TS
joeraygaul
Buddha Theravada Indonesia
Namo Buddhaya
Namo Dhammaya
Namo Sanghaya
Kalena Dhammasavanam, kalena dhammasakkhacca, ettammangalamuttamam'ti
_/|\_
Salam bagi semua kaskuser warga forspi sekalian, semoga semua dalam kondisi baik dan berbahagia semua.
Melalui trid ini TS berniat untuk menjalin komunikasi dengan semua warga kaskus yang menganut Buddhisme aliran Theravada atau yang sedang belajar mendalami Buddhisme dan siapa saja yang berminat untuk mempelajari Buddhisme Theravada.
Buddhisme Theravada atau sering juga disebut Buddhisme aliran selatan adalah Buddhisme yang sebagian besar sumber ajarannya berasal dari Pali Tipitaka, yaitu Tipitaka berbahasa Pali. Berbagai doktrin dan ajaran mendasar yang menjiwai ajaran Buddhisme Theravada adalah berbagai kitab yang kanonik yang penukisannya menggunakan bahasa Pali, yaitu suatu bahasa rumpun IndoArya yang digunakan sebagai bahasa text/tulisan (bukan bahasa lisan/ucapan) yang berkembang di India Tengah dahulu pada masa Sang Buddha Gotama masih hidup dan berkarya.
Ajaran dasar Buddhisme Theravada tidak berbeda terlalu jauh dengan aliran Buddhisme lainnya (Mahayana, Tantrayana, Vajrayana), yaitu sama2 bercorakkan Tilakkhana (3 corak), Cattariariyasaccana (4 kebenaran ariya), dan praktek pengembangan Buddhisme Theravada pun sama-sama mengembang suatu metode pelatihan diri yang disebut Ariyaattanghikkamagga (jalan mulia beruas delapan) yang sering dibagi menjadi tiga aspek yaitu latihan kebijaksanaan (panna), moralitas (sila), dan pelatihan pikiran dan konsentrasi (sammaddhi). Dan khusus untuk Theravada, yang berarti jalan/tradisi para tua2, pelatihan praktik dan pengembangan lebih difokuskan kepada pencapaian dalam kehidupan saat ini juga, yaitu jalan savakaboddhi.
So demikian penghantar singkat dari TS, saya sangat memohon agar para rekan warga Forspi dan forum kaskus ini mau ikut berbagi, dan membagi pengetahuannya mengenai Buddhisme Theravada di trit ini. Dan juga para senior agar sudi mau membagi pengetahuan dan pengalamannya di trit ini.
Namo Buddhaya,
Sabbhe sattha bhavantu sukkhitattha,
semoga semua mahluk berbahagia
_/|\_




Sejarah
Bagan dan Skema dari Pali Tipitaka
Ulasan Singkat Pali Tipitaka dan Skema Pali Tipitaka
Pencarian Kebenaran :
Empat Kebenaran Mulia/Cattari ariyasaccana :
Tiga corak ( Tilakkhana)
Patthimokkha Sila, Vinaya dan aturan bagi para Bikkhu/Petapa
Panduan bagi perumah tangga/umat awam :
Bahan untuk perenungan
Daftar Alamat Vihara Sangha Theravada Indonesia
Indeks Sutta, Tuntunan Puja Bakti, Tulisan2 bagian dari Tipittaka lainnya, Meditasi dan lain sebagainya
Indeks
Diasuh oleh :
Minibalanar
Info kegiatan dan acara Buddhist :
Info kegiatan dan acara Buddhist
Approved by Moderator :
Approved
Namo Dhammaya
Namo Sanghaya
Kalena Dhammasavanam, kalena dhammasakkhacca, ettammangalamuttamam'ti
_/|\_
Salam bagi semua kaskuser warga forspi sekalian, semoga semua dalam kondisi baik dan berbahagia semua.
Melalui trid ini TS berniat untuk menjalin komunikasi dengan semua warga kaskus yang menganut Buddhisme aliran Theravada atau yang sedang belajar mendalami Buddhisme dan siapa saja yang berminat untuk mempelajari Buddhisme Theravada.
