TS
joeraygaul
Buddha Theravada Indonesia
Namo Buddhaya
Namo Dhammaya
Namo Sanghaya
Kalena Dhammasavanam, kalena dhammasakkhacca, ettammangalamuttamam'ti
_/|\_
Salam bagi semua kaskuser warga forspi sekalian, semoga semua dalam kondisi baik dan berbahagia semua.
Melalui trid ini TS berniat untuk menjalin komunikasi dengan semua warga kaskus yang menganut Buddhisme aliran Theravada atau yang sedang belajar mendalami Buddhisme dan siapa saja yang berminat untuk mempelajari Buddhisme Theravada.
Buddhisme Theravada atau sering juga disebut Buddhisme aliran selatan adalah Buddhisme yang sebagian besar sumber ajarannya berasal dari Pali Tipitaka, yaitu Tipitaka berbahasa Pali. Berbagai doktrin dan ajaran mendasar yang menjiwai ajaran Buddhisme Theravada adalah berbagai kitab yang kanonik yang penukisannya menggunakan bahasa Pali, yaitu suatu bahasa rumpun IndoArya yang digunakan sebagai bahasa text/tulisan (bukan bahasa lisan/ucapan) yang berkembang di India Tengah dahulu pada masa Sang Buddha Gotama masih hidup dan berkarya.
Ajaran dasar Buddhisme Theravada tidak berbeda terlalu jauh dengan aliran Buddhisme lainnya (Mahayana, Tantrayana, Vajrayana), yaitu sama2 bercorakkan Tilakkhana (3 corak), Cattariariyasaccana (4 kebenaran ariya), dan praktek pengembangan Buddhisme Theravada pun sama-sama mengembang suatu metode pelatihan diri yang disebut Ariyaattanghikkamagga (jalan mulia beruas delapan) yang sering dibagi menjadi tiga aspek yaitu latihan kebijaksanaan (panna), moralitas (sila), dan pelatihan pikiran dan konsentrasi (sammaddhi). Dan khusus untuk Theravada, yang berarti jalan/tradisi para tua2, pelatihan praktik dan pengembangan lebih difokuskan kepada pencapaian dalam kehidupan saat ini juga, yaitu jalan savakaboddhi.
So demikian penghantar singkat dari TS, saya sangat memohon agar para rekan warga Forspi dan forum kaskus ini mau ikut berbagi, dan membagi pengetahuannya mengenai Buddhisme Theravada di trit ini. Dan juga para senior agar sudi mau membagi pengetahuan dan pengalamannya di trit ini.
Namo Buddhaya,
Sabbhe sattha bhavantu sukkhitattha,
semoga semua mahluk berbahagia
_/|\_




Sejarah
Bagan dan Skema dari Pali Tipitaka
Ulasan Singkat Pali Tipitaka dan Skema Pali Tipitaka
Pencarian Kebenaran :
Empat Kebenaran Mulia/Cattari ariyasaccana :
Tiga corak ( Tilakkhana)
Patthimokkha Sila, Vinaya dan aturan bagi para Bikkhu/Petapa
Panduan bagi perumah tangga/umat awam :
Bahan untuk perenungan
Daftar Alamat Vihara Sangha Theravada Indonesia
Indeks Sutta, Tuntunan Puja Bakti, Tulisan2 bagian dari Tipittaka lainnya, Meditasi dan lain sebagainya
Indeks
Diasuh oleh :
Minibalanar
Info kegiatan dan acara Buddhist :
Info kegiatan dan acara Buddhist
Approved by Moderator :
Approved
Namo Dhammaya
Namo Sanghaya
Kalena Dhammasavanam, kalena dhammasakkhacca, ettammangalamuttamam'ti
_/|\_
Salam bagi semua kaskuser warga forspi sekalian, semoga semua dalam kondisi baik dan berbahagia semua.
Melalui trid ini TS berniat untuk menjalin komunikasi dengan semua warga kaskus yang menganut Buddhisme aliran Theravada atau yang sedang belajar mendalami Buddhisme dan siapa saja yang berminat untuk mempelajari Buddhisme Theravada.
