tersebut. Raja juga memberikannya rumput manis dan buah-buahan yang lezat serta air murni yang segar untuk diminum.

Akan tetapi, gajah tersebut tidak mau makan ataupun minum. Ia terus menerus menangis, dan menjadi semakin kurus dari hari ke hari. “Gajah yang mulia,” Raja berkata, “Aku menyayangimu dan memberimu sutra dan permata. Aku juga memberikan makanan terbaik dan air termurni, namun Engkau tidak juga mau makan dan minum. Lalu apa yang bisa membuatmu bahagia?” Gajah tersebut menjawab, “Sutra dan permata, makanan dan minuman tidak membuatku bahagia. Ibuku yang sudah tua dan buta sedang sendirian di hutan tanpa ada seorangpun yang merawatnya. Walaupun aku akan mati, aku tidak akan makan dan minum sebelum aku memberikannya terlebih dahulu kepada Ibu.”

Raja terharu dan berkata, “Tidak pernah aku menyaksikan kebaikan yang sedemikian rupa, bahkan diantara manusia. Tidaklah benar untuk mengurung gajah ini.” Setelah dilepaskan, gajah tersebut segera berlari diantara bebukitan mencari ibunya. Ia menemukan ibunya di tepi kolam teratai. Ibu Gajah berbaring di atas lumpur, terlalu lemah untuk bergerak. Dengan air mata yang membasahi pelupuk matanya, Anak Gajah tersebut mengisi belalainya dengan air dan menyemprotkan ke kepala dan punggung ibunya hingga bersih mengkilap. “Apakah hujan?” Ibu Gajah bertanya-tanya, “atau anakku telah kembali?” “Ini anakmu, Ibu!” ia berseru, “Raja telah membebaskan aku!” Ketika ia membersihkan mata ibunya, terjadi keajaiban. Penglihatan ibunya pulih kembali. “Semoga Raja hari ini berbahagia sebagaimana kebahagiaanku bisa melihat anakku kembali!” Ibu Gajah berkata.

Anak Gajah kemudian memetik daun terlembut dan buah mangga termanis dari sebuah pohon dan memberikannya kepada ibunya, “Ibu dulu, baru Aku.”
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.