TS
striferser
Kumpulan cerpen Striferser (Experiment)
Foreword
Thread ini berisi kumpulan cerpen yang aku buat.
Alasan aku membuat thread ini adalah berbagi pengalamanku dalam menulis cerita, dan tentu saja, mendapat saran dan kritik dari pembaca, karena saran dan kritik adalah cambuk dan dorongan terbaik agar penulis berusaha lebih baik dari sebelumnya. Aku menerima segala macam saran dan kritik, baik yang pedas maupun yang manis, jadi, silahkan tulis apa yang kalian pikirkan dengan jujur
Akhir kata, selamat membaca, semoga kalian menikmatinya :3
Index
Other thread
Thread ini berisi kumpulan cerpen yang aku buat.
Alasan aku membuat thread ini adalah berbagi pengalamanku dalam menulis cerita, dan tentu saja, mendapat saran dan kritik dari pembaca, karena saran dan kritik adalah cambuk dan dorongan terbaik agar penulis berusaha lebih baik dari sebelumnya. Aku menerima segala macam saran dan kritik, baik yang pedas maupun yang manis, jadi, silahkan tulis apa yang kalian pikirkan dengan jujur

Akhir kata, selamat membaca, semoga kalian menikmatinya :3
Index
Quote:
Original Posted By Striferser
Antara kamu, Kamu, dan Kamu (2nd POV)
Sayap 12(end)
Raja adalah perempuan!?
Aku Mati di Akhir Cerita 1 2
Melepas Sayap Kupu-Kupu
Kencan
Perjalanan
Sesajen
Peluru 1 2
Samus 1 23 (Dilombakan untuk Fantasy Fiesta 2012)
Kamu
Di Dalam Kelas
Tinju Keadilan
Surat untuk Ibu
Ikat mati Part 12
Negara di Bawah Kaki Raja
Menulis Propaganda Penulis Diasingkan
Si Pria dan Gadis Bicara Soal Kacamata
Surat Dari Medan Perang part1
Part 2
Antara kamu, Kamu, dan Kamu (2nd POV)
Sayap 12(end)
Raja adalah perempuan!?
Aku Mati di Akhir Cerita 1 2
Melepas Sayap Kupu-Kupu
Kencan
Perjalanan
Sesajen
Peluru 1 2
Samus 1 23 (Dilombakan untuk Fantasy Fiesta 2012)
Kamu
Di Dalam Kelas
Tinju Keadilan
Surat untuk Ibu
Ikat mati Part 12
Negara di Bawah Kaki Raja
Menulis Propaganda Penulis Diasingkan
Si Pria dan Gadis Bicara Soal Kacamata
Surat Dari Medan Perang part1
Part 2
Other thread
Quote:
Original Posted By Striferser
Parallel/Story[Dilombakan di Fanstuff award 2010 untuk kategori orific]
Seks, Tuhan, Naga, dan AK-47
Ending Seks Tuhan Naga dan Ak-47
Seks, Tuhan, Naga, dan AK-47 root lounge ending
Ya, Mengapa Tidak? part 1 2 (February Ai compilation thread)
Surat Dari Medan Perang part1
Part 2
Parallel/Story[Dilombakan di Fanstuff award 2010 untuk kategori orific]
Seks, Tuhan, Naga, dan AK-47
Ending Seks Tuhan Naga dan Ak-47
Seks, Tuhan, Naga, dan AK-47 root lounge ending
Ya, Mengapa Tidak? part 1 2 (February Ai compilation thread)
Surat Dari Medan Perang part1
Part 2
Diubah oleh striferser 29-09-2013 21:47
0
10K
Kutip
169
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Fanstuff
1.9KThread•347Anggota
Tampilkan semua post
TS
striferser
#51
Peluru part 1
Ah, it's been a while...
Sekarang, ingin coba bikin cerita action. Enjoy
Note: Part 1 ini dibuat setelah part 2 <_<
PELURU
Aku berhadapan langsung dengan laras pistol M1911 berwarna hitam. Tubuhku tidak bisa bergerak, terkekang oleh rasa takut. Si pria botak menatapku dengan tatapan yang setajam silet. Tatapannya bagaikan ular yang siap memangsa.