Buddhisme Theravada atau sering juga disebut Buddhisme aliran selatan adalah Buddhisme yang sebagian besar sumber ajarannya berasal dari Pali Tipitaka, yaitu Tipitaka berbahasa Pali. Berbagai doktrin dan ajaran mendasar yang menjiwai ajaran Buddhisme Theravada adalah berbagai kitab yang kanonik yang penukisannya menggunakan bahasa Pali, yaitu suatu bahasa rumpun IndoArya yang digunakan sebagai bahasa text/tulisan (bukan bahasa lisan/ucapan) yang berkembang di India Tengah dahulu pada masa Sang Buddha Gotama masih hidup dan berkarya.
Ajaran dasar Buddhisme Theravada tidak berbeda terlalu jauh dengan aliran Buddhisme lainnya (Mahayana, Tantrayana, Vajrayana), yaitu sama2 bercorakkan Tilakkhana (3 corak), Cattariariyasaccana (4 kebenaran ariya), dan praktek pengembangan Buddhisme Theravada pun sama-sama mengembang suatu metode pelatihan diri yang disebut Ariyaattanghikkamagga (jalan mulia beruas delapan) yang sering dibagi menjadi tiga aspek yaitu latihan kebijaksanaan (panna), moralitas (sila), dan pelatihan pikiran dan konsentrasi (sammaddhi). Dan khusus untuk Theravada, yang berarti jalan/tradisi para tua2, pelatihan praktik dan pengembangan lebih difokuskan kepada pencapaian dalam kehidupan saat ini juga, yaitu jalan savakaboddhi.
So demikian penghantar singkat dari TS, saya sangat memohon agar para rekan warga Forspi dan forum kaskus ini mau ikut berbagi, dan membagi pengetahuannya mengenai Buddhisme Theravada di trit ini. Dan juga para senior agar sudi mau membagi pengetahuan dan pengalamannya di trit ini.
Namo Buddhaya,
Sabbhe sattha bhavantu sukkhitattha,
semoga semua mahluk berbahagia
_/|\_
Bagi para rekan kaskuser sangat dimohon agar tidak ngejunk, flame, atau trolling. Harapan TS agar trit ini dapat menjadi wadah komunikasi dan berbagi pemahaman dan wawasan agar praktik dan latihan kita semua semakin berkembang dan maju.
Annumodanna _/|\_
Annumodanna _/|\_



Sejarah
- Sejarah Singkat Buddhisme Theravada
- Kronologi Singkat Part 1
- Kronologi Singkat Part 2 dan Sejarah Singkat Sangha Theravada Indonesia (STI)
Bagan dan Skema dari Pali Tipitaka
Ulasan Singkat Pali Tipitaka dan Skema Pali Tipitaka
Pencarian Kebenaran :
- Saduran bebas Kalama Sutta, sumbangan artikel dari bro Minibalanar
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Kalama Sutta
- Ehipassiko, posted by Minibalanar
Empat Kebenaran Mulia/Cattari ariyasaccana :
- Pengantar dari TS
- Dari sumber lain yang saya copas
- Tulisan salah seorang member kaskus di forum lain yang saya copas
Tiga corak ( Tilakkhana)
Patthimokkha Sila, Vinaya dan aturan bagi para Bikkhu/Petapa
- Parajika dan Sanghadisesa
- Aniyata dan Nissagiya Pacittiya
- Pacittiya 1
- Pacittiya 2(Acelaka Vagga, Surapana Vagga, Sapana Vagga, Sahadhammika Vagga
- Pacittiya 3(Ratana Vagga) dan Patidesaniya
- Sekhiya
- Adhikarana Samatha
Panduan bagi perumah tangga/umat awam :
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Sigalovada Sutta
- Pancasila Buddhist, by Minibalanar
- [URL="http://www.kaskus.co.id/showpost.php?[*]p=698709246&postcount=66"]Pancasila Buddhist, by Minibalanar[/URL]
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Sila dan Vinaya by Minibalanar
- Pharabava Sutta
Bahan untuk perenungan
- Bebas dari kesalahan, tulisan Banthe Saddhaviro Mahathera
