TS
joeraygaul
Buddha Theravada Indonesia
Namo Buddhaya
Namo Dhammaya
Namo Sanghaya
Kalena Dhammasavanam, kalena dhammasakkhacca, ettammangalamuttamam'ti
_/|\_
Salam bagi semua kaskuser warga forspi sekalian, semoga semua dalam kondisi baik dan berbahagia semua.
Melalui trid ini TS berniat untuk menjalin komunikasi dengan semua warga kaskus yang menganut Buddhisme aliran Theravada atau yang sedang belajar mendalami Buddhisme dan siapa saja yang berminat untuk mempelajari Buddhisme Theravada.
Buddhisme Theravada atau sering juga disebut Buddhisme aliran selatan adalah Buddhisme yang sebagian besar sumber ajarannya berasal dari Pali Tipitaka, yaitu Tipitaka berbahasa Pali. Berbagai doktrin dan ajaran mendasar yang menjiwai ajaran Buddhisme Theravada adalah berbagai kitab yang kanonik yang penukisannya menggunakan bahasa Pali, yaitu suatu bahasa rumpun IndoArya yang digunakan sebagai bahasa text/tulisan (bukan bahasa lisan/ucapan) yang berkembang di India Tengah dahulu pada masa Sang Buddha Gotama masih hidup dan berkarya.
Ajaran dasar Buddhisme Theravada tidak berbeda terlalu jauh dengan aliran Buddhisme lainnya (Mahayana, Tantrayana, Vajrayana), yaitu sama2 bercorakkan Tilakkhana (3 corak), Cattariariyasaccana (4 kebenaran ariya), dan praktek pengembangan Buddhisme Theravada pun sama-sama mengembang suatu metode pelatihan diri yang disebut Ariyaattanghikkamagga (jalan mulia beruas delapan) yang sering dibagi menjadi tiga aspek yaitu latihan kebijaksanaan (panna), moralitas (sila), dan pelatihan pikiran dan konsentrasi (sammaddhi). Dan khusus untuk Theravada, yang berarti jalan/tradisi para tua2, pelatihan praktik dan pengembangan lebih difokuskan kepada pencapaian dalam kehidupan saat ini juga, yaitu jalan savakaboddhi.
So demikian penghantar singkat dari TS, saya sangat memohon agar para rekan warga Forspi dan forum kaskus ini mau ikut berbagi, dan membagi pengetahuannya mengenai Buddhisme Theravada di trit ini. Dan juga para senior agar sudi mau membagi pengetahuan dan pengalamannya di trit ini.
Namo Buddhaya,
Sabbhe sattha bhavantu sukkhitattha,
semoga semua mahluk berbahagia
_/|\_




Sejarah
Bagan dan Skema dari Pali Tipitaka
Ulasan Singkat Pali Tipitaka dan Skema Pali Tipitaka
Pencarian Kebenaran :
Empat Kebenaran Mulia/Cattari ariyasaccana :
Tiga corak ( Tilakkhana)
Patthimokkha Sila, Vinaya dan aturan bagi para Bikkhu/Petapa
Panduan bagi perumah tangga/umat awam :
Bahan untuk perenungan
Daftar Alamat Vihara Sangha Theravada Indonesia
Indeks Sutta, Tuntunan Puja Bakti, Tulisan2 bagian dari Tipittaka lainnya, Meditasi dan lain sebagainya
Indeks
Diasuh oleh :
Minibalanar
Info kegiatan dan acara Buddhist :
Info kegiatan dan acara Buddhist
Approved by Moderator :
Approved
Namo Dhammaya
Namo Sanghaya
Kalena Dhammasavanam, kalena dhammasakkhacca, ettammangalamuttamam'ti
_/|\_
Salam bagi semua kaskuser warga forspi sekalian, semoga semua dalam kondisi baik dan berbahagia semua.
Melalui trid ini TS berniat untuk menjalin komunikasi dengan semua warga kaskus yang menganut Buddhisme aliran Theravada atau yang sedang belajar mendalami Buddhisme dan siapa saja yang berminat untuk mempelajari Buddhisme Theravada.
