TS
joeraygaul
Buddha Theravada Indonesia
Namo Buddhaya
Namo Dhammaya
Namo Sanghaya
Kalena Dhammasavanam, kalena dhammasakkhacca, ettammangalamuttamam'ti
_/|\_
Salam bagi semua kaskuser warga forspi sekalian, semoga semua dalam kondisi baik dan berbahagia semua.
Melalui trid ini TS berniat untuk menjalin komunikasi dengan semua warga kaskus yang menganut Buddhisme aliran Theravada atau yang sedang belajar mendalami Buddhisme dan siapa saja yang berminat untuk mempelajari Buddhisme Theravada.
Buddhisme Theravada atau sering juga disebut Buddhisme aliran selatan adalah Buddhisme yang sebagian besar sumber ajarannya berasal dari Pali Tipitaka, yaitu Tipitaka berbahasa Pali. Berbagai doktrin dan ajaran mendasar yang menjiwai ajaran Buddhisme Theravada adalah berbagai kitab yang kanonik yang penukisannya menggunakan bahasa Pali, yaitu suatu bahasa rumpun IndoArya yang digunakan sebagai bahasa text/tulisan (bukan bahasa lisan/ucapan) yang berkembang di India Tengah dahulu pada masa Sang Buddha Gotama masih hidup dan berkarya.
Ajaran dasar Buddhisme Theravada tidak berbeda terlalu jauh dengan aliran Buddhisme lainnya (Mahayana, Tantrayana, Vajrayana), yaitu sama2 bercorakkan Tilakkhana (3 corak), Cattariariyasaccana (4 kebenaran ariya), dan praktek pengembangan Buddhisme Theravada pun sama-sama mengembang suatu metode pelatihan diri yang disebut Ariyaattanghikkamagga (jalan mulia beruas delapan) yang sering dibagi menjadi tiga aspek yaitu latihan kebijaksanaan (panna), moralitas (sila), dan pelatihan pikiran dan konsentrasi (sammaddhi). Dan khusus untuk Theravada, yang berarti jalan/tradisi para tua2, pelatihan praktik dan pengembangan lebih difokuskan kepada pencapaian dalam kehidupan saat ini juga, yaitu jalan savakaboddhi.
So demikian penghantar singkat dari TS, saya sangat memohon agar para rekan warga Forspi dan forum kaskus ini mau ikut berbagi, dan membagi pengetahuannya mengenai Buddhisme Theravada di trit ini. Dan juga para senior agar sudi mau membagi pengetahuan dan pengalamannya di trit ini.
Namo Buddhaya,
Sabbhe sattha bhavantu sukkhitattha,
semoga semua mahluk berbahagia
_/|\_




Sejarah
Bagan dan Skema dari Pali Tipitaka
Ulasan Singkat Pali Tipitaka dan Skema Pali Tipitaka
Pencarian Kebenaran :
Empat Kebenaran Mulia/Cattari ariyasaccana :
Tiga corak ( Tilakkhana)
Patthimokkha Sila, Vinaya dan aturan bagi para Bikkhu/Petapa
Panduan bagi perumah tangga/umat awam :
Bahan untuk perenungan
Daftar Alamat Vihara Sangha Theravada Indonesia
Indeks Sutta, Tuntunan Puja Bakti, Tulisan2 bagian dari Tipittaka lainnya, Meditasi dan lain sebagainya
Indeks
Diasuh oleh :
Minibalanar
Info kegiatan dan acara Buddhist :
Info kegiatan dan acara Buddhist
Approved by Moderator :
Approved
Namo Dhammaya
Namo Sanghaya
Kalena Dhammasavanam, kalena dhammasakkhacca, ettammangalamuttamam'ti
_/|\_
Salam bagi semua kaskuser warga forspi sekalian, semoga semua dalam kondisi baik dan berbahagia semua.
Melalui trid ini TS berniat untuk menjalin komunikasi dengan semua warga kaskus yang menganut Buddhisme aliran Theravada atau yang sedang belajar mendalami Buddhisme dan siapa saja yang berminat untuk mempelajari Buddhisme Theravada.
Buddhisme Theravada atau sering juga disebut Buddhisme aliran selatan adalah Buddhisme yang sebagian besar sumber ajarannya berasal dari Pali Tipitaka, yaitu Tipitaka berbahasa Pali. Berbagai doktrin dan ajaran mendasar yang menjiwai ajaran Buddhisme Theravada adalah berbagai kitab yang kanonik yang penukisannya menggunakan bahasa Pali, yaitu suatu bahasa rumpun IndoArya yang digunakan sebagai bahasa text/tulisan (bukan bahasa lisan/ucapan) yang berkembang di India Tengah dahulu pada masa Sang Buddha Gotama masih hidup dan berkarya.