Hei sialan, kau telah melakukan kesalahan paling besar dalam hidupmu, yaitu mengganggu waktu minumku, ucapnya dingin sambil berjalan mendekat, pistol tetap terbidik ke dahiku. Aku hanya bisa menelan ludah dengan tangan terangkat di hadapan alat yang bisa menembakkan timah besi yang bisa membunuh manusia.
Dia menarik pelatuknya tanpa ragu. Bunyi tembakan yang cumiakkan berdenging di telingaku. Kilat putih memenuhi penglihatanku.
24 jam sebelumnya
Aku sedang duduk di kursi kayu di bar bernama Hemingway, menikmati segelas alexander, cocktail yang terdiri dari gin, coklat, dan krim. Rasa manis cocktail serta sensasi dingin memenuhi mulutku saat aku meneguk minumanku perlahan, menikmati setiap tetesnya. Satu tegukan, dan cairan berwarna coklat ini sepenuhnya berpindah ke pencernaanku. Setelah meletakkan gelas cocktail di atas meja yang terbuat dari kayu cemara, aku memainkan jariku di bibir gelas, kebiasaanku saat meminum segelas alexander.
Alexander yang kuminum terasa sedikit lebih pahit dari biasanya, dan aku tidak suka. Mungkin ini pertanda yang tidak menyenangkan, pikirku.
Bel yang dipasang di atas pintu berdenting nyaring, menandakan seorang tamu masuk atau keluar dari bar. Aku melihat ke arah pintu, dan kulihat seorang pria yang memakai jas dengan dalaman kemeja putih dengan dasi polkadot masuk ke dalam bar. Pria tersebut berjalan mendekat ke arahku.
Apa minuman spesial bar ini?, tanya pria itu ke aku.
Mojito. Jawabku
Bagaimana kalau ditambah dengan segelas daiquiri?
Hemingway akan setuju dengan pendapat anda
Mendengar jawabanku, pria dengan wajah tegas itu duduk di kursi di sampingku. Dia memesan segelas mojito untuk dirinya, dan segelas daiquiri untukku. Bartender dengan sigap segera membuatkan minuman pesanan si pria berwajah tegas. Tidak lama, kedua minuman yang dipesan tersaji di hadapan kami. Aku meneguk daiquiri yang dingin dengan rasa asam ini. Si pria melakukan hal yang sama, meneguk mojitonya. Wajahnya berkerut saat dia meneguk minumannya.
Tidak suka?, tanyaku datar.
Ah, aku ini pada dasarnya bukan penggemar cocktail, aku lebih siuka bir jawabnya singkat.
Mohon maaf, tapi inilah cara untuk mengontakku untuk urusan pekerjaan, kuharap anda tidak keberatan.
Kuharap kau punya cara mengontak yang lebih mudah
Akan kupertimbangkan, sekarang, mari kita berbisnis.
Si pria mengeluarkan amplop tebal berwarna coklat dari dalam kantong jasnya, dan menyerahkannya kepadaku. Begitu amplop berada di tanganku, aku segera menaruhnya ke dalam kantong jaketku.
Aku sudah dengar soal kemampuanmu, sehingga aku sudah membayar uang muka, tapi untuk lebih pastinya, biar kutanyakan sekali lagi, kau bisa melakukan pekerjaan ini, kan?
Tentu saja, jawabku setelah menenggak habis daiquiriku. Aku beranjak dari kursi, berjalan ke arah pintu keluar, akan kuberitahukan hasilnya satu minggu lagi, dan kuharap anda membayar sisa tagihan ke rekeningku, ucapku sebelum keluar dari bar.
Setelah tiba di tempat persembunyianku, aku membuka amplop tersebut, dan kutumpahkan isinya ke atas ranjang. Di dalam amplop terdapat foto,serta dokumen terkait targetku. Foto target adalah seorang pria botak dengan bekas luka vertikal di mata kirinya, membuat si target terlihat begitu mengancam. Setelah membaca berkas-berkas informasi, aku menghubungi rekanku yang bertugas mengurusi keuanganku.
kau sudah menerima informasi tentang target dari klien? tanya suara dari speaker telepon.