Buddhisme Theravada atau sering juga disebut Buddhisme aliran selatan adalah Buddhisme yang sebagian besar sumber ajarannya berasal dari Pali Tipitaka, yaitu Tipitaka berbahasa Pali. Berbagai doktrin dan ajaran mendasar yang menjiwai ajaran Buddhisme Theravada adalah berbagai kitab yang kanonik yang penukisannya menggunakan bahasa Pali, yaitu suatu bahasa rumpun IndoArya yang digunakan sebagai bahasa text/tulisan (bukan bahasa lisan/ucapan) yang berkembang di India Tengah dahulu pada masa Sang Buddha Gotama masih hidup dan berkarya.
Ajaran dasar Buddhisme Theravada tidak berbeda terlalu jauh dengan aliran Buddhisme lainnya (Mahayana, Tantrayana, Vajrayana), yaitu sama2 bercorakkan Tilakkhana (3 corak), Cattariariyasaccana (4 kebenaran ariya), dan praktek pengembangan Buddhisme Theravada pun sama-sama mengembang suatu metode pelatihan diri yang disebut Ariyaattanghikkamagga (jalan mulia beruas delapan) yang sering dibagi menjadi tiga aspek yaitu latihan kebijaksanaan (panna), moralitas (sila), dan pelatihan pikiran dan konsentrasi (sammaddhi). Dan khusus untuk Theravada, yang berarti jalan/tradisi para tua2, pelatihan praktik dan pengembangan lebih difokuskan kepada pencapaian dalam kehidupan saat ini juga, yaitu jalan savakaboddhi.
So demikian penghantar singkat dari TS, saya sangat memohon agar para rekan warga Forspi dan forum kaskus ini mau ikut berbagi, dan membagi pengetahuannya mengenai Buddhisme Theravada di trit ini. Dan juga para senior agar sudi mau membagi pengetahuan dan pengalamannya di trit ini.
Namo Buddhaya,
Sabbhe sattha bhavantu sukkhitattha,
semoga semua mahluk berbahagia
_/|\_
Bagi para rekan kaskuser sangat dimohon agar tidak ngejunk, flame, atau trolling. Harapan TS agar trit ini dapat menjadi wadah komunikasi dan berbagi pemahaman dan wawasan agar praktik dan latihan kita semua semakin berkembang dan maju.
Annumodanna _/|\_
Annumodanna _/|\_



Sejarah
- Sejarah Singkat Buddhisme Theravada
- Kronologi Singkat Part 1
- Kronologi Singkat Part 2 dan Sejarah Singkat Sangha Theravada Indonesia (STI)
Bagan dan Skema dari Pali Tipitaka
Ulasan Singkat Pali Tipitaka dan Skema Pali Tipitaka
Pencarian Kebenaran :
- Saduran bebas Kalama Sutta, sumbangan artikel dari bro Minibalanar
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Ehipassiko, posted by Minibalanar
Empat Kebenaran Mulia/Cattari ariyasaccana :
- Pengantar dari TS
- Dari sumber lain yang saya copas
- Tulisan salah seorang member kaskus di forum lain yang saya copas
Tiga corak ( Tilakkhana)
Patthimokkha Sila, Vinaya dan aturan bagi para Bikkhu/Petapa
- Parajika dan Sanghadisesa
- Aniyata dan Nissagiya Pacittiya
- Pacittiya 1
- Pacittiya 2(Acelaka Vagga, Surapana Vagga, Sapana Vagga, Sahadhammika Vagga
- Pacittiya 3(Ratana Vagga) dan Patidesaniya
- Sekhiya
- Adhikarana Samatha
Panduan bagi perumah tangga/umat awam :
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Pancasila Buddhist, by Minibalanar
- [URL="http://www.kaskus.co.id/showpost.php?[*]p=698709246&postcount=66"]Pancasila Buddhist, by Minibalanar[/URL]
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Pharabava Sutta
Bahan untuk perenungan
- Bebas dari kesalahan, tulisan Banthe Saddhaviro Mahathera
- Apakah agama Buddha itu kuno? Tulisan Banthe Uttamo
- Cara berpikir seorang praktisi dan non praktisi, tulisan Bikkhu Buddhadasa