Ajaran dasar Buddhisme Theravada tidak berbeda terlalu jauh dengan aliran Buddhisme lainnya (Mahayana, Tantrayana, Vajrayana), yaitu sama2 bercorakkan Tilakkhana (3 corak), Cattariariyasaccana (4 kebenaran ariya), dan praktek pengembangan Buddhisme Theravada pun sama-sama mengembang suatu metode pelatihan diri yang disebut Ariyaattanghikkamagga (jalan mulia beruas delapan) yang sering dibagi menjadi tiga aspek yaitu latihan kebijaksanaan (panna), moralitas (sila), dan pelatihan pikiran dan konsentrasi (sammaddhi). Dan khusus untuk Theravada, yang berarti jalan/tradisi para tua2, pelatihan praktik dan pengembangan lebih difokuskan kepada pencapaian dalam kehidupan saat ini juga, yaitu jalan savakaboddhi.
So demikian penghantar singkat dari TS, saya sangat memohon agar para rekan warga Forspi dan forum kaskus ini mau ikut berbagi, dan membagi pengetahuannya mengenai Buddhisme Theravada di trit ini. Dan juga para senior agar sudi mau membagi pengetahuan dan pengalamannya di trit ini.
Namo Buddhaya,
Sabbhe sattha bhavantu sukkhitattha,
semoga semua mahluk berbahagia
_/|\_
Bagi para rekan kaskuser sangat dimohon agar tidak ngejunk, flame, atau trolling. Harapan TS agar trit ini dapat menjadi wadah komunikasi dan berbagi pemahaman dan wawasan agar praktik dan latihan kita semua semakin berkembang dan maju.
Annumodanna _/|\_
Annumodanna _/|\_



Sejarah
- Sejarah Singkat Buddhisme Theravada
- Kronologi Singkat Part 1
- Kronologi Singkat Part 2 dan Sejarah Singkat Sangha Theravada Indonesia (STI)
Bagan dan Skema dari Pali Tipitaka
Ulasan Singkat Pali Tipitaka dan Skema Pali Tipitaka
Pencarian Kebenaran :
- Saduran bebas Kalama Sutta, sumbangan artikel dari bro Minibalanar
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Ehipassiko, posted by Minibalanar
Empat Kebenaran Mulia/Cattari ariyasaccana :
- Pengantar dari TS
- Dari sumber lain yang saya copas
- Tulisan salah seorang member kaskus di forum lain yang saya copas
Tiga corak ( Tilakkhana)
Patthimokkha Sila, Vinaya dan aturan bagi para Bikkhu/Petapa
- Parajika dan Sanghadisesa
- Aniyata dan Nissagiya Pacittiya
- Pacittiya 1
- Pacittiya 2(Acelaka Vagga, Surapana Vagga, Sapana Vagga, Sahadhammika Vagga
- Pacittiya 3(Ratana Vagga) dan Patidesaniya
- Sekhiya
- Adhikarana Samatha
Panduan bagi perumah tangga/umat awam :
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Pancasila Buddhist, by Minibalanar
- [URL="http://www.kaskus.co.id/showpost.php?[*]p=698709246&postcount=66"]Pancasila Buddhist, by Minibalanar[/URL]
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Pharabava Sutta
Bahan untuk perenungan
- Bebas dari kesalahan, tulisan Banthe Saddhaviro Mahathera
- Apakah agama Buddha itu kuno? Tulisan Banthe Uttamo
- Cara berpikir seorang praktisi dan non praktisi, tulisan Bikkhu Buddhadasa
- Perenungan Brahmavihara1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7
Daftar Alamat Vihara Sangha Theravada Indonesia
- Pulau Sumatra dan Banten
- DKI Jakarta dan Jawa Barat
- Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta
- Jawa Timur dan Bali
- Nusa Tenggara dan Pulau Kalimantan
- Pulau Sulawesi
Indeks Sutta, Tuntunan Puja Bakti, Tulisan2 bagian dari Tipittaka lainnya, Meditasi dan lain sebagainya
Indeks
Diasuh oleh :
Minibalanar
Info kegiatan dan acara Buddhist :
Info kegiatan dan acara Buddhist
