TS
joeraygaul
Buddha Theravada Indonesia
Namo Buddhaya
Namo Dhammaya
Namo Sanghaya
Kalena Dhammasavanam, kalena dhammasakkhacca, ettammangalamuttamam'ti
_/|\_
Salam bagi semua kaskuser warga forspi sekalian, semoga semua dalam kondisi baik dan berbahagia semua.
Melalui trid ini TS berniat untuk menjalin komunikasi dengan semua warga kaskus yang menganut Buddhisme aliran Theravada atau yang sedang belajar mendalami Buddhisme dan siapa saja yang berminat untuk mempelajari Buddhisme Theravada.
Buddhisme Theravada atau sering juga disebut Buddhisme aliran selatan adalah Buddhisme yang sebagian besar sumber ajarannya berasal dari Pali Tipitaka, yaitu Tipitaka berbahasa Pali. Berbagai doktrin dan ajaran mendasar yang menjiwai ajaran Buddhisme Theravada adalah berbagai kitab yang kanonik yang penukisannya menggunakan bahasa Pali, yaitu suatu bahasa rumpun IndoArya yang digunakan sebagai bahasa text/tulisan (bukan bahasa lisan/ucapan) yang berkembang di India Tengah dahulu pada masa Sang Buddha Gotama masih hidup dan berkarya.
Ajaran dasar Buddhisme Theravada tidak berbeda terlalu jauh dengan aliran Buddhisme lainnya (Mahayana, Tantrayana, Vajrayana), yaitu sama2 bercorakkan Tilakkhana (3 corak), Cattariariyasaccana (4 kebenaran ariya), dan praktek pengembangan Buddhisme Theravada pun sama-sama mengembang suatu metode pelatihan diri yang disebut Ariyaattanghikkamagga (jalan mulia beruas delapan) yang sering dibagi menjadi tiga aspek yaitu latihan kebijaksanaan (panna), moralitas (sila), dan pelatihan pikiran dan konsentrasi (sammaddhi). Dan khusus untuk Theravada, yang berarti jalan/tradisi para tua2, pelatihan praktik dan pengembangan lebih difokuskan kepada pencapaian dalam kehidupan saat ini juga, yaitu jalan savakaboddhi.
So demikian penghantar singkat dari TS, saya sangat memohon agar para rekan warga Forspi dan forum kaskus ini mau ikut berbagi, dan membagi pengetahuannya mengenai Buddhisme Theravada di trit ini. Dan juga para senior agar sudi mau membagi pengetahuan dan pengalamannya di trit ini.
Namo Buddhaya,
Sabbhe sattha bhavantu sukkhitattha,
semoga semua mahluk berbahagia
_/|\_




Sejarah
Bagan dan Skema dari Pali Tipitaka
Ulasan Singkat Pali Tipitaka dan Skema Pali Tipitaka
Pencarian Kebenaran :
Empat Kebenaran Mulia/Cattari ariyasaccana :
Tiga corak ( Tilakkhana)
Patthimokkha Sila, Vinaya dan aturan bagi para Bikkhu/Petapa
Panduan bagi perumah tangga/umat awam :
Bahan untuk perenungan
Daftar Alamat Vihara Sangha Theravada Indonesia
Indeks Sutta, Tuntunan Puja Bakti, Tulisan2 bagian dari Tipittaka lainnya, Meditasi dan lain sebagainya
Indeks
Diasuh oleh :
Minibalanar
Info kegiatan dan acara Buddhist :
Info kegiatan dan acara Buddhist
Approved by Moderator :
Approved
Namo Dhammaya
Namo Sanghaya
Kalena Dhammasavanam, kalena dhammasakkhacca, ettammangalamuttamam'ti
_/|\_
Salam bagi semua kaskuser warga forspi sekalian, semoga semua dalam kondisi baik dan berbahagia semua.
Melalui trid ini TS berniat untuk menjalin komunikasi dengan semua warga kaskus yang menganut Buddhisme aliran Theravada atau yang sedang belajar mendalami Buddhisme dan siapa saja yang berminat untuk mempelajari Buddhisme Theravada.