- Perenungan Brahmavihara1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7
Daftar Alamat Vihara Sangha Theravada Indonesia
- Pulau Sumatra dan Banten
- DKI Jakarta dan Jawa Barat
- Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta
- Jawa Timur dan Bali
- Nusa Tenggara dan Pulau Kalimantan
- Pulau Sulawesi
Indeks Sutta, Tuntunan Puja Bakti, Tulisan2 bagian dari Tipittaka lainnya, Meditasi dan lain sebagainya
Indeks
Diasuh oleh :
Minibalanar
Info kegiatan dan acara Buddhist :
Info kegiatan dan acara Buddhist
Approved by Moderator :
Approved
Diubah oleh joeraygaul 22-11-2012 14:10
emineminna dan nona212 memberi reputasi
2
110.1K
747
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Spiritual
6.4KThread•2.7KAnggota
Tampilkan semua post
Minibalanar
#144
BAB ENAM BELAS
1. Pertanyaan yang Diselesaikan dengan Kesimpulan
Raja Milinda menemui Nagasena di tempat kediamannya, dan setelah memberi hormat, raja duduk di satu sisi. Karena ingin mengetahui, mendengar dan mengingat di dalam pikiran, serta ingin menghalau kebodohan batinnya, raja mengumpulkan keberanian dan semangatnya, memantapkan pengendalian diri dan kewaspadaannya, dan kemudian berbicara kepada Nagasena:
“Sudah pernahkah Yang Mulia melihat Sang Buddha?”1
“Belum, baginda.”
“Sudah pernahkah guru-guru Anda melihat Sang Buddha?”
“Belum, baginda.”
“Kalau begitu, Nagasena, Sang Buddha itu tidak ada; tidak ada bukti yang jelas tentang keberadaan Sang Buddha.”
“Tapi, apakah para ksatria yang merupakan pendiri garis keturunan raja yang menurunkan baginda itu ada?”
“Tentu saja, Yang Mulia, tidak ada keraguan tentang hal itu.”
“Sudah pernahkah baginda melihat mereka?”
“Belum, Yang Mulia.”
“Apakah para guru dan menteri negara yang menetapkan undang-undang sudah pernah melihat mereka?”
“Belum, Yang Mulia.”
“Kalau begitu, tidak ada bukti yang jelas tentang keberadaan para ksatria di zaman dahulu itu.”
“Tetapi Nagasena, lencana kerajaan yang mereka gunakan masih dapat dilihat, dan dari situ kita dapat menyimpulkan dan mengetahui bahwa para ksatria di zaman dahulu itu benar-benar ada.”
“Demikian juga, O baginda, kita dapat mengetahui bahwa Sang Buddha pernah hidup dan kita dapat mempercayai Beliau. Lencana kerajaan yang dipakai Sang Buddha masih dapat dilihat. Ada empat landasan kewaspadaan, empat usaha benar, empat landasan keberhasilan, lima kekuatan moral, lima kemampuan yang mengendalikan, tujuh faktor pencerahan dan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dari semua itu kita dapat menyimpulkan dan mengetahui bahwa Sang Buddha benar-benar ada.”
“Berikanlah ilustrasi.”
“Seperti halnya orang yang melihat kota yang indah dan terencana dengan baik akan mengetahui bahwa kota itu ditata oleh arsitek yang ahli; demikian juga kota kebenaran yang dibangun oleh Sang Buddha dapat dilihat. Kota itu memiliki kewaspadaan yang tak terputus sebagai jalan utamanya, dan di jalan utama itu terdapat kios-kios pasar yang menjual bunga, wangi-wangian, buah, penawar, obat, nektar, permata tak ternilai, dan segala macam barang dagangan. Demikianlah, O baginda, kota kebenaran Sang Buddha direncanakan dengan baik, dibangun dengan kuat dan terlindung dengan baik sehingga kota itu tak dapat ditembus musuh; dan dengan metode menyimpulkan ini baginda dapat mengetahui bahwa Sang Buddha pernah ada.”
“Apakah bunga di kota kebenaran itu?”
