TS
joeraygaul
Buddha Theravada Indonesia
Namo Buddhaya
Namo Dhammaya
Namo Sanghaya
Kalena Dhammasavanam, kalena dhammasakkhacca, ettammangalamuttamam'ti
_/|\_
Salam bagi semua kaskuser warga forspi sekalian, semoga semua dalam kondisi baik dan berbahagia semua.
Melalui trid ini TS berniat untuk menjalin komunikasi dengan semua warga kaskus yang menganut Buddhisme aliran Theravada atau yang sedang belajar mendalami Buddhisme dan siapa saja yang berminat untuk mempelajari Buddhisme Theravada.
Buddhisme Theravada atau sering juga disebut Buddhisme aliran selatan adalah Buddhisme yang sebagian besar sumber ajarannya berasal dari Pali Tipitaka, yaitu Tipitaka berbahasa Pali. Berbagai doktrin dan ajaran mendasar yang menjiwai ajaran Buddhisme Theravada adalah berbagai kitab yang kanonik yang penukisannya menggunakan bahasa Pali, yaitu suatu bahasa rumpun IndoArya yang digunakan sebagai bahasa text/tulisan (bukan bahasa lisan/ucapan) yang berkembang di India Tengah dahulu pada masa Sang Buddha Gotama masih hidup dan berkarya.
Ajaran dasar Buddhisme Theravada tidak berbeda terlalu jauh dengan aliran Buddhisme lainnya (Mahayana, Tantrayana, Vajrayana), yaitu sama2 bercorakkan Tilakkhana (3 corak), Cattariariyasaccana (4 kebenaran ariya), dan praktek pengembangan Buddhisme Theravada pun sama-sama mengembang suatu metode pelatihan diri yang disebut Ariyaattanghikkamagga (jalan mulia beruas delapan) yang sering dibagi menjadi tiga aspek yaitu latihan kebijaksanaan (panna), moralitas (sila), dan pelatihan pikiran dan konsentrasi (sammaddhi). Dan khusus untuk Theravada, yang berarti jalan/tradisi para tua2, pelatihan praktik dan pengembangan lebih difokuskan kepada pencapaian dalam kehidupan saat ini juga, yaitu jalan savakaboddhi.
So demikian penghantar singkat dari TS, saya sangat memohon agar para rekan warga Forspi dan forum kaskus ini mau ikut berbagi, dan membagi pengetahuannya mengenai Buddhisme Theravada di trit ini. Dan juga para senior agar sudi mau membagi pengetahuan dan pengalamannya di trit ini.
Namo Buddhaya,
Sabbhe sattha bhavantu sukkhitattha,
semoga semua mahluk berbahagia
_/|\_




Sejarah
Bagan dan Skema dari Pali Tipitaka
Ulasan Singkat Pali Tipitaka dan Skema Pali Tipitaka
Pencarian Kebenaran :
Empat Kebenaran Mulia/Cattari ariyasaccana :
Tiga corak ( Tilakkhana)
Patthimokkha Sila, Vinaya dan aturan bagi para Bikkhu/Petapa
Panduan bagi perumah tangga/umat awam :
Bahan untuk perenungan
Daftar Alamat Vihara Sangha Theravada Indonesia
Indeks Sutta, Tuntunan Puja Bakti, Tulisan2 bagian dari Tipittaka lainnya, Meditasi dan lain sebagainya
Indeks
Diasuh oleh :
Minibalanar
Info kegiatan dan acara Buddhist :
Info kegiatan dan acara Buddhist
Approved by Moderator :
Approved
Namo Dhammaya
Namo Sanghaya
Kalena Dhammasavanam, kalena dhammasakkhacca, ettammangalamuttamam'ti
_/|\_
Salam bagi semua kaskuser warga forspi sekalian, semoga semua dalam kondisi baik dan berbahagia semua.
Melalui trid ini TS berniat untuk menjalin komunikasi dengan semua warga kaskus yang menganut Buddhisme aliran Theravada atau yang sedang belajar mendalami Buddhisme dan siapa saja yang berminat untuk mempelajari Buddhisme Theravada.