Buddhisme Theravada atau sering juga disebut Buddhisme aliran selatan adalah Buddhisme yang sebagian besar sumber ajarannya berasal dari Pali Tipitaka, yaitu Tipitaka berbahasa Pali. Berbagai doktrin dan ajaran mendasar yang menjiwai ajaran Buddhisme Theravada adalah berbagai kitab yang kanonik yang penukisannya menggunakan bahasa Pali, yaitu suatu bahasa rumpun IndoArya yang digunakan sebagai bahasa text/tulisan (bukan bahasa lisan/ucapan) yang berkembang di India Tengah dahulu pada masa Sang Buddha Gotama masih hidup dan berkarya.
Ajaran dasar Buddhisme Theravada tidak berbeda terlalu jauh dengan aliran Buddhisme lainnya (Mahayana, Tantrayana, Vajrayana), yaitu sama2 bercorakkan Tilakkhana (3 corak), Cattariariyasaccana (4 kebenaran ariya), dan praktek pengembangan Buddhisme Theravada pun sama-sama mengembang suatu metode pelatihan diri yang disebut Ariyaattanghikkamagga (jalan mulia beruas delapan) yang sering dibagi menjadi tiga aspek yaitu latihan kebijaksanaan (panna), moralitas (sila), dan pelatihan pikiran dan konsentrasi (sammaddhi). Dan khusus untuk Theravada, yang berarti jalan/tradisi para tua2, pelatihan praktik dan pengembangan lebih difokuskan kepada pencapaian dalam kehidupan saat ini juga, yaitu jalan savakaboddhi.
So demikian penghantar singkat dari TS, saya sangat memohon agar para rekan warga Forspi dan forum kaskus ini mau ikut berbagi, dan membagi pengetahuannya mengenai Buddhisme Theravada di trit ini. Dan juga para senior agar sudi mau membagi pengetahuan dan pengalamannya di trit ini.
Namo Buddhaya,
Sabbhe sattha bhavantu sukkhitattha,
semoga semua mahluk berbahagia
_/|\_
Bagi para rekan kaskuser sangat dimohon agar tidak ngejunk, flame, atau trolling. Harapan TS agar trit ini dapat menjadi wadah komunikasi dan berbagi pemahaman dan wawasan agar praktik dan latihan kita semua semakin berkembang dan maju.
Annumodanna _/|\_
Annumodanna _/|\_



Sejarah
- Sejarah Singkat Buddhisme Theravada
- Kronologi Singkat Part 1
- Kronologi Singkat Part 2 dan Sejarah Singkat Sangha Theravada Indonesia (STI)
Bagan dan Skema dari Pali Tipitaka
Ulasan Singkat Pali Tipitaka dan Skema Pali Tipitaka
Pencarian Kebenaran :
- Saduran bebas Kalama Sutta, sumbangan artikel dari bro Minibalanar
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Ehipassiko, posted by Minibalanar
Empat Kebenaran Mulia/Cattari ariyasaccana :
- Pengantar dari TS
- Dari sumber lain yang saya copas
- Tulisan salah seorang member kaskus di forum lain yang saya copas
Tiga corak ( Tilakkhana)
Patthimokkha Sila, Vinaya dan aturan bagi para Bikkhu/Petapa
- Parajika dan Sanghadisesa
- Aniyata dan Nissagiya Pacittiya
- Pacittiya 1
- Pacittiya 2(Acelaka Vagga, Surapana Vagga, Sapana Vagga, Sahadhammika Vagga
- Pacittiya 3(Ratana Vagga) dan Patidesaniya
- Sekhiya
- Adhikarana Samatha
Panduan bagi perumah tangga/umat awam :
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Pancasila Buddhist, by Minibalanar
- [URL="http://www.kaskus.co.id/showpost.php?[*]p=698709246&postcount=66"]Pancasila Buddhist, by Minibalanar[/URL]
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Pharabava Sutta
Bahan untuk perenungan
- Bebas dari kesalahan, tulisan Banthe Saddhaviro Mahathera
- Apakah agama Buddha itu kuno? Tulisan Banthe Uttamo
- Cara berpikir seorang praktisi dan non praktisi, tulisan Bikkhu Buddhadasa
- Perenungan Brahmavihara1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7
Daftar Alamat Vihara Sangha Theravada Indonesia
- Pulau Sumatra dan Banten
- DKI Jakarta dan Jawa Barat
- Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta
- Jawa Timur dan Bali
- Nusa Tenggara dan Pulau Kalimantan
- Pulau Sulawesi
Indeks Sutta, Tuntunan Puja Bakti, Tulisan2 bagian dari Tipittaka lainnya, Meditasi dan lain sebagainya
Indeks
Diasuh oleh :
Minibalanar
Info kegiatan dan acara Buddhist :
Info kegiatan dan acara Buddhist
Approved by Moderator :
Approved
Diubah oleh joeraygaul 22-11-2012 14:10
emineminna dan nona212 memberi reputasi
2
110.1K
747
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Spiritual
6.4KThread•2.7KAnggota
Tampilkan semua post
Minibalanar
#126
BAB SEMBILAN
11. Peraturan yang Minor dan Tidak Begitu Penting
“Telah dikatakan oleh Sang Buddha, ‘O bhikkhu, dari pengetahuan yang lebih tinggilah aku mengajarkan Dhamma.’1 Tetapi Beliau juga berkata:
‘Setelah aku tidak ada lagi, Ananda, bila diinginkan oleh Sangha, biarlah Sangha menghapus peraturan yang minor dan tidak begitu penting.’2 Apakah itu berarti bahwa peraturan-peraturan itu ditetapkan secara salah dan tanpa sebab yang tepat?”