Approved by Moderator :
Approved
Diubah oleh joeraygaul 22-11-2012 14:10
emineminna dan nona212 memberi reputasi
2
110.1K
747
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Spiritual
6.4KThread•2.7KAnggota
Tampilkan semua post
Minibalanar
#129
22. Ucapan Sang Buddha yang Sempurna
“Yang Mulia Sariputta siswa utama Sang Buddha berkata, ‘Sang Tathagata itu sempurna dalam berkata-kata. Tidak ada kesalahan di dalam ucapan Sang Tathagata. Mengenai ucapanNya, Beliau tidak perlu harus berhati-hati dengan tujuan agar orang lain tak akan melihat kesalahannya.’10 Jadi mengapa Sang Buddha menggunakan kata-kata yang kasar dan menyakitkan hati terhadap Sudinna si Kalanda dan menyebutnya orang yang bodoh?” 11
“Itu bukan karena kekasaran, O baginda, melainkan semata-mata untuk menunjukkan kepadanya, dengan cara yang tidak merugikan, tentang perilakunya yang tolol dan rendah. Jika orang di dalam kelahiran ini tidak dapat mencapai pemahaman tentang Empat Kesunyataan Mulia, maka hidupnya sia-sia belaka. Sang Buddha menggunakan kata-kata kebenaran, dan bukannya melebih-lebihkan. Beliau mengingatkan orang lain semata-mata untuk menghancurkan penyakit ketidakbajikan. Kata-kata Beliau, meskipun dengan, nada yang keras, melunakkan kesombongan orang dan membuat mereka rendah hati. Kata-kata Beliau penuh dengan kasih sayang dan dimaksudkan agar bermanfaat. Sama seperti kata-kata seorang ayah kepada anak-anaknya.”
23. Pohon yang Berbicara
“Sang Tathagata berkata:
‘Brahmana! Mengapa engkau bertanya, pada benda yang tak sadar yang tidak dapat mendengarmu ini, bagaimana keadaannya hari ini? Engkau yang aktif, pandai dan penuh semangat, bagaimana kamu dapat berbicara kepada benda yang tidak mempunyai indera, pada pohon Palasa liar ini?’ 12
“Tetapi pada kesempatan lain Sang Tathagata berkata:
‘Dan kemudian pohon aspen tersebut menjawab, ‘Aku’, Bharadvaja, dapat berbicara juga. Dengarkanlah aku.’ 13
“Nagasena, jika sebatang pohon merupakan sesuatu yang tidak punya kesadaran, maka pernyataan yang kedua ini pasti salah.”
“Ketika Sang Buddha menyebut ‘pohon aspen’, itu hanyalah cara berbicara konvensional, karena meskipun sebatang pohon adalah sesuatu yang tidak sadar dan tidak bisa berbicara, kata ‘pohon’ itu ditujukan bagi dewa yang bertempat tinggal di situ. Dan ini adalah suatu konvensi yang sudah banyak dikenal. Seperti halnya, O baginda, sebuah kereta yang penuh jagung disebut ‘kereta-jagung’ meskipun kereta tersebut terbuat dari kayu, bukan dari jagung. Sang Tathagata, ketika membabarkan Dhamma, menggunakan juga alat bantu cara percakapan sehari-hari.”
24. Santapan Terakhir
“Dikatakan oleh para sesepuh yang berkumpul pada Konsili Buddhis Pertama, ‘Setelah makan makanan yang dipersembahkan oleh Cunda si tukang besi, demikian yang telah saya dengar, Sang Buddha merasakan kesakitan yang hebat, rasa sakit yang tajam, bahkan sampai wafatnya.’14 Tetapi Sang Buddha juga berkata, ‘Dua persembahan makanan ini, Ananda, mempunyai jasa kebajikan yang setara dan jauh melebihi makanan lain: yaitu makanan yang sesudah dimakan kemudian Sang Tathagata mencapai Pencerahan Sempurna; dan makanan yang sesudah dimakan kemudian Sang Tathagata mencapai parinibbana.’ 15
“Tetapi jika rasa sakit yang amat sangat itu menimpanya setelah makan persembahan makanan terakhir itu, maka pernyataan yang terakhir itu pasti salah.”