Aku sudah menerima data tentang target, dia seorang mantan polisi yang baru saja dipecat akibat kecanduan alkohol, dengan kata lain, seorang pemabuk, seharusnya ini target mudah, jawabku.
Hei, jangan meremehkan seorang pemabuk, balas rekanku,
kau bisa menduga tindak tanduk seseorang yang sadar, tapi saat berhadapan dengan pemabuk, kau tidak akan pernah bisa menebak tindakannya, dengan kata lain, pemabuk lebih berbahaya daripada orang yang sadar.
Ya, serahkan saja padaku, aku akan membereskannya besok malam, tempat tinggalnya tidak jauh dari tempat ini jawabku singkat, lalu menutup telepon. Aku memutuskan untuk menyiapkan diriku untuk pekerjaanku.
Esok harinya...
Berdasarkan informasi dari klienku, aku tahu kalau target berada di rumahnya yang terletak di pinggir kota. Rumah target jauh dari peradaban, dan hal tersebut akan memudahkan diriku untuk membunuhnya. Aku segera berangkat ke tempat target sambil membawa senjata favoritku, taurus PT92, pistol semi otomatis yang memakai peluru kaliber 9mm. Untuk jaga-jaga, aku juga membawa pisau kecil yang tersimpan rapi di ikat pinggangku. Setelah perjalanan selama 3 jam menggunakan motor, aku tiba di tempat target. Tidak sulit menemukan rumah target.
Rumahnya berada di dekat jalan masuk hutan, dan tidak ada rumah lain di dekatnya. Setelah memastikan tidak ada orang lain ataupun jebakan, aku segera menyelinap masuk ke dalam rumahnya melalui jendela yang terbuka.
Aku menemukan target sedang bersantai di sofa, perhatiannya tertuju pada tv yang menyiarkan kartun. Di tangannya, terdapat sebotol wiski. Wajahnya terlihat lebih suram dibandingkan foto, fisiknya terlihat tidak fit dengan perut yang menggembung akibat alkohol. Sosok yang menyedihkan.
Tidak ada waktu untuk bersimpati, aku ke sini untuk membunuhnya. Perlahan, aku mengendap ke belakangnya. Kukeluarkan pistolku, dan setelah mematikan pengamannya, kubidikkan pistolku ke arah kepala botak si target.
Kutarik pelatuk. Suara tembakan berkumandang dengan kerasnya. Bulu kapas dari sofa bertebangan, tapi target tidak mati. Entah bagaimana, saat aku menarik pelatuk, dia segera melompat ke samping, menghindari peluru 9mm yang melesat menuju kepalanya.
Sial! umpatku. Aku segera membidiknya, tapi sebelum aku menarik pelatuk, target melempar botol wiski di tangannya. Kugunakan tangan kananku yang memegang pistol untuk menangkisnya. Botol wiski yang terbuat dari kaca pecah berhamburan. Aku merasakan tangan kananku nyeri. Kulihat darah mengalir dari punggung tanganku, terkena pecahan botol.
Saat perhatianku kembali ke target, entah darimana, di tangan kanannya terdapat pistol M1911 dengan peluru kaliber 45. Dia menembak dua peluru secara beruntun. Aku segera mencari perlindungan di balik dinding yang tidak jauh dari tempatku berdiri. Kedua peluru meleset dari targetnya.
Tembakan demi tembakan terus bergema. Tiap tembakan terdengar begitu keras, membuat tubuhku terlompat setiap suara tembakan meletus. Peluru melesat melewati tempat persembunyianku di balik tembok, menimbulkan lubang di dinding bata di depanku. Pecahan dinding berhamburan, menimbulkan debu yang merasuk ke sistem pernafasanku, membuatku terbatuk-batuk.
Persetan dengan semua ini! Seharusnya tidak seperti ini skenarionya! Seharusnya aku menyelidiki lebih lanjut tentang si pemabuk yang jadi target. Aku tidak pernah menduga kalau si pemabuk pecandu alkohol ini masih sanggup bertarung! Umpatku dalam hati.
