TS
joeraygaul
Buddha Theravada Indonesia
Namo Buddhaya
Namo Dhammaya
Namo Sanghaya
Kalena Dhammasavanam, kalena dhammasakkhacca, ettammangalamuttamam'ti
_/|\_
Salam bagi semua kaskuser warga forspi sekalian, semoga semua dalam kondisi baik dan berbahagia semua.
Melalui trid ini TS berniat untuk menjalin komunikasi dengan semua warga kaskus yang menganut Buddhisme aliran Theravada atau yang sedang belajar mendalami Buddhisme dan siapa saja yang berminat untuk mempelajari Buddhisme Theravada.
Buddhisme Theravada atau sering juga disebut Buddhisme aliran selatan adalah Buddhisme yang sebagian besar sumber ajarannya berasal dari Pali Tipitaka, yaitu Tipitaka berbahasa Pali. Berbagai doktrin dan ajaran mendasar yang menjiwai ajaran Buddhisme Theravada adalah berbagai kitab yang kanonik yang penukisannya menggunakan bahasa Pali, yaitu suatu bahasa rumpun IndoArya yang digunakan sebagai bahasa text/tulisan (bukan bahasa lisan/ucapan) yang berkembang di India Tengah dahulu pada masa Sang Buddha Gotama masih hidup dan berkarya.
Ajaran dasar Buddhisme Theravada tidak berbeda terlalu jauh dengan aliran Buddhisme lainnya (Mahayana, Tantrayana, Vajrayana), yaitu sama2 bercorakkan Tilakkhana (3 corak), Cattariariyasaccana (4 kebenaran ariya), dan praktek pengembangan Buddhisme Theravada pun sama-sama mengembang suatu metode pelatihan diri yang disebut Ariyaattanghikkamagga (jalan mulia beruas delapan) yang sering dibagi menjadi tiga aspek yaitu latihan kebijaksanaan (panna), moralitas (sila), dan pelatihan pikiran dan konsentrasi (sammaddhi). Dan khusus untuk Theravada, yang berarti jalan/tradisi para tua2, pelatihan praktik dan pengembangan lebih difokuskan kepada pencapaian dalam kehidupan saat ini juga, yaitu jalan savakaboddhi.
So demikian penghantar singkat dari TS, saya sangat memohon agar para rekan warga Forspi dan forum kaskus ini mau ikut berbagi, dan membagi pengetahuannya mengenai Buddhisme Theravada di trit ini. Dan juga para senior agar sudi mau membagi pengetahuan dan pengalamannya di trit ini.
Namo Buddhaya,
Sabbhe sattha bhavantu sukkhitattha,
semoga semua mahluk berbahagia
_/|\_




Sejarah
Bagan dan Skema dari Pali Tipitaka
Ulasan Singkat Pali Tipitaka dan Skema Pali Tipitaka
Pencarian Kebenaran :
Empat Kebenaran Mulia/Cattari ariyasaccana :
Tiga corak ( Tilakkhana)
Patthimokkha Sila, Vinaya dan aturan bagi para Bikkhu/Petapa
Panduan bagi perumah tangga/umat awam :
Bahan untuk perenungan
Daftar Alamat Vihara Sangha Theravada Indonesia
Indeks Sutta, Tuntunan Puja Bakti, Tulisan2 bagian dari Tipittaka lainnya, Meditasi dan lain sebagainya
Indeks
Diasuh oleh :
Minibalanar
Info kegiatan dan acara Buddhist :
Info kegiatan dan acara Buddhist
Approved by Moderator :
Approved
Namo Dhammaya
Namo Sanghaya
Kalena Dhammasavanam, kalena dhammasakkhacca, ettammangalamuttamam'ti
_/|\_
Salam bagi semua kaskuser warga forspi sekalian, semoga semua dalam kondisi baik dan berbahagia semua.
Melalui trid ini TS berniat untuk menjalin komunikasi dengan semua warga kaskus yang menganut Buddhisme aliran Theravada atau yang sedang belajar mendalami Buddhisme dan siapa saja yang berminat untuk mempelajari Buddhisme Theravada.