“Persembahan makanan yang terakhir itu besar manfaatnya karena Sang Tathagata lalu mencapai Parinibbana. Bukan karena makanan itu maka Sang Buddha jatuh sakit, melainkan karena tubuhnya sangat lemah dan karena dekat dengan waktu mangkatnya. Dua persembahan makanan ini merupakan jasa yang besar dan tidak tertandingi karena Sang Buddha mencapai sembilan tingkat jhana berturut-turut, dengan urutan maju dan mundur, yang terjadi setelah Sang Tathagata makan makanan tersebut.”
25. Pemujaan terhadap Relik
“Sang Buddha berkata, ‘Jangan menghalangi dirimu sendiri, Ananda, dengan menghormati apa yang tersisa dari ‘Sang Tathagata.’16 Tetapi pada kesempatan lain Beliau berkata, ‘Hormatilah relik dari mereka yang patut dihormati. Dengan bertindak demikian engkau akan pergi dari dunia ini ke surga.’17 Pernyataan manakah yang benar?”
“Nasehat pertama tidak diberikan kepada semua orang, O baginda, melainkan hanya kepada para siswa Sang Penakluk [para bhikkhu]. Menghormati relik bukanlah tugas mereka. Memahami sifat hakiki semua bentukan, menggunakan penalaran [memperhatikan ketidakkekalan dll.], meditasi pandangan terang, memegang inti objek meditasi, memberikan pengabdian kepada kesejahteraan spiritual, itulah tugas-tugas bhikkhu. Seperti halnya, O baginda, adalah urusan para pangeran untuk belajar seni perang dan hukum wilayah; sedangkan beternak, berdagang dan mengurus ternak merupakan urusan perumah tangga.”
26. Kaki Sang Buddha Terluka
“Anda berkata bila Sang Buddha berjalan, maka bumi ini -meskipun tidak memiliki kesadaran- mengisi lubang-lubang; yang kosong dan meratakan tanah yang akan Beliau pijak.18 Akan tetapi Anda mengatakan bahwa ada pecahan batu karang yang melukai kaki-Nya.19 Mengapa pecahan batu tersebut tidak minggir dari kaki-Nya?”
“O baginda, pecahan batu itu tidak jatuh dengan sendirinya. Ada batu karang yang dilemparkan oleh Devadatta. Lalu dua batu karang bersatu untuk menghentikannya, tetapi ada pecahan yang melesat dan melukai kaki Sang Buddha. Sesuatu yang dihentikan dapat dengan mudah melesat, seperti halnya air yang ditampung di dua tangan dapat dengan mudah mengalir melalui jari-jari.”
“Yang Mulia Sariputta siswa utama Sang Buddha berkata, ‘Sang Tathagata itu sempurna dalam berkata-kata. Tidak ada kesalahan di dalam ucapan Sang Tathagata. Mengenai ucapanNya, Beliau tidak perlu harus berhati-hati dengan tujuan agar orang lain tak akan melihat kesalahannya.’10 Jadi mengapa Sang Buddha menggunakan kata-kata yang kasar dan menyakitkan hati terhadap Sudinna si Kalanda dan menyebutnya orang yang bodoh?” 11
“Itu bukan karena kekasaran, O baginda, melainkan semata-mata untuk menunjukkan kepadanya, dengan cara yang tidak merugikan, tentang perilakunya yang tolol dan rendah. Jika orang di dalam kelahiran ini tidak dapat mencapai pemahaman tentang Empat Kesunyataan Mulia, maka hidupnya sia-sia belaka. Sang Buddha menggunakan kata-kata kebenaran, dan bukannya melebih-lebihkan. Beliau mengingatkan orang lain semata-mata untuk menghancurkan penyakit ketidakbajikan. Kata-kata Beliau, meskipun dengan, nada yang keras, melunakkan kesombongan orang dan membuat mereka rendah hati. Kata-kata Beliau penuh dengan kasih sayang dan dimaksudkan agar bermanfaat. Sama seperti kata-kata seorang ayah kepada anak-anaknya.”
23. Pohon yang Berbicara
“Sang Tathagata berkata:
‘Brahmana! Mengapa engkau bertanya, pada benda yang tak sadar yang tidak dapat mendengarmu ini, bagaimana keadaannya hari ini? Engkau yang aktif, pandai dan penuh semangat, bagaimana kamu dapat berbicara kepada benda yang tidak mempunyai indera, pada pohon Palasa liar ini?’ 12
“Tetapi pada kesempatan lain Sang Tathagata berkata:
‘Dan kemudian pohon aspen tersebut menjawab, ‘Aku’, Bharadvaja, dapat berbicara juga. Dengarkanlah aku.’ 13
“Nagasena, jika sebatang pohon merupakan sesuatu yang tidak punya kesadaran, maka pernyataan yang kedua ini pasti salah.”