Buddhisme Theravada atau sering juga disebut Buddhisme aliran selatan adalah Buddhisme yang sebagian besar sumber ajarannya berasal dari Pali Tipitaka, yaitu Tipitaka berbahasa Pali. Berbagai doktrin dan ajaran mendasar yang menjiwai ajaran Buddhisme Theravada adalah berbagai kitab yang kanonik yang penukisannya menggunakan bahasa Pali, yaitu suatu bahasa rumpun IndoArya yang digunakan sebagai bahasa text/tulisan (bukan bahasa lisan/ucapan) yang berkembang di India Tengah dahulu pada masa Sang Buddha Gotama masih hidup dan berkarya.
Ajaran dasar Buddhisme Theravada tidak berbeda terlalu jauh dengan aliran Buddhisme lainnya (Mahayana, Tantrayana, Vajrayana), yaitu sama2 bercorakkan Tilakkhana (3 corak), Cattariariyasaccana (4 kebenaran ariya), dan praktek pengembangan Buddhisme Theravada pun sama-sama mengembang suatu metode pelatihan diri yang disebut Ariyaattanghikkamagga (jalan mulia beruas delapan) yang sering dibagi menjadi tiga aspek yaitu latihan kebijaksanaan (panna), moralitas (sila), dan pelatihan pikiran dan konsentrasi (sammaddhi). Dan khusus untuk Theravada, yang berarti jalan/tradisi para tua2, pelatihan praktik dan pengembangan lebih difokuskan kepada pencapaian dalam kehidupan saat ini juga, yaitu jalan savakaboddhi.
So demikian penghantar singkat dari TS, saya sangat memohon agar para rekan warga Forspi dan forum kaskus ini mau ikut berbagi, dan membagi pengetahuannya mengenai Buddhisme Theravada di trit ini. Dan juga para senior agar sudi mau membagi pengetahuan dan pengalamannya di trit ini.
Namo Buddhaya,
Sabbhe sattha bhavantu sukkhitattha,
semoga semua mahluk berbahagia
_/|\_
Bagi para rekan kaskuser sangat dimohon agar tidak ngejunk, flame, atau trolling. Harapan TS agar trit ini dapat menjadi wadah komunikasi dan berbagi pemahaman dan wawasan agar praktik dan latihan kita semua semakin berkembang dan maju.
Annumodanna _/|\_
Annumodanna _/|\_



Sejarah
- Sejarah Singkat Buddhisme Theravada
- Kronologi Singkat Part 1
- Kronologi Singkat Part 2 dan Sejarah Singkat Sangha Theravada Indonesia (STI)
Bagan dan Skema dari Pali Tipitaka
Ulasan Singkat Pali Tipitaka dan Skema Pali Tipitaka
Pencarian Kebenaran :
- Saduran bebas Kalama Sutta, sumbangan artikel dari bro Minibalanar
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Ehipassiko, posted by Minibalanar
Empat Kebenaran Mulia/Cattari ariyasaccana :
- Pengantar dari TS
- Dari sumber lain yang saya copas
- Tulisan salah seorang member kaskus di forum lain yang saya copas
Tiga corak ( Tilakkhana)
Patthimokkha Sila, Vinaya dan aturan bagi para Bikkhu/Petapa
- Parajika dan Sanghadisesa
- Aniyata dan Nissagiya Pacittiya
- Pacittiya 1
- Pacittiya 2(Acelaka Vagga, Surapana Vagga, Sapana Vagga, Sahadhammika Vagga
- Pacittiya 3(Ratana Vagga) dan Patidesaniya
- Sekhiya
- Adhikarana Samatha
Panduan bagi perumah tangga/umat awam :
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Pancasila Buddhist, by Minibalanar
- [URL="http://www.kaskus.co.id/showpost.php?[*]p=698709246&postcount=66"]Pancasila Buddhist, by Minibalanar[/URL]
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Pharabava Sutta
Bahan untuk perenungan
- Bebas dari kesalahan, tulisan Banthe Saddhaviro Mahathera
- Apakah agama Buddha itu kuno? Tulisan Banthe Uttamo
- Cara berpikir seorang praktisi dan non praktisi, tulisan Bikkhu Buddhadasa
- Perenungan Brahmavihara1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7
Daftar Alamat Vihara Sangha Theravada Indonesia
- Pulau Sumatra dan Banten
- DKI Jakarta dan Jawa Barat
- Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta
- Jawa Timur dan Bali
- Nusa Tenggara dan Pulau Kalimantan
- Pulau Sulawesi
Indeks Sutta, Tuntunan Puja Bakti, Tulisan2 bagian dari Tipittaka lainnya, Meditasi dan lain sebagainya
Indeks
Diasuh oleh :
Minibalanar
Info kegiatan dan acara Buddhist :
Info kegiatan dan acara Buddhist
Approved by Moderator :
Approved
Diubah oleh joeraygaul 22-11-2012 14:10
emineminna dan nona212 memberi reputasi
2
110.1K
747
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Spiritual
6.4KThread•2.7KAnggota
Tampilkan semua post
Minibalanar
#146
BAB TUJUH BELAS
PERUMPAMAAN1
“Yang Mulia Nagasena, apakah sifat-sifat yang harus dimiliki seorang bhikkhu agar dapat mencapai tingkat Arahat?”