“Ada beberapa objek meditasi yang diperkenalkan oleh Sang Buddha: persepsi tentang ketidakkekalan, tentang ketidakpuasan, tidak adanya jiwa, sifat yang menjijikkan, bahaya, melepas, hilangnya nafsu, kekecewaan terhadap semua alam kehidupan, ketidakkekalan semua bentukan mental; meditasi dengan memperhatikan napas, persepsi mengenai sembilan macam mayat dalam proses pembusukan yang berlangsung, meditasi cinta kasih, kasih sayang, suka cita dengan simpati dan ketenang-seimbangan batin; serta kewaspadaan terhadap kematian dan kewaspadaan terhadap tiga puluh dua bagian tubuh.2 Siapa pun yang ingin terbebas dari usia tua dan kematian dapat memilih salah satu objek tersebut. Maka dia akan dapat terbebas dari nafsu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin, kesombongan dan pandangan salah. Dia dapat menyeberangi lautan samsara, membendung derasnya aliran nafsu keinginan, dan menghancurkan semua penderitaan. Dia kemudian dapat memasuki kota nibbana di mana terdapat rasa aman, ketenangan dan kebahagiaan.”
“Apakah wangi-wangian di kota kebenaran itu?”
“Wangi-wangian itu ada dalam bentuk pelaksanaan pengendalian diri lewat Tiga Perlindungan, lima sila, delapan sila, sepuluh sila, serta Patimokkha bagi para. bhikkhu. Demikian ini dikatakan oleh Sang Buddha:
‘Tak ada keharuman bunga yang dapat melawan arah angin,
Baik itu cendana, sari wewangian, atau bunga melati’.
Tetapi harumnya kebajikan dapat melawan angin,
Ke segala arah menyebar harumnya nama orang yang bajik.’3
“Apakah buah di kota kebenaran itu?”
“Buah itu adalah buah pemenang-arus, buah yang-kembali-sekali-lagi, buah yang-tidak-kembali-lagi, dan buah Arahat, pencapaian kekosongan, pencapaian keadaan tanpa-tanda dan pencapaian hilangnya nafsu.”4
“Apakah obat penawar di kota kebenaran itu?”
“Empat Kesunyataan Mulia adalah penawar bagi racun kegelapan batin. Siapa pun yang merindukan pandangan terang yang tertinggi dan mendengar Ajaran ini akan terbebas dari kelahiran, usia tua, kematian, kesusahan, penderitaan, duka cita, ratap-tangis dan keputusasaan.”
“Apakah obat di kota kebenaran itu?”
“Obat-obat tertentu, O baginda, telah diberikan oleh Sang Buddha untuk menyembuhkan para dewa dan manusia. Inilah obat-obat itu: Empat Landasan Kewaspadaan, Empat Usaha Benar, Empat Landasan Keberhasilan, Lima Kemampuan Pengendali, Lima Kekuatan Moral, Tujuh Faktor Pencerahan dan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dengan obat-obat ini Sang Buddha menyembuhkan orang dari pandangan salah, pikiran salah, ucapan salah, tindakan salah, mata pencaharian salah, usaha salah, kewaspadaan salah dan konsentrasi salah. Beliau membebaskan mereka dari keserakahan, kebencian dan kegelapan batin, kesombongan, kepercayaan tentang adanya diri, keraguan, kegelisahan, kemalasan dan kelambanan, tidak tahu malu dan kesembronoan serta semua kekotoran batin lainnya.”
“Apakah nektar di kota kebenaran itu?”
“Kewaspadaan terhadap tubuh adalah bagaikan nektar, karena semua makhluk yang dipenuhi nektar kewaspadaan terhadap tubuh ini akan terbebas dari segala penderitaan. Demikian ini dikatakan oleh Sang Buddha:
‘Mereka yang memanfaatkan kewaspadaan terhadap tubuh akan menikmati nektar keadaan tanpa-kematian.’5
“Apakah permata tak ternilai di kota kebenaran itu?”
“Moralitas, konsentrasi, kebijaksanaan, kebebasan, pengetahuan dan visi kebebasan, pengetahuan untuk membedakan, dan faktor-faktor pencerahan adalah permata tak ternilai dari Sang Buddha.
“Dan apakah permata tak ternilai dari moralitas? Yaitu nilai-nilai luhur pengendalian lewat peraturan Patimokkha; nilai-nilai luhur pengendalian kemampuan indera; nilai-nilai luhur mata pencaharian benar; nilai-nilai luhur perenungan terhadap penggunaan empat kebutuhan pokok secara benar, makanan yang dikumpulkan, obat-obatan, jubah, dan tempat tinggal; nilai-nilai luhur pengendalian sesuai dengan peraturan disiplin yang pokok, menengah dan kecil,6 serta nilai-nilai luhur yang sudah menjadi kebiasaan manusia mulia.”