Buddhisme Theravada atau sering juga disebut Buddhisme aliran selatan adalah Buddhisme yang sebagian besar sumber ajarannya berasal dari Pali Tipitaka, yaitu Tipitaka berbahasa Pali. Berbagai doktrin dan ajaran mendasar yang menjiwai ajaran Buddhisme Theravada adalah berbagai kitab yang kanonik yang penukisannya menggunakan bahasa Pali, yaitu suatu bahasa rumpun IndoArya yang digunakan sebagai bahasa text/tulisan (bukan bahasa lisan/ucapan) yang berkembang di India Tengah dahulu pada masa Sang Buddha Gotama masih hidup dan berkarya.
Ajaran dasar Buddhisme Theravada tidak berbeda terlalu jauh dengan aliran Buddhisme lainnya (Mahayana, Tantrayana, Vajrayana), yaitu sama2 bercorakkan Tilakkhana (3 corak), Cattariariyasaccana (4 kebenaran ariya), dan praktek pengembangan Buddhisme Theravada pun sama-sama mengembang suatu metode pelatihan diri yang disebut Ariyaattanghikkamagga (jalan mulia beruas delapan) yang sering dibagi menjadi tiga aspek yaitu latihan kebijaksanaan (panna), moralitas (sila), dan pelatihan pikiran dan konsentrasi (sammaddhi). Dan khusus untuk Theravada, yang berarti jalan/tradisi para tua2, pelatihan praktik dan pengembangan lebih difokuskan kepada pencapaian dalam kehidupan saat ini juga, yaitu jalan savakaboddhi.
So demikian penghantar singkat dari TS, saya sangat memohon agar para rekan warga Forspi dan forum kaskus ini mau ikut berbagi, dan membagi pengetahuannya mengenai Buddhisme Theravada di trit ini. Dan juga para senior agar sudi mau membagi pengetahuan dan pengalamannya di trit ini.
Namo Buddhaya,
Sabbhe sattha bhavantu sukkhitattha,
semoga semua mahluk berbahagia
_/|\_
Bagi para rekan kaskuser sangat dimohon agar tidak ngejunk, flame, atau trolling. Harapan TS agar trit ini dapat menjadi wadah komunikasi dan berbagi pemahaman dan wawasan agar praktik dan latihan kita semua semakin berkembang dan maju.
Annumodanna _/|\_
Annumodanna _/|\_



Sejarah
- Sejarah Singkat Buddhisme Theravada
- Kronologi Singkat Part 1
- Kronologi Singkat Part 2 dan Sejarah Singkat Sangha Theravada Indonesia (STI)
Bagan dan Skema dari Pali Tipitaka
Ulasan Singkat Pali Tipitaka dan Skema Pali Tipitaka
Pencarian Kebenaran :
- Saduran bebas Kalama Sutta, sumbangan artikel dari bro Minibalanar
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Ehipassiko, posted by Minibalanar
Empat Kebenaran Mulia/Cattari ariyasaccana :
- Pengantar dari TS
- Dari sumber lain yang saya copas
- Tulisan salah seorang member kaskus di forum lain yang saya copas
Tiga corak ( Tilakkhana)
Patthimokkha Sila, Vinaya dan aturan bagi para Bikkhu/Petapa
- Parajika dan Sanghadisesa
- Aniyata dan Nissagiya Pacittiya
- Pacittiya 1
- Pacittiya 2(Acelaka Vagga, Surapana Vagga, Sapana Vagga, Sahadhammika Vagga
- Pacittiya 3(Ratana Vagga) dan Patidesaniya
- Sekhiya
- Adhikarana Samatha
Panduan bagi perumah tangga/umat awam :
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Pancasila Buddhist, by Minibalanar
- [URL="http://www.kaskus.co.id/showpost.php?[*]p=698709246&postcount=66"]Pancasila Buddhist, by Minibalanar[/URL]
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Pharabava Sutta
Bahan untuk perenungan
- Bebas dari kesalahan, tulisan Banthe Saddhaviro Mahathera
- Apakah agama Buddha itu kuno? Tulisan Banthe Uttamo
- Cara berpikir seorang praktisi dan non praktisi, tulisan Bikkhu Buddhadasa
- Perenungan Brahmavihara1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7
Daftar Alamat Vihara Sangha Theravada Indonesia
- Pulau Sumatra dan Banten
- DKI Jakarta dan Jawa Barat
- Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta
- Jawa Timur dan Bali
- Nusa Tenggara dan Pulau Kalimantan
- Pulau Sulawesi
Indeks Sutta, Tuntunan Puja Bakti, Tulisan2 bagian dari Tipittaka lainnya, Meditasi dan lain sebagainya
Indeks
Diasuh oleh :
Minibalanar
Info kegiatan dan acara Buddhist :
Info kegiatan dan acara Buddhist
Approved by Moderator :
Approved
Diubah oleh joeraygaul 22-11-2012 14:10
emineminna dan nona212 memberi reputasi
2
110.1K
747
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Spiritual
6.4KThread•2.7KAnggota
Tampilkan semua post
Minibalanar
#181
I. PERHATIAN TERHADAP TUBUH
O bhikkhu, bagaimana caranya seorang bhikkhu merenung tentang tubuhnya sendiri? Di sini seorang bhikkhu yang berdiam di hutan atau di bawah pohon atau di tempat yang sunyi harus duduk bersila, badan tegak, mengembangkan perhatian benar.