- Apakah agama Buddha itu kuno? Tulisan Banthe Uttamo
- Cara berpikir seorang praktisi dan non praktisi, tulisan Bikkhu Buddhadasa
- Perenungan Brahmavihara1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7
Daftar Alamat Vihara Sangha Theravada Indonesia
- Pulau Sumatra dan Banten
- DKI Jakarta dan Jawa Barat
- Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta
- Jawa Timur dan Bali
- Nusa Tenggara dan Pulau Kalimantan
- Pulau Sulawesi
Indeks Sutta, Tuntunan Puja Bakti, Tulisan2 bagian dari Tipittaka lainnya, Meditasi dan lain sebagainya
Indeks
Diasuh oleh :
Minibalanar
Info kegiatan dan acara Buddhist :
Info kegiatan dan acara Buddhist
Approved by Moderator :
Approved
Diubah oleh joeraygaul 22-11-2012 14:10
emineminna dan nona212 memberi reputasi
2
110.1K
747
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Spiritual
6.4KThread•2.7KAnggota
Tampilkan semua post
Minibalanar
#124
4. Penyebab-penyebab Gempa Bumi
“Sang Buddha berkata, Nagasena, bahwa ada delapan penyebab gempa yang hebat.13 Tetapi kita dapatkan ada sembilan yang disebutkan di dalam teks. Ketika Bodhisatta Vessantara memenuhi kesempurnaan kemurahan hatinya dengan memberikan istri dan anaknya sebagai pelayan, pada saat itu bumi juga bergoncang. Bila pernyataan pertama Sang Buddha itu benar, berarti yang kedua itu salah.”
“Kedua pernyataan itu benar, O baginda. Persembahan Vessantara itu tidak disebutkan sebagai penyebab gempa hebat ke sembilan, karena hal itu merupakan suatu kejadian yang amat sangat langka. Seperti halnya sebuah anak sungai kering yang biasanya tidak berair tidak akan disebut sungai, tetapi pada saat-saat hujan yang tak terduga ia menjadi sungai, demikian juga kebesaran hati Vessantara adalah sesuatu yang khas dan luar biasa, dan karenanya dibedakan dari delapan penyebab umum gempa hebat.”
“Pernahkah baginda mendengar di dalam sejarah agama kita, tentang suatu tindakan pengabdian yang berbuah pada kehidupan sekarang ini juga?”
“Ya, Yang Mulia Nagasena, ada tujuh macam kasus semacam itu: Sumana, si pembuat karangan bunga,14 Ekasataka sang Brahmana,15 dan Punna si pekerja ladang,16 Mallika sang ratu,17 ratu yang dikenal sebagai ibu dari Gopala,18 Suppiya wanita yang penuh pengabdian,19 dan Punna si budak wanita.” 20
“Tetapi sudah pernahkah baginda mendengar bahwa tanah ini bergetar sekali atau dua kali ketika suatu persembahan diberikan?”
“Belum, Yang Mulia, aku belum pernah mendengar hal seperti itu.”
“Demikian juga saya, O baginda, meskipun saya telah dengan sungguh-sungguh belajar dan siap untuk belajar, kecuali pada saat persembahan luar biasa yang dilakukan oleh Vessantara. Bukan hanya karena usaha yang biasa saja bumi besar ini dapat bergetar, O baginda. Hanya ketika bumi terbebani oleh kekuatan kebajikan, tidak kuat menahan kekuatan tindakan-tindakan bajik yang terbukti sepenuhnya murni, maka barulah bumi yang luas ini bergoncang dan bergetar, karena tak sanggup menahan beban kekuatan itu. Dan ketika Vessantara memberikan persembahannya, O baginda, dia memberikan segala sesuatunya bukan demi tumimbal lahir yang mulia, bukan demi kekayaan di masa mendatang, bukan demi mengharap imbalan hadiah, dan bukan demi pujian atau keuntungan pribadi lainnya. Hanya demi kebijaksanaan tertinggi maka dia memberikan semuanya itu.”