“Dan apakah permata tak ternilai dari konsentrasi? Yaitu jhana pertama dengan buah-pikir pemicu dan buah-pikir yang bertahan, jhana kedua tanpa buah-pikir pemicu tetapi dengan buah-pikir yang bertahan, jhana ketiga tanpa buah-pikir pemicu maupun buah-pikir yang bertahan tetapi dengan sukacita yang murni, kebahagiaan dan pemusatan pikiran; dan ini merupakan konsentrasi pada kekosongan, pada keadaan-tanpa-tanda dan pada tiadanya nafsu keinginan. Ketika seorang bhikkhu mengenakan permata konsentrasi ini, maka buah-buah pikir yang jahat dan tidak bermanfaat akan terlepas dari pikirannya bagaikan air di daun teratai.
“Dan apakah permata tak ternilai dari kebijaksanaan? Yaitu pengetahuan tentang apa yang bajik dan apa yang tidak bajik, apa yang tercela dan apa yang terpuji, serta pengetahuan tentang Empat Kesunyataan Mulia.
“Dan apakah permata tak ternilai dari kebebasan? Tingkat Arahat adalah permata dari segala permata, permata tak ternilai dari kebebasan. Jika seorang bhikkhu mengenakannya, dia lebih cemerlang daripada yang lain.
“Dan apakah permata tak ternilai dari pengetahuan dan visi kebebasan? Yaitu pengetahuan yang digunakan para Arya untuk meninjau lagi Sang Jalan, buah-buahnya dan nibbana, dan merenungkan kekotoran batin yang telah dapat dihilangkan dan kekotoran batin yang masih ada.
“Dan apakah permata tak ternilai dari pengetahuan untuk membedakan? Yaitu pandangan terang analitis terhadap makna, hukum, bahasa dan kecerdasan. Siapa pun yang mengenakan permata ini tidak akan takut menghadapi berbagai macam pertemuan dan percaya diri karena tahu bahwa dia dapat menjawab segala pertanyaan yang diajukan kepadanya.
“Dan apakah permata tak ternilai dari faktor-faktor pencerahan? Yaitu permata kewaspadaan, penyelidikan akan kebenaran, semangat, sukacita, ketenangan, konsentrasi dan ketenang-seimbangan batin. Jika dihiasi dengan permata-permata ini, seorang bhikkhu akan menerangi dunia dengan keluhurannya.”
1. Pertanyaan yang Diselesaikan dengan Kesimpulan
Raja Milinda menemui Nagasena di tempat kediamannya, dan setelah memberi hormat, raja duduk di satu sisi. Karena ingin mengetahui, mendengar dan mengingat di dalam pikiran, serta ingin menghalau kebodohan batinnya, raja mengumpulkan keberanian dan semangatnya, memantapkan pengendalian diri dan kewaspadaannya, dan kemudian berbicara kepada Nagasena:
“Sudah pernahkah Yang Mulia melihat Sang Buddha?”1
“Belum, baginda.”
“Sudah pernahkah guru-guru Anda melihat Sang Buddha?”
“Belum, baginda.”
“Kalau begitu, Nagasena, Sang Buddha itu tidak ada; tidak ada bukti yang jelas tentang keberadaan Sang Buddha.”
“Tapi, apakah para ksatria yang merupakan pendiri garis keturunan raja yang menurunkan baginda itu ada?”
“Tentu saja, Yang Mulia, tidak ada keraguan tentang hal itu.”
“Sudah pernahkah baginda melihat mereka?”
“Belum, Yang Mulia.”
“Apakah para guru dan menteri negara yang menetapkan undang-undang sudah pernah melihat mereka?”
“Belum, Yang Mulia.”
“Kalau begitu, tidak ada bukti yang jelas tentang keberadaan para ksatria di zaman dahulu itu.”
“Tetapi Nagasena, lencana kerajaan yang mereka gunakan masih dapat dilihat, dan dari situ kita dapat menyimpulkan dan mengetahui bahwa para ksatria di zaman dahulu itu benar-benar ada.”