“O baginda, ketika Sang Buddha berkata, ‘Biarlah Sangha menghapus peraturan yang minor dan tidak begitu penting’, itu dikatakan untuk menguji para bhikkhu. Seperti halnya seorang raja ketika akan mangkat akan menguji putra-putranya dengan berkata: ‘Daerah-daerah di luar kerajaanku akan terancam bahaya keruntuhan setelah aku mangkat.’ Nah, setelah ayahandanya mangkat, apakah para putra raja itu akan mau begitu saja kehilangan daerah-daerah di luar kerajaan?”
“Tentu saja tidak, Yang Mulia. Para raja mempunyai keinginan menguasai. Karena nafsu akan kekuasaan, para pangeran mungkin justru akan memperluas daerah kekuasaannya dua kali lipat dari apa yang telah mereka miliki. Mereka tidak akan pernah mau begitu saja kehilangan apa yang telah mereka miliki.”
“Begitu pula, baginda, karena semangat Dhamma, para siswa Sang Buddha mungkin akan mempertahankan bahkan lebih dari seratus lima puluh peraturan,3 tetapi mereka tidak akan pernah mau begitu saja kehilangan apa yang ditetapkan.”
“Yang Mulia Nagasena, ketika Sang Buddha mengacu pada ‘Peraturan yang Minor dan Tidak Begitu Penting’ orang mungkin merasa ragu-ragu, yang mana peraturan dimaksud itu.”
“Tindakan yang berkenaan dengan perbuatan-salah4 merupakan peraturan yang tidak begitu penting, dan ucapan-salah5 mengacu pada peraturan minor. Para sesepuh yang bertemu dalam Konsili Buddhis Pertama juga tidak satu pendapat mengenai hal ini.”
12. Ajaran Rahasia
“Sang Buddha berkata kepada Ananda, ‘Sehubungan dengan Dhamma, Sang Tathagata bukanlah seorang guru yang merahasiakan sesuatu di dalam genggamannya sendiri.’6 Tetapi ketika Beliau ditanya oleh Malunkyaputta, Beliau tidak menjawab.7 Apakah Beliau tidak menjawab karena ketidaktahuan, ataukah Beliau hendak menyembunyikan sesuatu?”
“O baginda, bukan karena ketidaktahuan dan juga bukan karena ingin menyembunyikan sesuatu maka Beliau tidak menjawab. Suatu pertanyaan dapat dijawab dengan satu dari empat cara:
“Pertanyaan macam apa yang harus dijawab secara langsung?
‘Apakah materi itu kekal? Apakah perasaan tubuh itu kekal? Apakah pencerapan itu kekal?’ Pertanyaan-pertanyaan itu harus dijawab secara langsung.
“Dan apa yang harus dijawab dengan analisa?”
‘Apakah yang tidak kekal itu materi?’
“Dan apa yang harus dijawab dengan pertanyaan balik?”
‘Apakah mata dapat mencerap segala sesuatu?’
“Dan apa yang harus diabaikan?”
‘Apakah dunia itu abadi? Apakah dunia itu tidak abadi? Apakah Sang Tathagata ada setelah kematian? Apakah Sang Tathagata tidak ada setelah kematian? Apakah jiwa sama dengan tubuh? Apakah tubuh itu satu hal dan jiwa itu hal lain?’ Pada pertanyaan-pertanyaan demikianlah Sang Buddha tidak menjawab Malunkyaputta. Tidak ada alasan untuk menjawabnya. Para Buddha tidak berbicara tanpa alasan.”