5. Pernyataan Kebenaran
“Raja Sivi memberikan matanya kepada seorang yang memintanya dan kemudian dia mempunyai mata baru yang muncul sebagai gantinya.21 Bagaimana hal ini mungkin?”
“Karena kekuatan kebenaranlah hal itu terjadi. Seperti halnya ahli kebatinan yang mengucapkan kebenaran dapat membuat hujan turun, mengusir api atau menetralkan racun.
“Ketika Asoka, penguasa yang luhur itu suatu hari berdiri di antara penduduk kota Pataliputta, beliau berkata kepada menterinya: ‘Adakah orang yang dapat membuat sungai Gangga ini mengalir balik arah dan melawan arus?’ Kemudian seorang pramuria yang bernama Bindumati, yang ada di antara kerumunan itu, mempertunjukkan suatu tindakan kebenaran. Pada saat itu juga sungai Gangga yang besar itu bergemuruh dan bergelombang, membalik arah di depan mata semua orang. Lalu Sang Raja yang terperangah mencari wanita yang menyebabkan hal itu terjadi dan bertanya kepadanya ‘Tindakan kebenaran apa yang telah kau lakukan untuk dapat melakukan hal ini?’ Wanita itu menjawab, ‘Siapa pun yang membayar saya, tak peduli apakah dia seorang brahmana, ningrat, pedagang atau pelayan, saya perlakukan mereka semua sama sederajat. Bebas dari kecenderungan saya melayani mereka yang sudah membayar saya. Inilah dasar dari tindakan kebenaran22 yang saya lakukan untuk dapat membalik aliran sungai Gangga.’
“Tidak ada kekuatan biasa yang dapat menyebabkan hal-hal semacam itu terjadi. Kekuatan kebenaran itu sendirilah yang merupakan penyebabnya. Dan tidak ada alasan untuk merealisasikan Empat Kesunyataan Mulia selain dari kekuatan kebenaran itu sendiri.”
6. Dilema Seputar Kehamilan 23
“Sang Buddha berkata bahwa kehamilan terjadi di rahim dengan adanya tiga penyebab: persetubuhan yang dilakukan orang tua, kesuburan sang ibu, dan seorang makhluk untuk dilahirkan.24 Tetapi Beliau juga berkata bahwa ketika petapa Dukala menyentuh pusar seorang wanita petapa yang bernama Parika dengan ibu jarinya, bayi Sama terkandung.25 Jika pernyataan yang pertama benar, maka pernyataan yang kedua pasti salah.”
“Kedua pernyataan itu benar, O baginda, tetapi baginda jangan berpikir bahwa ada pelanggaran di dalam kasus kedua. Sakka, raja para dewa, setelah melihat terlebih dahulu bahwa para petapa yang luhur tersebut akan menjadi buta, meminta mereka untuk mempunyai anak lelaki. Tetapi kedua petapa itu tidak mau melakukan hubungan seksual sekalipun untuk menyelamatkan jiwa mereka sendiri. Maka Sakka turut campur dengan menyuruh Dukala. Demikianlah Sama terkandung.”
7. Umur Agama
“Setelah pentahbisan para wanita, Sang Buddha berkata bahwa ajaran yang murni itu hanya akan bertahan selama lima ratus tahun.26 Tetapi kepada Subaddha Beliau berkata,
‘Selama para bhikkhu Sangha masih menjalani kehidupan suci yang sempurna maka dunia ini tidak akan kekurangan Arahat.’ Pernyataan-pernyataan ini bertentangan.”