1. Keledai
“Seperti halnya, O baginda, seekor keledai, tidak akan beristirahat lama di mana pun ia berbaring; demikian juga seorang bhikkhu yang berniat mencapai tingkat Arahat tidak akan beristirahat lama.”
2. Ayam
“Seperti halnya ayam bertengger pada saat yang tepat; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya segera melaksanakan tugas-tugasnya2 setelah mengumpulkan dana makanan dan pergi ketempat yang sunyi untuk bermeditasi.
“Seperti halnya seekor ayam bangun pagi; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya bangun pagi.
“Seperti halnya seekor ayam terus-menerus mengais tanah mencari makan; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya terus-menerus merenungkan makanan yang dimakannya dengan berpikir: ‘Saya makan bukan untuk kenikmatan dan bukan untuk penampilan, melainkan hanya untuk menepis rasa sakit karena lapar dan agar saya dapat menjalankan kehidupan suci. Dengan demikian saya akan mengakhiri penderitaan’.
“Seperti halnya seekor ayam meskipun mempunyai mata namun buta di waktu malam; demikian juga seorang bhikkhu seolah-olah buta ketika sedang bermeditasi, tidak memperhatikan objek-objek indera yang mungkin akan mengganggu konsentrasinya.
“Dan seperti halnya seekor ayam meskipun diusir dengan tongkat dan batu tidak meninggalkan tempatnya bertengger; demikian juga seorang bhikkhu tidak meninggalkan kewaspadaannya, tidak peduli apakah dia sedang sibuk membuat jubah, membangun, mengajar, mempelajari kitab suci, atau melakukan apa pun.
4. Harimau Kumbang Betina
“Seperti halnya seekor harimau kumbang betina hanya hamil sekali dan tidak akan berpaling lagi pada yang jantan; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu. Karena melihat penderitaan yang menjadi sifat kelahiran ulang, seorang bhikkhu memutuskan untuk tidak memasuki kelahiran yang mana pun di masa mendatang. Demikian ini telah dikatakan oleh Sang Buddha, O baginda, di dalam Dhaniya Sutta di Sutta Nipata:
Setelah mematahkan belenggu-belenggu seperti banteng, dan seperti gajah yang telah mematahkan tanaman-tanaman menjalar, maka tidak akan ada lagi kelahiran bagiku. Jadi, curahkan hujan, O awan, jika engkau mau!’3
7. Pohon Bambu
“Seperti halnya pohon bambu berayun ke mana angin bertiup; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu, fleksibel dan menyesuaikan diri pada ajaran.
10. Monyet
“Seperti halnya seekor monyet tinggal di pohon besar yang rindang dan tertutup rapat oleh dahan-dahan; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya tinggal dengan guru yang terpelajar, yang patut dihormati dan mampu membimbingnya.
12. Teratai
“Seperti halnya teratai tidak ternoda oleh air di mana ia dilahirkan dan tumbuh; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu tidak ternoda oleh dukungan, persembahan dan penghormatan umatnya.
“Seperti halnya teratai terangkat di atas air; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu berada jauh di atas keduniawian.