13. Rasa Takut terhadap Kematian
“Sang Buddha berkata, ‘Semuanya gemetar akan hukuman, semuanya takut akan kematian.’8 Tetapi Beliau juga berkata, ‘Arahat telah melewati semua rasa takut.’9 Jadi bagaimana? Apakah para Arahat juga gemetar karena ketakutan akan kematian? Apakah para makhluk di neraka takut akan kematian, padahal lewat kematian itu mereka mungkin akan terbebas dari siksaan?”
“O baginda, tidaklah termasuk para Arahat ketika Sang Buddha berkata,
‘Semuanya gemetar akan hukuman, semuanya takut akan, kematian.’ Seorang Arahat merupakan perkecualian dari pernyataan itu karena semua penyebab rasa takut telah dihilangkan olehnya. Misalnya saja, O baginda, seorang raja mempunyai empat menteri utama yang setia dan dapat dipercaya; apakah mereka akan merasa takut bila raja mengeluarkan perintah yang mengatakan, ‘Semua orang daerahku harus membayar pajak’?”
‘Tidak, Nagasena. Mereka tidak akan merasa takut karena pajak tidak berlaku untuk mereka. Mereka berada di luar perpajakan.”
“Begitu juga, O baginda, pernyataan, ‘Semuanya gemetar akan hukuman, semuanya takut akan kematian’, tidak berlaku bagi para Arahat karena mereka berada di luar rasa takut akan kematian. Ada lima cara, O baginda, di mana arti suatu pernyataan harus ditegaskan:
“Baiklah, Nagasena, saya menerima bahwa para Arahat merupakan perkecualian bagi pernyataan itu, tetapi tentunya semua makhluk di neraka tak mungkin merasa takut akan kematian karena lewat kematian itu mereka akan terbebas dari siksaan.”
“Mereka yang berada di neraka tetap merasa takut akan kematian, O baginda, karena kematian merupakan kondisi di mana mereka yang belum melihat Dhamma merasa takut. Seandainya, O baginda, seorang tawanan yang disekap di ruang bawah tanah harus menghadap raja yang sebenarnya berkehendak akan membebaskannya, apakah tawanan itu merasa takut menghadap raja?”
“Ya, dia akan merasa takut.”
“Begitu juga, O baginda, semua makhluk di neraka merasa takut akan kematian walaupun mereka akan terbebas dari siksaan.”
14. Perlindungan dari Kematian
“Dikatakan oleh Sang Buddha, ‘Tidak di langit, tidak di tengah samudera, tidak di celah gunung yang paling terpencil, tidak di seluruh dunia yang luas ini dapat ditemukan tempat di mana orang dapat lolos dari jerat kematian.”10 Tetapi sebaliknya, syair perlindungan (Paritta) diberikan oleh Sang Buddha untuk melindungi mereka yang berada di dalam bahaya. Jika tidak ada jalan untuk menghindari kematian maka upacara Paritta itu tidak ada gunanya.”
“Syair-syair Paritta, O baginda, dimaksudkan bagi mereka yang masih mempunyai sisa porsi kehidupan. Tidak ada upacara maupun sarana buatan yang dapat memperpanjang kehidupan seseorang yang jangka waktu kehidupannya telah habis.”
“Tetapi, Nagasena, jika orang yang faktor-faktor kehidupannya masih ada akan tetap hidup, dan orang yang tidak rnemiliki faktor-faktor itu tadi akan mati, maka baik obat maupun Paritta sama-sama tidak ada gunanya.”
“Apakah baginda telah pernah melihat atau mendengar kasus suatu penyakit yang dapat disembuhkan oleh obat?”
“Ya, ratusan kali.”
“Kalau demikian, pernyataan baginda tentang tidak-mujarabnya Paritta dan obat pastilah salah.”
“Yang Mulia Nagasena, apakah Paritta merupakan perlindungan bagi setiap orang?”
“Hanya bagi beberapa, bukan bagi setiap orang. Ada tiga alasan di mana Paritta tidak bekerja:
Paritta yang merupakan perlindungan bagi para makhluk akan kehilangan kekuatannya karena cacat mereka sendiri.”