“O, baginda, Sang Buddha memang membuat kedua pernyataan itu, tetapi keduanya berbeda di dalam inti dan arti. Yang satu berhubungan dengan umur ajaran yang murni, sedangkan satunya lagi berhubungan dengan praktek dari kehidupan agama. Dan dua hal ini jelas sangat berbeda. Pada saat berkata tentang lima ratus tahun itu Beliau memberikan batasan kepada agama. Akan tetapi ketika berbicara kepada Subaddha Beliau menyatakan tentang apa yang terkandung di dalam agama. Jika murid-murid Sang Buddha terus berusaha sekuat-kuatnya di dalam lima faktor perjuangan,27 mempunyai keinginan murni untuk tiga latihan,28 menyempurnakan diri mereka di dalam tindakan dan nilai-nilai yang luhur; maka Ajaran Sang Penakluk yang mulia itu akan bertahan lama dan akan semakin kuat dan kokoh dengan berjalannya waktu. Ajaran Sang Buddha, O, baginda, berakar pada praktek. Prakteklah intinya, dan ajaran akan tetap bertahan selama praktek tidak kendur.
Suatu ajaran tetap bisa lenyap karena tiga hal:
Bila pemahaman intelektual hilang, maka meskipun orang itu telah menjalani hidup dengan benar, dia tidak mempunyai pengertian yang jelas tentang ajaran itu. Dengan mundurnya praktek perilaku, penerapan aturan Vinaya akan hilang dan hanya bentuk luar agama itu saja yang tertinggal. Bila bentuk luar itu lenyap maka tradisi itu terputus dan tidak akan dapat berlanjut.
8. Kemurnian Sang Buddha
“Jika Sang Tathagata telah menghancurkan semua yang tidak baik di dalam diri-Nya saat mencapai kemahatahuan, mengapa Beliau terluka oleh pecahan batu yang dilemparkan oleh Devadatta? Jika Beliau dapat terluka, maka Beliau tidak dapat dikatakan telah terbebas dari segala kejahatan, karena tidak akan ada perasaan tanpa adanya karma. Semua perasaan berakar pada karma dan hanya dengan pengaruh karmalah perasaan timbul.”
“Tidak, baginda, tidak semua perasaan mempunyai akar pada karma. Ada delapan penyebab timbulnya perasaan:
Siapa pun yang berkata, ‘Hanya karma yang mengatur makhluk’, berarti dia tidak mengikutsertakan tujuh penyebab lainnya. Dan pernyataannya itu salah.
“Bila unsur angin di dalam diri seseorang terganggu, gangguan itu dapat terjadi karena salah satu dari sepuluh penyebab:
Empedu dapat terganggu karena tiga hal: karena dingin; karena panas; atau karena makanan yang tidak tepat. Lendir dapat terganggu karena tiga hal: karena dingin; karena panas; atau karena makan dan minum. Bila ketiga cairan yang terganggu itu bercampur, terjadi rasa sakit tersendiri. Kemudian ada rasa sakit yang timbul dari variasi temperatur, stress lingkungan, dan pengaruh-pengaruh luar. Dan ada juga rasa sakit yang disebabkan oleh karma.
Jadi rasa sakit yang disebabkan oleh karma jauh lebih sedikit dibandingkan dengan rasa sakit yang ditimbulkan oleh penyebab-penyebab lainnya. Orang yang salah pandangan sudah keterlaluan bila mengatakan bahwa segala sesuatu yang dialami itu terjadi sebagai buah dari karma. Tanpa pandangan terang dari seorang Buddha, tidak ada yang dapat menentukan jangkauan dari jalannya karma. Dan ketika kaki Sang Buddha terluka oleh pecahan batu, rasa sakitnya berasal dari pengaruh luar. Tetapi meskipun Sang Buddha tidak pernah menderita rasa sakit yang disebabkan oleh karma Beliau sendiri, atau karena stress lingkungan, Beliau tetap menderita rasa sakit yang disebabkan oleh salah satu dari enam penyebab rasa sakit yang lain.29 Dan, O baginda, seperti yang dikatakan oleh Sang Buddha, “Sivaka, ada beberapa rasa sakit yang timbul di dunia ini, karena humor yang menyakitkan. Dan engkau harus tahu apa humor itu karena hal itu hanya merupakan pengetahuan biasa saja. Para petapa dan Brahmana yang berpendapat dan menyatakan pandangan bahwa semua perasaan yang dialami itu disebabkan oleh tindakan yang lalu, mereka sudah melewati batas kepastian dan pengetahuan, dan karenanya Aku katakan bahwa mereka salah.”30
“Sang Buddha berkata, Nagasena, bahwa ada delapan penyebab gempa yang hebat.13 Tetapi kita dapatkan ada sembilan yang disebutkan di dalam teks. Ketika Bodhisatta Vessantara memenuhi kesempurnaan kemurahan hatinya dengan memberikan istri dan anaknya sebagai pelayan, pada saat itu bumi juga bergoncang. Bila pernyataan pertama Sang Buddha itu benar, berarti yang kedua itu salah.”