Dengan penuh kesadaran ia menarik napas panjang, ia tahu: ‘Aku menarik napas panjang.’ Apabila ia mengeluarkan napas panjang, ia tahu: ‘Aku mengeluarkan napas panjang.’
Apabila ia menarik napas pendek, ia tahu: ‘Aku menarik napas pendek.’ Apabila ia mengeluarkan napas pendek, ia tahu: ‘Aku mengeluarkan napas pendek.”
Ia melatih diri dengan berpikir: ‘Aku akan menarik napas dengan menyadari seluruh gerak pernapasanku.’ Ia melatih diri dengan berpikir: ‘Aku akan mengeluarkan napas dengan menyadari seluruh gerak pernapasanku.’
Ia melatih diri dengan berpikir: ‘Aku akan menarik napas dengan seluruh badanku relax.’ Ia melatih diri dengan berpikir: ‘Aku akan mengeluarkan napas dengan seluruh badanku relax.’
Dapat diumpamakan sebagai seorang pesenam di atas besi palang, ketika sedang melakukan ayunan panjang ia mengetahui dengan jelas:
‘Aku melakukan ayunan yang panjang.’ Atau apabila ia melakukan ayunan yang pendek ia mengetahui dengan jelas: ‘Aku melakukan ayunan yang pendek.’
Hal yang sama harus dilakukan oleh seorang bhikkhu bila menarik napas panjang, ia mengetahui dengan jelas: ‘Aku menarik napas panjang’; … atau, bila menarik napas pendek ia mengetahui dengan jelas: ‘Aku menarik napas pendek’.
Ia melatih diri dengan berpikir: ‘Aku akan menarik napas dengan menyadari seluruh gerak pernapasanku.’ … aku akan mengeluarkan napas dengan menyadari seluruh gerak pernapasanku.’
Dengan cara demikian ia merenung dengan melihat ke dalam tubuhnya sendiri, melihat tubuhnya dari luar dan melihat ke dalam tubuhnya sendiri lalu melihat tubuhnya dari luar secara bergantian.
Atau ia berdiam dalam perenungan tentang apa yang dapat menimbulkan tubuh ini; atau ia merenung tentang hancurnya kembali tubuh ini, atau ia berdiam dalam perenungan tentang timbulnya dan hancurnya kembali tubuh ini secara bergantian.
Atau ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh’, dan perhatiannya itu diberikan hanya sampai pada tingkat menyadari, hanya sebagai pengenalan belaka; dan ia meneruskan perenungannya dengan tidak menggantungkan diri atau melekat kepada tubuhnya itu. Itulah yang harus dilakukan oleh seorang bhikkhu yang berdiam dalam perenungan dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
Selanjutnya, O bhikkhu, apabila ia berjalan, ia harus mengetahui: ‘Aku berjalan’: atau apabila ia berbaring, ia mengetahui: ‘Aku berbaring.’ Dengan demikian gerakan apapun juga yang dilakukan tubuhnya, harus disadari dan diketahui.