Buddhisme Theravada atau sering juga disebut Buddhisme aliran selatan adalah Buddhisme yang sebagian besar sumber ajarannya berasal dari Pali Tipitaka, yaitu Tipitaka berbahasa Pali. Berbagai doktrin dan ajaran mendasar yang menjiwai ajaran Buddhisme Theravada adalah berbagai kitab yang kanonik yang penukisannya menggunakan bahasa Pali, yaitu suatu bahasa rumpun IndoArya yang digunakan sebagai bahasa text/tulisan (bukan bahasa lisan/ucapan) yang berkembang di India Tengah dahulu pada masa Sang Buddha Gotama masih hidup dan berkarya.
Ajaran dasar Buddhisme Theravada tidak berbeda terlalu jauh dengan aliran Buddhisme lainnya (Mahayana, Tantrayana, Vajrayana), yaitu sama2 bercorakkan Tilakkhana (3 corak), Cattariariyasaccana (4 kebenaran ariya), dan praktek pengembangan Buddhisme Theravada pun sama-sama mengembang suatu metode pelatihan diri yang disebut Ariyaattanghikkamagga (jalan mulia beruas delapan) yang sering dibagi menjadi tiga aspek yaitu latihan kebijaksanaan (panna), moralitas (sila), dan pelatihan pikiran dan konsentrasi (sammaddhi). Dan khusus untuk Theravada, yang berarti jalan/tradisi para tua2, pelatihan praktik dan pengembangan lebih difokuskan kepada pencapaian dalam kehidupan saat ini juga, yaitu jalan savakaboddhi.
So demikian penghantar singkat dari TS, saya sangat memohon agar para rekan warga Forspi dan forum kaskus ini mau ikut berbagi, dan membagi pengetahuannya mengenai Buddhisme Theravada di trit ini. Dan juga para senior agar sudi mau membagi pengetahuan dan pengalamannya di trit ini.
Namo Buddhaya,
Sabbhe sattha bhavantu sukkhitattha,
semoga semua mahluk berbahagia
_/|\_
Bagi para rekan kaskuser sangat dimohon agar tidak ngejunk, flame, atau trolling. Harapan TS agar trit ini dapat menjadi wadah komunikasi dan berbagi pemahaman dan wawasan agar praktik dan latihan kita semua semakin berkembang dan maju.
Annumodanna _/|\_
Annumodanna _/|\_



Sejarah
- Sejarah Singkat Buddhisme Theravada
- Kronologi Singkat Part 1
- Kronologi Singkat Part 2 dan Sejarah Singkat Sangha Theravada Indonesia (STI)
Bagan dan Skema dari Pali Tipitaka
Ulasan Singkat Pali Tipitaka dan Skema Pali Tipitaka
Pencarian Kebenaran :
- Saduran bebas Kalama Sutta, sumbangan artikel dari bro Minibalanar
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Ehipassiko, posted by Minibalanar
Empat Kebenaran Mulia/Cattari ariyasaccana :
- Pengantar dari TS
- Dari sumber lain yang saya copas
- Tulisan salah seorang member kaskus di forum lain yang saya copas
Tiga corak ( Tilakkhana)
Patthimokkha Sila, Vinaya dan aturan bagi para Bikkhu/Petapa
- Parajika dan Sanghadisesa
- Aniyata dan Nissagiya Pacittiya
- Pacittiya 1
- Pacittiya 2(Acelaka Vagga, Surapana Vagga, Sapana Vagga, Sahadhammika Vagga
- Pacittiya 3(Ratana Vagga) dan Patidesaniya
- Sekhiya
- Adhikarana Samatha
Panduan bagi perumah tangga/umat awam :
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Pancasila Buddhist, by Minibalanar
- [URL="http://www.kaskus.co.id/showpost.php?[*]p=698709246&postcount=66"]Pancasila Buddhist, by Minibalanar[/URL]
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Pharabava Sutta
Bahan untuk perenungan
- Bebas dari kesalahan, tulisan Banthe Saddhaviro Mahathera
- Apakah agama Buddha itu kuno? Tulisan Banthe Uttamo
- Cara berpikir seorang praktisi dan non praktisi, tulisan Bikkhu Buddhadasa
- Perenungan Brahmavihara1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7
Daftar Alamat Vihara Sangha Theravada Indonesia
- Pulau Sumatra dan Banten
- DKI Jakarta dan Jawa Barat
- Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta
- Jawa Timur dan Bali
- Nusa Tenggara dan Pulau Kalimantan
- Pulau Sulawesi
Indeks Sutta, Tuntunan Puja Bakti, Tulisan2 bagian dari Tipittaka lainnya, Meditasi dan lain sebagainya
Indeks
Diasuh oleh :
Minibalanar
Info kegiatan dan acara Buddhist :
Info kegiatan dan acara Buddhist
Approved by Moderator :
Approved
Diubah oleh joeraygaul 22-11-2012 14:10
emineminna dan nona212 memberi reputasi
2
110.1K
747
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Spiritual
6.4KThread•2.7KAnggota
Tampilkan semua post
Minibalanar
#141
74. Membagikan Jasa
“Apakah ada kemungkinan bagi keluarga yang telah meninggal untuk ikut menerima jasa dari suatu perbuatan bajik?”