11. Peraturan yang Minor dan Tidak Begitu Penting
“Telah dikatakan oleh Sang Buddha, ‘O bhikkhu, dari pengetahuan yang lebih tinggilah aku mengajarkan Dhamma.’1 Tetapi Beliau juga berkata:
‘Setelah aku tidak ada lagi, Ananda, bila diinginkan oleh Sangha, biarlah Sangha menghapus peraturan yang minor dan tidak begitu penting.’2 Apakah itu berarti bahwa peraturan-peraturan itu ditetapkan secara salah dan tanpa sebab yang tepat?”
“O baginda, ketika Sang Buddha berkata, ‘Biarlah Sangha menghapus peraturan yang minor dan tidak begitu penting’, itu dikatakan untuk menguji para bhikkhu. Seperti halnya seorang raja ketika akan mangkat akan menguji putra-putranya dengan berkata: ‘Daerah-daerah di luar kerajaanku akan terancam bahaya keruntuhan setelah aku mangkat.’ Nah, setelah ayahandanya mangkat, apakah para putra raja itu akan mau begitu saja kehilangan daerah-daerah di luar kerajaan?”
“Tentu saja tidak, Yang Mulia. Para raja mempunyai keinginan menguasai. Karena nafsu akan kekuasaan, para pangeran mungkin justru akan memperluas daerah kekuasaannya dua kali lipat dari apa yang telah mereka miliki. Mereka tidak akan pernah mau begitu saja kehilangan apa yang telah mereka miliki.”
“Begitu pula, baginda, karena semangat Dhamma, para siswa Sang Buddha mungkin akan mempertahankan bahkan lebih dari seratus lima puluh peraturan,3 tetapi mereka tidak akan pernah mau begitu saja kehilangan apa yang ditetapkan.”
“Yang Mulia Nagasena, ketika Sang Buddha mengacu pada ‘Peraturan yang Minor dan Tidak Begitu Penting’ orang mungkin merasa ragu-ragu, yang mana peraturan dimaksud itu.”
“Tindakan yang berkenaan dengan perbuatan-salah4 merupakan peraturan yang tidak begitu penting, dan ucapan-salah5 mengacu pada peraturan minor. Para sesepuh yang bertemu dalam Konsili Buddhis Pertama juga tidak satu pendapat mengenai hal ini.”
12. Ajaran Rahasia
“Sang Buddha berkata kepada Ananda, ‘Sehubungan dengan Dhamma, Sang Tathagata bukanlah seorang guru yang merahasiakan sesuatu di dalam genggamannya sendiri.’6 Tetapi ketika Beliau ditanya oleh Malunkyaputta, Beliau tidak menjawab.7 Apakah Beliau tidak menjawab karena ketidaktahuan, ataukah Beliau hendak menyembunyikan sesuatu?”
“O baginda, bukan karena ketidaktahuan dan juga bukan karena ingin menyembunyikan sesuatu maka Beliau tidak menjawab. Suatu pertanyaan dapat dijawab dengan satu dari empat cara:
- secara langsung,
- dengan analisa,
- dengan pertanyaan balik, dan
- dengan mengabaikannya.
“Pertanyaan macam apa yang harus dijawab secara langsung?
‘Apakah materi itu kekal? Apakah perasaan tubuh itu kekal? Apakah pencerapan itu kekal?’ Pertanyaan-pertanyaan itu harus dijawab secara langsung.
“Dan apa yang harus dijawab dengan analisa?”
‘Apakah yang tidak kekal itu materi?’
“Dan apa yang harus dijawab dengan pertanyaan balik?”
‘Apakah mata dapat mencerap segala sesuatu?’
“Dan apa yang harus diabaikan?”
‘Apakah dunia itu abadi? Apakah dunia itu tidak abadi? Apakah Sang Tathagata ada setelah kematian? Apakah Sang Tathagata tidak ada setelah kematian? Apakah jiwa sama dengan tubuh? Apakah tubuh itu satu hal dan jiwa itu hal lain?’ Pada pertanyaan-pertanyaan demikianlah Sang Buddha tidak menjawab Malunkyaputta. Tidak ada alasan untuk menjawabnya. Para Buddha tidak berbicara tanpa alasan.”
13. Rasa Takut terhadap Kematian
“Sang Buddha berkata, ‘Semuanya gemetar akan hukuman, semuanya takut akan kematian.’8 Tetapi Beliau juga berkata, ‘Arahat telah melewati semua rasa takut.’9 Jadi bagaimana? Apakah para Arahat juga gemetar karena ketakutan akan kematian? Apakah para makhluk di neraka takut akan kematian, padahal lewat kematian itu mereka mungkin akan terbebas dari siksaan?”