“Kedua pernyataan itu benar, O baginda. Persembahan Vessantara itu tidak disebutkan sebagai penyebab gempa hebat ke sembilan, karena hal itu merupakan suatu kejadian yang amat sangat langka. Seperti halnya sebuah anak sungai kering yang biasanya tidak berair tidak akan disebut sungai, tetapi pada saat-saat hujan yang tak terduga ia menjadi sungai, demikian juga kebesaran hati Vessantara adalah sesuatu yang khas dan luar biasa, dan karenanya dibedakan dari delapan penyebab umum gempa hebat.”
“Pernahkah baginda mendengar di dalam sejarah agama kita, tentang suatu tindakan pengabdian yang berbuah pada kehidupan sekarang ini juga?”
“Ya, Yang Mulia Nagasena, ada tujuh macam kasus semacam itu: Sumana, si pembuat karangan bunga,14 Ekasataka sang Brahmana,15 dan Punna si pekerja ladang,16 Mallika sang ratu,17 ratu yang dikenal sebagai ibu dari Gopala,18 Suppiya wanita yang penuh pengabdian,19 dan Punna si budak wanita.” 20
“Tetapi sudah pernahkah baginda mendengar bahwa tanah ini bergetar sekali atau dua kali ketika suatu persembahan diberikan?”
“Belum, Yang Mulia, aku belum pernah mendengar hal seperti itu.”
“Demikian juga saya, O baginda, meskipun saya telah dengan sungguh-sungguh belajar dan siap untuk belajar, kecuali pada saat persembahan luar biasa yang dilakukan oleh Vessantara. Bukan hanya karena usaha yang biasa saja bumi besar ini dapat bergetar, O baginda. Hanya ketika bumi terbebani oleh kekuatan kebajikan, tidak kuat menahan kekuatan tindakan-tindakan bajik yang terbukti sepenuhnya murni, maka barulah bumi yang luas ini bergoncang dan bergetar, karena tak sanggup menahan beban kekuatan itu. Dan ketika Vessantara memberikan persembahannya, O baginda, dia memberikan segala sesuatunya bukan demi tumimbal lahir yang mulia, bukan demi kekayaan di masa mendatang, bukan demi mengharap imbalan hadiah, dan bukan demi pujian atau keuntungan pribadi lainnya. Hanya demi kebijaksanaan tertinggi maka dia memberikan semuanya itu.”
5. Pernyataan Kebenaran
“Raja Sivi memberikan matanya kepada seorang yang memintanya dan kemudian dia mempunyai mata baru yang muncul sebagai gantinya.21 Bagaimana hal ini mungkin?”
“Karena kekuatan kebenaranlah hal itu terjadi. Seperti halnya ahli kebatinan yang mengucapkan kebenaran dapat membuat hujan turun, mengusir api atau menetralkan racun.