“Tidak. Hanya mereka yang dilahirkan sebagai setan kelaparan yang makanannya adalah perbuatan bajik orang lainlah yang dapat ikut menerima jasa. Mereka yang dilahirkan di neraka, surga, terlahir sebagai binatang, setan kelaparan yang makanannya muntahan, atau setan yang selalu lapar dan haus, atau setan kelaparan yang dipenuhi nafsu keinginan, tidak akan mendapatkan manfaat.”
“Kalau begitu, persembahan di dalam kasus-kasus itu tidak ada gunanya, karena mereka yang diberi tidak mendapat manfaat.”
“Tidak demikian, O baginda. Persembahan-persembahan itu bukannya tidak berbuah atau tanpa hasil, karena si pemberi sendiri mendapat manfaat darinya.”
“Yakinkanlah aku dengan alasan.”
“Bila beberapa orang telah menyiapkan hidangan dan mengunjungi sanak saudaranya, tetapi sanak saudara mereka tidak menerima pemberian itu, apakah pemberian tersebut menjadi sia-sia?”
“Tidak, Yang Mulia, si pemilik sendiri dapat memakannya.”
“Demikian juga, O baginda, si pemberi persembahan mendapatkan mafaat dari persembahan dana tersebut.”
“Kalau begitu, apakah juga mungkin membagikan ketidakbajikan?”
“Ini bukanlah pertanyaan yang patut diajukan, O baginda. Anda kemudian akan bertanya kepada saya mengapa ruang angkasa tidak berbatas dan mengapa manusia dan burung berkaki dua sedangkan rusa berkaki empat!”
“Aku tidak bertanya begitu untuk menjengkelkan Anda, tetapi ada banyak orang di dunia ini yang bertujuan jahat10 atau tidak dapat melihat.”11
“Meskipun air dari dalam tangki dapat digunakan untuk membuat tanaman tumbuh dan berbuah, tetapi air laut tidak mungkin digunakan. Perbuatan jahat tidak dapat dibagikan kepada siapa pun yang tidak melakukannya dan tidak menyetujuinya. Orang dapat mengalirkan air ke tempat yang jauh dengan mengunakan pipa tetapi mereka tidak dapat mengalirkan batu yang padat dengan cara yang sama. Ketidakbajikan adalah sesuatu yang jahat, sedangkan kebajikan adalah sesuatu yang luar biasa.”
“Berikanlah ilustrasi.”
“Jika setetes air jatuh ke tanah, apakah air itu dapat mengalir sepanjang lima puluh atau enam puluh kilometer?”
“Tentu saja tidak, Yang Mulia. Titik air itu hanya akan mempengaruhi tanah di mana ia jatuh.”
“Mengapa demikian?”
“Karena sifat sedikitnya.”
“Demikian juga, O baginda, ketidakbajikan adalah sesuatu yang jahat dan karena sifat sedikitnya, ia hanya dapat mempengaruhi si pelaku saja dan tidak dapat dibagikan. Tetapi jika ada hujan badai yang sangat hebat, apakah airnya akan sampai ke mana-mana?”
“Tentu saja, Yang Mulia, bahkan bisa sejauh lima puluh atau enam puluh kilometer.”
“Demikian juga, O baginda, kebajikan adalah sesuatu yang hebat dan karena sifat melimpahnya, ia dapat dibagikan baik kepada manusia maupun dewa.”