Ketika suara tembakan mereda, aku menjulurkan kepalaku keluar dari tempatku bersembunyi. Target tidak terlihat. Apa mungkin dia lari keluar melalui jendela yang terbuka? Dengan hati-hati, aku beranjak keluar dengan pistol teracung, siap menembak apapun yang bergerak. Terdengar suara remuk saat aku menginjak pecahan botol wiski. Aku maju selangkah demi selangkah dengah waspada. Aku menyapukan pandanganku ke seluruh area ruangan ini, tapi aku tidak melihat target.
Terdengar suara derit lantai dari arah kananku, dan aku segera melepaskan tiga peluru ke arah suara tersebut tanpa memastikan ada sesuatu dari arah derit. Tembakan sia-sia, peluru tersebut menghantam lantai kayu dan menghancurkan guci murahan, tapi sama sekali tidak mengenai target. Tidak ada siapapun di arah aku melepaskan tembakan. Saat aku memikirkan asal suara derit, semua sudah terlambat. Secara tiba-tiba, lantai di bawahku terbuka lebar, dan target melompat keluar. Dengan panik aku menembak membabi buta, tapi tidak ada tembakan yang kena.
Begitu dia menapakkan kakinya ke lantai, jarak antara aku dengannya hanya beda kira-kira 2 meter. Aku mengarahkan pistolku ke arah target yang belum mendapatkan keseimbangannya akibat mendarat dengan tidak sempurna, dan kutarik pelatuk. Alih-alih suara tembakan yang menggelegar, yang terdengar hanyalah suara klik. Peluruku habis saat aku menembak membabi buta tadi, kesalahan yang fatal.
Si pria botak segera menodongkan pistolnya ke arahku. Tidak ada yang bisa kulakukan dari jarak ini. Mengisi ulang peluru tidak mungkin, dia akan menembakku saat magazine (tempat menampung peluru dalam pistol) keluar dari pistol. Pisau dalam ikat pinggangku tidak akan bisa mencapainya. Kondisi ini adalah checkmate bagi diriku.
Sekarang, ingin coba bikin cerita action. Enjoy
Note: Part 1 ini dibuat setelah part 2 <_<
Spoiler for PELURU:
PELURU
Aku berhadapan langsung dengan laras pistol M1911 berwarna hitam. Tubuhku tidak bisa bergerak, terkekang oleh rasa takut. Si pria botak menatapku dengan tatapan yang setajam silet. Tatapannya bagaikan ular yang siap memangsa.
Hei sialan, kau telah melakukan kesalahan paling besar dalam hidupmu, yaitu mengganggu waktu minumku, ucapnya dingin sambil berjalan mendekat, pistol tetap terbidik ke dahiku. Aku hanya bisa menelan ludah dengan tangan terangkat di hadapan alat yang bisa menembakkan timah besi yang bisa membunuh manusia.
Dia menarik pelatuknya tanpa ragu. Bunyi tembakan yang cumiakkan berdenging di telingaku. Kilat putih memenuhi penglihatanku.
24 jam sebelumnya
Aku sedang duduk di kursi kayu di bar bernama Hemingway, menikmati segelas alexander, cocktail yang terdiri dari gin, coklat, dan krim. Rasa manis cocktail serta sensasi dingin memenuhi mulutku saat aku meneguk minumanku perlahan, menikmati setiap tetesnya. Satu tegukan, dan cairan berwarna coklat ini sepenuhnya berpindah ke pencernaanku. Setelah meletakkan gelas cocktail di atas meja yang terbuat dari kayu cemara, aku memainkan jariku di bibir gelas, kebiasaanku saat meminum segelas alexander.
Alexander yang kuminum terasa sedikit lebih pahit dari biasanya, dan aku tidak suka. Mungkin ini pertanda yang tidak menyenangkan, pikirku.
Bel yang dipasang di atas pintu berdenting nyaring, menandakan seorang tamu masuk atau keluar dari bar. Aku melihat ke arah pintu, dan kulihat seorang pria yang memakai jas dengan dalaman kemeja putih dengan dasi polkadot masuk ke dalam bar. Pria tersebut berjalan mendekat ke arahku.
Apa minuman spesial bar ini?, tanya pria itu ke aku.
Mojito. Jawabku
Bagaimana kalau ditambah dengan segelas daiquiri?