“Ketika Sang Buddha menyebut ‘pohon aspen’, itu hanyalah cara berbicara konvensional, karena meskipun sebatang pohon adalah sesuatu yang tidak sadar dan tidak bisa berbicara, kata ‘pohon’ itu ditujukan bagi dewa yang bertempat tinggal di situ. Dan ini adalah suatu konvensi yang sudah banyak dikenal. Seperti halnya, O baginda, sebuah kereta yang penuh jagung disebut ‘kereta-jagung’ meskipun kereta tersebut terbuat dari kayu, bukan dari jagung. Sang Tathagata, ketika membabarkan Dhamma, menggunakan juga alat bantu cara percakapan sehari-hari.”
24. Santapan Terakhir
“Dikatakan oleh para sesepuh yang berkumpul pada Konsili Buddhis Pertama, ‘Setelah makan makanan yang dipersembahkan oleh Cunda si tukang besi, demikian yang telah saya dengar, Sang Buddha merasakan kesakitan yang hebat, rasa sakit yang tajam, bahkan sampai wafatnya.’14 Tetapi Sang Buddha juga berkata, ‘Dua persembahan makanan ini, Ananda, mempunyai jasa kebajikan yang setara dan jauh melebihi makanan lain: yaitu makanan yang sesudah dimakan kemudian Sang Tathagata mencapai Pencerahan Sempurna; dan makanan yang sesudah dimakan kemudian Sang Tathagata mencapai parinibbana.’ 15
“Tetapi jika rasa sakit yang amat sangat itu menimpanya setelah makan persembahan makanan terakhir itu, maka pernyataan yang terakhir itu pasti salah.”
“Persembahan makanan yang terakhir itu besar manfaatnya karena Sang Tathagata lalu mencapai Parinibbana. Bukan karena makanan itu maka Sang Buddha jatuh sakit, melainkan karena tubuhnya sangat lemah dan karena dekat dengan waktu mangkatnya. Dua persembahan makanan ini merupakan jasa yang besar dan tidak tertandingi karena Sang Buddha mencapai sembilan tingkat jhana berturut-turut, dengan urutan maju dan mundur, yang terjadi setelah Sang Tathagata makan makanan tersebut.”
25. Pemujaan terhadap Relik
“Sang Buddha berkata, ‘Jangan menghalangi dirimu sendiri, Ananda, dengan menghormati apa yang tersisa dari ‘Sang Tathagata.’16 Tetapi pada kesempatan lain Beliau berkata, ‘Hormatilah relik dari mereka yang patut dihormati. Dengan bertindak demikian engkau akan pergi dari dunia ini ke surga.’17 Pernyataan manakah yang benar?”
“Nasehat pertama tidak diberikan kepada semua orang, O baginda, melainkan hanya kepada para siswa Sang Penakluk [para bhikkhu]. Menghormati relik bukanlah tugas mereka. Memahami sifat hakiki semua bentukan, menggunakan penalaran [memperhatikan ketidakkekalan dll.], meditasi pandangan terang, memegang inti objek meditasi, memberikan pengabdian kepada kesejahteraan spiritual, itulah tugas-tugas bhikkhu. Seperti halnya, O baginda, adalah urusan para pangeran untuk belajar seni perang dan hukum wilayah; sedangkan beternak, berdagang dan mengurus ternak merupakan urusan perumah tangga.”
26. Kaki Sang Buddha Terluka
“Anda berkata bila Sang Buddha berjalan, maka bumi ini -meskipun tidak memiliki kesadaran- mengisi lubang-lubang; yang kosong dan meratakan tanah yang akan Beliau pijak.18 Akan tetapi Anda mengatakan bahwa ada pecahan batu karang yang melukai kaki-Nya.19 Mengapa pecahan batu tersebut tidak minggir dari kaki-Nya?”
“O baginda, pecahan batu itu tidak jatuh dengan sendirinya. Ada batu karang yang dilemparkan oleh Devadatta. Lalu dua batu karang bersatu untuk menghentikannya, tetapi ada pecahan yang melesat dan melukai kaki Sang Buddha. Sesuatu yang dihentikan dapat dengan mudah melesat, seperti halnya air yang ditampung di dua tangan dapat dengan mudah mengalir melalui jari-jari.”
0