“Yang Mulia Nagasena, mengapa ketidakbajikan begitu terbatas sifatnya, sedangkan kebajikan dapat menjangkau lebih jauh?”
“Siapa pun, O baginda, yang memberikan persembahan, menjalankan moralitas dan mempraktekkan Uposatha, dia akan merasa gembira dan damai. Karena damai, kebajikannya bahkan menjadi makin melimpah. Bagaikan kolam yang segera terisi penuh lagi dari segala arah setelah air mengalir keluar dari satu sisi. Demikian juga, O baginda, jika seseorang mengirimkan kebajikan yang telah dilakukannya kepada orang lain, bahkan selama seratus tahun pun kebajikannya akan semakin bertumbuh. Itulah sebabnya kebajikan begitu hebat. Tetapi dengan perbuatan jahat, O baginda, orang akan dipenuhi oleh penyesalan dan pikirannya tidak akan dapat terlepas dari buah pikir tentang hal itu. Dia akan merasa tertekan dan tidak memperoleh kedamaian, karena merasa sengsara dan putus asa dia menjadi tersia-sia. Seperti halnya, O baginda, setetes air yang jatuh di sungai yang kering tidak akan menambah isi sungai itu melainkan langsung tertelan di tempat itu juga. Itulah sebabnya ketidakbajikan sangat jahat dan mempunyai sifat sedikit.”
75. Mimpi
“Apakah sesuatu yang disebut mimpi itu dan siapakah yang bermimpi?”
“Mimpi adalah tanda yang datang melintasi jalur pikiran. Dan ada enam jenis orang yang bermimpi, yaitu orang yang dipengaruhi:
Hanya yang terakhir inilah yang benar, sedang yang lain semuanya tidak benar.”
“Ketika orang bermimpi, apakah dia sedang terjaga atau tidur?”
“Tidak kedua-duanya. Dia bermimpi ketika sedang ‘tidur-tidur ayam’, yaitu keadaan antara tidur dan sadar.”
76. Kematian Prematur
“Yang Mulia Nagasena, apakah semua makhluk hidup mati ketika jangka waktu hidup mereka telah berakhir, atau apakah beberapa di antaranya mati prematur?”
“Keduanya, O baginda. Seperti buah di pohon yang terkadang jatuh ketika telah masak dan terkadang sebelum masak karena pengaruh angin, atau serangga, atau tongkat. Demikian juga beberapa makhluk mati ketika jangka waktu hidup mereka telah berakhir, tetapi ada juga yang mati prematur.”
“Tetapi Nagasena, semua yang mati sebelum waktunya tersebut, baik yang tua atau muda, telah mencapai akhir dari jangka waktu hidup yang telah ditentukan sebelumnya. Jadi tidak ada yang dinamakan mati prematur.”
“O baginda, ada tujuh macam kematian prematur bagi mereka yang mati secara prematur, walaupun mereka itu sebenarnya masih mempunyai sisa waktu hidup:
Dan kematian datang melalui delapan cara:
Dan dari semua tadi, hanya yang melalui karma saja yang disebut akhir dari jangka waktu hidupnya. Yang lain semuanya prematur.”
“Yang Mulia Nagasena, Anda mengatakan ada kematian prematur. Berikanlah alasan lain untuk itu.”
“Api besar, O baginda, yang kehabisan tenaga dan mati ketika bahan bakarnya telah habis -bukan sebelumnya karena berbagai penyebab lain- dikatakan telah mati pada waktunya. Demikian juga dengan orang yang mati dalam usia tua -tanpa ada kecelakaan apa pun- dikatakan telah mencapai akhir jangka waktu hidupnya. Tetapi di dalam kasus api yang dipadamkan oleh hujan deras, tidak dapat dikatakan bahwa api itu telah mati pada waktunya. Demikian juga, siapa pun yang mati sebelum waktunya karena penyebab selain karma dikatakan mati prematur.”
77. Mukjizat di Tempat Pemujaan Para Arahat
“Apakah ada mukjizat di tempat pemujaan (cetiya) semua Arahat atau hanya pada cetiya beberapa Arahat saja?”