Dengan demikian ia merenung tentang tubuhnya dengan melihat ke dalam, melihat dari luar dan melihat dari sudut kedua-duanya secara bergantian.
Atau ia berdiam dalam perenungan tentang apa yang dapat menimbulkan tubuh ini; atau … berdiam dalam perenungan tentang timbulnya dan hancurnya kembali tubuh ini secara bergantian.
Atau ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh’, dan perhatiannya itu diberikan hanya sampai pada tingkat menyadari, hanya sebagai pengenalan belaka; dan ia meneruskan perenungannya dengan tidak menggantungkan diri atau melekat kepada tubuhnya itu. Itulah yang harus dilakukan oleh seorang bhikkhu yang berdiam dalam perenungan dengan perhatian benar tentang tubuhnya.
Kemudian, O bhikkhu, bhikkhu itu harus mengetahui dengan jelas, apabila ia bergerak maju atau bergerak mundur; apabila ia melihat ke depan atau menoleh ke kiri dan ke kanan … apabila ia menekuk tangannya atau membentangkan tangannya … apabila ia memakai jubah luar, jubah dalam atau membawa mangkuk untuk mengumpulkan makanan … apabila ia sedang makan, minum, mengunyah, menelan … apabila ia sedang melakukan kebutuhan biologisnya (buang air besar dan kecil) ….. apabila ia berjalan, berdiri, duduk, berbaring, bangun dari tidur, berbicara, diam; semua itu harus diketahuinya dengan jelas.
Dengan demikian ia merenung tentang tubuhnya dengan melihatnya ke dalam, melihatnya dari luar dan melihatnya dari sudut kedua-duanya secara bergantian.
Atau ia berdiam dalam perenungan tentang apa yang dapat menimbulkan tubuh ini; atau … berdiam dalam perenungan tentang timbulnya dan lenyapnya kembali tubuh ini secara bergantian.
Dan ia berpikir: ‘Ini adalah tubuh’, dan perhatiannya itu diberikan hanya sampai pada tingkat menyadari, hanya sebagai pengenalan belaka; dan ia meneruskan perenungannya dengan tidak menggantungkan diri atau melekat kepada tubuhnya itu. Itulah yang harus dilakukan oleh seorang bhikkhu yang berdiam dalam perenungan dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
‘Kemudian, O bhikkhu, bhikkhu itu harus mengamat-amati tubuhnya sendiri yang terdiri dari berbagai macam unsur yang kotor dibungkus oleh kulit; dari telapak kaki ke atas dan dari pucuk rambut ke bawah; tubuh ini yang terdiri dari rambut di kepala, rambut di badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat-urat, tulang-belulang, sumsum, ginjal, jantung, hati, selaput, limpa, paru-paru, lendir, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, ludah, cairan tubuh, air seni.’
O bhikkhu, seperti juga sebuah karung dengan dua lobang yang diisi dengan berbagai macam padi-padian seperti gabah, padi, ketan, kacang, jemawut, beras; dan seorang yang mempunyai penglihatan tajam menuang karung itu dan segera dapat mengenal benda-benda yang keluar dari karung: ‘Ini gabah, ini padi, ini ketan, ini kacang, ini jemawut dan ini beras.’
Demikian pula halnya dengan seorang bhikkhu yang mengamat-amati tubuhnya sendiri yang terdiri dari berbagai macam unsur yang kotor yang dibungkus oleh kulit; dari telapak kaki ke atas … air seni.’
Dan ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh.’ … berdiam dalam perenungan dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
Kemudian, O bhikkhu, bhikkhu itu harus mengetahui dengan jelas susunan tubuhnya mengenai unsur-unsur yang menjadikannya dengan berpikir: ‘Tubuh ini terdiri dari unsur padat, unsur cair, unsur panas dan unsur angin (gerak).’
O bhikkhu, seperti juga seorang jagal, setelah menyembelih seekor lembu dan memperlihatkan bangkainya sambil duduk di persimpangan jalan, demikian pula seorang bhikkhu harus merenung tentang unsur-unsur yang menjadi bagian dari tubuhnya: ‘Di tubuhku juga terdapat unsur padat, unsur cair, unsur panas dan unsur angin (gerak).’