“Ketika Asoka, penguasa yang luhur itu suatu hari berdiri di antara penduduk kota Pataliputta, beliau berkata kepada menterinya: ‘Adakah orang yang dapat membuat sungai Gangga ini mengalir balik arah dan melawan arus?’ Kemudian seorang pramuria yang bernama Bindumati, yang ada di antara kerumunan itu, mempertunjukkan suatu tindakan kebenaran. Pada saat itu juga sungai Gangga yang besar itu bergemuruh dan bergelombang, membalik arah di depan mata semua orang. Lalu Sang Raja yang terperangah mencari wanita yang menyebabkan hal itu terjadi dan bertanya kepadanya ‘Tindakan kebenaran apa yang telah kau lakukan untuk dapat melakukan hal ini?’ Wanita itu menjawab, ‘Siapa pun yang membayar saya, tak peduli apakah dia seorang brahmana, ningrat, pedagang atau pelayan, saya perlakukan mereka semua sama sederajat. Bebas dari kecenderungan saya melayani mereka yang sudah membayar saya. Inilah dasar dari tindakan kebenaran22 yang saya lakukan untuk dapat membalik aliran sungai Gangga.’
“Tidak ada kekuatan biasa yang dapat menyebabkan hal-hal semacam itu terjadi. Kekuatan kebenaran itu sendirilah yang merupakan penyebabnya. Dan tidak ada alasan untuk merealisasikan Empat Kesunyataan Mulia selain dari kekuatan kebenaran itu sendiri.”
6. Dilema Seputar Kehamilan 23
“Sang Buddha berkata bahwa kehamilan terjadi di rahim dengan adanya tiga penyebab: persetubuhan yang dilakukan orang tua, kesuburan sang ibu, dan seorang makhluk untuk dilahirkan.24 Tetapi Beliau juga berkata bahwa ketika petapa Dukala menyentuh pusar seorang wanita petapa yang bernama Parika dengan ibu jarinya, bayi Sama terkandung.25 Jika pernyataan yang pertama benar, maka pernyataan yang kedua pasti salah.”
“Kedua pernyataan itu benar, O baginda, tetapi baginda jangan berpikir bahwa ada pelanggaran di dalam kasus kedua. Sakka, raja para dewa, setelah melihat terlebih dahulu bahwa para petapa yang luhur tersebut akan menjadi buta, meminta mereka untuk mempunyai anak lelaki. Tetapi kedua petapa itu tidak mau melakukan hubungan seksual sekalipun untuk menyelamatkan jiwa mereka sendiri. Maka Sakka turut campur dengan menyuruh Dukala. Demikianlah Sama terkandung.”
7. Umur Agama
“Setelah pentahbisan para wanita, Sang Buddha berkata bahwa ajaran yang murni itu hanya akan bertahan selama lima ratus tahun.26 Tetapi kepada Subaddha Beliau berkata,
‘Selama para bhikkhu Sangha masih menjalani kehidupan suci yang sempurna maka dunia ini tidak akan kekurangan Arahat.’ Pernyataan-pernyataan ini bertentangan.”
“O, baginda, Sang Buddha memang membuat kedua pernyataan itu, tetapi keduanya berbeda di dalam inti dan arti. Yang satu berhubungan dengan umur ajaran yang murni, sedangkan satunya lagi berhubungan dengan praktek dari kehidupan agama. Dan dua hal ini jelas sangat berbeda. Pada saat berkata tentang lima ratus tahun itu Beliau memberikan batasan kepada agama. Akan tetapi ketika berbicara kepada Subaddha Beliau menyatakan tentang apa yang terkandung di dalam agama. Jika murid-murid Sang Buddha terus berusaha sekuat-kuatnya di dalam lima faktor perjuangan,27 mempunyai keinginan murni untuk tiga latihan,28 menyempurnakan diri mereka di dalam tindakan dan nilai-nilai yang luhur; maka Ajaran Sang Penakluk yang mulia itu akan bertahan lama dan akan semakin kuat dan kokoh dengan berjalannya waktu. Ajaran Sang Buddha, O, baginda, berakar pada praktek. Prakteklah intinya, dan ajaran akan tetap bertahan selama praktek tidak kendur.
Suatu ajaran tetap bisa lenyap karena tiga hal:
- mundurnya pencapaian pandangan terang menjadi hanya sekadar pemahaman intelektual,
- mundurnya praktek perilaku yang berhubungan dengan ajaran itu, dan
- mundurnya bentuk luar ajaran itu.