“Demikian juga, O baginda, kita dapat mengetahui bahwa Sang Buddha pernah hidup dan kita dapat mempercayai Beliau. Lencana kerajaan yang dipakai Sang Buddha masih dapat dilihat. Ada empat landasan kewaspadaan, empat usaha benar, empat landasan keberhasilan, lima kekuatan moral, lima kemampuan yang mengendalikan, tujuh faktor pencerahan dan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dari semua itu kita dapat menyimpulkan dan mengetahui bahwa Sang Buddha benar-benar ada.”
“Berikanlah ilustrasi.”
“Seperti halnya orang yang melihat kota yang indah dan terencana dengan baik akan mengetahui bahwa kota itu ditata oleh arsitek yang ahli; demikian juga kota kebenaran yang dibangun oleh Sang Buddha dapat dilihat. Kota itu memiliki kewaspadaan yang tak terputus sebagai jalan utamanya, dan di jalan utama itu terdapat kios-kios pasar yang menjual bunga, wangi-wangian, buah, penawar, obat, nektar, permata tak ternilai, dan segala macam barang dagangan. Demikianlah, O baginda, kota kebenaran Sang Buddha direncanakan dengan baik, dibangun dengan kuat dan terlindung dengan baik sehingga kota itu tak dapat ditembus musuh; dan dengan metode menyimpulkan ini baginda dapat mengetahui bahwa Sang Buddha pernah ada.”
“Apakah bunga di kota kebenaran itu?”
“Ada beberapa objek meditasi yang diperkenalkan oleh Sang Buddha: persepsi tentang ketidakkekalan, tentang ketidakpuasan, tidak adanya jiwa, sifat yang menjijikkan, bahaya, melepas, hilangnya nafsu, kekecewaan terhadap semua alam kehidupan, ketidakkekalan semua bentukan mental; meditasi dengan memperhatikan napas, persepsi mengenai sembilan macam mayat dalam proses pembusukan yang berlangsung, meditasi cinta kasih, kasih sayang, suka cita dengan simpati dan ketenang-seimbangan batin; serta kewaspadaan terhadap kematian dan kewaspadaan terhadap tiga puluh dua bagian tubuh.2 Siapa pun yang ingin terbebas dari usia tua dan kematian dapat memilih salah satu objek tersebut. Maka dia akan dapat terbebas dari nafsu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin, kesombongan dan pandangan salah. Dia dapat menyeberangi lautan samsara, membendung derasnya aliran nafsu keinginan, dan menghancurkan semua penderitaan. Dia kemudian dapat memasuki kota nibbana di mana terdapat rasa aman, ketenangan dan kebahagiaan.”
“Apakah wangi-wangian di kota kebenaran itu?”
“Wangi-wangian itu ada dalam bentuk pelaksanaan pengendalian diri lewat Tiga Perlindungan, lima sila, delapan sila, sepuluh sila, serta Patimokkha bagi para. bhikkhu. Demikian ini dikatakan oleh Sang Buddha:
‘Tak ada keharuman bunga yang dapat melawan arah angin,
Baik itu cendana, sari wewangian, atau bunga melati’.
Tetapi harumnya kebajikan dapat melawan angin,
Ke segala arah menyebar harumnya nama orang yang bajik.’3
“Apakah buah di kota kebenaran itu?”
“Buah itu adalah buah pemenang-arus, buah yang-kembali-sekali-lagi, buah yang-tidak-kembali-lagi, dan buah Arahat, pencapaian kekosongan, pencapaian keadaan tanpa-tanda dan pencapaian hilangnya nafsu.”4
“Apakah obat penawar di kota kebenaran itu?”
“Empat Kesunyataan Mulia adalah penawar bagi racun kegelapan batin. Siapa pun yang merindukan pandangan terang yang tertinggi dan mendengar Ajaran ini akan terbebas dari kelahiran, usia tua, kematian, kesusahan, penderitaan, duka cita, ratap-tangis dan keputusasaan.”
“Apakah obat di kota kebenaran itu?”