Hemingway akan setuju dengan pendapat anda
Mendengar jawabanku, pria dengan wajah tegas itu duduk di kursi di sampingku. Dia memesan segelas mojito untuk dirinya, dan segelas daiquiri untukku. Bartender dengan sigap segera membuatkan minuman pesanan si pria berwajah tegas. Tidak lama, kedua minuman yang dipesan tersaji di hadapan kami. Aku meneguk daiquiri yang dingin dengan rasa asam ini. Si pria melakukan hal yang sama, meneguk mojitonya. Wajahnya berkerut saat dia meneguk minumannya.
Tidak suka?, tanyaku datar.
Ah, aku ini pada dasarnya bukan penggemar cocktail, aku lebih siuka bir jawabnya singkat.
Mohon maaf, tapi inilah cara untuk mengontakku untuk urusan pekerjaan, kuharap anda tidak keberatan.
Kuharap kau punya cara mengontak yang lebih mudah
Akan kupertimbangkan, sekarang, mari kita berbisnis.
Si pria mengeluarkan amplop tebal berwarna coklat dari dalam kantong jasnya, dan menyerahkannya kepadaku. Begitu amplop berada di tanganku, aku segera menaruhnya ke dalam kantong jaketku.
Aku sudah dengar soal kemampuanmu, sehingga aku sudah membayar uang muka, tapi untuk lebih pastinya, biar kutanyakan sekali lagi, kau bisa melakukan pekerjaan ini, kan?
Tentu saja, jawabku setelah menenggak habis daiquiriku. Aku beranjak dari kursi, berjalan ke arah pintu keluar, akan kuberitahukan hasilnya satu minggu lagi, dan kuharap anda membayar sisa tagihan ke rekeningku, ucapku sebelum keluar dari bar.
Setelah tiba di tempat persembunyianku, aku membuka amplop tersebut, dan kutumpahkan isinya ke atas ranjang. Di dalam amplop terdapat foto,serta dokumen terkait targetku. Foto target adalah seorang pria botak dengan bekas luka vertikal di mata kirinya, membuat si target terlihat begitu mengancam. Setelah membaca berkas-berkas informasi, aku menghubungi rekanku yang bertugas mengurusi keuanganku.
kau sudah menerima informasi tentang target dari klien? tanya suara dari speaker telepon.
Aku sudah menerima data tentang target, dia seorang mantan polisi yang baru saja dipecat akibat kecanduan alkohol, dengan kata lain, seorang pemabuk, seharusnya ini target mudah, jawabku.
Hei, jangan meremehkan seorang pemabuk, balas rekanku,
kau bisa menduga tindak tanduk seseorang yang sadar, tapi saat berhadapan dengan pemabuk, kau tidak akan pernah bisa menebak tindakannya, dengan kata lain, pemabuk lebih berbahaya daripada orang yang sadar.
Ya, serahkan saja padaku, aku akan membereskannya besok malam, tempat tinggalnya tidak jauh dari tempat ini jawabku singkat, lalu menutup telepon. Aku memutuskan untuk menyiapkan diriku untuk pekerjaanku.
Esok harinya...
Berdasarkan informasi dari klienku, aku tahu kalau target berada di rumahnya yang terletak di pinggir kota. Rumah target jauh dari peradaban, dan hal tersebut akan memudahkan diriku untuk membunuhnya. Aku segera berangkat ke tempat target sambil membawa senjata favoritku, taurus PT92, pistol semi otomatis yang memakai peluru kaliber 9mm. Untuk jaga-jaga, aku juga membawa pisau kecil yang tersimpan rapi di ikat pinggangku. Setelah perjalanan selama 3 jam menggunakan motor, aku tiba di tempat target. Tidak sulit menemukan rumah target.
Rumahnya berada di dekat jalan masuk hutan, dan tidak ada rumah lain di dekatnya. Setelah memastikan tidak ada orang lain ataupun jebakan, aku segera menyelinap masuk ke dalam rumahnya melalui jendela yang terbuka.
Aku menemukan target sedang bersantai di sofa, perhatiannya tertuju pada tv yang menyiarkan kartun. Di tangannya, terdapat sebotol wiski. Wajahnya terlihat lebih suram dibandingkan foto, fisiknya terlihat tidak fit dengan perut yang menggembung akibat alkohol. Sosok yang menyedihkan.