“O baginda, tidaklah termasuk para Arahat ketika Sang Buddha berkata,
‘Semuanya gemetar akan hukuman, semuanya takut akan, kematian.’ Seorang Arahat merupakan perkecualian dari pernyataan itu karena semua penyebab rasa takut telah dihilangkan olehnya. Misalnya saja, O baginda, seorang raja mempunyai empat menteri utama yang setia dan dapat dipercaya; apakah mereka akan merasa takut bila raja mengeluarkan perintah yang mengatakan, ‘Semua orang daerahku harus membayar pajak’?”
‘Tidak, Nagasena. Mereka tidak akan merasa takut karena pajak tidak berlaku untuk mereka. Mereka berada di luar perpajakan.”
“Begitu juga, O baginda, pernyataan, ‘Semuanya gemetar akan hukuman, semuanya takut akan kematian’, tidak berlaku bagi para Arahat karena mereka berada di luar rasa takut akan kematian. Ada lima cara, O baginda, di mana arti suatu pernyataan harus ditegaskan:
- Membandingkannya dengan teks yang dikutip;
- Melalui ‘selera’, yaitu: apakah sesuai dengan teks-teks lain?;
- Apakah sesuai dengan ajaran para guru?;
- Setelah menimbang pendapatnya sendiri, yaitu apakah sesuai dengan pengalamanku sendiri?;
- Dengan gabungan semua cara itu.”
“Baiklah, Nagasena, saya menerima bahwa para Arahat merupakan perkecualian bagi pernyataan itu, tetapi tentunya semua makhluk di neraka tak mungkin merasa takut akan kematian karena lewat kematian itu mereka akan terbebas dari siksaan.”
“Mereka yang berada di neraka tetap merasa takut akan kematian, O baginda, karena kematian merupakan kondisi di mana mereka yang belum melihat Dhamma merasa takut. Seandainya, O baginda, seorang tawanan yang disekap di ruang bawah tanah harus menghadap raja yang sebenarnya berkehendak akan membebaskannya, apakah tawanan itu merasa takut menghadap raja?”
“Ya, dia akan merasa takut.”
“Begitu juga, O baginda, semua makhluk di neraka merasa takut akan kematian walaupun mereka akan terbebas dari siksaan.”
14. Perlindungan dari Kematian
“Dikatakan oleh Sang Buddha, ‘Tidak di langit, tidak di tengah samudera, tidak di celah gunung yang paling terpencil, tidak di seluruh dunia yang luas ini dapat ditemukan tempat di mana orang dapat lolos dari jerat kematian.”10 Tetapi sebaliknya, syair perlindungan (Paritta) diberikan oleh Sang Buddha untuk melindungi mereka yang berada di dalam bahaya. Jika tidak ada jalan untuk menghindari kematian maka upacara Paritta itu tidak ada gunanya.”
“Syair-syair Paritta, O baginda, dimaksudkan bagi mereka yang masih mempunyai sisa porsi kehidupan. Tidak ada upacara maupun sarana buatan yang dapat memperpanjang kehidupan seseorang yang jangka waktu kehidupannya telah habis.”
“Tetapi, Nagasena, jika orang yang faktor-faktor kehidupannya masih ada akan tetap hidup, dan orang yang tidak rnemiliki faktor-faktor itu tadi akan mati, maka baik obat maupun Paritta sama-sama tidak ada gunanya.”
“Apakah baginda telah pernah melihat atau mendengar kasus suatu penyakit yang dapat disembuhkan oleh obat?”
“Ya, ratusan kali.”
“Kalau demikian, pernyataan baginda tentang tidak-mujarabnya Paritta dan obat pastilah salah.”
“Yang Mulia Nagasena, apakah Paritta merupakan perlindungan bagi setiap orang?”
“Hanya bagi beberapa, bukan bagi setiap orang. Ada tiga alasan di mana Paritta tidak bekerja:
- Halangan karena karma masa lalu;
- Halangan karena kekotoran batin masa kini, dan
- Halangan karena kurangnya keyakinan.
Paritta yang merupakan perlindungan bagi para makhluk akan kehilangan kekuatannya karena cacat mereka sendiri.”
0