Dengan demikian ia merenung tentang tubuhnya dengan melihatnya ke dalam, melihatnya dari luar dan melihatnya dari sudut kedua-duanya secara bergantian.
Atau ia berdiam dalam perenungan tentang apa yang dapat menimbulkan tubuh ini, atau … berdiam dalam perenungan tentang timbulnya dan lenyapnya kembali tubuh ini secara bergantian.
O bhikkhu, bagaimana caranya seorang bhikkhu merenung tentang tubuhnya sendiri? Di sini seorang bhikkhu yang berdiam di hutan atau di bawah pohon atau di tempat yang sunyi harus duduk bersila, badan tegak, mengembangkan perhatian benar.
Dengan penuh kesadaran ia menarik napas panjang, ia tahu: ‘Aku menarik napas panjang.’ Apabila ia mengeluarkan napas panjang, ia tahu: ‘Aku mengeluarkan napas panjang.’
Apabila ia menarik napas pendek, ia tahu: ‘Aku menarik napas pendek.’ Apabila ia mengeluarkan napas pendek, ia tahu: ‘Aku mengeluarkan napas pendek.”
Ia melatih diri dengan berpikir: ‘Aku akan menarik napas dengan menyadari seluruh gerak pernapasanku.’ Ia melatih diri dengan berpikir: ‘Aku akan mengeluarkan napas dengan menyadari seluruh gerak pernapasanku.’
Ia melatih diri dengan berpikir: ‘Aku akan menarik napas dengan seluruh badanku relax.’ Ia melatih diri dengan berpikir: ‘Aku akan mengeluarkan napas dengan seluruh badanku relax.’
Dapat diumpamakan sebagai seorang pesenam di atas besi palang, ketika sedang melakukan ayunan panjang ia mengetahui dengan jelas:
‘Aku melakukan ayunan yang panjang.’ Atau apabila ia melakukan ayunan yang pendek ia mengetahui dengan jelas: ‘Aku melakukan ayunan yang pendek.’
Hal yang sama harus dilakukan oleh seorang bhikkhu bila menarik napas panjang, ia mengetahui dengan jelas: ‘Aku menarik napas panjang’; … atau, bila menarik napas pendek ia mengetahui dengan jelas: ‘Aku menarik napas pendek’.
Ia melatih diri dengan berpikir: ‘Aku akan menarik napas dengan menyadari seluruh gerak pernapasanku.’ … aku akan mengeluarkan napas dengan menyadari seluruh gerak pernapasanku.’
Dengan cara demikian ia merenung dengan melihat ke dalam tubuhnya sendiri, melihat tubuhnya dari luar dan melihat ke dalam tubuhnya sendiri lalu melihat tubuhnya dari luar secara bergantian.
Atau ia berdiam dalam perenungan tentang apa yang dapat menimbulkan tubuh ini; atau ia merenung tentang hancurnya kembali tubuh ini, atau ia berdiam dalam perenungan tentang timbulnya dan hancurnya kembali tubuh ini secara bergantian.
Atau ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh’, dan perhatiannya itu diberikan hanya sampai pada tingkat menyadari, hanya sebagai pengenalan belaka; dan ia meneruskan perenungannya dengan tidak menggantungkan diri atau melekat kepada tubuhnya itu. Itulah yang harus dilakukan oleh seorang bhikkhu yang berdiam dalam perenungan dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
Selanjutnya, O bhikkhu, apabila ia berjalan, ia harus mengetahui: ‘Aku berjalan’: atau apabila ia berbaring, ia mengetahui: ‘Aku berbaring.’ Dengan demikian gerakan apapun juga yang dilakukan tubuhnya, harus disadari dan diketahui.
Dengan demikian ia merenung tentang tubuhnya dengan melihat ke dalam, melihat dari luar dan melihat dari sudut kedua-duanya secara bergantian.
Atau ia berdiam dalam perenungan tentang apa yang dapat menimbulkan tubuh ini; atau … berdiam dalam perenungan tentang timbulnya dan hancurnya kembali tubuh ini secara bergantian.