“Dan seperti halnya teratai bergetar terkena hembusan angin sepoi; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu gemetar walaupun hanya berpikir ingin melakukan kejahatan, karena melihat adanya bahaya di dalam kesalahan yang sekecil apa pun.
20. Samudera
“Seperti halnya samudera melemparkan mayat ke pantai; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya menyingkirkan kekotoran batin dari pikirannya.
“Seperti halnya samudera meskipun menyimpan banyak kekayaan tidak akan mengangkatnya ke atas; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya memiliki permata pencapaian tetapi tidak memamerkannya.
“Seperti halnya samudera berhubungan dengan makhluk-makhluk yang besar; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu berhubungan dengan sesama siswa yang hanya mempunyai sedikit keinginan, yang berbudi luhur, terpelajar dan bijaksana.
“Seperti halnya samudera tidak pernah membanjiri pantainya; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu tidak pernah melanggar moralitas sekalipun demi kehidupannya.
“Dan seperti halnya samudera tidak meluap meskipun semua sungai mengalir ke dalamnya; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya tidak pernah bosan mendengarkan ajaran dan instruksi Dhamma, Vinaya dan Abhidhamma.
21. Bumi
“Seperti halnya bumi besar ini tidak tergoyahkan oleh benda-benda -yang baik maupun buruk- yang dilemparkan kepadanya; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu tetap tidak tergoyahkan bila dipuji atau dicaci, didukung atau diabaikan.
“Seperti halnya bumi besar ini tidak berhias tetapi mempunyai aroma sendiri; demikian juga seorang bhikkhu tidak berhias dengan wangi-wangian tetapi memiliki keharuman moralitasnya.
“Seperti halnya bumi besar ini tidak kenal lelah walaupun ia menanggung banyak hal; demikian juga seorang bhikkhu tidak kenal lelah memberikan petunjuk, peringatan dan dorongan. “Dan seperti halnya bumi besar ini tidak mempunyai rasa benci atau rasa suka; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu tidak mempunyai kedengkian atau kesukaan.
22. Air
“Seperti halnya air secara alami tetap tenang; demikian juga seorang bhikkhu memiliki sifat tidak munafik, tidak suka berkeluh kesah, tidak berbicara dengan maksud untuk memperoleh keuntungan, tidak berperilaku yang tercela, tetap tenang tak terganggu dan murni secara alami.
“Seperti halnya air selalu menyegarkan; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu penuh kasih sayang, selalu mencari yang baik dan bermanfaat bagi semuanya.
“Dan seperti halnya air tidak pernah mencelakakan siapa pun; demikian juga seorang bhikkhu yang sungguh-sungguh berusaha, tidak pernah melakukan kesalahan apa pun yang menyebabkan pertengkaran, atau perselisihan, atau kemarahan, atau ketidakpuasan. Demikian ini telah dikatakan oleh Sang Buddha dalam Kanha Jataka:
‘O Sakka, raja seluruh dunia, sebuah pilihan kau nyatakan:
Tidak seharusnya ada makhluk yang dilukai untukku,
O Sakka, di mana pun, Tidak di tubuh tidak pula di pikiran:
ini, Sakka, adalah harapanku.’4
27. Bulan
“Seperti halnya bulan berubah semakin besar dari hari ke hari sampai purnama; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya meningkatkan sifat-sifatnya yang baik dari hari ke hari.
30. Raja Semesta
“Seperti halnya raja semesta disenangi rakyatnya karena empat landasan ketenaran [kemurahan hati, keramah-tamahan, keadilan dan sifatnya yang tidak memihak]; demikian juga seharusnya bhikkhu itu disenangi oleh para bhikkhu dan umat awam.
“Seperti halnya raja semesta tidak mengizinkan para perampok berdiam di daerahnya; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya tidak mengizinkan pikiran yang jahat, yang bernafsu atau yang kejam berdiam di dalam pikirannya.
“Dan seperti halnya raja semesta berkelana ke seluruh dunia memeriksa yang baik dan jahat; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya memeriksa dirinya dengan seksama sehubungan dengan buah-pikirnya, ucapannya, dan perbuatannya.