Bila pemahaman intelektual hilang, maka meskipun orang itu telah menjalani hidup dengan benar, dia tidak mempunyai pengertian yang jelas tentang ajaran itu. Dengan mundurnya praktek perilaku, penerapan aturan Vinaya akan hilang dan hanya bentuk luar agama itu saja yang tertinggal. Bila bentuk luar itu lenyap maka tradisi itu terputus dan tidak akan dapat berlanjut.
8. Kemurnian Sang Buddha
“Jika Sang Tathagata telah menghancurkan semua yang tidak baik di dalam diri-Nya saat mencapai kemahatahuan, mengapa Beliau terluka oleh pecahan batu yang dilemparkan oleh Devadatta? Jika Beliau dapat terluka, maka Beliau tidak dapat dikatakan telah terbebas dari segala kejahatan, karena tidak akan ada perasaan tanpa adanya karma. Semua perasaan berakar pada karma dan hanya dengan pengaruh karmalah perasaan timbul.”
“Tidak, baginda, tidak semua perasaan mempunyai akar pada karma. Ada delapan penyebab timbulnya perasaan:
- angin yang berlebihan;
- cairan empedu yang berlebihan;
- lendir yang berlebihan;
- campuran dari tiga cairan tubuh;
- variasi temperatur;
- stress lingkungan;
- pengaruh luar;
- karma.
Siapa pun yang berkata, ‘Hanya karma yang mengatur makhluk’, berarti dia tidak mengikutsertakan tujuh penyebab lainnya. Dan pernyataannya itu salah.
“Bila unsur angin di dalam diri seseorang terganggu, gangguan itu dapat terjadi karena salah satu dari sepuluh penyebab:
- karena dingin;
- karena panas;
- karena lapar;
- karena hawa;
- karena terlalu banyak makan;
- karena berdiri terlalu lama;
- karena pengerahan tenaga yang berlebihan;
- karena berlari;
- karena pengobatan medis; atau
- karena akibat dari karma.
Empedu dapat terganggu karena tiga hal: karena dingin; karena panas; atau karena makanan yang tidak tepat. Lendir dapat terganggu karena tiga hal: karena dingin; karena panas; atau karena makan dan minum. Bila ketiga cairan yang terganggu itu bercampur, terjadi rasa sakit tersendiri. Kemudian ada rasa sakit yang timbul dari variasi temperatur, stress lingkungan, dan pengaruh-pengaruh luar. Dan ada juga rasa sakit yang disebabkan oleh karma.
Jadi rasa sakit yang disebabkan oleh karma jauh lebih sedikit dibandingkan dengan rasa sakit yang ditimbulkan oleh penyebab-penyebab lainnya. Orang yang salah pandangan sudah keterlaluan bila mengatakan bahwa segala sesuatu yang dialami itu terjadi sebagai buah dari karma. Tanpa pandangan terang dari seorang Buddha, tidak ada yang dapat menentukan jangkauan dari jalannya karma. Dan ketika kaki Sang Buddha terluka oleh pecahan batu, rasa sakitnya berasal dari pengaruh luar. Tetapi meskipun Sang Buddha tidak pernah menderita rasa sakit yang disebabkan oleh karma Beliau sendiri, atau karena stress lingkungan, Beliau tetap menderita rasa sakit yang disebabkan oleh salah satu dari enam penyebab rasa sakit yang lain.29 Dan, O baginda, seperti yang dikatakan oleh Sang Buddha, “Sivaka, ada beberapa rasa sakit yang timbul di dunia ini, karena humor yang menyakitkan. Dan engkau harus tahu apa humor itu karena hal itu hanya merupakan pengetahuan biasa saja. Para petapa dan Brahmana yang berpendapat dan menyatakan pandangan bahwa semua perasaan yang dialami itu disebabkan oleh tindakan yang lalu, mereka sudah melewati batas kepastian dan pengetahuan, dan karenanya Aku katakan bahwa mereka salah.”30
0