“Obat-obat tertentu, O baginda, telah diberikan oleh Sang Buddha untuk menyembuhkan para dewa dan manusia. Inilah obat-obat itu: Empat Landasan Kewaspadaan, Empat Usaha Benar, Empat Landasan Keberhasilan, Lima Kemampuan Pengendali, Lima Kekuatan Moral, Tujuh Faktor Pencerahan dan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dengan obat-obat ini Sang Buddha menyembuhkan orang dari pandangan salah, pikiran salah, ucapan salah, tindakan salah, mata pencaharian salah, usaha salah, kewaspadaan salah dan konsentrasi salah. Beliau membebaskan mereka dari keserakahan, kebencian dan kegelapan batin, kesombongan, kepercayaan tentang adanya diri, keraguan, kegelisahan, kemalasan dan kelambanan, tidak tahu malu dan kesembronoan serta semua kekotoran batin lainnya.”
“Apakah nektar di kota kebenaran itu?”
“Kewaspadaan terhadap tubuh adalah bagaikan nektar, karena semua makhluk yang dipenuhi nektar kewaspadaan terhadap tubuh ini akan terbebas dari segala penderitaan. Demikian ini dikatakan oleh Sang Buddha:
‘Mereka yang memanfaatkan kewaspadaan terhadap tubuh akan menikmati nektar keadaan tanpa-kematian.’5
“Apakah permata tak ternilai di kota kebenaran itu?”
“Moralitas, konsentrasi, kebijaksanaan, kebebasan, pengetahuan dan visi kebebasan, pengetahuan untuk membedakan, dan faktor-faktor pencerahan adalah permata tak ternilai dari Sang Buddha.
“Dan apakah permata tak ternilai dari moralitas? Yaitu nilai-nilai luhur pengendalian lewat peraturan Patimokkha; nilai-nilai luhur pengendalian kemampuan indera; nilai-nilai luhur mata pencaharian benar; nilai-nilai luhur perenungan terhadap penggunaan empat kebutuhan pokok secara benar, makanan yang dikumpulkan, obat-obatan, jubah, dan tempat tinggal; nilai-nilai luhur pengendalian sesuai dengan peraturan disiplin yang pokok, menengah dan kecil,6 serta nilai-nilai luhur yang sudah menjadi kebiasaan manusia mulia.”
“Dan apakah permata tak ternilai dari konsentrasi? Yaitu jhana pertama dengan buah-pikir pemicu dan buah-pikir yang bertahan, jhana kedua tanpa buah-pikir pemicu tetapi dengan buah-pikir yang bertahan, jhana ketiga tanpa buah-pikir pemicu maupun buah-pikir yang bertahan tetapi dengan sukacita yang murni, kebahagiaan dan pemusatan pikiran; dan ini merupakan konsentrasi pada kekosongan, pada keadaan-tanpa-tanda dan pada tiadanya nafsu keinginan. Ketika seorang bhikkhu mengenakan permata konsentrasi ini, maka buah-buah pikir yang jahat dan tidak bermanfaat akan terlepas dari pikirannya bagaikan air di daun teratai.
“Dan apakah permata tak ternilai dari kebijaksanaan? Yaitu pengetahuan tentang apa yang bajik dan apa yang tidak bajik, apa yang tercela dan apa yang terpuji, serta pengetahuan tentang Empat Kesunyataan Mulia.
“Dan apakah permata tak ternilai dari kebebasan? Tingkat Arahat adalah permata dari segala permata, permata tak ternilai dari kebebasan. Jika seorang bhikkhu mengenakannya, dia lebih cemerlang daripada yang lain.
“Dan apakah permata tak ternilai dari pengetahuan dan visi kebebasan? Yaitu pengetahuan yang digunakan para Arya untuk meninjau lagi Sang Jalan, buah-buahnya dan nibbana, dan merenungkan kekotoran batin yang telah dapat dihilangkan dan kekotoran batin yang masih ada.
“Dan apakah permata tak ternilai dari pengetahuan untuk membedakan? Yaitu pandangan terang analitis terhadap makna, hukum, bahasa dan kecerdasan. Siapa pun yang mengenakan permata ini tidak akan takut menghadapi berbagai macam pertemuan dan percaya diri karena tahu bahwa dia dapat menjawab segala pertanyaan yang diajukan kepadanya.
“Dan apakah permata tak ternilai dari faktor-faktor pencerahan? Yaitu permata kewaspadaan, penyelidikan akan kebenaran, semangat, sukacita, ketenangan, konsentrasi dan ketenang-seimbangan batin. Jika dihiasi dengan permata-permata ini, seorang bhikkhu akan menerangi dunia dengan keluhurannya.”
0