40. Gajah
“Seperti halnya seekor gajah memutar seluruh tubuh ketika memandang sekeliling; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya memutar tubuh ketika memandang sekeliling, tidak memandang sekilas ke sana sini melainkan mengendalikan pandangannya dengan baik.
“Seperti halnya seekor gajah mengangkat kakinya dan melangkah dengan hati-hati; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya selalu waspada dan sepenuhnya menyadari gerak jalannya.
PERUMPAMAAN1
“Yang Mulia Nagasena, apakah sifat-sifat yang harus dimiliki seorang bhikkhu agar dapat mencapai tingkat Arahat?”
1. Keledai
“Seperti halnya, O baginda, seekor keledai, tidak akan beristirahat lama di mana pun ia berbaring; demikian juga seorang bhikkhu yang berniat mencapai tingkat Arahat tidak akan beristirahat lama.”
2. Ayam
“Seperti halnya ayam bertengger pada saat yang tepat; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya segera melaksanakan tugas-tugasnya2 setelah mengumpulkan dana makanan dan pergi ketempat yang sunyi untuk bermeditasi.
“Seperti halnya seekor ayam bangun pagi; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya bangun pagi.
“Seperti halnya seekor ayam terus-menerus mengais tanah mencari makan; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya terus-menerus merenungkan makanan yang dimakannya dengan berpikir: ‘Saya makan bukan untuk kenikmatan dan bukan untuk penampilan, melainkan hanya untuk menepis rasa sakit karena lapar dan agar saya dapat menjalankan kehidupan suci. Dengan demikian saya akan mengakhiri penderitaan’.
“Seperti halnya seekor ayam meskipun mempunyai mata namun buta di waktu malam; demikian juga seorang bhikkhu seolah-olah buta ketika sedang bermeditasi, tidak memperhatikan objek-objek indera yang mungkin akan mengganggu konsentrasinya.
“Dan seperti halnya seekor ayam meskipun diusir dengan tongkat dan batu tidak meninggalkan tempatnya bertengger; demikian juga seorang bhikkhu tidak meninggalkan kewaspadaannya, tidak peduli apakah dia sedang sibuk membuat jubah, membangun, mengajar, mempelajari kitab suci, atau melakukan apa pun.
4. Harimau Kumbang Betina
“Seperti halnya seekor harimau kumbang betina hanya hamil sekali dan tidak akan berpaling lagi pada yang jantan; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu. Karena melihat penderitaan yang menjadi sifat kelahiran ulang, seorang bhikkhu memutuskan untuk tidak memasuki kelahiran yang mana pun di masa mendatang. Demikian ini telah dikatakan oleh Sang Buddha, O baginda, di dalam Dhaniya Sutta di Sutta Nipata:
Setelah mematahkan belenggu-belenggu seperti banteng, dan seperti gajah yang telah mematahkan tanaman-tanaman menjalar, maka tidak akan ada lagi kelahiran bagiku. Jadi, curahkan hujan, O awan, jika engkau mau!’3
7. Pohon Bambu
“Seperti halnya pohon bambu berayun ke mana angin bertiup; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu, fleksibel dan menyesuaikan diri pada ajaran.
10. Monyet
“Seperti halnya seekor monyet tinggal di pohon besar yang rindang dan tertutup rapat oleh dahan-dahan; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya tinggal dengan guru yang terpelajar, yang patut dihormati dan mampu membimbingnya.
12. Teratai
“Seperti halnya teratai tidak ternoda oleh air di mana ia dilahirkan dan tumbuh; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu tidak ternoda oleh dukungan, persembahan dan penghormatan umatnya.
“Seperti halnya teratai terangkat di atas air; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu berada jauh di atas keduniawian.
“Dan seperti halnya teratai bergetar terkena hembusan angin sepoi; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu gemetar walaupun hanya berpikir ingin melakukan kejahatan, karena melihat adanya bahaya di dalam kesalahan yang sekecil apa pun.
20. Samudera
“Seperti halnya samudera melemparkan mayat ke pantai; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya menyingkirkan kekotoran batin dari pikirannya.
“Seperti halnya samudera meskipun menyimpan banyak kekayaan tidak akan mengangkatnya ke atas; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya memiliki permata pencapaian tetapi tidak memamerkannya.