“Hanya pada beberapa. Dengan tekad kemauan keras dari tiga macam individu maka akan terjadi mukjizat:
Jika tidak ada tekad kemauan keras maka tidak akan ada mukjizat, sekalipun di tempat pemujaan para Arahat yang mempunyai kekuatan supra-normal. Tetapi meskipun tidak ada mukjizat, orang harus mempunyai keyakinan terhadap mereka setelah mengetahui perilaku mereka yang murni tanpa cela.”
78. Dapatkah Semua Memahami Dhamma?
“Apakah semua yang berlatih dengan benar mencapai pandangan terang mengenai Dhamma, atau adakah beberapa yang tidak mencapainya?”
“Tidak akan ada pencapaian pandangan terang bagi mereka yang -meskipun telah berlatih dengan benar- merupakan binatang, setan kelaparan, para penganut pandangan salah, penipu, pembunuh ibu, pembunuh ayah, pembunuh Arahat, pemecah belah Sangha, yang melukai seorang Tathagata, yang memakai jubah dengan mencurinya,13 yang berpindah ke sekte lain, yang bertindak kejam kepada bhikkhuni, menyembunyikan pelanggaran yang menyebabkan perlunya pertemuan Sangha,14 orang kasim atau banci. Demikian juga anak yang berusia di bawah tujuh tahun tidak akan mampu mewujudkan Dhamma.”
“Apakah alasannya sehingga anak yang berusia di bawah tujuh tahun tidak dapat mencapai pandangan terang? Bukankah pikiran seorang anak itu murni dan seharusnya siap untuk mewujudkan Dhamma?”
“Jika seandainya saja, baginda, seorang anak di bawah tujuh tahun dapat merasakan nafsu untuk hal-hal yang menyebabkan nafsu, dapat merasakan kebencian untuk hal-hal yang menimbulkan kebencian, dapat dibodohi oleh hal-hal yang menyesatkan dan dapat membedakan antara kebajikan dan ketidakbajikan, maka pandangan terang adalah mungkin baginya. Tetapi, baginda, pikiran anak yang berusia di bawah tujuh tahun masih lemah sedangkan unsur nibbana yang tak-terkondisi itu berat dan dalam. Oleh karenanya, O baginda, meskipun berlatih dengan benar, anak yang berusia di bawah tujuh tahun tidak dapat mewujudkan Dhamma.”
“Apakah ada kemungkinan bagi keluarga yang telah meninggal untuk ikut menerima jasa dari suatu perbuatan bajik?”
“Tidak. Hanya mereka yang dilahirkan sebagai setan kelaparan yang makanannya adalah perbuatan bajik orang lainlah yang dapat ikut menerima jasa. Mereka yang dilahirkan di neraka, surga, terlahir sebagai binatang, setan kelaparan yang makanannya muntahan, atau setan yang selalu lapar dan haus, atau setan kelaparan yang dipenuhi nafsu keinginan, tidak akan mendapatkan manfaat.”
“Kalau begitu, persembahan di dalam kasus-kasus itu tidak ada gunanya, karena mereka yang diberi tidak mendapat manfaat.”
“Tidak demikian, O baginda. Persembahan-persembahan itu bukannya tidak berbuah atau tanpa hasil, karena si pemberi sendiri mendapat manfaat darinya.”
“Yakinkanlah aku dengan alasan.”
“Bila beberapa orang telah menyiapkan hidangan dan mengunjungi sanak saudaranya, tetapi sanak saudara mereka tidak menerima pemberian itu, apakah pemberian tersebut menjadi sia-sia?”
“Tidak, Yang Mulia, si pemilik sendiri dapat memakannya.”
“Demikian juga, O baginda, si pemberi persembahan mendapatkan mafaat dari persembahan dana tersebut.”
“Kalau begitu, apakah juga mungkin membagikan ketidakbajikan?”
“Ini bukanlah pertanyaan yang patut diajukan, O baginda. Anda kemudian akan bertanya kepada saya mengapa ruang angkasa tidak berbatas dan mengapa manusia dan burung berkaki dua sedangkan rusa berkaki empat!”