Tidak ada waktu untuk bersimpati, aku ke sini untuk membunuhnya. Perlahan, aku mengendap ke belakangnya. Kukeluarkan pistolku, dan setelah mematikan pengamannya, kubidikkan pistolku ke arah kepala botak si target.
Kutarik pelatuk. Suara tembakan berkumandang dengan kerasnya. Bulu kapas dari sofa bertebangan, tapi target tidak mati. Entah bagaimana, saat aku menarik pelatuk, dia segera melompat ke samping, menghindari peluru 9mm yang melesat menuju kepalanya.
Sial! umpatku. Aku segera membidiknya, tapi sebelum aku menarik pelatuk, target melempar botol wiski di tangannya. Kugunakan tangan kananku yang memegang pistol untuk menangkisnya. Botol wiski yang terbuat dari kaca pecah berhamburan. Aku merasakan tangan kananku nyeri. Kulihat darah mengalir dari punggung tanganku, terkena pecahan botol.
Saat perhatianku kembali ke target, entah darimana, di tangan kanannya terdapat pistol M1911 dengan peluru kaliber 45. Dia menembak dua peluru secara beruntun. Aku segera mencari perlindungan di balik dinding yang tidak jauh dari tempatku berdiri. Kedua peluru meleset dari targetnya.
Tembakan demi tembakan terus bergema. Tiap tembakan terdengar begitu keras, membuat tubuhku terlompat setiap suara tembakan meletus. Peluru melesat melewati tempat persembunyianku di balik tembok, menimbulkan lubang di dinding bata di depanku. Pecahan dinding berhamburan, menimbulkan debu yang merasuk ke sistem pernafasanku, membuatku terbatuk-batuk.
Persetan dengan semua ini! Seharusnya tidak seperti ini skenarionya! Seharusnya aku menyelidiki lebih lanjut tentang si pemabuk yang jadi target. Aku tidak pernah menduga kalau si pemabuk pecandu alkohol ini masih sanggup bertarung! Umpatku dalam hati.
Ketika suara tembakan mereda, aku menjulurkan kepalaku keluar dari tempatku bersembunyi. Target tidak terlihat. Apa mungkin dia lari keluar melalui jendela yang terbuka? Dengan hati-hati, aku beranjak keluar dengan pistol teracung, siap menembak apapun yang bergerak. Terdengar suara remuk saat aku menginjak pecahan botol wiski. Aku maju selangkah demi selangkah dengah waspada. Aku menyapukan pandanganku ke seluruh area ruangan ini, tapi aku tidak melihat target.
Terdengar suara derit lantai dari arah kananku, dan aku segera melepaskan tiga peluru ke arah suara tersebut tanpa memastikan ada sesuatu dari arah derit. Tembakan sia-sia, peluru tersebut menghantam lantai kayu dan menghancurkan guci murahan, tapi sama sekali tidak mengenai target. Tidak ada siapapun di arah aku melepaskan tembakan. Saat aku memikirkan asal suara derit, semua sudah terlambat. Secara tiba-tiba, lantai di bawahku terbuka lebar, dan target melompat keluar. Dengan panik aku menembak membabi buta, tapi tidak ada tembakan yang kena.
Begitu dia menapakkan kakinya ke lantai, jarak antara aku dengannya hanya beda kira-kira 2 meter. Aku mengarahkan pistolku ke arah target yang belum mendapatkan keseimbangannya akibat mendarat dengan tidak sempurna, dan kutarik pelatuk. Alih-alih suara tembakan yang menggelegar, yang terdengar hanyalah suara klik. Peluruku habis saat aku menembak membabi buta tadi, kesalahan yang fatal.
Si pria botak segera menodongkan pistolnya ke arahku. Tidak ada yang bisa kulakukan dari jarak ini. Mengisi ulang peluru tidak mungkin, dia akan menembakku saat magazine (tempat menampung peluru dalam pistol) keluar dari pistol. Pisau dalam ikat pinggangku tidak akan bisa mencapainya. Kondisi ini adalah checkmate bagi diriku.
0
Kutip
Balas