“Seperti halnya samudera berhubungan dengan makhluk-makhluk yang besar; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu berhubungan dengan sesama siswa yang hanya mempunyai sedikit keinginan, yang berbudi luhur, terpelajar dan bijaksana.
“Seperti halnya samudera tidak pernah membanjiri pantainya; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu tidak pernah melanggar moralitas sekalipun demi kehidupannya.
“Dan seperti halnya samudera tidak meluap meskipun semua sungai mengalir ke dalamnya; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya tidak pernah bosan mendengarkan ajaran dan instruksi Dhamma, Vinaya dan Abhidhamma.
21. Bumi
“Seperti halnya bumi besar ini tidak tergoyahkan oleh benda-benda -yang baik maupun buruk- yang dilemparkan kepadanya; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu tetap tidak tergoyahkan bila dipuji atau dicaci, didukung atau diabaikan.
“Seperti halnya bumi besar ini tidak berhias tetapi mempunyai aroma sendiri; demikian juga seorang bhikkhu tidak berhias dengan wangi-wangian tetapi memiliki keharuman moralitasnya.
“Seperti halnya bumi besar ini tidak kenal lelah walaupun ia menanggung banyak hal; demikian juga seorang bhikkhu tidak kenal lelah memberikan petunjuk, peringatan dan dorongan. “Dan seperti halnya bumi besar ini tidak mempunyai rasa benci atau rasa suka; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu tidak mempunyai kedengkian atau kesukaan.
22. Air
“Seperti halnya air secara alami tetap tenang; demikian juga seorang bhikkhu memiliki sifat tidak munafik, tidak suka berkeluh kesah, tidak berbicara dengan maksud untuk memperoleh keuntungan, tidak berperilaku yang tercela, tetap tenang tak terganggu dan murni secara alami.
“Seperti halnya air selalu menyegarkan; demikian juga seharusnya seorang bhikkhu penuh kasih sayang, selalu mencari yang baik dan bermanfaat bagi semuanya.
“Dan seperti halnya air tidak pernah mencelakakan siapa pun; demikian juga seorang bhikkhu yang sungguh-sungguh berusaha, tidak pernah melakukan kesalahan apa pun yang menyebabkan pertengkaran, atau perselisihan, atau kemarahan, atau ketidakpuasan. Demikian ini telah dikatakan oleh Sang Buddha dalam Kanha Jataka:
‘O Sakka, raja seluruh dunia, sebuah pilihan kau nyatakan:
Tidak seharusnya ada makhluk yang dilukai untukku,
O Sakka, di mana pun, Tidak di tubuh tidak pula di pikiran:
ini, Sakka, adalah harapanku.’4
27. Bulan
“Seperti halnya bulan berubah semakin besar dari hari ke hari sampai purnama; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya meningkatkan sifat-sifatnya yang baik dari hari ke hari.
30. Raja Semesta
“Seperti halnya raja semesta disenangi rakyatnya karena empat landasan ketenaran [kemurahan hati, keramah-tamahan, keadilan dan sifatnya yang tidak memihak]; demikian juga seharusnya bhikkhu itu disenangi oleh para bhikkhu dan umat awam.
“Seperti halnya raja semesta tidak mengizinkan para perampok berdiam di daerahnya; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya tidak mengizinkan pikiran yang jahat, yang bernafsu atau yang kejam berdiam di dalam pikirannya.
“Dan seperti halnya raja semesta berkelana ke seluruh dunia memeriksa yang baik dan jahat; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya memeriksa dirinya dengan seksama sehubungan dengan buah-pikirnya, ucapannya, dan perbuatannya.
40. Gajah
“Seperti halnya seekor gajah memutar seluruh tubuh ketika memandang sekeliling; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya memutar tubuh ketika memandang sekeliling, tidak memandang sekilas ke sana sini melainkan mengendalikan pandangannya dengan baik.
“Seperti halnya seekor gajah mengangkat kakinya dan melangkah dengan hati-hati; demikian juga seorang bhikkhu seharusnya selalu waspada dan sepenuhnya menyadari gerak jalannya.
0