“Aku tidak bertanya begitu untuk menjengkelkan Anda, tetapi ada banyak orang di dunia ini yang bertujuan jahat10 atau tidak dapat melihat.”11
“Meskipun air dari dalam tangki dapat digunakan untuk membuat tanaman tumbuh dan berbuah, tetapi air laut tidak mungkin digunakan. Perbuatan jahat tidak dapat dibagikan kepada siapa pun yang tidak melakukannya dan tidak menyetujuinya. Orang dapat mengalirkan air ke tempat yang jauh dengan mengunakan pipa tetapi mereka tidak dapat mengalirkan batu yang padat dengan cara yang sama. Ketidakbajikan adalah sesuatu yang jahat, sedangkan kebajikan adalah sesuatu yang luar biasa.”
“Berikanlah ilustrasi.”
“Jika setetes air jatuh ke tanah, apakah air itu dapat mengalir sepanjang lima puluh atau enam puluh kilometer?”
“Tentu saja tidak, Yang Mulia. Titik air itu hanya akan mempengaruhi tanah di mana ia jatuh.”
“Mengapa demikian?”
“Karena sifat sedikitnya.”
“Demikian juga, O baginda, ketidakbajikan adalah sesuatu yang jahat dan karena sifat sedikitnya, ia hanya dapat mempengaruhi si pelaku saja dan tidak dapat dibagikan. Tetapi jika ada hujan badai yang sangat hebat, apakah airnya akan sampai ke mana-mana?”
“Tentu saja, Yang Mulia, bahkan bisa sejauh lima puluh atau enam puluh kilometer.”
“Demikian juga, O baginda, kebajikan adalah sesuatu yang hebat dan karena sifat melimpahnya, ia dapat dibagikan baik kepada manusia maupun dewa.”
“Yang Mulia Nagasena, mengapa ketidakbajikan begitu terbatas sifatnya, sedangkan kebajikan dapat menjangkau lebih jauh?”
“Siapa pun, O baginda, yang memberikan persembahan, menjalankan moralitas dan mempraktekkan Uposatha, dia akan merasa gembira dan damai. Karena damai, kebajikannya bahkan menjadi makin melimpah. Bagaikan kolam yang segera terisi penuh lagi dari segala arah setelah air mengalir keluar dari satu sisi. Demikian juga, O baginda, jika seseorang mengirimkan kebajikan yang telah dilakukannya kepada orang lain, bahkan selama seratus tahun pun kebajikannya akan semakin bertumbuh. Itulah sebabnya kebajikan begitu hebat. Tetapi dengan perbuatan jahat, O baginda, orang akan dipenuhi oleh penyesalan dan pikirannya tidak akan dapat terlepas dari buah pikir tentang hal itu. Dia akan merasa tertekan dan tidak memperoleh kedamaian, karena merasa sengsara dan putus asa dia menjadi tersia-sia. Seperti halnya, O baginda, setetes air yang jatuh di sungai yang kering tidak akan menambah isi sungai itu melainkan langsung tertelan di tempat itu juga. Itulah sebabnya ketidakbajikan sangat jahat dan mempunyai sifat sedikit.”
75. Mimpi
“Apakah sesuatu yang disebut mimpi itu dan siapakah yang bermimpi?”
“Mimpi adalah tanda yang datang melintasi jalur pikiran. Dan ada enam jenis orang yang bermimpi, yaitu orang yang dipengaruhi:
- oleh angin;
- oleh empedu,
- oleh lendir,
- oleh dewa,
- oleh kebiasaannya sendiri, dan
- oleh firasat.
Hanya yang terakhir inilah yang benar, sedang yang lain semuanya tidak benar.”
“Ketika orang bermimpi, apakah dia sedang terjaga atau tidur?”
“Tidak kedua-duanya. Dia bermimpi ketika sedang ‘tidur-tidur ayam’, yaitu keadaan antara tidur dan sadar.”
76. Kematian Prematur
“Yang Mulia Nagasena, apakah semua makhluk hidup mati ketika jangka waktu hidup mereka telah berakhir, atau apakah beberapa di antaranya mati prematur?”
“Keduanya, O baginda. Seperti buah di pohon yang terkadang jatuh ketika telah masak dan terkadang sebelum masak karena pengaruh angin, atau serangga, atau tongkat. Demikian juga beberapa makhluk mati ketika jangka waktu hidup mereka telah berakhir, tetapi ada juga yang mati prematur.”
“Tetapi Nagasena, semua yang mati sebelum waktunya tersebut, baik yang tua atau muda, telah mencapai akhir dari jangka waktu hidup yang telah ditentukan sebelumnya. Jadi tidak ada yang dinamakan mati prematur.”