Atau ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh’, dan perhatiannya itu diberikan hanya sampai pada tingkat menyadari, hanya sebagai pengenalan belaka; dan ia meneruskan perenungannya dengan tidak menggantungkan diri atau melekat kepada tubuhnya itu. Itulah yang harus dilakukan oleh seorang bhikkhu yang berdiam dalam perenungan dengan perhatian benar tentang tubuhnya.
Kemudian, O bhikkhu, bhikkhu itu harus mengetahui dengan jelas, apabila ia bergerak maju atau bergerak mundur; apabila ia melihat ke depan atau menoleh ke kiri dan ke kanan … apabila ia menekuk tangannya atau membentangkan tangannya … apabila ia memakai jubah luar, jubah dalam atau membawa mangkuk untuk mengumpulkan makanan … apabila ia sedang makan, minum, mengunyah, menelan … apabila ia sedang melakukan kebutuhan biologisnya (buang air besar dan kecil) ….. apabila ia berjalan, berdiri, duduk, berbaring, bangun dari tidur, berbicara, diam; semua itu harus diketahuinya dengan jelas.
Dengan demikian ia merenung tentang tubuhnya dengan melihatnya ke dalam, melihatnya dari luar dan melihatnya dari sudut kedua-duanya secara bergantian.
Atau ia berdiam dalam perenungan tentang apa yang dapat menimbulkan tubuh ini; atau … berdiam dalam perenungan tentang timbulnya dan lenyapnya kembali tubuh ini secara bergantian.
Dan ia berpikir: ‘Ini adalah tubuh’, dan perhatiannya itu diberikan hanya sampai pada tingkat menyadari, hanya sebagai pengenalan belaka; dan ia meneruskan perenungannya dengan tidak menggantungkan diri atau melekat kepada tubuhnya itu. Itulah yang harus dilakukan oleh seorang bhikkhu yang berdiam dalam perenungan dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
‘Kemudian, O bhikkhu, bhikkhu itu harus mengamat-amati tubuhnya sendiri yang terdiri dari berbagai macam unsur yang kotor dibungkus oleh kulit; dari telapak kaki ke atas dan dari pucuk rambut ke bawah; tubuh ini yang terdiri dari rambut di kepala, rambut di badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat-urat, tulang-belulang, sumsum, ginjal, jantung, hati, selaput, limpa, paru-paru, lendir, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, ludah, cairan tubuh, air seni.’
O bhikkhu, seperti juga sebuah karung dengan dua lobang yang diisi dengan berbagai macam padi-padian seperti gabah, padi, ketan, kacang, jemawut, beras; dan seorang yang mempunyai penglihatan tajam menuang karung itu dan segera dapat mengenal benda-benda yang keluar dari karung: ‘Ini gabah, ini padi, ini ketan, ini kacang, ini jemawut dan ini beras.’
Demikian pula halnya dengan seorang bhikkhu yang mengamat-amati tubuhnya sendiri yang terdiri dari berbagai macam unsur yang kotor yang dibungkus oleh kulit; dari telapak kaki ke atas … air seni.’
Dan ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh.’ … berdiam dalam perenungan dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
Kemudian, O bhikkhu, bhikkhu itu harus mengetahui dengan jelas susunan tubuhnya mengenai unsur-unsur yang menjadikannya dengan berpikir: ‘Tubuh ini terdiri dari unsur padat, unsur cair, unsur panas dan unsur angin (gerak).’
O bhikkhu, seperti juga seorang jagal, setelah menyembelih seekor lembu dan memperlihatkan bangkainya sambil duduk di persimpangan jalan, demikian pula seorang bhikkhu harus merenung tentang unsur-unsur yang menjadi bagian dari tubuhnya: ‘Di tubuhku juga terdapat unsur padat, unsur cair, unsur panas dan unsur angin (gerak).’
Dengan demikian ia merenung tentang tubuhnya dengan melihatnya ke dalam, melihatnya dari luar dan melihatnya dari sudut kedua-duanya secara bergantian.
Atau ia berdiam dalam perenungan tentang apa yang dapat menimbulkan tubuh ini, atau … berdiam dalam perenungan tentang timbulnya dan lenyapnya kembali tubuh ini secara bergantian.
0