“O baginda, ada tujuh macam kematian prematur bagi mereka yang mati secara prematur, walaupun mereka itu sebenarnya masih mempunyai sisa waktu hidup:
- karena kelaparan,
- kehausan,
- gigitan ular,
- racun,
- api,
- tenggelam,
- senjata.
Dan kematian datang melalui delapan cara:
- melalui angin,
- empedu,
- lendir,
- campuran cairan tubuh,
- perubahan temperatur,
- tekanan keadaan lingkungan,
- pengaruh luar, dan
- karma.12
Dan dari semua tadi, hanya yang melalui karma saja yang disebut akhir dari jangka waktu hidupnya. Yang lain semuanya prematur.”
“Yang Mulia Nagasena, Anda mengatakan ada kematian prematur. Berikanlah alasan lain untuk itu.”
“Api besar, O baginda, yang kehabisan tenaga dan mati ketika bahan bakarnya telah habis -bukan sebelumnya karena berbagai penyebab lain- dikatakan telah mati pada waktunya. Demikian juga dengan orang yang mati dalam usia tua -tanpa ada kecelakaan apa pun- dikatakan telah mencapai akhir jangka waktu hidupnya. Tetapi di dalam kasus api yang dipadamkan oleh hujan deras, tidak dapat dikatakan bahwa api itu telah mati pada waktunya. Demikian juga, siapa pun yang mati sebelum waktunya karena penyebab selain karma dikatakan mati prematur.”
77. Mukjizat di Tempat Pemujaan Para Arahat
“Apakah ada mukjizat di tempat pemujaan (cetiya) semua Arahat atau hanya pada cetiya beberapa Arahat saja?”
“Hanya pada beberapa. Dengan tekad kemauan keras dari tiga macam individu maka akan terjadi mukjizat:
- oleh seorang Arahat ketika beliau masih hidup,
- oleh para dewa, atau
- oleh seorang siswa bijaksana yang mempunyai keyakinan.
Jika tidak ada tekad kemauan keras maka tidak akan ada mukjizat, sekalipun di tempat pemujaan para Arahat yang mempunyai kekuatan supra-normal. Tetapi meskipun tidak ada mukjizat, orang harus mempunyai keyakinan terhadap mereka setelah mengetahui perilaku mereka yang murni tanpa cela.”
78. Dapatkah Semua Memahami Dhamma?
“Apakah semua yang berlatih dengan benar mencapai pandangan terang mengenai Dhamma, atau adakah beberapa yang tidak mencapainya?”
“Tidak akan ada pencapaian pandangan terang bagi mereka yang -meskipun telah berlatih dengan benar- merupakan binatang, setan kelaparan, para penganut pandangan salah, penipu, pembunuh ibu, pembunuh ayah, pembunuh Arahat, pemecah belah Sangha, yang melukai seorang Tathagata, yang memakai jubah dengan mencurinya,13 yang berpindah ke sekte lain, yang bertindak kejam kepada bhikkhuni, menyembunyikan pelanggaran yang menyebabkan perlunya pertemuan Sangha,14 orang kasim atau banci. Demikian juga anak yang berusia di bawah tujuh tahun tidak akan mampu mewujudkan Dhamma.”
“Apakah alasannya sehingga anak yang berusia di bawah tujuh tahun tidak dapat mencapai pandangan terang? Bukankah pikiran seorang anak itu murni dan seharusnya siap untuk mewujudkan Dhamma?”
“Jika seandainya saja, baginda, seorang anak di bawah tujuh tahun dapat merasakan nafsu untuk hal-hal yang menyebabkan nafsu, dapat merasakan kebencian untuk hal-hal yang menimbulkan kebencian, dapat dibodohi oleh hal-hal yang menyesatkan dan dapat membedakan antara kebajikan dan ketidakbajikan, maka pandangan terang adalah mungkin baginya. Tetapi, baginda, pikiran anak yang berusia di bawah tujuh tahun masih lemah sedangkan unsur nibbana yang tak-terkondisi itu berat dan dalam. Oleh karenanya, O baginda, meskipun berlatih dengan benar, anak yang berusia di bawah tujuh tahun tidak dapat mewujudkan Dhamma.”
0